NAMA KELOMPOK :
1. A L I Y YA H R A H M AWAT I ( 0 4 )
2. C LA R A P RI S I LL I A FAD E R S AI R
( 08 )
3. PUPUT PRIHANTINI ( 27 )
4. S E K A R N ATA S YA P R A M E S WA R I
( 31 )
5. S E P T I A M A L I A PA N G E S T I ( 3 2 )
6. Z U LVA A N A N D A S A F I T R I ( 3 6 )
PENGERTIAN CERPEN
1. Latar belakang masyarakat merupakan unsur yang mempengaruhi cerpen berupa faktor-faktor
di dalam lingkungan masyarakat dimana penulis berada sehingga berpengaruh terhadap penulis
itu sendiri.
2. Latar belakang penulis adalah faktor-faktor yang terdapat dari dalam diri pengarang itu sendiri
yang memotivasi atau mempengaruhi penulis dalam menulis sebuah cerpen.
3. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen
itu sendiri yang meliputi:
a) Nilai moral, Nilai moral adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita dan berkaitan
dengan akhlak atau etika yang berlaku di dalam masyarakat. Di dalam suatu cerpen, nilai
moral bisa menjadi suatu nilai yang baik maupun nilai yang buruk.
LANGKAH-LANGKAH MENULIS CERPEN
1. ORIENTASI : Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu selalu
menegur bila aku datang lebih awal dari guru lainnya.Seperti biasa, setelah
kuparkirkan motor, aku bergegas menuju mejaku di ruang guru. Menyiapkan
segala materi yang nantinya akan kuajarkan pada murid-muridku. Di tengah
sunyi jajaran meja di ruang ini, sesekali terdengar gerakan sapu lidi dari
petugas kebersihan yang selalu berkeliling koridor.Mataku tak hentinya
menerawang tiap sudut ruangan. Semuanya tampak tak asing lagi, walau aku
baru seminggu jadi tenaga pengajar di sini. Jelas saja, tiga tahun aku
berseragam putih abu-abu dan menampung segala ilmu yang bermanfaat dari
para guru terdahulu di sekolah ini. Mungkin bila melihat jauh ke belakang,
banyak orang ikut andil membuatku sampai sejauh ini. Dari yang benar-benar
mendorong sampai yang hanya kebetulan ngoceh.
2. KOMPLIKASI : Kala itu tahun ajaran baru segera dimulai. Seluruh sekolah membuka jalur
pendaftaran bagi siswa yang akan melanjut. Termasuk kedua sekolah kejuruan yang letaknya
bersebelahan ini- yang salah satunya kini tempatku mengajar.Aku yang saat itu bimbang akan ke
mana, mencoba mendaftar di keduanya. Namun, begitu hari dimana nama-nama siswa yang
diterima terpampang, aku tak melihat namaku terselip di antara ratusan nama calon siswa
lainnya. Di kedua sekolah itu.Terpaksa aku harus mengikuti ujian tes yang jadwalnya
benbenturan. Aku bukan seperti siswa berada lainnya yang orangtuanya rela membayar berjuta-
juta agar anaknya dapat masuk di sekolah yang katanya favorit ini. Aku harus memilih. Hingga
pagi pada hari H dimana ujian itu sebantar lagi dimulai, aku masih belum yakin dengan
pilihanku.
3. EVALUASI : Sampai salah seorang dari orang tua murid yang anaknya juga ikut ujian tes
menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”“Otomotif, pak.” jawabku canggung“Baguslah, bisa jadi
mekanik kalo ada modal dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik.” celetuknya. “Memang
milih sendiri apa disuruh orangtua?” tanya bapak tadi.“Sendiri, pak.” mencoba menghemat kata.
“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang berbadan
besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang berdiri membelakangi kami di
pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.“Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi
guru, ngajar di sini”
4. RESOLUSI : Seolah mata letihku terbelalak mendengar pernyataan bapak tadi. Tak menutup
kemungkinan aku dapat meraih cita-cita masa keciku itu. Apalagi kebahagian terbesar dari seorang guru
ialah dapat mengajar di tempat ia dulu belajar.Mendengar kata itu -ngajar- seolah menjawab
kegelisahanku. Iya, aku juga bisa meraih cita-citaku dari sini. Dengan langkah pasti, aku pun berjalan
menuju ruangan tempat ujian tes.Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan
mengawali takdirku sebagai seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.Mungkin aku aku harus
berterima kasih juga pada bapak itu karena membuatku yakin, atau kepada seorang guru agama yang
menceritakan filosofi sebatang pensil ketika aku berada di kelas sebelas waktu itu.
