Anda di halaman 1dari 2

Nama :

Kelas : XI IPS B
No. Absen :
Mitos Cermin Antik

Di ujung sebuah jalan besar, terdapat sebuah toko yang terkenal menjual berbagai macam
koleksi barang antik, seperti jam kuno, kursi antik, lukisan kuno, cermin antik, dan berbagai
macam barang antik lainnya. Sore ini, saya berniat untuk mendatangi toko barang antik tersebut
untuk membeli sebuah cermin antik yang akan dipajang di kamar tidur saya. Sepulang kerja
pukul 5 sore, saya mulai berjalan keluar gedung kantor menuju toko barang antik bersama dua
rekan kerja saya.
Selama perjalanan kami berbincang mengenai berbagai hal yang terjadi di kantor. Kami
juga membicarakan hal yang sedang tren di berita. Sesampainya kami di toko, kami disambut
oleh seorang wanita tua yang menggunakan sebuah tongkat. “Ada yang bisa dibantu?” tanya
wanita tua itu. “Saya mencari sebuah cermin antik untuk dipajang di kamar saya, nek,” jawab
saya dengan ramah. Wanita tua yang merupakan pemilik toko tersebut pun menunjukkan jalan
menuju tempat koleksi cermin antik berada.
“Wah, bagus sekali desain cermin-cerminnya!” ujar Dinda, salah satu rekan kerja saya.
“Saya setuju. Terlihat sekali kalau cermin-cermin ini sudah tua dan antik,” balas Erika, rekan
kerja saya yang lainnya. “Hmm.. Saya jadi bingung mau beli yang mana,” ujar saya. “Yang ini
saja, Reva. Warnanya lebih unik dibandingkan yang lain. Kamu kan penakut seperti saya. Jadi,
saya sarankan beli cermin yang lebih berwarna,” ujar Dinda. “Benar tuh kata, Dinda,” balas
Erika sambil terkekeh. Setelah berpikir, saya akhirnya membeli cermin yang disarankan oleh
Dinda dan Erika.
Setelah membayar cermin antik tersebut, saya dan kedua rekan saya berjalan keluar toko.
Namun, langkah kami terhenti seketika kami mendengar wanita tua pemilik toko tersebut
memanggil nama saya dan mengatakan, “jangan memajang cermin tersebut di depan tempat
tidurmu!”. Tidak lama kemudian wanita itu masuk kembali ke dalam toko dan kami
melanjutkan perjalanan kami ke rumah masing-masing. “Bukannya itu hanya mitos, ya?” tanya
saya pada kedua rekan kerja saya diperjalanan. Erika menggeleng dan menjawab, “saya belum
pernah denger mitos seperti itu.” “Saya juga,” balas Dinda dengan ekspresi yang kebingungan.
Setelah sampai di rumah, saya meletakkan cermin yang telah dibeli di atas kursi dan
bergegas untuk mandi. Karena merasa kelelahan, saya memutuskan untuk menghiraukan ucapan
wanita tua pemilik toko dan memajang cermin antik tersebut di depan tempat tidur saya. Lalu
saya menyisir rambut di depan cermin sebelum beranjak tidur.
Pada malam hari, saya merasakan suasana yang mencekam. Saya merasa gelisah seolah-
olah ada yang mengawasi saya. Keringat dingin pun mulai membasahi tubuh saya ketika
pandangan saya menangkap sesuatu di dalam cermin antik itu. Suatu makhluk merangkak keluar
dari dalam cermin menuju tempat tidur saya. Saya menatap dengan tak percaya. Saya tidak bisa
bergerak dan hanya bisa menangis ketakutan sambil membaca doa saat makhluk itu mulai
mencengkram pundak saya. Tak lama kemudian, makhluk itu merangkak masuk kembali ke
dalam cermin.
Kini saya memahami apa yang dikatakan oleh wanita tua pemilik toko barang antik itu.
Tidak seharusnya saya mengabaikan perkataannya walaupun hanya terdengar seperti mitos yang
aneh. Saya pun segera menurunkan cermin antik tersebut dan memindahkannya ke tempat lain.

Anda mungkin juga menyukai