Anda di halaman 1dari 7

judul

Malam Tragedi

Plak!!

“Ayah.. Ampun ayah.. Ampuni aku.. Maafkan aku ayah..”, kataku memohon ampun
kepada ayah sambil menahan rasa sakit yang kurasa.

Plak!!

“Cepat katakan, Ammar! Kemana adikmu saat ini?”

“Ak.. Aku.. Aku.., Aku tidak tahu ayah.”

“Bagaimana bisa kau tidak tahu keberadaan adikmu? Kau ini memang anak yang
ceroboh! Kau itu kakak, harusnya kau bisa menjaga adikmu baik-baik! Kau ini kakak yang
bodoh! Tidak bertanggung jawab!”

Plak!!

“Ayah.. Sakit ayah.. Ampuni aku..”

“Tak ada kata maaf! Cepat pergi sana! Dan Jangan pernah injakkan kakimu di rumah
ini sebelum kau menemukan adikmu kembali!”

Ayah menendangku keluar rumah dengan amarah yang berkobar. Kesabaran ayah kali
ini tidak dapat terkontrol lagi. Hanya ibu yang dapat meredamkan emosi ayah, namun kali ini
ibu menangis sejadi-jadinya. Menambahkan hawa panas dalam bola api yang membara.
Semua ini memang salahku. Tak seharusnya aku membiarkan adikku bermain ke dalam pasar
malam, dan sedangkan aku asyik mengobrol dengan temanku. Aku tak bermaksud untuk
membiarkan adikku main sendirian di tengah pasar malam. Aku memang bodoh! Bodoh!
Bodoh!. Aku kakak yang bodoh!. Disaat keluargaku sedang tertimpa masalah, kenapa aku
menambah derita kedua orang tuaku?!.

Aku kembali ke pasar malam tersebut. Kesana-kemari Aku bertanya pada orang
disana tentang ciri-ciri adikku. Namun tak satu pun orang melihatnya. Semakin aku merasa
bersalah. Kemana lagi aku harus mencarimu, dik?. Aku semakin bingung. Serasa setiap
langkah kakiku ini menyeret butiran penyesalan.
Hari semakin larut. Terlihat kilat dari barat pertanda hujan segera datang. Dan
perlahan air hujan ini pun turun ke bumi. Hujan semakin deras, dan aku semakin cemas.
Adikku sekarang bagaimana?. Biarkan saja derasnya hujan ini membasahi tubuhku. Asalkan
adikku jangan. Ya.. Mungkin kali ini alam pun ikut serta memarahiku atas kecerobohanku.
Aku memang pantas mendapat perlakuan seperti ini.

Hawa dinginnya hujan ini menembus kulitku. Aku tetap menelusuri jalan setapak ini.
Walau hujan deras dan beberapa kali petir menyambar di langit. Kakiku tak bergetar sedikit
pun. Aku harus tetap mencari adikku. Namun tiba-tiba terdengar bunyi klakson mobil di
belakangku. Aku terhenti sejenak dan seseorang keluar dari mobil. Orang itu terlihat masih
muda. Dia bertubuh tinggi dan wajahnya tampaknya sangat ramah.

“Hai nak, kemarilah!”, kata orang asing tersebut.

“Maaf pak, ada yang bisa saya bantu?”, tanyaku ragu.

“Cepatlah kemari, nak! Hujan semakin deras.”

“Maaf pak, saya diajarkan oleh orang tua saya agar selalu berhati-hati terhadap orang
yang tidak saya kenal”, kataku tegas.

“Hahaha... Kau memang anak yang lugu. Aku tidak akan menyakitimu nak. Aku
hanya ingin memberimu tumpangan untuk berteduh. Ya walau mobilku ini mobil yang tidak
terlalu mewah.”

Aku pun terdiam seribu bahasa. Orang asing itu menatap mataku dalam-dalam. Dapat
kulihat dari matanya yang sampai tak berkedip melihatku basah kuyub. Tidak mudah bagiku
untuk percaya terhadap orang yang tidak aku kenal. Badan ini memang sangat kedinginan.
Namun disisi lain aku tidak ingin suatu hal buruk terjadi lagi padaku dan sedangkan aku
belum juga menemukan adikku.

“Hai nak, mengapa engkau melamun? Cepat masuk!”, ucapan orang asing
menyadarkanku.