5. KODA : “Sebatang pensil dapat menjadi tambang emas bagi mereka yang berfikir layaknya emas. Coretan
pensil itu akan menjadi sebuah karya bila digunakan oleh orang yang tepat, pada dasarnya semua orang
tepat. Tetapi hidup bukanlah bagaimana kita menemukan diri kita, namun bagaimana kita menciptakan diri
kita”“Pensil memiliki penghapus di salah satu ujungnya, artinya setiap orang wajib salah pada salah satu
perbuatan. Namun bagaimana ia dapat menghapus lalu memperbaikinya, hingga sempurnalah karya
itu.”“Pensil itu takkan bertahan lama bila terus digunakan. Pensil itu akan habis. Tetapi ia sudah punya
karya yang ia tinggalkan, yang dapat diingat bila ia berkesan.”Dari ceritanya seolah mulai menciptakan
alasanku memiliki sebuah cita-cita itu, ia punya karya yang dapat ia wariskan.
ANALISIS UNSUR INSTRINSIK
1. Tema : pengalaman pribadi dan pendidikan.
2. Tokoh:
a) Tokoh utama( protagonis) : aku
b) Tokoh figuran : bapak, pak el, satpam
3. Penokohan:
a) Penggambaran melalui fisik tokoh : “Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya menyasarkan telunjuk
kanannya ke arah orang berbadan besar dengan asap yang mengaung dari ujung cerutunya yang
berdiri membelakangi kami di pojok sana.“Yang besar itu?” tanyaku.
b) Reaksi tokoh lain : “Iya, dulu dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di sini”
c) Penggambaran melalui percakapan yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan oleh tokoh lain :
Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos ujian tes itu dan mengawali takdirku sebagai
seorang pelajar tingkat menengah atas kejuruan.
1. Aku
a) fisik : - dewasa (Semuanya tampak tak asing lagi, walau aku baru seminggu jadi
tenaga pengajar di sini)
b) Sifat : - religious (Karena do’a dan tekad besarku, alhamdulillah aku lolos
ujian tes itu)
- bertekad kuat (Tak menutup kemungkinan aku dapat meraih cita-cita
masa keciku itu
c) Sosial : - guru (aku duduk di meja paling depan ruang kelas. Dengan gelar
istimewa yang melekat padaku, guru)
2. Bapak (orang tua murid)
a) Fisik : laki-laki setengah baya (“Baguslah, bisa jadi mekanik kalo ada modal
dah bisa buka sendiri. Anak bapak Listrik”)
b) Sifat : ramah dan mudah akrab (Sampai salah seorang dari orang tua murid –
yang anaknya juga ikut ujian tes – menegurku.“Milih jurusan apa, dek?”)
c) Sosial : orang tua murid (Sampai salah seorang dari orang tua murid)
3. Pak El
a) Fisik : laki-laki, berbadan besar (“Itu pak El itu teman bapak itu.” seraya
menyasarkan telunjuk kanannya ke arah orang berbadan besar)
b) Sifat : pandai (dia alumni STM sininya itu. Pandai dia jadi guru, ngajar di sini)
c) Sosial : guru (Pandai dia jadi guru)
4. Pak Satpam
a) Fisik : laki-laki setengah baya
b) Sifat : pekerja keras dan ramah (Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu
selalu menegur bila aku datang lebih awal dari guru lainnya)
c) Sosial : Satpam (Hampir tiap pagi satpam depan gerbang sekolah itu)
4. Alur : mundur
– Urutan alur mundur, pengenalan masalah, klimaks, peleraian penyelesaian masalah
dan pengenalan tokoh
5. Latar waktu: pagi
6. Latar tempat : sekolah, kelas, ruang guru
7. Sudut Pandang : orang pertama pelaku utama
ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK