Kelas : XI IPS 3
Absen: 18
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
BANGKIT
Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh
kesunyian malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.
Cahaya bulan malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang
melelahkan. Konflik dengan orang tua karena tidak lulus sekolah. Hari ulang
tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa di kubur
dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan. Teman-
teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus
menebarkan senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku
menghapus air mataku yang jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya
yang tergiang-ngiang merobek otak ku.
“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini
sajakah caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta
suci ini.” beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang
sengaja ku matikan karena kesal atau muak.
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak
berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan
menyerahkan padanya. “ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya
ingin mati…!” Aku melemparkan tas ke hadapannya yang di sambut dengan
senyum picik dan iapun menghilang di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air suangai
yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi
menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang,
rasanya tak ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan
menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal beberpa senti
lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju
ku dan menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari
pada melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan
tasku di atas tanah
Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri tangga
turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku, di
sekujur tubuhnya penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung
pada tangga jalan. Sesekali menatap langit dan menghapus air matanya.
“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam
membisu”. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri
pergi dari sini.
“kenapa kamu menamparku..?
Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku
dengan tuduhan yang tak jelas, aku memulai pembicaraan”.
Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku. “apa kamu
akan terdiam atau aku telah mengusikmu?”. Aku melihatnya dan ia balik
menatapku tajam. Aroma alkohol dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara
“maafkan aku..? Sungguh aku minta maaf, menurut ku kamu terlalu lemah,
masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit, bukankah setiap hari kita
merasakan hal yang sama? Ia berkata sembari mengulurkan tangannya yang
ternyata cuma 2 jari yang utuh, Aku mulai merinding karena sedikit takut.
Sehingga aku tak membalas uluran tangannya. “kaget ya mbak?. Jari ku yang
lain di potong oleh preman karena persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini,
hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk tertidur saja itu
sulit. Harus rela kedinginan, Di gigit nyamuk dan tempat ku tertidur hanya di
emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh gembel lain, terpaksa aku harus
mencari tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila aku mengambil tas mu.
Aku butuh makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa makanan di tong sampah
sudah membusuk karena hujan kemarin, Biasanya aku mencari secerca
kenikmatan disana yang masih bisa layak ku telan, rasa lapar tak akan bisa
membuatmu jijik. Setiap hari saat membuka mata yang anda ingat hanya perut
dan perut.”Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas menembus angkasa,
langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku dengan mulut terbuka, betapa aku
tak percaya setengah mati. Bagaimana mungkin seandainya sekarang aku
berada di posisi ini? Aku yang terlahir dari keluar sederhana namun penuh
kehangatan, uang bukan masalah, aku hanya meminta tanpa pernah tahu
bagaimana orang tuaku mendapatkannya, semuanya cukup, tapi ternyata itu
bukan kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki segalanya tapi tidak
dengan cinta, selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita mati.
Terutama pentingnya mensyukuri apa yang ada. Aku menarik tangan dan
menjabat tangannya kuat-kuat yang tinggal dua jari meski sedikit risih karena
aneh menurutku. Aku memberinya sedikit pelukan hangat. Ia tersenyum
memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau wc umum. Aku menyerahkan
tas ku padanya. “ambil lah.. Aku tak mengenalmu tapi kamu memberi ku banyak
alasan hari ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti,
bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya segalanya, bodoh
sekali cuma karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum
tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”. Aku berlari menuruni
tangga meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap kembali langit
yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip dengan jenaka, seakan
hari ini tak akan berlalu.
Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan
bunga mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua
dan adikku yang berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa
saat ia memulai.“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilaimu,
makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini. Ia
menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari
mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap
masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama
kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi malam, sementara kedua
orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku menaiki tangga untuk
mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya arti
bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari
namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall
bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.
Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti
kehangatan ini harus berakhir
Tamat
1. Unsur Intrinsik cerpen ‘‘Bangkit’’
1.Tema: Jangan mudah putus asa / kehidupan
2.Latar:
‘ Di sini di atas jembatan tua ini angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku’.
3. Alur : Maju
-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar
dan masalah sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian
konflik.
4.Penokohan :
Bukti :
Bukti :
‘seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak
beraturan’
‘Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar,
bahkan untuk tertidur saja itu sulit.’
-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama
dan mengisahkan tentang dirinya sendiri.
6. Nilai :
-Nilai Moral : Saat tokoh ‘aku’ menyadari selama ini hanya meminta tanpa
pernah tahu bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya
bersyukur dengan apa yang telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu
karna diluar sana masih banyak orang yang kekurangan.
-Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamatkan tokoh ‘aku’ yang akan
terjun dari jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita saat
menghadapi masalah kita seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.
7.Amanat :