WARNING! YAOI
************************************
Find it on "Tunwalai"
************************************
Diterjemahkan kembali oleh aku sendiri dari novel terjemahan Bahasa Inggrisnya.
Semoga kalian bisa memahami cerita ini.
-----Porsche-----
Bruk!Bugh!
Suara pukulan dan kejaran menarik perhatian ku saat merokok di gang belakang Bar’s
tempat ku bekerja. Aku sedang membuang sampah saat melihat sekelompok pria, lima
atau enam orang telah tergeletak tak berdaya. Mereka meninju dan menendang dengan
keras tanpa henti.
Datang suara dari salah satu diantara mereka. Aku tidak peduli saat aku fokus mengunci
pintu belakang. Pekerjaan paruh waktu ku sebagai pelayan, baru saja berakhir dan aku
berencana untuk segera pulang.
Pada saat seperti ini pelanggan dan pengamat mulai menipis. Ada yang menunggu taksi,
ada yang secara acak memilih seorang gadis untuk dibawa pulang. Dan ada pula yang
hanya berkelahi seperti dibelakang ku.
Aku bukan orang jahat, tetapi aku tidak ingin ikut campur dalam urusan siapa pun. Aku
tidak ingin terseret dalam kekacauan orang lain. Kau bisa mengutuk ku atas semua yang
kau inginkan, karena aku tidak membantu, tetapi aku tidak peduli. Yang aku tahu,
seseorang yang di injak mungkin telah melakukan sesuatu yang buruk, karena itulah ia
dipukuli.
Aku berbalik untuk melihat seorang pria yang malang telah jatuh di atas tanah, berdiri,
dan mencoba melawan. Aku membuang puntung rokok ku dan menginjaknya sambil
meregangkan tubuh ku dengan perlahan, bersiap untuk pergi dengan tenang dan pulang.
Aku menghentikan langkah ku ketika seseorang memegang ujung bajuku.
“Tolong..”
“Hei! Kemarilah!”
Salah satu orang bodoh berjalan ke arah kami dan menarik bocah itu. Aku melihat bocah
itu meminta bantuan dan aku bisa melihat kesungguhannya. Sesuatu terasa menarik
dada ku sehingga aku menariknya kembali.
Kataku dengan nada lembut. Melihat wajahnya yang tertutupi dengan kumis dan aku tau
dia lebih tua dari ku. Mengapa mereka menindas seorang bocah? Dari wajahnya saat
memegang lengannya, kami sepertinya seumuran, dan menilai dari merek pakaiannya,
dia pasti anak orang kaya. Lalu, tiba-tiba saja aku mendapatkan sebuah ide cemerlang.
Aku meraihnya dari cengkraman pria itu dan membawanya ke belakang ku. Aku melihat
sekelompok bajingan di depan ku dan mengamati bahwa mereka semua terlihat
berbahaya.
“Jika kau tidak ingin terluka, jangan mencapuri urusan kami dan kembalikan bocah itu
kepadaku.”
Dia berteriak.
Aku terdiam sejenak, dan berfikir jika ini bukan urusan ku, dan saudaraku sudah
menunggu ku di rumah. Pikiran bawah sadarku mulai ragu saat terlintas wajah bocah
dibelakang ku yang hancur dalam benak ku. Aku memang egois untuk sebagian besar
waktu. Aku tidak ingin pergi menolong bocah itu dalam kesulitannya, hanya untuk
mencegah permusuhan seperti ini. Aku tidak akan mendapat apa-apa pula dengan
membantunya.
“Jika kau membantu ku. Aku akan membayarmu dengan sejumlah uang yang besar.”
Bocah itu berbisik ditelinga ku. Apakah dia benar-benar befikir dia bisa menghindari ini
dengan sejumlah uang? Betapa beraninya dia memikat ku dengan uang.
“Berapa banyak?”
Ya.. Kau benar, uang dapat membeli ku terutama waktu seperti sekarang ini saat aku
sangat membutuhkannya.
Dengan itu, aku meletakkan ransel ku, menggenggam buku-buku jariku, dan membuat
suara retakan.
Sedikit meregangkan otot leher dan punggung ku yang tegang. Itu cukup untuk biaya
kuliah saudara ku, tentu saja, aku akan membantu.
Kata ku sebelum melihat salah satu gangters mengambil tongkat dan mencoba memukul
kepala ku, tapi refleks ku lebih cepat daripada kelompok mereka. Aku menendang rahang
pria itu dan mengalahkan mereka. Satu terjatuh.
Satu yang lain menyerang ke depan tapi kaki ku lebih cepat untuk menendang perutnya.
Yang lain mengikuti yang sebelumnya tetapi tidak ada yang berhasil mendapatkan bocah
itu.
Menjadi juara seni bela diri sejak SMA, aku mengalahkan banyak orang. Dan aku
menggunakan semua pengalaman dan ketrampilan ku untuk melindungi satu orang
dibelakang ku.
Sekarang, aku menjadi sasaran dan mereka bergiliran memberi pukulan kearah ku,
beberapa mengenai rahang ku, dan aku tersenyum saat rasa darah begitu menyeruak di
dalam mulut ku. Itu tidak cukup menjatuhkan ku, Brengsek!
Aku berhasil membalas, pukulan demi pukulan, dan tendangan demi tendangan. Saat
akhirnya semua gangsters mendengus dan jatuh ke tanah, aku menyambar ransel ku
dan meraih bocah berdarah yang tengah duduk di dekat tempat sampah dengan
memegangi perutnya… aku menyeret tangannya dan berlari ke arah motor ku. Aku
menoleh ke belakang dan melihat gengsters mengejar kami.