“Maaf pak, saya.. .”

“Masuklah terlebih dahulu, nak! Salahkah bila aku menolong seorang anak yang
kehujanan di tengah malam seperti ini?”, kata orang itu yang semakin bersikeras
menyuruhku masuk kedalam mobil.
Dan akhirnya aku memasuki mobil orang asing itu. Orang asing itu bercerita banyak
tentang cuaca saat ini, tentang iklim di Indonesia saat ini, hingga opininya tentang dunia di
kemudian hari. Katanya iklim di Indonesia sangat berbeda dengan pengalamannya saat kecil.
Orang asing itu berkata bahwa iklim saat ini lebih buruk dari iklim saat dia masih kecil.

Orang asing itu tetap mengeluarkan pendapatnya. Selama didalam mobil aku berdoa
agar orang ini benar-benar tidak berbuat jahat dan aku sudah membuat rencana bila orang
asing ini berbuat jahat aku bisa mencegahnya. Ahh.. entahlah.. saat ini fikiranku seperti
perang yang berkecamuk.

“Hai nak, kalau boleh tau, siapa namamu?”, tiba-tiba orang asing itu mengalihkan
topik pembicaraan.

“Nama saya Ammar, pak.”, jawabku spontan.

“Kalau diperhatikan daritadi, sepertinya kau kelihatan sangat gelisah. Apa yang
sedang kau fikirkan?”, tanya orang asing itu penasaran.

“Umm.. Uhh...”

Hatiku masih ragu untuk menanyakan apa yang terjadi padaku saat ini. Mungkin
karena aku baru saja bertemu dan aku belum mengenal sifat dan karakter asli orang asing itu.
Tapi orang asing itu nampaknya sangat penasaran dengan keadaanku. Sebenarnya apa yang
ada di dalam benak orang asing itu.

“Hai nak, aku tau mungkin kita baru saja bertemu. Sangat terlihat di wajahmu kalau
kau begitu ragu berbicara padaku. Percayalah nak, aku hanya ingin menolongmu karena aku
begitu kasihan melihatmu di tengah malam yang sedang hujan ini kau berjalan sendirian.
Tenangkan fikiranmu, dan percayalah aku tidak akan menyakitimu.”, kata orang asing itu.

“Iya pak, maafkan saya ya pak.”, jawabku dengan tenang.

“Tapi nak, kau masih belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau terlihat begitu
gelisah. Dan kenapa kau keluar di tengah malam seperti ini?”, tanyanya masih sangat
penasaran.

“Saya bingung pak. Apakah saya harus menceritakan semuanya ke bapak atau
bagaimana ya saya sangat bingung.”
“Ya.. aku hanya ingin tahu saja. Kalau ada yang bisa aku bantu, aku pasti membantu
semampuku.”

Dan akhirnya aku menceritakan semua peristiwa yang terjadi. Dari aku pergi pasar
malam hingga aku basah kuyub di tengah malam. Orang asing itu mendengarkan ceritaku
dengan seksama. Hanya 5 menit aku menceritakan semua kejadian tersebut.

Orang asing itu sangat terkejut mendengar ceritaku. Mungkin beliau tidak menyangka
kalau aku bisa selalai itu. Teguran dan nasehat kudapat darinya. Agar aku tidak lalai lagi dan
lebih bertanggung jawab dalam menjalankan amanah.

Tiba-tiba terdengar suara petir. Spontan pembicaraanku dengan orang asing itu
terhenti. Kaca mobil yang kita tumpangi bergetar karena petir tersebut. Getarannya sangat
terasa sekali. Mungkin karena petir yang menyambar kekuatannya begitu besar. Kita berdua
pun terdiam.

Hujan yang lebat masih menyelimuti langit malam. Membawa suasana hatiku
semakin gelisah. Gelisah memikirkan keberadaan adikku sekarang. Entah sampai kapan
hujan ini akan reda. Dalam hati aku berdoa. Berdoa kepada sang maha kuasa. Semoga
keadaan cepat membaik.

Terasa tepukkan di tanganku yang tak lain dan tak bukan orang asing itu yang
menepuknya. Beliau menanyakan ciri dan karakter adikku. Dan aku menjawab bahwa adikku
seorang anak perempuan yang tingginya sekitar 130 cm, berhidung mancung, rambutnya
tebal dan hitam. Adikku memiliki luka bakar di mata kakinya. Baju yang adikku pakai
berwarna biru dan celana jeans coklat. Ya.. hanya itu yang dapat aku sampaikan kepada
orang asing itu.

