Anda di halaman 1dari 17

BANGKIT

Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh kesunyian
malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap. Cahaya bulan malam ini
begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Konflik dengan orang tua karena
tidak lulus sekolah. Hari ulang tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang
terpaksa di kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan.
Teman-teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?

Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus menebarkan senyumku
walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku menghapus air mataku yang jatuh tanpa
permisi. Sakit memang putus cinta.

Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang tergiang-
ngiang merobek otak ku.

“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah
caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini.” beberapa
kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja ku matikan karena kesal atau
muak.

Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.

“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku minta duitnya..” seorang
pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan,

Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak berkata,
membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan menyerahkan padanya. “ini
ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!” Aku melemparkan tas ke
hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan iapun menghilang di gelapnya malam.

Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air suangai yang
mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh
ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku
sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata
dan tinggal beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku
dan…?

Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan
menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya

“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari pada melihat
wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di atas tanah

Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri tangga turun. Sosok
yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku, di sekujur tubuhnya penuh tato dan
tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga jalan. Sesekali menatap langit dan
menghapus air matanya.

“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam membisu”. Aku
berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi dari sini.

“kenapa kamu menamparku..?

Kenapa kamu menolongku?

Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku dengan
tuduhan yang tak jelas, aku memulai pembicaraan”.

Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku. “apa kamu akan terdiam
atau aku telah mengusikmu?”. Aku melihatnya dan ia balik menatapku tajam. Aroma alkohol
dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..? Sungguh aku minta maaf, menurut
ku kamu terlalu lemah, masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit, bukankah setiap hari
kita merasakan hal yang sama? Ia berkata sembari mengulurkan tangannya yang ternyata
cuma 2 jari yang utuh, Aku mulai merinding karena sedikit takut. Sehingga aku tak membalas
uluran tangannya. “kaget ya mbak?. Jari ku yang lain di potong oleh preman karena
persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar,
bahkan untuk tertidur saja itu sulit. Harus rela kedinginan, Di gigit nyamuk dan tempat ku
tertidur hanya di emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh gembel lain, terpaksa aku harus
mencari tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila aku mengambil tas mu. Aku butuh
makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa makanan di tong sampah sudah membusuk karena
hujan kemarin, Biasanya aku mencari secerca kenikmatan disana yang masih bisa layak ku
telan, rasa lapar tak akan bisa membuatmu jijik. Setiap hari saat membuka mata yang anda
ingat hanya perut dan perut.”Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas menembus
angkasa, langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku dengan mulut terbuka, betapa aku tak
percaya setengah mati. Bagaimana mungkin seandainya sekarang aku berada di posisi ini?
Aku yang terlahir dari keluar sederhana namun penuh kehangatan, uang bukan masalah, aku
hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya, semuanya cukup,
tapi ternyata itu bukan kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki segalanya tapi
tidak dengan cinta, selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita mati. Terutama
pentingnya mensyukuri apa yang ada. Aku menarik tangan dan menjabat tangannya kuat-kuat
yang tinggal dua jari meski sedikit risih karena aneh menurutku. Aku memberinya sedikit
pelukan hangat. Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau wc umum.
Aku menyerahkan tas ku padanya. “ambil lah.. Aku tak mengenalmu tapi kamu memberi ku
banyak alasan hari ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti,
bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya segalanya, bodoh sekali cuma
karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal
yang sama, rasa sakitku”. Aku berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih
terdiam menatap kembali langit yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip
dengan jenaka, seakan hari ini tak akan berlalu.
Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan bunga mawar
banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan adikku yang berdiri di
samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia memulai.“maafkan aku sayang,
ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga
karena ini. Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari mana
ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa banggaku
atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda
menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku
menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya
arti bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari namun sosok
itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua dan adik ku
untuk merayakan ulang tahunku.

Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan ini
harus berakhir

Tamat

UNSUR INTRINSIK

1. Judul : Bangkit
2. Tema : Perjuangan
3. Latar :
Waktu : Malam hari
Bukti : Cahaya bulan malam ini begitu indahnya.
Tempat : di pinggir jalan dan di atas jembatan
Bukti : ‘Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit. ‘
‘ Di sini di atas jembatan tua ini angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku’.
Suasana : Sunyi sepi
Bukti : ‘Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.’
4. Alur : Maju
Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah
sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
5. Penokohan :
Aku : mudah putus asa, kurang bersyukur dan selalu mengeluh
Bukti :
‘Kenapa kamu menolongku? Aku sudah tak berarti lagi.’
‘Aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya.’
Pria pemabuk : pemabuk dan kuat menghadapi beratnya hidup
Bukti :
‘seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan’
‘Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan
untuk tertidur saja itu sulit.’
6. Sudut pandang : orang pertama sebagai pelaku utama.
Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan
mengisahkan tentang dirinya sendiri.
7. Nilai :
Nilai Moral = Saat tokoh ‘aku’ menyadari selama ini hanya meminta tanpa pernah
tahu bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya bersyukur dengan apa
yang telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karna diluar sana masih banyak
orang yang kekurangan.
Nilai Perjuangan = Pria pemabuk berjuang bertahan hidup di jalanan yang keras. Di
kehidupan nyata banyak orang yang melakukan apapun untuk berjung hidup. Kita
harus berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras ini.
Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamatkan tokoh ‘aku’ yang akan terjun
dari jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita saat menghadapi
masalah kita seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.
8. Amanat :
Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup.
Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.
Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan kadang dibawah.
Jangan lari dari permasalahan.
Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit

UNSUR EKSTRINSIK

1. Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakatt saat


mereka gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis ingin
menginspirasi/memotivasi orang-orang dalam menghadapi kerasnya hidup melalui
ceritanya.
2. Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di masyarakat.
Banyak orang yang bunuh diri karena putus asa maka penulis menggambarkan situasi
tersebut dalam sebuah cerpen.
3. Masyarakat pembaca : Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen ini karena
cerpen ini mengandung masalah-masalah yang ada di masyarakat dan masih banyak
orang yang memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.
“Senyum Terakhir”

Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat
dia, aku tak tahu siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas
air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.

Setelah beristirahat aku langsung mengayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai
di rumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tahu. Aku segera
pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian
dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang
berada di taman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghampirinya.
“Hai…..”, kataku

Dengan senyum aku menyapanya.


Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi
sapaanku.

“Hai.. boleh kenalan gak?”.


“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.

Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tahu namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-
begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.

Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan
mengelilingi taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku
menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan
candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena
arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di
lorong kedua sebelah kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah
Tamara, kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.

Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.


“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya…”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!”, sambil berjalan dan melambaikan tangan.

Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “Baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan
seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi
dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.

Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.


“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
***

Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia,
kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari menghampirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.

Tamara berhenti dan memegang pundakku.


“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari
menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang ditutup”.

Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia
duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara
naik dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari
Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.

Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita
tentang tugas sekolah.

“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.


“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau
baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
***

“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya.


Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain
hanya bercerita tentang hal-hal yang dapat mengocok perut.

Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan
menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang
Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan air
matanya. Kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara terkilir.
“Sudah jangan nangis dong, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri dong!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“Sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“Hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.

Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat
kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara
badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah.
Sesampai di rumah aku langsung melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku
langsung tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara.
***

Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah,
dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara
bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke Pantai Bira!”, kataku.

Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang Pantai Bira kepada Tamara.
Kami tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan.
Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan
Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling
sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.

Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil
tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di
kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.

Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.

Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas


lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.

Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali
memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa
menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-
ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku.
***

Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan
ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara.
Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku
melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.

Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke Pantai Bira pun datang. Aku
duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman
wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki firasat buruk
dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.

Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi,
yang ada di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang
lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat
teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara,
aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat
aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.

Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan
berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu?”.

Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.


“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu
memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.

Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “
Kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu?”. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit,
dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya.

(SELESAI)

UNSUR INTRINSIK

1. Judul : Senyum Terakhir


2. Tema : Perjuangan
3. Latar :

Tempat : Taman, sekitar kompleks rumah, rumah Zacky, jalan menuju sekolah, sekolah, bus.