“Tidak tahu.”
Jawabku sambil meraih tangannya untuk berpegangan pada pinggangku saat dia dengan
enggan melihat ke belakang pada orang-orang bodoh yang berlari ke arah kami. Aku
memastikan dia berpegangan dengan erat, aku tidak membiarkan dia jatuh sebelum dia
membayar pelayanan ku. Aku menyalakan mesin dan bergerak dengan kecepatan penuh.
Aku menoleh ke belakang dan melihat beberapa masih mengejar kami tapi mereka hilang
saat aku berbelok ke jalan utama. Aku melaju tanpa melihat kebelakang, mereka mungkin
masuk ke mobil dan mengejar kami jika aku tidak cukup jauh.
“Terima kasih.”
Suara serak itu keluar di belakang telinga ku, dan aku merasa punggung ku bergetar.
Aku bisa meraksan kepalanya, berat dibahu ku. Dia pasti terluka parah.
Kataku melihat kebelakang melalui kaca spion. Aku menghela nafas saat aku yakin kami
cukup jauh dan tidak ada yang mengejar kami.
Ucapa sosok tinggi dibelakang ku, kepala dan tubuhnya bersandar sepenuhnya pada ku.
Aku takut dia akan pingsan sehingga aku memegang tangannya dengan tangan kiri ku,
untuk memastikan cengkraman ku erat, takut dia akan terjatuh.
Kataku sambil menatap wajahnya melalui kaca spion samping. Dia mengangguk
kesakitan dan membenarkan posisi duduknya.
“Ayo pergi kerumah ku, lalu aku bisa memberi uang mu.”
Aku berfikir sejenak. Bagaimana jika orang ini pengedar narkoba? Atau anggota mafia?
Aku akan mati bahkan sebelum mendapatkan uangnya.
“Kau tidak perlu terlihat seperti itu, aku tidak menipu untuk membunuhmu.”
Seolah-olah dia mendengar pikiranku, pria itu berkomentar menatap ke kaca spion dan
tersenyum pada ku.
“Eh.. Bagaimana jika kamu berhubungan dengan preman atau bajingan seperti
sebelumnya?”
“Hehe..”
Aku ingin mengumpat. Sehingga ku katakana padanya bahwa aku akan berhenti di pom
bensin terdekat dan dia bisa pulang dengan taksi. Aku memastikan bahwa pom bensin
tersebut memiliki ATM sehingga dia dapat menarik dan membayar ku kembali.
“Hei! Kau berbohong, bagaimana kamu bisa menipu ku? Aku mungkin harus memukul
mu sampai mati disini.”
Kata ku sambil memalingkan wajah ku kearahnya yang kebetulan masih duduk di kursi
belakang ku.
“Oh.. Kau bisa mengambil ini, ini bernilai lebih dari lima puluh ribu.”
Aku memeriksa jam tangan itu, meskipun kotor, aku dapat melihat jam tangan itu dibuat
dengan indah dan dijual bahkan seharga seratus ribu.
“Oke, kamu bisa turun sekarang, tetapi jika kau menipu ku, aku akan datang mencarimu
dan menghajarmu sampai hancur.”
“Tunggu sebentar, bisakah aku meminjam ponsel mu? Aku akan menghubungi ayah ku.
Oke, sekarang kamu bisa memanggilku penakut, tapi bagaimana jika dia kabur dengan
ponsel ku? Tapi menilai dari sosoknya yang bungkuk dan napasnya yang terengah-
engah, aku bertanya-tanya apakah dia bisa kabur dariku.
“Sungguh mengganggu.”
Gumam ku sebelum menyerahkan ponselku padanya. Dia menekan beberapa nomor dan
terdengar jawaban di ujunng panggilannya. Dia benar-benar menghubungi ayahnya. Aku
mendengarnya, dia meminta seseorang untuk menjemputnya di lokasi kami.
Dengan lembut aku memperhatikannya saat dia menelepon, ada doroangan kuat dalam
diriku untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Aku tidak bisa membiarkannya
bernafas seperti seekor sapi sekarat seperti ini. Darah yang mengucur dari kepalanya
seolah tak mau berhenti. Bagaimana jika aku mengatakan padanya bahwa aku akan
membawanya ke rumah sakit tetapi aku akan menambahkan tiga puluh ribu lagi, apakah
ia setuju?
“Terima kasih sekali lagi jika kau adalah orang yang rakus akan uang.”
Aku berpura-pura tidak peduli dengan apa yang dia katakan. Seseorang harus
melakukan apa yang perlu dilakukan untuk bertahan hidup.
“Bajumu.”
Aku menyadari bahwa aku mengenakan seragam sekolah di atas pakaian kerja ku, yang
sekarang berwarna merah darah.
Dia terengah-engah membuatnya sulit untuk berbicara, aku ingin memberitahu nya untuk
berhenti berbicara dan menyimpan energinya sampai orang yang menjemputnya datang.
“Jika kau tidak ingin itu, aku akan mendapatkan jam tangan itu kembali, kamu bisa ikut
dengan ku ke rumah ku dan mengambil uangnya.”
Dia menatapku cukup lama sebelum berbalik dan berjalan perlahan dari hadapan ku. Aku
bertanya-tanya siapa dia dan apa yang dia lakukan dengan para gangsters itu, aku hanya
mengangkat bahu. Ini buka urusan ku lagi. Aku memakai helm dan mulai mengemudi
pulang.
.
.
https://1lib.domains/?redictUrl=/book/21237617/827615&
------
31/05/2021
-----