Anda di halaman 1dari 5

MEMBALAS SURAT MERAH JAMBU

Penulis : Rhamanda Lestari

Meskipun cuaca di hari ini terang benderang menyinari dunia, matahari


pun tampak bersinar terang seperti tersenyum. Tetapi tidak dengan diriku yang
setiap hari merasa bagai langit kelam yang mendung, gelap, hampa, dan selalu
merasa sesak di dada. Ingin rasanya menyingkirkan hal itu tetapi ada sesuatu
seperti alarm di otak yang setiap waktu tertentu pasti mengingat hal itu. Aku
seperti manusia bodoh yang terlalu perasa sedangkan dia makhluk yang tak
berdosa dengan kepelupaannya tentang rasa. Entahlah, hal-hal tidak berguna itu
selalu membuatku termangu serta berdiam diri, rasanya seperti jatuh ke lubang
hitam dan tak ada seorangpun yang ingin menolong mengeluarkan aku dari sini.
Tetapi siapa menyangka seseorang tiba-tiba menepuk pundakku seraya berucap
gelak
"Heii.. dasar tukang bengong, haha lucu sekali rasanya akhir-akhir ini
melihat perubahan sikapmu, bagai sebuah kilat yang datang, seketika langsung
berubah 360 derajat, ada apa sih manis??".
Ternyata Asep yang menepuk pundakku, lelaki macho berkulit sawo
matang yang banyak di gemari oleh kaum wanita, dikarenakan kekerenan dari
hoby nya yang sering mengendarai moge sekaligus menjadi leader komonitas
geng motor paling besar di kota Bandung, yaitu komonitas Brigez.
"Iiih dasar lelaki picisan! merayu saja bisanya", sebalku.
"aku bukan dilan 1990 tapi aku bisa meramalkan pasti seorang lelaki yang
sedang kau lamunkan itu", ucapnya menggoda diriku.
"Entahlah aku tidak tahu, mengapa ia seminggu belakangan ini tak
berkabar, apakah seburuk itukah diriku sampai-sampai di tinggalkan oleh lelaki
menggunakan cara seperti itu?", tanyaku.
"Alahh sudahlah, jangan dipikirkan, pasti dia sudah mempunyai wanita
baru yang lebih cantik, sampai-sampai dia lupa mengucapkan salam perpisahan
supaya tidak membuatmu terserang penyakit jantung hahaha", gelak tawanya.
Mendengar hal itu semakin sesak dadaku, bagaikan petir yang menyambar
sampai ke lulung hati, rasanya sampai enggan paru paru ini untuk bernafas, hal itu
terkesan sangat menyebalkan tetapi membuatku tambah tersadar apa arti dari
lamunanku akhir-akhir ini. Tahu tempe rasanya memang enak, tetapi tahu diri
justru lebih berguna untuk mengingat bahwa semua orang di dunia ini tidak harus
rasanya berbalas dan mendapatkan pemiliknya. Ku ingat-ingat di otakku sekali
lagi perilaku apa yang telah aku lakukan sehingga membuat lelaki itu hilang
begitu saja dari hidupku. Ingin rasanya aku menjenguk dan menanyakan hal itu
pada dirinya, tetapi harga diri adalah harga mati! tidak mungkin seorang
perempuan yang seharusnya pemalu dan aggun menanyakan perihal tersebut
kepada seorang laki-laki, seperti tak ada laki-laki lain saja yang tersisa di muka
bumi ini.
Hari demi hari telah berlalu, hal itu sialnya masih saja terkadang
terngiang-ngiang dipikiranku, tetapi sudah banyak berkurang disebabkan oleh
aktivitas yang sengaja aku buat agar bisa melupakan sosok itu. Hari ini adalah
jadwalku duduk di taman pinggir kota untuk membaca buku romansa yang
berakhir oleh akhir yang menyedihkan mengetahui bahwa kekasih dari tokoh di
buku tersebut ternyata mencintai orang lain selain dirinya, ah entahlah semoga hal
tragis tersebut tidak terjadi menimpa diriku. Sembari aku asyik membaca buku di
atas hamparan rumput luas yang hijau, ada seorang perempuan yang terlihat kusut
dengan muka yang suram, bergaun putih lusuh yang hanya sebatas lutut. Dia
sedari tadi yang selalu terus melihatku dan membuatku tiba-tiba menoleh dari arah
kejauhan di sebelah pandangan mata kananku, sosok itu bukan hanya melihatku
tetapi ikut selangkah demi selangkah menghampiriku, jantungku berdebar-debar
takut itu orang jahat yang sudah lama tidak menyukaiku dan akhirnya hari ini dia
akan mengakhiri ketidaksukaannya kepada diriku dengan cara menculikku atau
mengorok kepalaku. Sedikit lagi sosok itu berada di dekatku, aku tak berpikir
panjang dan langsung lari begitu saja, jantungku sudah cemas tidak karuan,
pikiranku melayang-layang entah kemana sampai terbesit di otakku mungkin
mengindar dan berlari lebih cocok untuk aku lakukan pada saat ini. Tetapi belum
jauh aku sempat berlari tangan wanita itu sudah lebih dulu menggapai tangan ku,
aku yang membelakanginya seketika langsung menoleh dan berusaha melepaskan
genggaman tanganya dariku dan langsung berkata.
"APA KAU MENGENAL SOSOK ARDI NONA?!"
Mendengar itu aku langsung tercengang memikirkan bagaimana bisa
wanita ini mengetahui banyak tentang kehidupan ku terutama tentang lelaki yang
kini antah berantah kabarnya dimana.
"B-BAGAIMANA BISA KAU MENGETAHUINYA??!"
"Sesungguhnya jika kau ingin melihat kabar dari lelakimu itu maka ikutlah
dengan ku, aku tak sanggup mengatakannya dengan lidahku".
