Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Fikri

Kelas : XI IPA 1

Guru pendamping : Nur Aida, M. Pd

Jucul cerpen : Anak Pesantren

Anak pesantren
"BRUK...." "Ahhh.....", Teriakan dari temanku yang meringis kesakitan

"Ahh....cupu kali kau mainnya". Mendengar hal itu aku pun merasa marah dan
menghampirinya, "WOYY...apa maksud kau itu", ucapku dengan nada emosi.

Yaa.... Itu hanya sedikit kisah masa kecilku saat bermain bola, sekarang bukan kisah ku
bermain bola yang ingin ku ceritakan tapi tentang.... Ahh sudahlah kau baca sajalah
kisah ku ini. Ohh yaa.. aku ini anak satu satunya di keluarga ini, seorang laki-laki. Kisah
dimulai saat aku telah menginjak kelas 3 SMP, yang kebingungan setelah lulus nanti
mau lanjut kesekolah mana aku. Yaudah kita mulai aja.

"Bima Mulya lubis,, kau itu jangan cuma main aja, cobaklah kau itu belajar sana"
ucap Mamak ku sambil memasak, "Betul itu, mainpun tak pula kau jago" "ahh bapak
pun samalah sama mamak". Dilanjutkan oleh tawa ibu dan bapak ku.

"PAK, aku izin main keluar ya pak"

"Mau kemana pulak kau itu, sudahlah main terus belajarlah sana belajar"

"Tau mau aku pak sudah banyak kali aku belajar"

"Ya sudahlah pigi lah kau main sana"

"Ehhh... Mau kemana kau itu?" Sahut mamak ku

"MAINNN..." jawab ku yang sudah berlari menjauh dari rumah.

Saat di jalan pikiranku terus terganggu soal mau kemana aku setelah lulus smp, masuk
ke sma mana aku nanti. Hal itu terus membenaki pikiranku. Apalagi bapak yang ingin
aku masuk ke pesantren. Ahhh tak taulah aku mending sekarang aku main.

"Assalamualaikum" teriak ku memanggil teman ku dari depan rumahnya

"Assalamualaikum,, putra...."

"Oii..." Teriaknya dari dalam membalas panggilan ku


"Lagi ngapain kau?" Tanyaku

"Cuma nonton aku" jawabnya dengan lesu mengantuk

Kami berbincang bincang disana, banyak kali aku curhat dengan dia, tapi ahh.... Tak da
yang masuk ke aku saran saran dia itu. Tak lama kemudian aku memutuskan pulang
kerumah karna hari juga sudah semakin sore.

Sesampainya dirumah aku langsung masuk ke kamar tanpa mengucapkan sepatah


katapun kepada orang tuaku, aku hanya berdiam diri di kamar hingga azan Maghrib
berkumandang dan orangtuaku mengajak untuk solat bareng.

Setelah selesai solat bapakku pakek tanya pula. "Sekarang kau itu sudah mau tamat jadi,
sudah ada belum SMA tujuan kau?, Jangan pula kau Samapi tak sekolah" Tanya bapak
ku dengan nada lemah lembut. "Tak tau akulah pak" jawabku dengan nada
kebingungan. "Bapak sama ibuk ingin memasukkan kau ke pesantren, mau kau kan?".
"Iss tak mau akulah, lagian mau bayar pakai apa aku masuk ke pesantren, butuh banyak
duit lah pak". Dengan santainya bapakku menjawab "jangan lah kau pikirkan soal uang,
yang penting kau itu bisa masuk pesantren". Dengan sedikit emosi aku memilih masuk
ke kamar meninggalkan kedua orang tuaku. Yaa.. pada saat itu hatiku sangat marah
kepada kedua orang tua ku karna terlalu memaksa. Jadi aku putuskan untuk tidur
sajalah.

Paginya saat ingin makan bersama, orangtuaku kembali menyinggung soal pesantren
itu.

"Jadi gimana mau kan kau masuk pesantren?", Tanya mamakku sambil melihatku.
Dengan sedikit kesal kujawab lah pertanyaan mamakku itu, "gak mau aku Mak!, Aku
ingin masuk ke sekolah biasa macam kawan kawan aku itu!!",

Mendengar bentakan itu membuat mamakku sedikit terkejut, dan membuat semua orang
terdiam. Dari hari itu aku yang sekarang sudah berbeda menjadi seorang yang emosian,
tak jarang aku membentak kedua orang tua ku, bahkan kewajiban ku sama Allah pun
sudah banyak aku abaikan solat pun bolong bolong. Tak tau lagi aku, saat itu sudah
kacau pikiranku.