Orang asing itu kemudian memintaku agar bersabar. Karena beliau akan menelfon
sahabat baiknya yang bekerja di kantor polisi setempat agar dapat mencari dan menemukan
adikku. Dan orang asing itu berkata kalau hujan sudah agak reda, beliau akan membawaku ke
kantor polisi dimana sahabat baik beliau bekerja. Dimana di kantor polisi nanti aku akan
diberikan beberapa pertanyaan yang harus aku jawab sebagai informasi.

Waktu menunjukkan pukul 00.30 tepat. Kami tetap bersabar menunggu hujan. Alasan
kami agar menunggu hujan ini reda adalah jalan yang kita lalui menuju kantor polisi begitu
terjal. Sehingga sangat berbahaya bila disaat hujan seperti ini kita tetap menerjangnya.
Tak sadar aku tertidur di mobil orang sing itu. Ternyata sudah dua jam aku tidur.
Orang asing itu membangunkanku agar kita segera berangakat ke kantor polisi. Aku
terbangun dan aku meminta maaf karna aku sudah tidur di mobil orang asing itu. Tapi orang
asing ini sangat baik sekali. Karena dia membiarkanku tidur di mobilnya.

“Ayo nak, kita sekarang berangkat. Hujan sudah reda.”, kata orang asing itu lembut.

“Iya, Pak.”

Setengah jam perjalanan berlalu. Ternyata dugaan orang asing ini benar. Bahwa
jalanan yang kami lewati begitu terjal. Tak hanya terjal namun banyak sekali lubang-lubang
di jalan tersebut. Untung saja orang asing ini dapat mengendalikan mobilnya dengan baik.

Tak lama kemudian tibalah kami kantor polisi. Kami berdua turun dan segera
memasuki kantor tersebut. Disana kami segera mnemui Pak Purnama. Dan terjadilah
perbincangan antara orang asing ini dengan Pak Purnama itu.

“Hai, Pur. Apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu.”, kata orang asing itu.

“Alhamdulillah, baik. Bagaimana denganmu?”, jawab Pak Purnama senang.

“Alhamdulillah saya pun dalam keadaan sehat wal’afiat. Langsung saja Pur, aku
kesini ingin meminta bantuanmu.”

“Katakan! Apa yang bisa saya bantu?”

“Begini Pur, tadi saya menemukan adik ini di tengah jalan saat hujan lebat. Dan
ternyata adik ini sedang mencari saudaranya yang hilang. Bisakah kau membantunya?”

Pak Purnama langsung menghadap kearahku dan beliau menatapku. Entah mengapa
tatapannya begitu dalam. Membuatku gugup dan serasa mulutku terkunci.

“Nak, apa ada yang bisa kami bantu?”, kata Pak Purnama lemah lembut.

“Saya kehilangan adik saya, Pak.”

“Bisa kamu ceritakan kejadiannya seperti apa?


Dan aku pun menceritakan semua kejadian yang telah aku alami semalam. Tak
satupun bagian-bagian yang tidak aku ceritakan kepada Pak Purnama tersebut. Pak purnama
mendengarkan ceritaku dengan seksama. Matanya yang menatapku begitu dalam. Hingga aku
pun tak sanggup meneteskan air mataku.

Hujan kembali turun. Seakan hujan ini mengerti dan ikut merasakan apa yang aku
rasakan sekarang. Tak sepantasnya aku menangis dalam keadaan seperti ini. Disaat orang
yang akan membantuku ini mendengarkan kesaksianku, aku seharusnya mempermudah
mereka agar mereka bisa cepat-cepat menemukan adikku. Tapi kenapa aku ini begitu
cengeng?.

“Nak, aku tau engkau begitu sedih, menyesal, dan panik. Tapi kami dari pihak
kepolisian akan membantu seoptimal mungkin untuk menemukan adikmu, nak. Jadi hapus air
mata itu, nak. Air matamu tidak akan berguna disini.”, kata Pak Purnama.

“Baik, pak. Saya minta maaf.”, kataku sambil mengusap air mataku.

“Iya, nak.

Anda mungkin juga menyukai