Anda di halaman 1dari 26

CERITA PENDEK

NAMA KELOMPOK :
1. A L I Y YA H R A H M AWAT I ( 0 4 )
2. C LA R A P RI S I LL I A FAD E R S AI R
( 08 )
3. PUPUT PRIHANTINI ( 27 )
4. S E K A R N ATA S YA P R A M E S WA R I
( 31 )
5. S E P T I A M A L I A PA N G E S T I ( 3 2 )
6. Z U LVA A N A N D A S A F I T R I ( 3 6 )
PENGERTIAN CERPEN

Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa, yang


mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian,
peristiwa yang mengharukan dan menyenangkan, serta mengandung
pesan yang tidak mudah dilupakan.
CIRI-CIRI CERPEN
• Panjang karangan ± 3-10 halaman (kurang dari 10.000 kata ).
• Ceritanya singkat, pendek, padat, dan berarti dan lebih pendek daripada novel.
• Ceritanya fiktif dan rekaan.
• Penggunaan kata-katanya sangat ekonomis.
• Habis dibaca sekali duduk.
• Penokohannya sangat sederhana, singkat, dan tidak mendalam.
• Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari.
• Mengangkat masalah tunggal kehidupan pelaku.
• Tokoh-tokohnya mengalami konflik sampai pada penyelesaian.
• Penggunaan kata-katanya (khas) dan mudah dikenal masyarakat.
• Meninggalkan kesan mendalam dan efek terhadap perasaan pembaca.
• Menceritakan satu kejadian dari terjadinya perkembangan jiwa dan krisis.
• Beralur tunggal dan lurus.
KAIDAH KEBAHASAAN CERPEN
• Memuat kata sifat yang mendeskripsikan pelaku seperti penampilan fisik juga kepribadian tokoh
yang diceritakan dalam cerpen, seperti misalnya sosoknya tinggi atau perawakannya gagah,
rambutnya beruban dan sifat tokoh lainnya.
• Memuat kata keterangan untuk mendeskripsikan latar waktu tempat dan suasana, sebagai contoh
misalnya: di pagi hari yang cerah, di kebun bambu yang rimbun dengan dedaunan dan lain
sebagainya.
• Menggunakan kalimat langsung dan juga tidak langsung untuk penulisan dalam percakapan di
dalam cerpen
• Bisa menggunakan gaya bahasa yang bersifat konotasi seperti misalnya : pucuk langit,
memanggang bus, bajing loncat dan mulut terminal.
• Bahasa yang digunakan tidak baku dan tidak formal.
• Bisa menggunakan gaya bahasa Perbandingan, pertentangan, pertautan maupun perulangan.
STRUKTUR ISI DARI CERPEN
– ABSTRAK : ringkasan/inti cerita, dalam cerpen abstrak ini sifatnya opsional boleh di libatkan
atau tidak, tidak jadi masalah
– ORIENTASI : pengenalan latar cerita atau bagian pendahuluan dalam sebuah cerita, baik
pengenalan sifat tokoh tempat terjadinya peristiwa dalam cerita, maupun pengenalan suasana
dalam cerita.
– KOMPLIKASI : bagian yang memuat masalah konflik dalam cerita, masalah mulai timbul
karena sebab-akibat rangkaian peristiwa, kemudian sampai pada klimaks
– EVALUASI : penurunan masalah yaitu struktur konflik yang terjadi yang mengarah pada klimaks
mulai mendapatkan penyelesaian dari konflik tersebut.
– RESOLUSI : penyelesaian masalah yaitu struktur teks yang mengungkapkan solusi yang dialami
tokoh atau pelaku.
– KODA : pelajaran yang bisa dipetik dari cerita oleh si pembaca, koda ini sifatnya opsional boleh
dilibatkan atau pun tidak
UNSUR INTRINSIK CERPEN
1. Tema cerita : Tema biasanya dalam karya sastra berisfat mengikat dan merupakan Tema
merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya dalam
membuat suatu tulisan, Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang
bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.
2. Alur Cerita atau Plot : Plot atau alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun sebagai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Plot biasanya berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
3. Latar : latar ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa
orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Latar dalam cerpen adalah
keterangan mengenai ruang, waktu serta suasana terjadinya peristiwa-peristiwa didalam suatu
karya sastra.
4. Penokohan : Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan karakter
tokoh-tokoh dalam cerita. Sementara tokoh adalah orang/pelaku yang berperan
dalam cerita. Penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita,
bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan
pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
5. Sudut Pandang : Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya
terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang memandang ceritanya.
UNSUR EKTRINSIK CERPEN

