Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Membaca Kreatif, Kritis, dan Sintopis
Disusun Oleh :
(20201244006)
2021
Tahap-tahap Pengubahan Teks Cerita Pendek Menjadi Drama
Sudut Pandang
Sudut pandang : orang pertama sebagai pelaku utama.
(Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai
tokoh utama dan mengisahkan tentang dirinya sendiri.)
Amanat
1. Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup.
2. Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.
3. Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan kadang
dibawah.
4. Jangan lari dari permasalahan.
5. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
6. Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit
b. Unsur Ektrinsik Cerpen “BANGKIT“
Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai
berbagai reaksi masyarakatt saat mereka gagal dan berputus
asa. Dalam cerpen ini penulis ingin
menginspirasi/memotivasi orang-orang dalam menghadapi
kerasnya hidup melalui ceritanya.
Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini
banyak ditemui di masyarakat. Banyak orang yang bunuh
diri karena putus asa maka penulis menggambarkan situasi
tersebut dalam sebuah cerpen.
Masyarakat pembaca : Pembaca dapat mengambil hikmah
dari cerpen ini karena cerpen ini mengandung masalah-
masalah yang ada di masyarakat dan masih banyak orang
yang memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus
menebarkan senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris.
Sesekali aku menghapus air mataku yang jatuh tanpa permisi. Sakit
memang putus cinta.
Komplikasi
Titik di mana tokoh utama mulai mengalami permasalahan atau
konflik yang bermunculan, biasanya peristiwa - peristiwa
permasalahan tersebut ditulis menggunakan hubungan sebab – akibat.
Komplikasi dari Cerpen “Bangkit”
Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.
“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku
minta duitnya..” seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri
dengan jalan yang tak beraturan,
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya
terdiam tak berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di
sampingku dan menyerahkan padanya. “ini ambil semua.. Aku tak
butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!” Aku melemparkan tas ke
hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan iapun
menghilang di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap
air suangai yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini.
Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit
yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku sekarang.
Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas.
Menutup mata dan tinggal beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku
perlahan mengangkat kaki kananku dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi,
menarik baju ku dan menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati
kelaparan dari pada melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku
turun dan melemparkan tasku di atas tanah
Evaluasi
Suatu bagian di mana sang tokoh utama sudah mencapai puncak atau
klimaks dari permasalahan yang dialaminya dan sudah mulai
mendapat titik terang. Evaluasi pada cepren “Bangkit” terjadi pada,
“Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali
menyusuri tangga turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata
seumuran denganku, di sekujur tubuhnya penuh tato dan tubuhnya
kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga jalan. Sesekali menatap
langit dan menghapus air matanya.
“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya
terdiam membisu”. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai
kapan ia akan berdiri pergi dari sini.
“kenapa kamu menamparku..?
Kenapa kamu menolongku?
Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun
mencapakanku dengan tuduhan yang tak jelas, aku memulai
pembicaraan”.
Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku.
“apa kamu akan terdiam atau aku telah mengusikmu?”. Aku
melihatnya dan ia balik menatapku tajam. Aroma alkohol dari
mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..? Sungguh aku
minta maaf, menurut ku kamu terlalu lemah, masalah apapun jangan
berhenti untuk bangkit, bukankah setiap hari kita merasakan hal yang
sama? Ia berkata sembari mengulurkan tangannya yang ternyata cuma
2 jari yang utuh, Aku mulai merinding karena sedikit takut. Sehingga
aku tak membalas uluran tangannya. “kaget ya mbak?. Jari ku yang
lain di potong oleh preman karena persaingan. Hidup di jalan seperti
ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk
tertidur saja itu sulit. Harus rela kedinginan, Di gigit nyamuk dan
tempat ku tertidur hanya di emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh
gembel lain, terpaksa aku harus mencari tempat lain yang menurutku
layak. Maaf bila aku mengambil tas mu. Aku butuh makan, sudah 3
hari aku tidak makan, sisa makanan di tong sampah sudah membusuk
karena hujan kemarin, Biasanya aku mencari secerca kenikmatan
disana yang masih bisa layak ku telan, rasa lapar tak akan bisa
membuatmu jijik. Setiap hari saat membuka mata yang anda ingat
hanya perut dan perut.”Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas
menembus angkasa, langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku
dengan mulut terbuka, betapa aku tak percaya setengah mati.
Bagaimana mungkin seandainya sekarang aku berada di posisi ini?
Aku yang terlahir dari keluar sederhana namun penuh kehangatan,
uang bukan masalah, aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana
orang tuaku mendapatkannya, semuanya cukup, tapi ternyata itu bukan
kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki segalanya tapi
tidak dengan cinta, selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa
kebersaman kita mati. Terutama pentingnya mensyukuri apa yang ada.
Aku menarik tangan dan menjabat tangannya kuat-kuat yang tinggal
dua jari meski sedikit risih karena aneh menurutku. Aku memberinya
sedikit pelukan hangat. Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang bau
alkohol dan bau wc umum. Aku menyerahkan tas ku padanya. “ambil
lah.. Aku tak mengenalmu tapi kamu memberi ku banyak alasan hari
ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti,
bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya
segalanya, bodoh sekali cuma karena cinta semangatku hilang, belum
tentu ia jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa
sakitku”. Aku berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang
masih terdiam menatap kembali langit yang menampakan bintang-
bintang kecil yang berkelip dengan jenaka, seakan hari ini tak akan
berlalu.”
Resolusi
Solusi pada permasalahan atau penyelesaian masalah.
Resolusi pada cerpen “Bangkit”, “Bagaimana mungkin seandainya
sekarang aku berada di posisi ini? Aku yang terlahir dari keluar
sederhana namun penuh kehangatan, uang bukan masalah, aku hanya
meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya,
semuanya cukup, tapi ternyata itu bukan kebahagian, itu nafsu sesaat,
Aku memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta, selalu ada
yang kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita mati. Terutama
pentingnya mensyukuri apa yang ada. Aku menarik tangan dan
menjabat tangannya kuat-kuat yang tinggal dua jari meski sedikit risih
karena aneh menurutku. Aku memberinya sedikit pelukan hangat. Ia
tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau wc
umum. Aku menyerahkan tas ku padanya. “ambil lah.. Aku tak
mengenalmu tapi kamu memberi ku banyak alasan hari ini, kenapa aku
harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti, bukankah hidup
harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya segalanya, bodoh sekali
cuma karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum
tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”. Aku berlari
menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap
kembali langit yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip
dengan jenaka, seakan hari ini tak akan berlalu.”
Koda
Bagian akhir atau penutup dari cerpen. Berisi tentang amanat yang
dituliskan oleh pengarang kepada pembaca. Cerpen ini mengajarkan
kita untuk tidak menyerah dalam kondisi apapun dan tetap bersyukur
tentang apa yang terjadi.
4. Bentuk Teks yang akan Dikreasikan
BANGKIT
Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang
oleh kesunyian malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan
gelap. Cahaya bulan malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari
yang melelahkan. Konflik dengan orang tua karena tidak lulus sekolah. Hari
ulang tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa di
kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan.
Teman-teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus
menebarkan senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku
menghapus air mataku yang jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya
yang tergiang-ngiang merobek otak ku.
“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini
sajakah caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati
cinta suci ini.” beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon
yang sengaja ku matikan karena kesal atau muak.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air
suangai yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin
sepoi-sepoi menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur
bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku
berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal
beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku
dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju
ku dan menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari
pada melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan
tasku di atas tanah
Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri
tangga turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku,
di sekujur tubuhnya penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri
termenung pada tangga jalan. Sesekali menatap langit dan menghapus air
matanya.
“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam
membisu”. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan
berdiri pergi dari sini.
Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku
dengan tuduhan yang tak jelas, aku memulai pembicaraan”.
Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku. “apa kamu
akan terdiam atau aku telah mengusikmu?”. Aku melihatnya dan ia balik
menatapku tajam. Aroma alkohol dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara
“maafkan aku..? Sungguh aku minta maaf, menurut ku kamu terlalu lemah,
masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit, bukankah setiap hari kita
merasakan hal yang sama? Ia berkata sembari mengulurkan tangannya yang
ternyata cuma 2 jari yang utuh, Aku mulai merinding karena sedikit takut.
Sehingga aku tak membalas uluran tangannya. “kaget ya mbak?. Jari ku yang
lain di potong oleh preman karena persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini,
hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk tertidur saja itu
sulit. Harus rela kedinginan, Di gigit nyamuk dan tempat ku tertidur hanya di
emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh gembel lain, terpaksa aku harus
mencari tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila aku mengambil tas mu.
Aku butuh makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa makanan di tong
sampah sudah membusuk karena hujan kemarin, Biasanya aku mencari
secerca kenikmatan disana yang masih bisa layak ku telan, rasa lapar tak akan
bisa membuatmu jijik. Setiap hari saat membuka mata yang anda ingat hanya
perut dan perut.”Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas menembus
angkasa, langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku dengan mulut terbuka,
betapa aku tak percaya setengah mati. Bagaimana mungkin seandainya
sekarang aku berada di posisi ini? Aku yang terlahir dari keluar sederhana
namun penuh kehangatan, uang bukan masalah, aku hanya meminta tanpa
pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya, semuanya cukup, tapi
ternyata itu bukan kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki
segalanya tapi tidak dengan cinta, selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa
kebersaman kita mati. Terutama pentingnya mensyukuri apa yang ada. Aku
menarik tangan dan menjabat tangannya kuat-kuat yang tinggal dua jari meski
sedikit risih karena aneh menurutku. Aku memberinya sedikit pelukan hangat.
Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau wc umum.