Waktu : Pagi, siang, petang.


Suasana : Menyenangkan, asik, seru, manis, tragis, sedih, mengharukan.

4. Alur : Maju
5. Amanat
Hargailah semua waktu-waktu kebersamaan bersama sahabatmu, karena kita tak
pernah tahu kapan akan berpisah selamanya dengannya.
Sayangilah sahabatmu dengan tulus dari hati hingga akhir waktu.
6. Nilai
Sosial
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata
Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang
ke rumah.
Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan
sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku
hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah
khawatir”.

UNSUR EKSTRINSIK

1. Latar kepengarangan penulis

Penulis cerpen ini adalah seorang remaja pria sekaligus pelajar. Baru mulai belajar menjalin
persahabatan dengan seorang wanita. Di mana ending dari kisahnya adalah sedih. Tapi dapat
membuktikan, bahwa persahabatan sejati yang dijalin hingga akhir hayat itu masih ada.

2. Keyakinan penulis
3. Masyarakat pembaca

Kalangan remaja mungkin lebih menggemari cerpen ini. Karena di samping menceritakan
tentang kehidupan persahabatan di kalangan remaja, kalimatnya pun dikemas ringan,
sehingga mudah dipahami.
“ Payung Hitam“

“Non, bangun non.” kata seorang perempuan paruh baya, sambil mengetuk pintu kamar.
Berkali-kali diketuknya pintu kamar tersebut. Tapi, belum ada respon dari sang pemilik
kamar. Baru ketukan ketiga, terdengar suara anak perempuan yang menyahuti ketukan kamar
tersebut.

“Males!” teriak anak perempuan itu. Hah? Males? Hei! Seharusnya kamu bersyukur masih
bisa bersekolah. Coba kamu tengok ke pinggiran kota. Masih banyak anak-anak yang tidak
bisa bersekolah.

“Tapi non… Sudah siang, nanti sekolahnya terlambat.” kata wanita paruh baya itu yang
sekarang kita ketahui bernama bi Inah.

“Kenapa bi? Gak mau bangun tuh anak?” kata seorang pemuda berambut coklat yang entah
darimana asalnya itu. Bi Inah menoleh ke pemuda yang berdiri di belakangnya itu.

“Iya den. Itu si non katanya males, aduh gimana nih den? Nanti bibi diomelin tuan and
nyonyah.” kata bi Nha cemas.

“Yaudah biar saya aja bi yang bangunin tuh anak,” usul pemuda itu.

“Tapi den?” kata bi nha tambah cemas.

“Udah biarin saya aja” paksa pemuda itu.

Akhirnya bi Nha pun mengalah dan kembali kedapur. Dalam hitungan jari, akhirnya pemuda
itu mengetuk pintu berwarna merah maroon itu dengan sangat kerasnya. Rusak dah tuh pintu.
Tok… Tok… Tok…

“ADE BANGUN GA!!! Nanti abang bilangin mamih papih loh?” ancam pemuda itu. Huh,
beraninya main ngacem. Payah sekali pemuda ini. Benar-benar payah.

“BILANG AJA! GAK TAKUT!!!” teriak perempuan itu tak kalah kencangdari dalam kamar.

“Masa gitu? Ayo cepetan sekolah, nanti COKLAT dan baju plus topi dari Swiss gak bakal
abang kasih loh!” ancam pemuda itu.

Akhirnya pintu kebuka, keluarlah seorang gadis imut nan manis. Bisa dilihat rambutnya yang
berwarna kuning emas itu sedikit acak-acakan.

“Iya aku sekolah, tapi kasih yah coklat dan pesenanku ya?” kata gadis itu sambil tersenyum
manja. Pemuda itu tersenyuma lebar.

“Iya beneran, cepetan mandi langsung kemeja makan. Nanti telat!” kata pemuda itu dengan
bijak lalu melangkah pergi meninggalkan anak perempuan itu.

“Oke,” jawab gadis itu dengan semangat dan langsung masuk kekamar menuju kamar mandi.

