Anda di halaman 1dari 23

CERITA PENDEK

Nama Kelompok :
1. Aliyyah Rahmawati ( 04 )
2. Clara Prisillia Fadersair ( 08 )
3. Puput Prihantini ( 27 )
4. Sekar Natasya Prameswari( 31 )
5. Septi Amalia Pangesti ( 32 )
6. Zulva Ananda Safitri ( 36 )
PENGERTIAN CERPEN

Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa, yang


mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian,
peristiwa yang mengharukan dan menyenangkan, serta mengandung
pesan yang tidak mudah dilupakan.
CIRI-CIRI CERPEN
• Panjang karangan ± 3-10 halaman (kurang dari 10.000 kata ).
• Ceritanya singkat, pendek, padat, dan berarti dan lebih pendek daripada novel.
• Ceritanya fiktif dan rekaan.
• Penggunaan kata-katanya sangat ekonomis.
• Habis dibaca sekali duduk.
• Penokohannya sangat sederhana, singkat, dan tidak mendalam.
• Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari.
• Mengangkat masalah tunggal kehidupan pelaku.
• Tokoh-tokohnya mengalami konflik sampai pada penyelesaian.
• Penggunaan kata-katanya (khas) dan mudah dikenal masyarakat.
• Meninggalkan kesan mendalam dan efek terhadap perasaan pembaca.
• Menceritakan satu kejadian dari terjadinya perkembangan jiwa dan krisis.
• Beralur tunggal dan lurus.
KAIDAH KEBAHASAAN CERPEN
• Memuat kata sifat yang mendeskripsikan pelaku seperti penampilan fisik juga kepribadian tokoh
yang diceritakan dalam cerpen, seperti misalnya sosoknya tinggi atau perawakannya gagah,
rambutnya beruban dan sifat tokoh lainnya.
• Memuat kata keterangan untuk mendeskripsikan latar waktu tempat dan suasana, sebagai contoh
misalnya: di pagi hari yang cerah, di kebun bambu yang rimbun dengan dedaunan dan lain
sebagainya.
• Menggunakan kalimat langsung dan juga tidak langsung untuk penulisan dalam percakapan di
dalam cerpen
• Bisa menggunakan gaya bahasa yang bersifat konotasi seperti misalnya : pucuk langit,
memanggang bus, bajing loncat dan mulut terminal.
• Bahasa yang digunakan tidak baku dan tidak formal.
• Bisa menggunakan gaya bahasa Perbandingan, pertentangan, pertautan maupun perulangan.
STRUKTUR ISI DARI CERPEN
– ABSTRAK : ringkasan/inti cerita, dalam cerpen abstrak ini sifatnya opsional boleh di
libatkan atau tidak, tidak jadi masalah
– ORIENTASI : pengenalan latar cerita atau bagian pendahuluan dalam sebuah cerita, baik
pengenalan sifat tokoh tempat terjadinya peristiwa dalam cerita, maupun pengenalan
suasana dalam cerita.
– KOMPLIKASI : bagian yang memuat masalah konflik dalam cerita, masalah mulai
timbul karena sebab-akibat rangkaian peristiwa, kemudian sampai pada klimaks
– EVALUASI : penurunan masalah yaitu struktur konflik yang terjadi yang mengarah pada
klimaks mulai mendapatkan penyelesaian dari konflik tersebut.
– RESOLUSI : penyelesaian masalah yaitu struktur teks yang mengungkapkan solusi yang
dialami tokoh atau pelaku.
– KODA : pelajaran yang bisa dipetik dari cerita oleh si pembaca, koda ini sifatnya
opsional boleh dilibatkan atau pun tidak
UNSUR INTRINSIK CERPEN
1. Tema cerita : Tema biasanya dalam karya sastra berisfat mengikat dan merupakan
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya
dalam membuat suatu tulisan, Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam
karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan
situasi tertentu.
2. Alur Cerita atau Plot : Plot atau alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita
yang disusun sebagai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Plot biasanya
berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat,
peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
3. Latar : latar ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau
beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Latar dalam
cerpen adalah keterangan mengenai ruang, waktu serta suasana terjadinya peristiwa-
peristiwa didalam suatu karya sastra.
4. Penokohan : Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan karakter
tokoh-tokoh dalam cerita. Sementara tokoh adalah orang/pelaku yang berperan
dalam cerita. Penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita,
bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan
pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
5. Sudut Pandang : Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya
terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang memandang ceritanya.
UNSUR EKTRINSIK CERPEN

