Anda di halaman 1dari 6

Cermin Bertuah

Karya :Carlyncia

Kepingan-kepingan cermin berserakan di lantai kamar.

“Itu karena jalanannya macet sehingga aku terlambat ke kantor. Mengapa selalu mengait-
ngaitkannya dengan berat badan? Memangnya salah menjadi gendut dan jelek? Toh, selama
ini pekerjaanku selesai dengan baik.”

Memikirkan kembali perkataan kepala divisi tadi pagi membuatku marah. Seandainya aku
kurus dan cantik, aku yakin mereka akan memperlakukanku dengan baik. Setidaknya besok
adalah hari Minggu. Jadi, aku bisa berjalan-jalan ke China Town untuk menenangkan diri.

Hari ini China Town sangat ramai. Di kanan dan kiri, berjejer toko-toko yang menjual
makanan ataupun barang khas asal Negeri Panda. Aku menyusuri setiap sudut dan toko
yang ada. Sampai di ujung jalan, mataku terpaku pada sebuah cermin kecil yang terpajang
pada kaca depan sebuah toko barang antik. Cermin itu sangat indah dengan desain unik
bergaya Tiongkok. Aku masuk ke dalam toko dan disambut oleh seorang wanita keturunan
Tionghua yang cantik.

“Cermin itu cocok denganmu. Dia akan membantumu menjadi cantik.”

Penjual ini terlalu melebih-lebihkan. Tingkat kejelekanku itu sudah mentok, tidak mungkin
dengan merias diri di depan cermin ini dapat membuatku menjadi cantik, tetapi saat ini aku
memang sedang membutuhkan cermin baru sebagai pengganti cermin yang kupecahkan
karena kesal kemarin.

“Tolong bungkuskan cermin ini.”

***

“Benar-benar mengagumkan, setiap sisi diukir dengan sempurna. Tidak ada yang kurang
dari cermin ini kecuali… orang yang bayangannya berada dalam cermin. Seandainya saja aku
cantik dan kurus.” Aku menghela napas panjang.
Citt citt! Citt citt!

Jam di dinding berbunyi.

“Sudah jam 12 malam, sebaiknya aku tidur.”

Ketika aku akan menaruh cermin di meja, tanpa sengaja tanganku tergores oleh sisi tajam
pada gagang cermin dan berdarah. Secercah cahaya putih muncul dari cermin dan sinarnya
semakin lama semakin terang memenuhi seisi ruangan. Cahayanya kini menyakiti mataku
sehingga kututup rapat-rapat mataku dan menghalau cahayanya dengan tangan. Selang
beberapa menit, ketika kubuka mata, sinar itu sudah hilang, tetapi ada hal yang sangat
mengejutkanku.

“Ini… ini aku?”

Kucubit pipiku untuk memastikannya. Ini benar-benar nyata. Tanpa tahu apa yang terjadi,
aku melompat-lompat kegirangan.

“Bagaimana bisa ini terjadi?” Aku berpikir beberapa saat hingga teringat dengan kata-kata
penjaga toko.

“Apa mungkin ini cermin bertuah? Apapun itu, aku sangat gembira. Jadi, begini rasanya jadi
cantik dan kurus? Tubuhku benar-benar ringan.”

Seminggu berlalu, semua orang kantor terkejut dengan penampilanku dan hal yang paling
menyenangkan adalah semua pria di kantor tidak lagi mengolok-olokku, bahkan mereka
mengejar-ngejarku sekarang, tetapi ada hal yang mengganggu pikiranku.

“Pretty, yakin ini aman? Kau bilang cermin itu meminta darah?” Kedatangan Jimmie
membuyarkan lamunanku.

“Tenang saja, luka akibat tergores cermin itu tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan
hasil yang kudapat.”

“Mungkin sekarang cermin itu hanya meminta beberapa tetes darah, tetapi apakah kau
yakin kedepannya cermin itu tidak akan meminta lebih? Bagaimana kalau dia meminta
nyawamu sebagai imbalan?”

“Kau mengkhayal terlalu jauh.”


Sebulan kemudian.

BRAKK! Aku menjatuhkan secangkir kopi.

“Kau tidak apa-apa, Pretty?”

Sebelum aku sempat menjawabnya, seketika pandanganku menjadi gelap dan aku terjatuh.
Beruntung, Jimmie dengan sigap menopang badanku.

“Kau terlihat lesu.” Jimmie mengangkat dan mendudukkanku di kursi.

“Aku tidak apa-apa. Sebentar lagi juga baikan, mungkin hanya efek dari kekurangan darah.”

Jimmie meraih tanganku, “Berapa banyak yang cermin itu minta? Tanganmu penuh luka.”

“Bukan apa-apa, hanya tiga sayatan setiap harinya.”

“Bukannya katamu hanya sekali sehari?”

“Awalnya begitu, tetapi belakangan ini efeknya hanya bertahan beberapa jam. Jadi, aku
putuskan menyayat tanganku dengan sisi tajam cermin setiap delapan jam sekali.”

“Kau gila. Kau mau mati kehabisan darah? Pokoknya nanti sore kita ke toko itu dan meminta
petunjuk untuk mengakhirinya sebelum kau kehilangan nyawa.”

Kuputuskan untuk menurut saja. Kalau tidak, dia pasti akan terus mengomel. Jika terbukti
tidak berbahaya, aku akan melanjutkannya. Setelah pulang kerja kami mendatangi toko itu.
Wanita cantik penjaga toko tidak ada, hanya terlihat kakek tua berkacamata dengan jenggot
putih yang sedang membaca koran.