1. Latar belakang masyarakat merupakan unsur yang mempengaruhi cerpen berupa faktor-faktor
di dalam lingkungan masyarakat dimana penulis berada sehingga berpengaruh terhadap penulis
itu sendiri.
2. Latar belakang penulis adalah faktor-faktor yang terdapat dari dalam diri pengarang itu sendiri
yang memotivasi atau mempengaruhi penulis dalam menulis sebuah cerpen.
3. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen
itu sendiri yang meliputi:
a) Nilai moral, Nilai moral adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita dan berkaitan
dengan akhlak atau etika yang berlaku di dalam masyarakat. Di dalam suatu cerpen, nilai
moral bisa menjadi suatu nilai yang baik maupun nilai yang buruk.
LANGKAH-LANGKAH MENULIS CERPEN

1. Observasi (pengamatan) dan menentukan tema, Melakukan observasi (pengamatan, penelitian,


mengungkap pengalaman) dapat memunculkan tema tertentu. Rumusan tema kadang-kadang
membutuhkan penjabaran melalui observasi. Jadi observasi dan tema bisa saling melengkapi.
Observasi dapat dilakukan dengan melihat suatu peristiwa, mendengar cerita orang lain, atau
pengalaman pribadi.
2. Menentukan latar , tokoh ,sudut pandang, dan konflik, Menentukan latar,tokoh,konflik dan sudut
pandang dalam cerpen yang akan ditulis berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan.
3. Menyusun peristiwa-peristiwa, Menyusun peristiwa-peristiwa yang akan diceritakan dalam
rangkaian alur yang dimainkan dalam latar tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut memuat konflik
yang dialami oleh tokoh dalam cerpen.
4. Memilih kata-kata, Mengembangkan peristiwa menjadi cerpen dengan pilihan kata yang menarik.
Pilihan kata yang digunakan dapat menggunakan kata-kata dari bahasa daerah, bahasa asing , dan
bahasa gaya remaja.
FILOSOFI SEBATANG PENSIL
Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu menegur bila aku datang lebih awal dari guru
lainnya.Seperti biasa, setelah kuparkirkan motor, aku bergegas menuju mejaku di ruang guru. Menyiapkan segala
materi yang nantinya akan kuajarkan pada murid-muridku. Di tengah sunyi jajaran meja di ruang ini, sesekali
terdengar gerakan sapu lidi dari petugas kebersihan yang selalu berkeliling koridor.
Mataku tak hentinya menerawang tiap sudut ruangan. Semuanya tampak tak asing lagi, walau aku baru seminggu
jadi tenaga pengajar di sini. Jelas saja, tiga tahun aku berseragam putih abu-abu dan menampung segala ilmu yang
bermanfaat dari para guru terdahulu di sekolah ini. Mungkin bila melihat jauh ke belakang, banyak orang ikut andil
membuatku sampai sejauh ini. Dari yang benar-benar mendorong sampai yang hanya kebetulan ngoceh.
Kala itu tahun ajaran baru segera dimulai. Seluruh sekolah membuka jalur pendaftaran bagi siswa yang akan
melanjut. Termasuk kedua sekolah kejuruan yang letaknya bersebelahan ini- yang salah satunya kini tempatku
mengajar.Aku yang saat itu bimbang akan ke mana, mencoba mendaftar di keduanya. Namun, begitu hari dimana
nama-nama siswa yang diterima terpampang, aku tak melihat namaku terselip di antara ratusan nama calon siswa
lainnya. Di kedua sekolah itu.Terpaksa aku harus mengikuti ujian tes yang jadwalnya benbenturan. Aku bukan seperti
siswa berada lainnya yang orangtuanya rela membayar berjuta-juta agar anaknya dapat masuk di sekolah yang katanya
favorit ini. Aku harus memilih. Hingga pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin
dengan pilihanku.
Sampai salah seorang dari orang tua murid – yang anaknya juga ikut ujian tes –
menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa
jadi mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya.
“Memang milih sendiri apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.”
mencoba menghemat kata.
“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang
berbadan besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri
membelakangi kami di pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM
sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di sini”
Seolah mata letihku terbelalak mendengar pernyataan bapak tadi. Tak menutup
kemungkinan aku dapat meraih cita-cita masa keciku itu. Apalagi kebahagian terbesar dari
seorang guru ialah dapat mengajar di tempat ia dulu belajar.Mendengar kata itu -ngajar-
seolah menjawab kegelisahanku. Iya, aku juga bisa meraih cita-citaku dari sini. Dengan
langkah pasti, aku pun berjalan menuju ruangan tempat ujian tes.
Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan mengawali
takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.Mungkin aku aku harus
berterima kasih juga pada bapak itu karena membuatku yakin, atau kepada seorang guru
agama yang menceritakan filosofi sebatang pensil ketika aku berada di kelas sebelas waktu
itu.
“Sebatang pensil dapat menjadi tambang emas bagi mereka yang berfikir layaknya
emas. Coretan pensil itu akan menjadi sebuah karya bila digunakan oleh orang yang tepat,
pada dasarnya semua orang tepat. Tetapi hidup bukanlah bagaimana kita menemukan diri
kita, namun bagaimana kita menciptakan diri kita”“Pensil memiliki penghapus di salah satu
ujungnya, artinya setiap orang wajib salah pada salah satu perbuatan. Namun bagaimana ia
dapat menghapus lalu memperbaikinya, hingga sempurnalah karya itu.”“Pensil itu takkan
bertahan lama bila terus digunakan. Pensil itu akan habis. Tetapi ia sudah punya karya yang
ia tinggalkan, yang dapat diingat bila ia berkesan.”Dari ceritanya seolah mulai menciptakan
alasanku memiliki sebuah cita-cita itu, ia punya karya yang dapat ia wariskan.
Bel masuk kelas berbunyi. Para siswa yang sejak tadi bertebaran di lapangan satu demi satu
masuk ke dalam kelas.Aku baru ingat, pagi ini aku punya janji untuk menceritakan sebuah kisah
pada murid-muridku, kisah yang dahulu juga pernah diceritakan oleh seorang guru pada kami di
kelas dua belas. Pesan moral yang kini juga akan kutanamkan pada anak didikku, ukhuwah.
Lekas ku beranjak dari ruang guru menuju kelas tempatku mengajar pagi ini. Menenteng
beberapa buku bahan materi, Langkahku perlahan melambat seolah menatap sekat demi sekat ruang
kelas dari koridor dimana dulu aku ada di dalamnya.Meraba sisa jejak yang tergerus oleh waktu.
Sekararang aku bukan lagi murid Introvert yang duduk di meja paling belakang.Kini, aku duduk di
meja paling depan ruang kelas. Dengan gelar istimewa yang melekat padaku, guru.
Dahulu, seorang guru pernah menyampaikan keresahan hati pada murid-muridnya di depan
kelas. Karena melihat muridnya seolah tak acuh dengan apa yang dirinya ajarkan.“Gimana ya..
Sepuluh dua puluh tahun lagi, saat ibu udah banyak lupa, siapalah yang masih ingat ilmu yang ibu
ajarkan sekarang?”Pernyataan itu telah membuatku terpacu mewariskan semangatnya, semangat
para guru, semangat dalam mengasah para tunas penerus bangsa.
SINOPSIS CERPEN FILOSOFI
SEBATANG PENSIL
Setiap pagi aku bergegas menuju mejaku diruang guru. Mataku tak hentinya menerawang
tiap sudut ruangan. Walau aku baru seminggu menjadi tenaga pengajar disini, aku masih ingat 3
tahun yang lalu. Dulu, aku melihat ratusan nama calon siswa yang diterima, namun nama ku tak
ada dalam ratusan nama calon siswa tersebut. Akhirnya aku mengikuti ujian tertulis. Saat itu ada
seorang bapak yang membuatku yakin tentang lulusnya ujian tertulis dan ia memperkenalkan
filosofi sebatang pensil. Bel pun berbunyi, lekas ku beranjak menuju kelas tempatku mengajar
pagi ini. Aku duduk di meja dan mengingat seorang guru yang menceritakan bahwa ilmu tidak
boleh dilupakan, karena ilmu sangat penting dalam kehidupan.
ANALISIS STRUKTUR

1. ORIENTASI : Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu
menegur bila aku datang lebih awal dari guru lainnya.Seperti biasa, setelah
kuparkirkan motor, aku bergegas menuju mejaku di ruang guru. Menyiapkan
segala materi yang nantinya akan kuajarkan pada murid-muridku. Di tengah
sunyi jajaran meja di ruang ini, sesekali terdengar gerakan sapu lidi dari
petugas kebersihan yang selalu berkeliling koridor.Mataku tak hentinya
menerawang tiap sudut ruangan. Semuanya tampak tak asing lagi, walau aku
baru seminggu jadi tenaga pengajar di sini. Jelas saja, tiga tahun aku
berseragam putih abu-abu dan menampung segala ilmu yang bermanfaat dari
para guru terdahulu di sekolah ini. Mungkin bila melihat jauh ke belakang,
banyak orang ikut andil membuatku sampai sejauh ini. Dari yang benar-benar
mendorong sampai yang hanya kebetulan ngoceh.
2. KOMPLIKASI : Kala itu tahun ajaran baru segera dimulai. Seluruh sekolah membuka jalur
pendaftaran bagi siswa yang akan melanjut. Termasuk kedua sekolah kejuruan yang letaknya
bersebelahan ini- yang salah satunya kini tempatku mengajar.Aku yang saat itu bimbang akan ke
mana, mencoba mendaftar di keduanya. Namun, begitu hari dimana nama-nama siswa yang
diterima terpampang, aku tak melihat namaku terselip di antara ratusan nama calon siswa
lainnya. Di kedua sekolah itu.Terpaksa aku harus mengikuti ujian tes yang jadwalnya
benbenturan. Aku bukan seperti siswa berada lainnya yang orangtuanya rela membayar berjuta-
juta agar anaknya dapat masuk di sekolah yang katanya favorit ini. Aku harus memilih. Hingga
pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin dengan
pilihanku.
3. EVALUASI : Sampai salah seorang dari orang tua murid yang anaknya juga ikut ujian tes
menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa jadi
mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya. “Memang
milih sendiri apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.” mencoba menghemat kata.
“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang berbadan
besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri membelakangi kami di
pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi
guru, ngajar di sini”
4. RESOLUSI : Seolah mata letihku terbelalak mendengar pernyataan bapak tadi. Tak menutup
kemungkinan aku dapat meraih cita-cita masa keciku itu. Apalagi kebahagian terbesar dari seorang guru
ialah dapat mengajar di tempat ia dulu belajar.Mendengar kata itu -ngajar- seolah menjawab
kegelisahanku. Iya, aku juga bisa meraih cita-citaku dari sini. Dengan langkah pasti, aku pun berjalan
menuju ruangan tempat ujian tes.Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan
mengawali takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.Mungkin aku aku harus
berterima kasih juga pada bapak itu karena membuatku yakin, atau kepada seorang guru agama yang
menceritakan filosofi sebatang pensil ketika aku berada di kelas sebelas waktu itu.
5. KODA : “Sebatang pensil dapat menjadi tambang emas bagi mereka yang berfikir layaknya emas. Coretan
pensil itu akan menjadi sebuah karya bila digunakan oleh orang yang tepat, pada dasarnya semua orang