1. Latar belakang masyarakat merupakan unsur yang mempengaruhi cerpen berupa


faktor-faktor di dalam lingkungan masyarakat dimana penulis berada sehingga
berpengaruh terhadap penulis itu sendiri.
2. Latar belakang penulis adalah faktor-faktor yang terdapat dari dalam diri pengarang
itu sendiri yang memotivasi atau mempengaruhi penulis dalam menulis sebuah cerpen.
3. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen adalah nilai-nilai yang terkandung di
dalam cerpen itu sendiri yang meliputi:
a) Nilai moral, Nilai moral adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita dan
berkaitan dengan akhlak atau etika yang berlaku di dalam masyarakat. Di dalam
suatu cerpen, nilai moral bisa menjadi suatu nilai yang baik maupun nilai yang
buruk.
LANGKAH-LANGKAH MENULIS CERPEN
1. Observasi (pengamatan) dan menentukan tema, Melakukan observasi (pengamatan,
penelitian, mengungkap pengalaman) dapat memunculkan tema tertentu. Rumusan tema
kadang-kadang membutuhkan penjabaran melalui observasi. Jadi observasi dan tema bisa saling
melengkapi. Observasi dapat dilakukan dengan melihat suatu peristiwa, mendengar cerita orang
lain, atau pengalaman pribadi.
2. Menentukan latar , tokoh ,sudut pandang, dan konflik, Menentukan latar,tokoh,konflik dan
sudut pandang dalam cerpen yang akan ditulis berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan.
3. Menyusun peristiwa-peristiwa, Menyusun peristiwa-peristiwa yang akan diceritakan dalam
rangkaian alur yang dimainkan dalam latar tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut memuat konflik
yang dialami oleh tokoh dalam cerpen.
4. Memilih kata-kata, Mengembangkan peristiwa menjadi cerpen dengan pilihan kata yang
menarik. Pilihan kata yang digunakan dapat menggunakan kata-kata dari bahasa daerah, bahasa
asing , dan bahasa gaya remaja.
Filosofi Sebatang Pensil
Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu menegur bila aku datang lebih awal dari
guru lainnya.Seperti biasa, setelah kuparkirkan motor, aku bergegas menuju mejaku di ruang guru.
Menyiapkan segala materi yang nantinya akan kuajarkan pada murid-muridku. Di tengah sunyi jajaran
meja di ruang ini, sesekali terdengar gerakan sapu lidi dari petugas kebersihan yang selalu berkeliling
koridor.
Mataku tak hentinya menerawang tiap sudut ruangan. Semuanya tampak tak asing lagi, walau aku
baru seminggu jadi tenaga pengajar di sini. Jelas saja, tiga tahun aku berseragam putih abu-abu dan
menampung segala ilmu yang bermanfaat dari para guru terdahulu di sekolah ini. Mungkin bila melihat
jauh ke belakang, banyak orang ikut andil membuatku sampai sejauh ini. Dari yang benar-benar
mendorong sampai yang hanya kebetulan ngoceh.
Kala itu tahun ajaran baru segera dimulai. Seluruh sekolah membuka jalur pendaftaran bagi siswa
yang akan melanjut. Termasuk kedua sekolah kejuruan yang letaknya bersebelahan ini- yang salah satunya
kini tempatku mengajar.Aku yang saat itu bimbang akan ke mana, mencoba mendaftar di keduanya.
Namun, begitu hari dimana nama-nama siswa yang diterima terpampang, aku tak melihat namaku terselip
di antara ratusan nama calon siswa lainnya. Di kedua sekolah itu.Terpaksa aku harus mengikuti ujian tes
yang jadwalnya benbenturan. Aku bukan seperti siswa berada lainnya yang orangtuanya rela membayar
berjuta-juta agar anaknya dapat masuk di sekolah yang katanya favorit ini. Aku harus memilih. Hingga
pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin dengan pilihanku.
Sampai salah seorang dari orang tua murid – yang anaknya juga ikut ujian tes –
menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa
jadi mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya.
“Memang milih sendiri apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.”
mencoba menghemat kata.
“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang
berbadan besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri
membelakangi kami di pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM
sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di sini”
Seolah mata letihku terbelalak mendengar pernyataan bapak tadi. Tak menutup
kemungkinan aku dapat meraih cita-cita masa keciku itu. Apalagi kebahagian terbesar dari
seorang guru ialah dapat mengajar di tempat ia dulu belajar.Mendengar kata itu -ngajar-
seolah menjawab kegelisahanku. Iya, aku juga bisa meraih cita-citaku dari sini. Dengan
langkah pasti, aku pun berjalan menuju ruangan tempat ujian tes.
Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan mengawali
takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.Mungkin aku aku harus
berterima kasih juga pada bapak itu karena membuatku yakin, atau kepada seorang guru
agama yang menceritakan filosofi sebatang pensil ketika aku berada di kelas sebelas waktu
itu.
“Sebatang pensil dapat menjadi tambang emas bagi mereka yang berfikir layaknya
emas. Coretan pensil itu akan menjadi sebuah karya bila digunakan oleh orang yang tepat,
pada dasarnya semua orang tepat. Tetapi hidup bukanlah bagaimana kita menemukan diri
kita, namun bagaimana kita menciptakan diri kita”“Pensil memiliki penghapus di salah satu
ujungnya, artinya setiap orang wajib salah pada salah satu perbuatan. Namun bagaimana ia
dapat menghapus lalu memperbaikinya, hingga sempurnalah karya itu.”“Pensil itu takkan
bertahan lama bila terus digunakan. Pensil itu akan habis. Tetapi ia sudah punya karya yang
ia tinggalkan, yang dapat diingat bila ia berkesan.”Dari ceritanya seolah mulai menciptakan
alasanku memiliki sebuah cita-cita itu, ia punya karya yang dapat ia wariskan.
Bel masuk kelas berbunyi. Para siswa yang sejak tadi bertebaran di lapangan satu demi satu
masuk ke dalam kelas.Aku baru ingat, pagi ini aku punya janji untuk menceritakan sebuah kisah
pada murid-muridku, kisah yang dahulu juga pernah diceritakan oleh seorang guru pada kami di
kelas dua belas. Pesan moral yang kini juga akan kutanamkan pada anak didikku, ukhuwah.
Lekas ku beranjak dari ruang guru menuju kelas tempatku mengajar pagi ini. Menenteng
beberapa buku bahan materi, Langkahku perlahan melambat seolah menatap sekat demi sekat ruang
kelas dari koridor dimana dulu aku ada di dalamnya.Meraba sisa jejak yang tergerus oleh waktu.
Sekararang aku bukan lagi murid Introvert yang duduk di meja paling belakang.Kini, aku duduk di
meja paling depan ruang kelas. Dengan gelar istimewa yang melekat padaku, guru.
Dahulu, seorang guru pernah menyampaikan keresahan hati pada murid-muridnya di depan
kelas. Karena melihat muridnya seolah tak acuh dengan apa yang dirinya ajarkan.“Gimana ya..
Sepuluh dua puluh tahun lagi, saat ibu udah banyak lupa, siapalah yang masih ingat ilmu yang ibu
ajarkan sekarang?”Pernyataan itu telah membuatku terpacu mewariskan semangatnya, semangat
para guru, semangat dalam mengasah para tunas penerus bangsa.
ANALISIS STRUKTUR

