Nama Kelompok :
1. Aliyyah Rahmawati ( 04 )
2. Clara Prisillia Fadersair ( 08 )
3. Puput Prihantini ( 27 )
4. Sekar Natasya Prameswari( 31 )
5. Septi Amalia Pangesti ( 32 )
6. Zulva Ananda Safitri ( 36 )
PENGERTIAN CERPEN
1. ORIENTASI : Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu menegur bila
aku datang lebih awal dari guru lainnya.Seperti biasa, setelah kuparkirkan motor, aku
bergegas menuju mejaku di ruang guru. Menyiapkan segala materi yang nantinya akan
kuajarkan pada murid-muridku. Di tengah sunyi jajaran meja di ruang ini, sesekali
terdengar gerakan sapu lidi dari petugas kebersihan yang selalu berkeliling
koridor.Mataku tak hentinya menerawang tiap sudut ruangan. Semuanya tampak tak
asing lagi, walau aku baru seminggu jadi tenaga pengajar di sini. Jelas saja, tiga tahun
aku berseragam putih abu-abu dan menampung segala ilmu yang bermanfaat dari para
guru terdahulu di sekolah ini. Mungkin bila melihat jauh ke belakang, banyak orang
ikut andil membuatku sampai sejauh ini. Dari yang benar-benar mendorong sampai
yang hanya kebetulan ngoceh.
2. KOMPLIKASI : Kala itu tahun ajaran baru segera dimulai. Seluruh sekolah membuka jalur
pendaftaran bagi siswa yang akan melanjut. Termasuk kedua sekolah kejuruan yang letaknya
bersebelahan ini- yang salah satunya kini tempatku mengajar.Aku yang saat itu bimbang akan ke
mana, mencoba mendaftar di keduanya. Namun, begitu hari dimana nama-nama siswa yang
diterima terpampang, aku tak melihat namaku terselip di antara ratusan nama calon siswa
lainnya. Di kedua sekolah itu.Terpaksa aku harus mengikuti ujian tes yang jadwalnya
benbenturan. Aku bukan seperti siswa berada lainnya yang orangtuanya rela membayar berjuta-
juta agar anaknya dapat masuk di sekolah yang katanya favorit ini. Aku harus memilih. Hingga
pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin dengan
pilihanku.
3. EVALUASI : Sampai salah seorang dari orang tua murid yang anaknya juga ikut ujian tes
menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa jadi
mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya. “Memang
milih sendiri apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.” mencoba menghemat kata.
“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang berbadan
besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri membelakangi kami di
pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi
guru, ngajar di sini”
4. RESOLUSI : Seolah mata letihku terbelalak mendengar pernyataan bapak tadi. Tak menutup
kemungkinan aku dapat meraih cita-cita masa keciku itu. Apalagi kebahagian terbesar dari
seorang guru ialah dapat mengajar di tempat ia dulu belajar.Mendengar kata itu -ngajar- seolah
menjawab kegelisahanku. Iya, aku juga bisa meraih cita-citaku dari sini. Dengan langkah pasti,
aku pun berjalan menuju ruangan tempat ujian tes.Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah
aku lolos ujian tes itu dan mengawali takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas
kejuruan.Mungkin aku aku harus berterima kasih juga pada bapak itu karena membuatku yakin,
atau kepada seorang guru agama yang menceritakan filosofi sebatang pensil ketika aku berada
di kelas sebelas waktu itu.
5. KODA : “Sebatang pensil dapat menjadi tambang emas bagi mereka yang berfikir layaknya
emas. Coretan pensil itu akan menjadi sebuah karya bila digunakan oleh orang yang tepat, pada
dasarnya semua orang tepat. Tetapi hidup bukanlah bagaimana kita menemukan diri kita, namun
bagaimana kita menciptakan diri kita”“Pensil memiliki penghapus di salah satu ujungnya,
artinya setiap orang wajib salah pada salah satu perbuatan. Namun bagaimana ia dapat
menghapus lalu memperbaikinya, hingga sempurnalah karya itu.”“Pensil itu takkan bertahan
lama bila terus digunakan. Pensil itu akan habis. Tetapi ia sudah punya karya yang ia tinggalkan,
yang dapat diingat bila ia berkesan.”Dari ceritanya seolah mulai menciptakan alasanku memiliki
sebuah cita-cita itu, ia punya karya yang dapat ia wariskan.
ANALISIS UNSUR INSTRINSIK
1. Tema : pengalaman pribadi
2. Tokoh:
a) Tokoh utama( protagonis) : aku
b) Tokoh figuran : bapak, pak el, satpam
3. Penokohan:
a) Penggambaran melalui fisik tokoh : “Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan
telunjuk kanannya ke arah orang berbadan besar dengan asap yang mengaung dari ujung
cerutunya yang berdiri membelakangi kami di pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.
b) Reaksi tokoh lain : “Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di
sini”
c) Penggambaran melalui percakapan yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan oleh
tokoh lain : Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan
mengawali takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.
4. Alur : mundur
– Urutan alur mundur, pengenalan masalah, klimaks, peleraian penyelesaian masalah
dan pengenalan tokoh
5. Latar waktu: pagi
6. Latar tempat : sekolah, kelas, ruang guru
7. Sudut Pandang : orang pertama pelaku utama
ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK