Anda di halaman 1dari 2

NAMA: ZAYYANUTTAMAMI

KELAS: X MIPA 3

Bangkit

Cahaya bulan malam ini begitu terang, bintang pun berkelap kelip memamerkan
keindahannya. Aku berjalan menyusuri sebuah lorong nan sepi, tak ada satu orang pun
disana. Hatiku terasa sepi dan gundah dengan segala kekacauan yang terjadi hari ini. Sebuah
hari dimana seharusnya kebahagiaan ku dapati.

Namun apa yang terjadi? Hal buruk justru menimpaku bertubi-tubi, konflik dengan orang tua
karena ketidak lulusanku, perayaan ulang tahun yang terpaksa gagal, hadiah sepeda motor
yang gagal ku dapat, adik yang menyebalkan dan sorak sorai teman-teman merayakan
kelulusannya.

Hari-hari yang keras karena kisah cinta pahitku. Hingga indahnya malam ini seakan tak
mampu membuatku tersenyum lagi. Tetesan air mata mulai mengalir di pipiku dan perlahan
ku usap.

Ya, sakit memang putus cinta. Rasanya beberapa menit lalu kata-kata terakhirnya masih bisa
kurasakan merobek-robek hatiku “sudah sana… pergilah jika itu yang kamu inginkan! Kamu
kira aku tak bisa menemukan yang lebih baik darimu.

Semoga kamu tak menyesali keputusanmu yang telah menyia-nyiakan cinta suciku!” kutipan
pesan yang masuk ke ponselku.

Beberapa telephone masuk pun sengaja ku tolak karena sudah begitu muaknya. Air mata
terus mengalir di pipiku diikuti dengan sakit kepala yang mulai terasa. Seakan tak mampu
bangkit, aku terus duduk termenung di pinggir jalan.

“Halo mba.. lagi sedih banget nih kayanya, bisa bagi uangnya dong” ucap seorang pemuda
yang sedang mabuk menghampiriku.

Karena tak meresponnya, pemuda itupun pengancamku dengan sebilah pisau lipat yang
dikeluarkan dari saku celana jeansnya. Tanpa berfikir panjang, ku ambil tas di sebelahku dan
kuserahkan semua uang yang ku miliki.

“Ambil semua ini dan pergilah menjauh!”

Kembali ku susuri jalan hingga sampailah ke sebuah jembatan tua dengan jurang tinggi di
bawahnya. Kakiku mulai melangkah maju dan ku angkat kaki kananku.

Selangkah lagi tubuhku akan jatuh ke dalam jurang, semua kekacauan di hatiku seakan
menghilangkan rasa takutku terhadap ketinggian.

Namun tiba-tiba seseorang menarik bajuku. Ternyata pria pemabuk tadilah yang menarikku
menjauh dari pinggir jembatan.

“Kenapa kamu lakukan ini, kenapa kamu menolongku?!”


Tanpa berkata apa-apa ia pergi meninggalkanku lalu ku kejar dia. Setelah beberapa saat ia
baru mulai berbicara.

“Aku sangat membenci orang-orang lemah sepertimu. Maaf jika aku menarikmu” ucapnya
sembari menatapku tajam dan menjulurkan tangannya. Kaget bukan main ku lihat tangannya
yang ternyata sisa 2 jari saja.

“Kaget ya, ini adalah bukti kerasnya kehidupan di jalan. Jariku yang lain hilang dipotong
preman karena persaingan.” Karena tak ku sabut jabatan tangannya, ia pun meletakkan
kembali tangannya dan melanjutkan ceritanya.

“Maaf ku ambil tasmu, sudah 3 hari aku tak makan. Biasanya aku makan dari sisa makanan
di tong sampah. Namun karena hujan deras kemarin, semua makanan yang ku anggap masih
layak sudah berubah membusuk.”

Memang jika dilihat dari tubuhnya, ia sangat kurus. Sembari menahan aroma alkohol yang
begitu menyengat dari mulutnya, ku berikan kembali tasku padanya. “Ambilah ini, mungkin
kamu lebih membutuhkannya.”

Dari percakapan singkat dengannya, hatiku mulai kembali kuat. Tak bisa kubayangkan jika
aku yang berada di posisinya.

Ya meskipun hidupku selalu kecukupan, namun tak pernah ada rasa syukur di hati. Pria yang
selama ini ku perjuangkan namun ternyata selalu membuatku kecewa pun seakan tak lagi
membebaniku.

“Pulanglah, masih banyak yang menanti kepulanganmu!” ucapnya sembari beranjak menjauh
dariku.

Malam semakin sunyi, ku susuri jalan ke arah rumah. Ketika sampai di persimpangan jalan,
ku dapati kekasihku berdiri dengan segenggam bunga di tangannya.

3 orang yang ku kenal juga berdiri menantiku, ya kedua orang tua dan adikku pun ikut
mencariku.

“Maaf sayang, aku telah banyak mengecewakanmu dan salah menilaimu” pelukan erat
mendarat di badanku. Tak kuasa menahan tangis haru, ku peluk balik kekasihku.

Beberapa saat berlalu ia kemudian menyerahkan bunga di tangannya dan sebuah buku kecil
yang ternyata diary ku.

Di buku kecil itulah aku menuliskan keluh kesah dan rasa banggaku pada sosok pria yang
sedang menggenggam erat tanganku ini.

Di balik sana, keluargaku tersenyum melihatku kembali. Kami pun masuk ke mobil dan pergi
ke mall untuk merayakan ulang tahunku. Ya meskipun hadiah motor tetap tak kudapat karena
aku gagal lulus ujian.

Anda mungkin juga menyukai