Hari hari ku dengan orang tua ku cuma perdebatan kami soal pesantren itu saja tak ada
yang lain. Semakin hari mereka orang tua ku semakin saja memaksa.

"Nak.. kami ingin kau masuk pesantren bukan untuk membuat kau tertekan, kami
ingin kau itu tetap menjaga hapalanmu. Sekarang bapak tengok kau itu dah jarang
pegang Al Qur'an dah jarang baca baca Al-Qur'an", ucap bapakku dengan nada sedikit
sedih.

"Pak...!!"aku berteriak dengan sedikit kesal "Bukan buat aku tertekan?, Aku jadi
makin tertekan pak, aku tak ada lah niatan mau masuk pesantren."
pembicaraan kami terus berlanjut hingga aku memutuskan untuk pergi menenangkan
diri di kamar. Pada saat itu mamakku cuma nonton saja dengan sedikit sedih campur
kecewa kepada anaknya ini. Ya. Aku pun kalau di posisi mamakku pasti kecewa.

Setelah berjalannya waktu semua itu hanya sia-sia, karena pada akhirnya aku pun tetap
di masukkan ke pesantren oleh kedua orang tua ku.

Sekarang adalah hari pertama ku masuk ke pesantren, disana itu aku mendapat kamar
bersama-sama denga 2 orang lainnya, jadinya kami bertiga dalam satu kamar. Kesan
pertama ku terhadap lingkungan Disana cukup baik, bersih, dan terlihat aman tentram.

"Perkenalkan..namaku Dayat, aku udah dari kecil mau masuk ke pesantren sini" ucap
salah seorang teman satu kamarku.

"Aku!!!, Rifki Seorang anak petani yang bercita-cita menjadi seorang ustadz disini".
Sahut seorang temanku yang juga ingin memperkenalkan dirinya.

Ahh..masa bodohlah aku sama mereka, jadi kutinggalkan saja mereka pergilah
berkeliling sendiri. Saat ini aku benar benar merasa kecewa kepada orang tua ku.

Hari pertama, hari kedua, hari ketiga sudah berlalu. Aku benar-benar sudah tak betah
tinggal disini semuanya benar-benar terbatas. Makan dikasih dikit, hp tak boleh pegang,
dan aturannya itu sangat ketat. Rasa ingin balik sendiri aku kerumah, tak tahan lagi aku
disini.

"Heiii... Ayoklah kita ke masjid, sudah waktunya solat Maghrib ini" ucap Rifki
kepadaku yang sedang enak tidur. "Iyaa.. ayok cepat, nanti ustadz bisa marah Lo"
sambung temanku yang satunya lagi. Akhirnya bangunlah aku ikut solat bareng mereka
semua.

Hari demi hari kulewati, aasiikk... Tak canda canda. Hari demi hari kulalui, sudah
banyak kali hukuman yang kujalani karna sering bolos jam pelajaran, tak jarang pula
teman teman kuniti terseret karna tak bisa menjaga ku dengan baik sebagai teman
sekamar.

Banyak waktu sudah kulalui dengan teman teman baruku itu, mereka berdua cukup
membuat rasa tak nyaman aku itu berkurang perlahan-lahan. Dengan tulusnya mereka
tetap sabar untuk mengahadapi ku yang pemalas ini, tetap setia bersamaku. Lama
kelamaan rasa tak nyaman, tak betah itu berubah dengan Dengan sendirinya. .

Tak sangka aku bisa melalui hari hari berat itu, saat pertama kali ku injakan kaki di
pesantren ini, aku merasa sangat marah kecewa kepada kedua orangtuaku, karena aku
merasa kalau ini bukan jalanku, tapi aku ingat ingat satu hal sejak kecil bapak sering
berpesan seperti ini kepadaku "kita hidup di dunia ini itu harus benar benar melakukan
segala sesuatu itu dengan ikhlas, dengan ikhlas percayalah seberat apapun masalah yang
kita hadapi akan di lapang dada kita oleh Allah SWT.". Sekarang rasa kekecewaan yang
sangat besar kepada kedua orangtuaku telah berubah menjadi rasa syukur yang besar,
syukur bisa di sekolahkan di sekolah Islam (pesantren), syukur bisa bertemu teman
teman baikku yang Sekarang. Terima kasih untuk Bapak dan Mamak.

Anda mungkin juga menyukai