.
Setelah kejadian beberapa menit yang lalu atau mungkin jam, akhirnya mereka pun sampai
disekolah. Sang adik pun turun dari mobil, dan segera pamit ke kakaknya. Kakaknya pun
langsung berangkat ke kampusnya.

“DOR!!!!!” ‘astagah siapa itu ? bikin jantungan saja,’ pikir Rika dalam hati. Rika pun
membalikan badan kebelakan terlihatlah seorang laki-laki berparas tinggi dan tampan, yang
hampir saja membuat Rika mati dipagi hari karena terkena serangan jantung.

“Shin!!! Kau hampir saja membuatku mati!” ucap Rika sewot. Yaiyalah gimana gak sewot?
Kalau lagi badmood tiba-tiba ada yang ngagetin? Bikin orang cepet mati aja. Dan tersangka
hanya nyengir merasa tidak bersalah. Rasanya Rika ingin membunuh orang itu saja, tapi dia
ingat kalau ini masih disekolah lagi pula dia teman baik rika.

Teng..teng..teng...

Bell masuk pun berbunyi, semua anak murid lari berhamburan masuk kedalam kelas.
Maklum saja sekolah ini sangat ketat, guru-gurunya pun selalu datang tepat waktu dan
sekolah ini sangat luas, jadi kalau tidak buru-buru mati saja riwayatmu.

-RIKA-

Hosh...hosh...hosh akhirnya nyampe kelas juga,aku langsung melirik ke meja guru, AMAN!!!
Syukurlah gurunya belum datang. Langsung saja aku masuk dan menaru tas dimeja dan
menjatuhkan pantat ku ditempat dudukku yang biasa. Ku lihat shin langsung nimbrung
ketemen-temennya, huft dasar shin...

Sretttt... terbukalah pintu kelas dan menampakan guru berparas kurang cantik dan killer. “Hei
kalian! Ngapain kalian arisan disitu?! Cepat kembali ketempat duduk masing-masing!” omel
guru itu dan tidak lupa dengan tatapan dendam nyipelet. Mereka pun lari terbirit-birit
ketempat duduk mereka. Akupun tertawa tertahan melihat tingkah mereka. Lagi, siapa suruh
bukannya langsung duduk rapih eh malah wara-wiri, hihihi.

“Sekarang kita kuis!tutup buku kalian!” kata –lebih tepatnya perintah- bu Aisyah. Mati gue!!
Gue kan belum belajar!! Mampus lu!!. “bu, kok mendadak sih? Kita kan belum bekajar bu.”
Tiba-tiba ada yang berbicara seperti itu, aku pun pun mencari tahu, dan ternyata itu Cherry!
OMG! Thank you Cherry! Semoga dengan kamu berbicara sepertiu itu, ibu Aisyah akan
memberi keringanan kepada kita! Amin.

Dan ternyata usahanya Cherry tidak sia-sia, dang guru pun mengizinkan anak-anaknya untuk
belajar terlebih dahulu selama lima menit, syukurlah!!! Thanks Cherry! Kamu emang the best
deh! Akupun memutuskan untuk belajar, dari pada nanti tidak bisa.

45 menit kemudian
“Cukup! Cepat kumpulkan! Yang telat tidak akan Ibu nilai!” ancam bu Aisyah, huwaaa
syukurlah aku sudah selesai. Bismillah semoga dapat nilai bagus amin! Fufufu ku tiup lembar
jawabanku, semoga dengan begitu doaku terkabulkan amin... “Shin! Reia! Kadoi! Otsu!
Cepat kumpulkan! Kalau tidak, tidak akan saya nilai!” omel ibu Aisyah. Wasuh nih guru
kerjaannya ngomel-ngomel melulu nih. Shin dan kawan-kawan cepatlah, aku pun berdoa
untuk keselamatan mereka hahaha. “Sebentar bu, sedikit lagi.” Mohon Reia, astagah!
Wajahnya itu!! Imut bangetttt!!! Reia, semoga bu Aisyah mempan yah dengan wajahmu itu,
Amin. “yasudah, cepat kumpulkan!” ucapbu Aisyah, sepertinya dia mulai lelah karena
marah-marah melulu hahaha.