Aku menyerahkan tas ku padanya. “ambil lah.. Aku tak mengenalmu tapi
kamu memberi ku banyak alasan hari ini, kenapa aku harus kuat menghadapi
hidupku sekarang dan nanti, bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar
masih punya segalanya, bodoh sekali cuma karena cinta semangatku hilang,
belum tentu ia jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa
sakitku”. Aku berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih
terdiam menatap kembali langit yang menampakan bintang-bintang kecil yang
berkelip dengan jenaka, seakan hari ini tak akan berlalu.
Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan
bunga mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua
dan adikku yang berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk
beberapa saat ia memulai.“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah
menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini.
Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari
mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap
masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama
kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi malam, sementara kedua
orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku menaiki tangga
untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya
arti bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari
namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall
bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.
Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti
kehangatan ini harus berakhir
Tamat.
AKU : *Beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja aku
matikan karena kesal dan muak
PREMAN PEMABUK : “Selamat Malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh
aku minta duitnya!”
*Tokoh Aku hanya terdiam tak berkata dan meraih tas nya lalu menyerahkan tasnya
kepada Preman*
TOKOH AKU : Ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin Mati!!”
*Tas pun diambil oleh Preman mabuk itu, dan preman pun menghilang di gelapnya
malam*
*Tokoh Aku Perlahan mengangat kaki kanan dan hendak bunuh diri terjun dari
jembatan*
PREMAN PEMABUK : “Ini uang dan tas mu!! Aku tak butuh! Aku lebih baik mati
kelaparan dari pada melihat wanita lemah sepertimu”
*Tiba tiba sosok preman pemabuk yang menodongkan pisau tadi menariknya turun
dari jembatan dan melemparkan tas tokok aku lalu menampar pipinya dengan keras
kemudian preman itupun pergi*
*Tokoh akupun bangkit dari tarikan preman itu lalu meraih tasnya Kembali dan
menyusur tangga turun, dan ternyata sosok preman tadi ia berdiri termenung pada
tangga jalan, dan sesekali menatap langit dan menghapus air matanya*
*Tokoh Aku menyapa preman itu, namun preman itu hanya terdiam membisu, dan
tokoh aku pun berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan preman itu akan pergi
dari sini*
*Tokoh aku merasa ia sudah tidak berarti lagi dalam hidupnya karena pria yang ia
cintai meninggalkanya*
TOKOH AKU : “Apa kamu akan terdiam atau aku telah mengusikmu?”
*Preman Mabuk lalu menatapnya tajam, dengan dibarengi bau alkohol dari mulutnya
saat ia berbicara”
PREMAN PEMABUK : “Maafkan aku, sungguh aku minta maaf, menurutku kamu
terlalu lemah, masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit, bukankah setiap hari
kita merasakan hal yang sama?”
*Preman itu mengulurkan tangannya yang ternyata hanya memiliki 2 jari utuh*
*Tokoh akupun merinding dan sedikit takut dan tidak membalas uluran tangannya
karena takut*
PREMAN PEMABUK : “Kaget ya mbak? Jari ku yang lain di potong oleh preman
karena persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh
nyali besar, bahkan untuk tertidur saja itu sulit, Harus rela kedinginan, Di gigit
nyamuk dan tempat ku tertidur hanya di emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh
gembel lain, terpaksa aku harus mencari tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila
aku mengambil tas mu. Aku butuh makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa
makanan di tong sampah sudah membusuk karena hujan kemarin, Biasanya aku
mencari secerca kenikmatan disana yang masih bisa layak ku telan, rasa lapar tak
akan bisa membuatmu jijik. Setiap hari saat membuka mata yang anda ingat hanya
perut dan perut.”
BABAK 3 : TERMENUNG
*Tokoh aku menarik tangan preman itu dan menjabat tangannya kuat-kuat*
*Lalu preman itu tersenyum dan memamerkan mulutnya yang bau alcohol dan bau
wc umum. Dan tokoh akupun menyerahkan tas pada preman itu*
TOKOH AKU : Ambil lah.. aku tak mengenalmu tapi kamu memberiku banyak alas
an hari ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti, dan
bukanlah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya segalanya, bodoh sekali
Cuma karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum tentu ia juga
memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”
*Tokoh aku pun menuru tangga meninggalkan preman itu sendiri yang masih
menatap langit*
BABAK 4 : BERSYUKUR
KEKASIH TOKOH AKU : “Maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah
menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini. Ia
menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari mana ia
mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa
banggaku atas kekasihku ini.”
*Tokoh akupun memeluk kekasihnya dan menangis, sementara kedua orang tua
tokoh aku tersenyum senang*
*Lalu tokoh aku ingin mengenalkan sosok preman pemabuk itu kepada kekasihnya
namun preman itu sudah tidak ada, merekapun bergegas ke Mall untuk merayakan
hari ulang tahun tokoh Aku*
DAFTAR PUSTAKA
Thabroni, Gamal. 2020. Teks Drama: Pengertian, Ciri, Struktur, Unsur, Bentuk &
Kaidah.