Akupun menuruti perkataan wanita itu, akhirnya dengan perasaan setengah
penasaran dan cemas aku berjalan sambil membuntuti wanita itu dari belakang
hingga tibalah aku pada suatu tempat yang sangat luas dan sepi, bagaimana
suasanannya tidak
sepi sedangkan tempat itu adalah tempat peristirahatan terakhir untuk
orang yang meninggalkan dunia ini. Bergetar kaki rasnya tak tahu harus berbuat
apa, mulut serasa kelut, raut wajahku membendung sebuah perasaan aneh entah
itu apa mulai terlihat, mata pun seketika ikut berkaca-kaca, padahal wanita itu
belum menceritakan apa-apa
"Ya, bisa kau lihat kan di sebelah pojok kanan makam itu adalah makam
lelaki pujaanmu yang akhir-akhir ini kau tunggu kabarnya, sudah lama aku
mencarimu tapi ini adalah hari takdir dimana aku akhirnya bertemu denganmu dan
menujukkan kebenaran ini agar kau tidak menjadi wanita gila yang menunggu
seseorang yang memang tidak akan pernah lagi kembali ke dunia ini", isak wanita
itu.
Seketika badanku bergetar melihat terukir di batu nisan seorang nama
lelaki yang aku cintai, kakiku langsung terkulai lemas tak berdaya, tetapi wanita
itu langsung menahan badanku saat aku hampir terjatuh.
"sesungguhnya aku adalah kakak dari lelaki ini nona, namaku adalah Siti,
lihatlah kini keadaanku sangat tak terurus, aku belum sanggup kehilangan adik
yang selama ini menemaniku dalam keadaan sedih dan senangku. Sebenarnya aku
tak ada niat untuk mendatangimu dalam keadaan seperti ini, tetapi ada sesuatu
yang ingin kuberikan sebagai pesan terakhir dari adikku, dia merasa sanggat
bersalah pada saat keadaan sakit keras dia tak bisa memberitahumu dan
menemuimu bahkan mengucapkan perpisahan terakhir untukmu mengingat
umurnya yang benar-benar sudah tak lama lagi, dia selama ini mengidap penyakit
leukimia, yang bahkan akupun awalnya tidak mengetahui hal itu", isak tangis Siti
yang semakin menjadi-jadi.
Sambil mengelap air matanya yang terus mengalir, Siti memberikan
sesuatu kepadakku, yaitu sepucuk surat yang terbungkus rapi berwarna merah
jambu.
"Baca ini sewaktu kau sudah pulang kerumah nona, aku takut kau tidak
akan sanggup membacanya disini, aku juga akan pulang kerumah, karena aku
masih harus membersihkan rumah serta kamar dan sisa-sisa barang peninggalan
dari adikku".
"Aku akan mengantarmu siti, aku tahu pasti kau juga berat menerima
semua ini", ucapku.
"Tidak apa-apa nona, aku bisa sendiri, terimakasih sebelumnya atas
tawarannya, semoga kita berdua bisa bertemu kembali dalam keadaan yang sama-
sama sudah bahagia, aku permisi", pamit siti sambil berjalan menjauh dan
melambaikan tanggannya padaku.
Akupun membalas lambaian tangannya dan berjalan menyusuri jalan
dalam keadaan pikiran yang kosong dan tudak karuan, untung saja aku masih bisa
sampai kerumah dalam keadaan baik-baik saja, aku akhirnya membuka sebuah
surat yang siti berikkan tadi kepadaku, ku buka pelan-pelan isi surat itu dengan
tangan yang bergetar.
Hai, bagaimana kabarmu? apa kau masih suka meminum kopi dimalam
hari dan menatap bulan di atas balkon kamarmu? pasti hatimu kesal berberapa
hari ini karena menunggu kabarku, maaf sebelumnya tidak bisa memberitahumu
tentang keadaanku pada saat ini, aku juga selalu merindukanmu disini, aku harap
saat kau membaca pesan ini, kau tidak bersedih dan sambil menangis, dimanapun
kau berada aku akan selalu disisimu, lanjutkanlah kehidupan barumu tanpa aku,
aku yakin kau adalah gadis yang kuat, jadilah manusia yang tegar dalam setiap
keadaan, aku yakin kau adalah gadis kuat dan mendiri, sampai berjumpa lagi,
semoga kita bisa di pertemukan kembali, salam manis dan penuh cinta dariku
untukmu, Ardi.
Aku menangis tersedu-sedu membaca surat itu, andai saja aku bisa
mengantarkan dia ketempat peristirahatan terakhirnya, mengapa dia sekejam ini
tidak memberitahuku, kali pertama dalam hidupku kehilangan sesorang yang
dengan cara berpamitan seperti ini. Tangisku tak kunjung berhenti dari sore itu,
hingga akhirnya akupun tertidur bersama surat yang Ardi buat untukku. Berberapa
bulan aku lalui hidup dengan kekosongan dan lama-kelamaan aku mulai bisa
menerima dan menjadi manusia ikhlas, kini aku berdiri di pinggir danau tempat
dimana aku pertama kali bertemu sosok Ardi, aku termenung dan mereka ulang
kejadian di otakku bagaimana kami bisa bertemu pada waktu itu dan sekilas
tertawa kecil menginggat betapa kakunya dia pada saat ingin membuka obrolan
denganku. Bagaimanapun juga sebahagia apapun aku kelak, dia akan tetap
menjadi manusia terfavoritku, sesering apa kelak aku menulis buku, dia juga akan
menjadi manusia terbanyak yang namanya terukir di bukuku dan terukir di dalam
hatiku, andai saja kemarin aku bisa membalas sepucuk surat merah jambu dari
dirimu.

Anda mungkin juga menyukai