1. ORIENTASI : Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu menegur bila
aku datang lebih awal dari guru lainnya.Seperti biasa, setelah kuparkirkan motor, aku
bergegas menuju mejaku di ruang guru. Menyiapkan segala materi yang nantinya akan
kuajarkan pada murid-muridku. Di tengah sunyi jajaran meja di ruang ini, sesekali
terdengar gerakan sapu lidi dari petugas kebersihan yang selalu berkeliling
koridor.Mataku tak hentinya menerawang tiap sudut ruangan. Semuanya tampak tak
asing lagi, walau aku baru seminggu jadi tenaga pengajar di sini. Jelas saja, tiga tahun
aku berseragam putih abu-abu dan menampung segala ilmu yang bermanfaat dari para
guru terdahulu di sekolah ini. Mungkin bila melihat jauh ke belakang, banyak orang
ikut andil membuatku sampai sejauh ini. Dari yang benar-benar mendorong sampai
yang hanya kebetulan ngoceh.
2. KOMPLIKASI : Kala itu tahun ajaran baru segera dimulai. Seluruh sekolah membuka jalur
pendaftaran bagi siswa yang akan melanjut. Termasuk kedua sekolah kejuruan yang letaknya
bersebelahan ini- yang salah satunya kini tempatku mengajar.Aku yang saat itu bimbang akan ke
mana, mencoba mendaftar di keduanya. Namun, begitu hari dimana nama-nama siswa yang
diterima terpampang, aku tak melihat namaku terselip di antara ratusan nama calon siswa
lainnya. Di kedua sekolah itu.Terpaksa aku harus mengikuti ujian tes yang jadwalnya
benbenturan. Aku bukan seperti siswa berada lainnya yang orangtuanya rela membayar berjuta-
juta agar anaknya dapat masuk di sekolah yang katanya favorit ini. Aku harus memilih. Hingga
pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin dengan
pilihanku.
3. EVALUASI : Sampai salah seorang dari orang tua murid yang anaknya juga ikut ujian tes
menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa jadi
mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya. “Memang
milih sendiri apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.” mencoba menghemat kata.
“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang berbadan
besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri membelakangi kami di
pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi
guru, ngajar di sini”
4. RESOLUSI : Seolah mata letihku terbelalak mendengar pernyataan bapak tadi. Tak menutup
kemungkinan aku dapat meraih cita-cita masa keciku itu. Apalagi kebahagian terbesar dari
seorang guru ialah dapat mengajar di tempat ia dulu belajar.Mendengar kata itu -ngajar- seolah
menjawab kegelisahanku. Iya, aku juga bisa meraih cita-citaku dari sini. Dengan langkah pasti,
aku pun berjalan menuju ruangan tempat ujian tes.Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah
aku lolos ujian tes itu dan mengawali takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas
kejuruan.Mungkin aku aku harus berterima kasih juga pada bapak itu karena membuatku yakin,
atau kepada seorang guru agama yang menceritakan filosofi sebatang pensil ketika aku berada
di kelas sebelas waktu itu.
5. KODA : “Sebatang pensil dapat menjadi tambang emas bagi mereka yang berfikir layaknya
emas. Coretan pensil itu akan menjadi sebuah karya bila digunakan oleh orang yang tepat, pada
dasarnya semua orang tepat. Tetapi hidup bukanlah bagaimana kita menemukan diri kita, namun
bagaimana kita menciptakan diri kita”“Pensil memiliki penghapus di salah satu ujungnya,
artinya setiap orang wajib salah pada salah satu perbuatan. Namun bagaimana ia dapat
menghapus lalu memperbaikinya, hingga sempurnalah karya itu.”“Pensil itu takkan bertahan
lama bila terus digunakan. Pensil itu akan habis. Tetapi ia sudah punya karya yang ia tinggalkan,
yang dapat diingat bila ia berkesan.”Dari ceritanya seolah mulai menciptakan alasanku memiliki
sebuah cita-cita itu, ia punya karya yang dapat ia wariskan.
ANALISIS UNSUR INSTRINSIK
1. Tema : pengalaman pribadi
2. Tokoh:
a) Tokoh utama( protagonis) : aku
b) Tokoh figuran : bapak, pak el, satpam
3. Penokohan:
a) Penggambaran melalui fisik tokoh : “Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan
telunjuk kanannya ke arah orang berbadan besar dengan asap yang mengaung dari ujung
cerutunya yang berdiri membelakangi kami di pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.
b) Reaksi tokoh lain : “Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di
sini”
c) Penggambaran melalui percakapan yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan oleh
tokoh lain : Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan
mengawali takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.
4. Alur : mundur
– Urutan alur mundur, pengenalan masalah, klimaks, peleraian penyelesaian masalah
dan pengenalan tokoh
5. Latar waktu: pagi
6. Latar tempat : sekolah, kelas, ruang guru
7. Sudut Pandang : orang pertama pelaku utama
ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK

1. Latar belakang masyarakat :


a) Kondisi Pendidikan : Dahulu, seorang guru pernah menyampaikan keresahan hati pada
murid-muridnya di depan kelas. Karena melihat muridnya seolah tak acuh dengan apa yang
dirinya ajarkan.“Gimana ya.. Sepuluh dua puluh tahun lagi, saat ibu udah banyak lupa,
siapalah yang masih ingat ilmu yang ibu ajarkan sekarang?”Pernyataan itu telah
membuatku terpacu mewariskan semangatnya, semangat para guru, semangat dalam
mengasah para tunas penerus bangsa.
2. Latar belakang penulis : Cerpen ini ditulis oleh seorang seorang yang bernama Rizki Pratama.
Dia adalah pengarang yang masih muda dan ada kemungkinan dia merupakan seorang pelajar
atau mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan. Dan ada kemungkinan dia seseorang yang
suka menulis cerpen, ini bisa dilihat dari komunitas yaitu (Komunitas Penulis Cerpen Indonesia,
Kumpulan Cerpen Karya Anak Bangsa).
3. Nilai - Nilai Yang Terkandung :
a) Nilai agama : jangan lupa berdoa dan berusaha disaat susah ataupun senang.
b) Nilai Sosial : jangan mudah menyerah dalam menggapai apa yang diinginkan.
c) Nilai Moral : jangan melupakan ilmu yang diajarkan oleh guru karena ilmu
sangat penting dalam kehidupan.
d) Nilai Budaya : jadilah seperti pensil, karena bila pensil sudah habis dia akan
meninggalkan karya yang dapat diingat atau berkesan bagi mereka.
KAIDAH KEBAHASAAN CERPEN
1. Memuat kata sifat yang mendeskripsikan pelaku seperti penampilan fisik juga kepribadian
tokoh yang diceritakan dalam cerpen :
a) Hingga pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin
dengan pilihanku.
b) Aku baru ingat, pagi ini aku punya janji untuk menceritakan sebuah kisah pada murid-
muridku, kisah yang dahulu juga pernah diceritakan oleh seorang guru pada kami di kelas
dua belas.
2. Memuat kata keterangan untuk mendeskripsikan latar waktu tempat dan suasana :
a) Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu menegur bila aku datang lebih
awal dari guru lainnya.
b) Di tengah sunyi jajaran meja di ruang ini, sesekali terdengar gerakan sapu lidi dari petugas
kebersihan yang selalu berkeliling koridor.
c) Kini, aku duduk di meja paling depan ruang kelas.
3. Bahasa yang digunakan tidak baku dan tidak formal : -
4. Menggunakan kalimat langsung dan juga tidak langsung untuk penulisan dalam percakapan di
dalam cerpen :
a) Kalimat langsung : “Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa
jadi mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya.“Memang
milih sendiri apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.” mencoba menghemat
kata.“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang
berbadan besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri membelakangi
kami di pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia
jadi guru, ngajar di sini”
b) Kalimat tidak langsung : Dahulu, seorang guru pernah menyampaikan keresahan hati pada
murid-muridnya di depan kelas.
5. Bisa menggunakan gaya bahasa yang bersifat konotasi:
a) Meraba sisa jejak yang tergerus oleh waktu.
b) Dari yang benar-benar mendorong sampai yang hanya kebetulan ngoceh.
6. Bisa menggunakan gaya bahasa Perbandingan, pertentangan, pertautan maupun perulangan :
a) Mataku tak hentinya menerawang tiap sudut ruangan.
b) Para siswa yang sejak tadi bertebaran di lapangan satu demi satu masuk ke dalam kelas.

Anda mungkin juga menyukai