Teng... teng.. teng.. bel pelajaran selanjutnya.

Huft untung saja mereka sudah ngumpulin, kalau tidak makin ribet ini, bu Aisyah pun pergi
dan kami siap-siap untuk memasuki pelajaran selanjutnya yaitu olah raga yey! Aku senang
sekali dengan pelajaran olah raga. “puk~” siapa neh yang nepok undakku, ku balikan badan
dan kulihat Shin tengah tersenyum kepada ku, baru saja ingin ku buka mulutku dan
mengatakan sesuatu eh dia udah duluang ngomong “Ganti baju bareng yuks?” WHAT
THE...... “KYAAAA SHIN MESUMMMMM!!!!” teriakku. Astagah Shin kau
mesummmm!!!!!! Kupul saja shin dan dia malah tertawa lalu menarik tanganku yang sedang
memukul-mukul dia “hei.. hei... aku cuman bercanda.” Jelas Shin sambil tertawa, huft kukira
beneran huft dasar SHINNNNNN!!! Kau membuatku malu.

“Ihhhhhh Shinnnnn!!! Pergi sana!!!” usirku, pasti wajahku merah banget huwaaaaaa
Shinnn!!! Awas saja kau. Shin pun pergi sambil tersenyum penuh kemenangan, sial!. “RI-
CHAN~!” astagah siapa lagi manusia yang mempunyai suara melengking dan ngagetin aku?
Kenapa banyak banget orang yang pengen aku kena serangan jantung? Ya tuhan! Apa salah
hambamu?. Aku pun berbalik arah dan ku lihat manusia ;berwajah manis berambut hitam
sedang nyengir kearahku, dan ternyata manusia itu adalah Cherry. Huft, “Apa Che-Chan?
Jangan teriak-teriak lah, suara mu tuh berisik sekali.” Ucapku datar. “hehe maap Ri-chan.”
Ucap Cherry sambil nyubit pipiku, arggghhh “Cherry sakit!!!” ucapku kesal. “Sudahlah
mendingan kita ganti baju trus caw.” Lanjutku sebelum dia mulai cerocos gak penting yang
membuat kuping sakit, “Iya deh. Yuks~”

Di lapangan

“baiklah sekarang kita akan melakukan lari marathon~!” ucap guru olah raga yang sangat
fanatik kepada warna hijau. “Baiklah guru guy!!!” balas seorang lelaki fanatik tu guru. Lihat
lah, poninya saja sama, baju olahraganya aja sama huft dasar~.

Duhh... duh... pusing banget ini.. ya tuhan... ada apa ini? Astagfirulloh sakit banget ini...

“Ri-chan, kenapa? Tidak apa-apa kan?” tanya Shin, nadanya penuh dengan khawatir.

“Kepalaku sakit banget Shin... a-aduh Shin... S-sakitttttttttt banget ini.” Ucapku dengan lirih
menahan sakit, ya tuhan sakit banget ini kepalaku..

Tess.. tess.. tesss


‘apa ini?’ kuusap hidungku dan ternyata darah? Hah? Darah? Kudengar suara Shin memekik
kaget melihat darah ditangan dan hidungku. “Ri-chan? Kamu berdarah! astagah.” Ucap Shin
khawatir dan panik, seketika semua hitam.

-SHINTARO-

Astagah... Ri-chan... apa yang terjadi padamu sayang?. Kugendong Ri-chan, menuju ruang
kesehatan, saat tiba disana aku pun langsung menaruh Ri-chan ditempat tidur, dan dokter
sekolah pun langsung memeriksa Ri-chan..

Ri-chan, apa yang padamu? Ri-chan bangunlah...

“Morimoto-san, sebaikanya Kamenashi-san dibawa kedokter saja.” Ucap dokter itu. Apa?
kenapa musti dibawa kerumah sakit? Ri-chan, apa yang terjadi padamu? “Memangnya Ri-
chan kenapa dok?” tanya ku panik. “sebaiknya dibawa saja. Saya takut terjadi apa-apa
terhadap Kamenashi-san.” Jawab dokter itu kalem. Ya tuhan.... “baiklah dok, saya akan bawa
dia kerumah sakit, Cher, tolong izinin gue sama Ri-chan yah.” Ucap ku kepada Cherry. “Iya
Shin, pasti! Semoga aja tidak terjadi apa-apa ya sama Ri-chan, amin. Lo hati-hati ya Shin.”

“sip.. thanks ya.. gue berangakt dulu ya..”

Rumah Sakit

‘Ya tuhan ada apa ini? Ri-chan sebenernya kamu kenapa? Kamu sakit apa?’ ku usap wajahku
yang frustasi. Dokter kenapa lama banget?

Tap.. tap.. tap

“Shin-kun, Ri-chan kenapa? Dan dimana dia?” tanya wanita cantik penuh dengan kepanikan,
“Lagi diperiksa dokter tan.” Jawabku tenang. Aku harus tenang agar orang yang didepanku
tidak histeris.

Dokter pun keluar dari dari ruang UGD, kami pun segera menghampiri dokter itu “Dok..
Gimana Ri-Chan dok?” tanya wanita itu panik “Tenang bu, saya menyarankan Ri-chan di
ST.Scan. ini baru prediksi saya, Ri-chan mengidap penyakit leukimia.” Ucap dokter itu
kalem. APA??? LEUKIMIA? GAK MUNGKIN.... RI-CHAN!!! INI GAK MUNGKIN!!!
“APA DOK? GAK MUNGKIN!!” teriak ku ke dokter itu dan dokter itu pun menjelaskan
bahwa di sekujur tubuh rika banyak lembam dan luka yang disebabkan bukan dari luka
penyiksaan atau sebagiannya, tetapi disebabkan oleh penyakit leukimia dan kata bunda
dakota bahwa Ri-chan sering pingsan dan mimisan astaghhh kenapa bisa?

5 bulan kemudian

Ternyata Ri-chan memang mengidap penyakit leukimia, oh astagah kenapa bisa? Kenapa?
Kata dokter umur ia tidak lama lagi. Kenapa? Bahkan aku belum menyatakan cinta.. oh
tidakkk!! Kenapa? Kenapa cepat sekali??. Wajahnya saat tidur cantik sekali tetapi pucat
sekali, Ri-chan ini sungguh seperti mimpi.. “ngggghh... Shin-kun?” tanya dia sambil
tersenyum. Aku pun ikt tersenyum, Ri-chan aku sayang kamu. Andai kamu tau itu.. “ng-
nggak papa. Gimana kamu? Sudah merasa baikan?” tanyaku mempertahankan senyum
diwajahku. Ia pun tersenyum “ya, tapi masih pusing dan tulang –tulang rasanya sakit sekali.”
Ucap dia lirih. Oh astagahhh...

“Shin-kun. Aku pusing sekali. Shin-kun tadi aku lihat Nii-chan, kata Nii-chan sebentar lagi
aku akan bersama dia, Shin-ku aku nitip bunda dan ayah yah.. Shin-kun aku sayang kamu.”
Ucap ia lirih, tidak! Kamu gak boleh ikut kakakmu.. kamu harus disini! Walaupun
kemungkinan kamu sembuh hanya 40% tapi tidak ada yang tidak mungkin! “Ri-chan, kamu
ngomong apa? kamu gak boleh ikut Yuya-nii! Kamu harus disini! Aku cinta kamu.. aku
sayang kamu.” Ucapku lirih dan aku pun menangis, ia pun menangis. “Shin-kun aku juga
cinta kamu, sayang kamu. Tapi waktu ku sudah sebentar lagi, aku akan bersama Nii-chan.
Shin-kun kamu jangan sedih, jangan nangis lagi. Aku sayang kamu Shin-kun.” Ucap Ri-chan,
oh astagah.. kenapa? Ri-chan.

Tiba-tiba Ri-chan pingsan.. oh astagah.. “DOKTER.. DOKTER... SUSTER..” teriakku


memanggil dokter suster dan dokter suster pun langsung memeriksa Ri-chan. Banyak sekali
alat, oh tidak!! Ri-chan!!!

Tap.. tap.. tap..

“Shin-kun, Ri-chan gimana? Kenapa? Apa yang terjadi?” aku merasa dejavu. Tapi bedanya
wanita ini bersama dengan lelaki. Wanita ini menangis dan lelaki itu menenangkannya, tetapi
lelaki itu juga menangis, melihat mereka menangis membuatku ingin menangis kembali.
Sedih rasanya melihat mereka seperti itu. Sakit rasanya melihat Ri-chan lagi merenggang
nyawa di dalam ruangan itu. Ya tuhan, tolong selamatkan Ri-chan, kumohon. Kumohon
tuhan.. tolong selamatakan Ri-chan...

“dok, dok gimana Ri-chan?!” ucap wanita itu setengah memekik. Dan dokterpun hanya
nunduk. Ya tuhan kumohon jangan!! Jangan!! Jangan sekarang!! Kumohon!!!

“maafkan kami, kami sudah berusaha sebaik mungkin.” Ucap dokter itu penuh rasa bersalah.
“TIDAKKKKK!!! DOK!! GAK MUNGKIN!! INI SEMUA GAK MUNGKIN!!! DOK,
KEMBALIKAN RI-CHAN!!!” oh ya yatuhan... kenapa? Kenapa bisa? Tuhan. Kenapa kau
ambil ia begitu cepat? Kenapa?

35 tahun kemudian

Sudah 35 tahun yang lalu Ri-chan meninggalkan ku tetapi, hati ini masih ada ia, ia seperti
angin, aku tidak dapat melihatnya, tetapi aku dapat merasakannya.

Hari ini adalah hari kematian Ri-chan, aku berencana akan kemakam Ri-chan. Ini adalah
acara tahunanku yang wajib diadakan. Aku pun masuk ke mobil spotku ya, walaupun aku
sadah tua tapi aku masih kuat untuk menyetir mobil sendirian karena aku tinggal sendirian.
Ya aku menjadi perjaka tua, dan seorang workerholic, karena apa? karena hatiku telah
kututup rapat untuk yang lain. Hariku hanya milik Ri-chan, tragis memang, tapi mau diapain
lagi, memang begini adanya.
Akhirnya aku sampai di pemakaman keluarga ‘Kamenashi.’ Ku parkirkan mobil sport ini
ditemapt parkir. Saat aku mau keluar, tiba-tiba hujan deras, sialan sekali hujan ini, tapi
seingetku aku menyimpan payung deh. Aku pun mulai mencari payung dan ternyata ketemu,
tiba-tiba aku inget Ri-chan, yatuhan Ri-chan, ini adalah payung saat kamu meninggal. Aku
pun tidak mau lama-lama didalam mobil. Aku pun keluar mobil dengan payung hitam ini.

Aku pun sampai di depan makam yang bertulisan ‘Kamenashi Rika’ ku cium nisannya, dan
akupun memanjatkan doa kepada tuhan agar Ri-chan bahagia disamping tuhan, Amin. Ri-
chan apa kabar kamu disana? Apakah kamu bahagia disana? Tunggu aku Ri-chan, aku akan
menyusulmu.

“Morimoto-san?” tiba-tiba ada yang memanggilku, dan akupun menengok kearah suara dan
kutemukan Wanita cantik dan lelaki tampan, yang kuketahui mereka adalah Kamenashi
Dakota dan Kamenashi Kazuya yaitu orang tua Ri-chan.

“apa kabar? Gimana sudah nikah?” tanya wanita itu, sudah lama aku tidak melihat mereka.
Dan banyak perubahan terhadap mereka, tubuh mereka sudah ringkih dan sepertinya sering
sakit-sakitan, yatuhan kasian sekali mereka. Apakah mereka bahagia? Kedua anak mereka
telah dipanggil yang maha kuasa, mereka tinggal berdua, yatuhan aku ingin sekali seperti
mereka.

“baik-baik saja. Bagaimana dengan kalian? Apakah masih sehat?”

“Seperti yang kamu lihat.” Aku tersenyum lirih mendengar jawaban Om kazuya. Yatuhan,
buatlah mereka bahagia, amin. Kulihat mereka berdoa untuk Ri-chan. “baiklah kami pulang
dulu, kamu sehat-sehat ya.” Nasihat tante Dakota. “iya, hati-hati dijalan.”

Aku pun kembali menatap makam Ri-chan, setelah kepergian kedua orang tua Ri-chan.
Tuhan tolong kabulkan permohonanku karena dia membuat Saya mempunyai cinta dalam
hidup saya.dan Itu membuat saya kuat. Dan Mungkin Tuhan punya rencana lebih besar untuk
Saya daripada rencana Saya untuk diri sendiri. Jadi saya mohon kabulkan doa saya.

Duh..duh.. jantungku sakit sakit. Yatuhan jangan kambuh dulu kumohon. Sa-sakit, sekali...
RI-CHAN? APA AKU TIDAK SALAH LIHAT? Yatuhan, kuulurkan tanganku kiewajah Ri-
chan, dan ia pun tersenyum hangat, wajahnya makin cantik. “Shin-kun, maukah kau ikut
denganku?” tanya Ri-chan, yatuhan ini aku diajak kemana? Apakah aku diajak untuk tinggal
bersama Ri-chan dan engkau? Yatuhan aku siap kalau engkau ingin membawaku bersama.
Tiba-tiba semua gelap.

Shintaro terjatuh disebelah makam Ri-chan dan ditengah-tengahnya terdapat payung


hitam yang dipakai Shintaro dan seketika hujan pun berhenti, dan pelangi pun mulai muncul.
Dan terlihatlah Shin dan Rika sedang bergandengan tangan dan tersenyum bahagia. Ya,
payung hitam ini telah menjadi lambang cinta mereka yang abadi. Begitupun dengan
kematian mereka. Bahwa jodoh Shin adalah Rika, dan jodoh Rika adalah Shin.

-Tamat-
UNSUR INTRINSIK

1. Judul : Payung Hitam


2. Tema : Perjuangan
3. Penokohan :

-Rika Kamenashi : Baik, manja, penyakitan, dan sangat sayang kepada keluarganya ( tokoh
utama wanita)

-Shintaro Morimoto : baik, sayang kepada Rika. (tokoh utama lelaki)

-Dakota Kamenashi : ibunya Rika, orangnya baik dan gampang panik. (tirtagonis)

-Kazuya Kamenashi : Ayahnya Rika, baik, sabar dan sayang kepada keluarganya.

-Yuya Kamenashi : baik, sayang adik dan orang tuanya, meninggal karena kecelakaan, pada
saat Rika sakit.

-Cherry/ Mio matsumoto : nyebelin tapi sebenernya baik, Dia adalah teman sekelas Rika dan
Shin (pemeran pembatu)

-kadoi, Reia, Otsu : baik sekali, teman seperjuangan Shin dan Rika

-Bi Nha : pembantu rumah tangga, orangnya baik dan sangat takut sama majikannya.

4. Alur : maju
5. Latar :

Tempat : rumah, sekolah, Rumah sakit dan pemakaman

Waktu : pagi, dan senja

Suasana : haru, dan tegang

6. Sudut pandang : orang ketiga sebagai penulis, Orang pertama serba tahu ( Rika dan
Shin)
7. Amanat : janganlah engaku terlalu berlarut-larut dalam kesedihan, dan terimalah apa
yang terjadi karena suatu saat nanti kau akan menerima kebahagian dari tuhan.

Unsur Ekstrinstik

1. Nilai pendidikan : Ya aku menjadi perjaka tua, dan seorang workerholic, karena apa?
karena hatiku telah kututup rapat untuk yang lain.
2. Nilai religi : Yatuhan, buatlah mereka bahagia, amin
yatuhan ini aku diajak kemana? Apakah aku diajak untuk tinggal bersama Ri-chan
dan engkau? Yatuhan aku siap kalau engkau ingin membawaku bersama.

Anda mungkin juga menyukai