“Permisi, Kek. Kami kesini untuk menanyakan perihal cermin yang kami beli disini bulan
lalu.”

Kakek itu mengalihkan pandangannya dari koran ke arahku. Sorot matanya padaku tajam
dan aneh.

“Yang kau maksud cermin kuno yang terpajang di depan kaca?”

“Iya, benar, Kek.”

“Cermin itu adalah cermin bertuah dan penunggunya adalah gadis cantik keturunan
Tionghua. Dia akan membantu pemilik cermin agar terlihat cantik dan meminta darah
sebagai balasannya. Semakin pemilik terikat dengan cermin itu, semakin banyak darah yang
diminta dan akhirnya orang itu akan mati kehabisan darah.”

Aku terkejut dan takut mendengarnya hingga tidak bisa berkata-kata, aku tidak bisa
membayangkan akan mati karena cermin itu.

“Sudah kuduga, Apakah ada cara supaya bisa terlepas dari cermin itu?” Raut wajah Jimmie
terlihat cemas ketika menanyakannya.

“Ada, tetapi akan sangat berbahaya. Kau harus masuk ke dunia cermin tepat jam 12 malam
ketika pintu yang menghubungkan dunia cermin dengan dunia nyata terbuka lalu cari
cermin dengan bayanganmu dan hancurkan, tetapi tempat itu dipenuh wanita-wanita
korban dari cermin. Jadi, jangan sampai mereka menangkapmu dan satu lagi kau harus
kembali sebelum pintu tertutup. Waktumu hanya tiga menit.”

***

Tinggal sepuluh menit sebelum pintu terbuka. Aku sangat cemas dan takut.

“Tidak apa. Aku akan melindungi dan membantumu.” Jimmie berusaha meyakinkanku.

Citt citt! Citt citt!

Pukul 12 tepat. Sinar dari cermin muncul. Yang perlu dilakukan hanya menyentuh cermin
tepat di bagian tengah sinar. Jimmie menggenggam tanganku dan mendekatkan tangan
yang satunya lagi ke arah cermin. Seketika itu juga kami masuk ke dunia cermin. Tidak ada
penerangan di tempat ini, sejauh mata memandang hanya terlihat pilar-pilar yang berdiri
kokoh dan ribuan cermin yang berserakan. Kami menyusuri setiap tempat untuk
menemukan cerminku. Tiba-tiba, kami melihat seorang hantu wanita di depan. Aku dan
Jimmie bersembunyi di balik pilar. Jimmie melihat ke arah jam tangan. Aku sadar kami tidak
dapat terus bersembunyi di sini karena dua menit lagi pintu tertutup, tetapi dimana cermin
itu? Mataku mencari ke sekeliling dan menemukannya tertancap di meja yang terletak tepat
di belakang hantu itu berada.

“Apa yang harus kita lakukan.” Aku menunjuk cermin itu sambil berbisik kepada Jimmie.

“Aku akan memancingnya dan kau segera pecahkan cermin itu. Aku akan menunggumu di
pintu penghubung.” Jimmie memberi arahan.
“Itu terlalu berbahaya. Kau bisa tertangkap.”

“Tidak ada waktu lagi, percayalah padaku, aku akan baik-baik saja.”

Tersisa satu menit, Jimmie keluar dari tempat persembunyian dan memancing wanita itu.
Ketika hantu itu menyadari kehadiran Jimmie, ia menjerit dan memanggil hantu lainnya.
Sekarang ada puluhan hantu wanita yang bersiap mengejar Jimmie. Jimmie menatapku dan
memberi seulas senyum sebelum akhirnya berlari pergi dikejar oleh puluhan hantu itu.

Aku berlari ke arah meja dan tiba-tiba saja dihadang oleh seorang hantu lainnya. Dengan
sigap aku mengambil kayu di lantai dan memukulnya sebelum ia sempat memanggil yang
lain. Setelah itu, aku segera mengambil cermin yang tertancap dan melemparkannya ke
lantai. Setelah memastikan bahwa cermin pecah menjadi kepingan-kepingan kecil, aku
segera berlari ke arah pintu penghubung.

Hanya tersisa sepuluh detik. Namun, tidak terlihat tanda-tanda kedatangan Jimmie. Aku
sangat takut dan cemas. Aku tidak mungkin meninggalkan Jimmie disini. Seketika itu juga
Jimmie terlihat dari kejauhan dan dikejar oleh segerombolan hantu wanita. Dia berlari ke
arahku dengan sekujur tubuh penuh luka cakaran. Dia mendorongku jatuh bersamanya
tepat ke arah pintu dan kami berhasil keluar pada detik-detik terakhir sebelum pintu
tertutup.

Satu bulan kemudian.

“Heyy, Gendut! antarkan berkas rapat ke kantor.”

“Sini, biar aku saja.” Jimmie mengambil berkasnya dari mejaku.

Aku bersyukur bertemu dengan Jimmie yang bersedia menerimaku apa adanya dan
melindungiku ketika dalam bahaya. Berkat Jimmie, aku belajar untuk menerima diriku apa
adanya.

Binjai, 17 Juli 2020


Bio :

Namaku Carlyn, lahir di Binjai, 29 Juni 2002. Lyn adalah panggilan akrabku. Sejak kecil,
aku sudah menunjukkan ketertarikan pada dunia seni dan sastra. Aku mulai menulis
sejak duduk di bangku SD. Menulis merupakan wadahku untuk menyalurkan hobi dan
inspirasi. Melalui setiap tulisanku, aku berharap setiap orang dapat berimajinasi dengan
bebas.

Anda mungkin juga menyukai