tepat. Tetapi hidup bukanlah bagaimana kita menemukan diri kita, namun bagaimana kita menciptakan diri
kita”“Pensil memiliki penghapus di salah satu ujungnya, artinya setiap orang wajib salah pada salah satu
perbuatan. Namun bagaimana ia dapat menghapus lalu memperbaikinya, hingga sempurnalah karya
itu.”“Pensil itu takkan bertahan lama bila terus digunakan. Pensil itu akan habis. Tetapi ia sudah punya
karya yang ia tinggalkan, yang dapat diingat bila ia berkesan.”Dari ceritanya seolah mulai menciptakan
alasanku memiliki sebuah cita-cita itu, ia punya karya yang dapat ia wariskan.
ANALISIS UNSUR INSTRINSIK
1. Tema : pengalaman pribadi dan pendidikan.
2. Tokoh:
a) Tokoh utama( protagonis) : aku
b) Tokoh figuran : bapak, pak el, satpam
3. Penokohan:
a) Penggambaran melalui fisik tokoh : “Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk
kanannya ke arah orang berbadan besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang
berdiri membelakangi kami di pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.
b) Reaksi tokoh lain : “Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di sini”
c) Penggambaran melalui percakapan yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan oleh tokoh lain :
Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan mengawali takdirku sebagai
seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.
1. Aku
a) fisik : - dewasa (Semuanya tampak tak asing lagi, walau aku baru seminggu jadi
tenaga pengajar di sini)
b) Sifat : - religious (Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos
ujian tes itu)
- bertekad kuat (Tak menutup kemungkinan aku dapat meraih cita-cita
masa keciku itu
c) Sosial : - guru (aku duduk di meja paling depan ruang kelas. Dengan gelar
istimewa yang melekat padaku, guru)
2. Bapak (orang tua murid)
a) Fisik : laki-laki setengah baya (“Baguslah, bisa jadi mekanik kalo ada modal
dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik”)
b) Sifat : ramah dan mudah akrab (Sampai salah seorang dari orang tua murid –
yang anaknya juga ikut ujian tes – menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”)
c) Sosial : orang tua murid (Sampai salah seorang dari orang tua murid)
3. Pak El
a) Fisik : laki-laki, berbadan besar (“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya
menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang berbadan besar)
b) Sifat : pandai (dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di sini)
c) Sosial : guru (Pandai dia jadi guru)
4. Pak Satpam
a) Fisik : laki-laki setengah baya
b) Sifat : pekerja keras dan ramah (Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu
selalu menegur bila aku datang lebih awal dari guru lainnya)
c) Sosial : Satpam (Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu)
4. Alur : mundur
– Urutan alur mundur, pengenalan masalah, klimaks, peleraian penyelesaian masalah
dan pengenalan tokoh
5. Latar waktu: pagi
6. Latar tempat : sekolah, kelas, ruang guru
7. Sudut Pandang : orang pertama pelaku utama
ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK

1. Latar belakang masyarakat :


a) Kondisi Pendidikan : Dahulu, seorang guru pernah menyampaikan keresahan hati
pada murid-muridnya di depan kelas. Karena melihat muridnya seolah tak acuh
dengan apa yang dirinya ajarkan.“Gimana ya.. Sepuluh dua puluh tahun lagi, saat
ibu udah banyak lupa, siapalah yang masih ingat ilmu yang ibu ajarkan
sekarang?”Pernyataan itu telah membuatku terpacu mewariskan semangatnya,
semangat para guru, semangat dalam mengasah para tunas penerus bangsa.
2. Latar belakang penulis : Cerpen ini ditulis oleh seorang seorang yang bernama Rizki
Pratama. Dia adalah pengarang yang masih muda dan ada kemungkinan dia merupakan
seorang pelajar atau mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan. Dan ada
kemungkinan dia seseorang yang suka menulis cerpen, ini bisa dilihat dari komunitas
yaitu (Komunitas Penulis Cerpen Indonesia, Kumpulan Cerpen Karya Anak Bangsa).
3. Nilai - Nilai Yang Terkandung :
a) Nilai agama : jangan lupa berdoa dan berusaha disaat susah ataupun senang. Karena
do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan mengawali takdirku
sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.
b) Nilai Sosial : jangan mudah menyerah dan harus yakin dalam menggapai apa yang
diinginkan. Mungkin aku aku harus berterima kasih juga pada bapak itu karena
membuatku yakin, atau kepada seorang guru agama yang menceritakan filosofi sebatang
pensil ketika aku berada di kelas sebelas waktu itu.
c) Nilai Moral : jangan melupakan ilmu yang diajarkan oleh guru karena ilmu sangat
penting dalam kehidupan. Karena melihat muridnya seolah tak acuh dengan apa yang
dirinya ajarkan.“Gimana ya.. Sepuluh dua puluh tahun lagi, saat ibu udah banyak lupa,
siapalah yang masih ingat ilmu yang ibu ajarkan sekarang?”
d) Nilai Budaya : jadilah seperti pensil, karena bila pensil sudah habis dia akan
meninggalkan karya yang dapat diingat atau berkesan bagi mereka. Pensil itu akan habis.
Tetapi ia sudah punya karya yang ia tinggalkan, yang dapat diingat bila ia berkesan.”
KAIDAH KEBAHASAAN CERPEN
1. Memuat kata sifat yang mendeskripsikan pelaku seperti penampilan fisik juga kepribadian tokoh
yang diceritakan dalam cerpen :
a) Hingga pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin dengan
pilihanku.
b) Aku baru ingat, pagi ini aku punya janji untuk menceritakan sebuah kisah pada murid-muridku,
kisah yang dahulu juga pernah diceritakan oleh seorang guru pada kami di kelas dua belas.
2. Memuat kata keterangan untuk mendeskripsikan latar waktu tempat dan suasana :
a) Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu menegur bila aku datang lebih awal
dari guru lainnya.
b) Di tengah sunyi jajaran meja di ruang ini, sesekali terdengar gerakan sapu lidi dari petugas
kebersihan yang selalu berkeliling koridor.
c) Kini, aku duduk di meja paling depan ruang kelas.
3. Bahasa yang digunakan tidak baku dan tidak formal : -
4. Menggunakan kalimat langsung dan juga tidak langsung untuk penulisan dalam percakapan di dalam
cerpen :
a) Kalimat langsung : “Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa jadi
mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya.“Memang milih sendiri
apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.” mencoba menghemat kata.“Itu pak El itu
teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang berbadan besar dengan asap
yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri membelakangi kami di pojok sana.“Yang besar itu?”
tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di sini”
b) Kalimat tidak langsung : Dahulu, seorang guru pernah menyampaikan keresahan hati pada murid-
muridnya di depan kelas.
5. Bisa menggunakan gaya bahasa yang bersifat konotasi:
a) Meraba sisa jejak yang tergerus oleh waktu.
b) Dari yang benar-benar mendorong sampai yang hanya kebetulan ngoceh.
6. Bisa menggunakan gaya bahasa Perbandingan, pertentangan, pertautan maupun perulangan :
a) Mataku tak hentinya menerawang tiap sudut ruangan.
b) Para siswa yang sejak tadi bertebaran di lapangan satu demi satu masuk ke dalam kelas.

Anda mungkin juga menyukai