Anda di halaman 1dari 104

BLACK DEATH

PROJECT
Sebuah Rencana Pemusnahan Manusia

NUR AFIFAH
BLACK DEATH PROJECT
Sebuah Rencana Pemusnahan Manusia

Penulis:

Nur’Afifa

Editor: Nur’Afifa
Penata Letak: Nur’Afifa
Desain Sampul: Ahmad Hasib Satiri

100 halaman
14x20 cm
Cetakan Desember 2022

Jl. Panjaungan
Bogor – Jawa Barat

2
PRAKATA

Assalamua’laikum Wr. Wb
Alhamdulillah atas segala kesempatan menuliskan ide
pada cerita ini. Jutaan syukur saya ucapkan atas kenikmatan
sehat yang diberikan Allah SWT hingga kisah Black Death
Project dapat diselesaikan dalam tempo sesingkat-singkatnya,
yakni sebulan penuh dengan metode one day one part.
Terimakasih pada semua yang telah mendukung tiap
jerih payah dalam menulis. Terima kasih pula pada Ibu Yani
Nurul Hikmah S. Pd selaku guru membimbing dalam
pembuatan novel ini.
Dan terima kasih banyak kepada semua yang tidak bisa
saya sebutkan satu per satu namanya, yang selalu mendukung
dan memberikan masukan selama ini.

Wassalamua’laikum Wr. Wb

Salam cinta dari aku

Nur’Afifa

3
4
DAFTAR ISI

Memulai Pagi Dengan ................... 7


Cara Yang Paling
Menyebalkan

Limited Rendezvous ................... 21

The Old Man Called ................... 35


Black

The Beginning ................... 49

Super Ritalin ................... 61

Thiking and Fighting ................... 71

Ilmu Pengetahuan, ................... 89


Data dan Informasi

5
6
BAB 1
Memulai Pagi dengan
Cara Paling Menyebalkan

T elepon hotel berdering nyaring tepat di sampingku.


Argh, menyebalkan sekali. Baru saja aku terlelap
sudah ada gangguan. Siapa pula yang menelpon malam-
malam begini?

Aku susah payah bangkit, membuka kelopak mata,


kemudian menyentuh layar di punggung lengan, ternyata
menunjukkan angka delapan.

Kepalaku sangat pusing. Sungguh, aku belum merasa


tidur. Tubuh masih sangat lemas. Kelopak mata sangat berat,
seolah-olah ada bandul yang menggantung.

Aku ragu dengan petunjuk waktu di lengan ini,


kemudian mengecek kembali untuk memastikan. Ternyata
tulisan di layar menunjukkan AM. Apa tidak salah ini sudah
pagi?

7
Aku mencoba mengingat, kemarin malam baru saja
bersenang-senang. Sampai di sini, paling tidak dini hari,
samar-samar aku ingat juga ada seorang pelacur
mengantarkanku.

“Buka tirai!” perintahku kepada digital room


assistant. Tirai pun terbuka, sinar matahari masuk sempurna
menyilaukan mata.

“Tutup.” Tirai otomatis kembali ke posisi semula.


Melihat matahari membuat kepalaku semakin pusing.

Akhirnya, aku sadar dan yakin bahwa ini sudah pagi.


Aku bersungut-sungut mengangkat telepon hotel tidak
pernah diganti? Ayolah, ini sudah 2055, masih saja
mempertahankan hal yang membosankan. Jika alasannya
hanya untuk menjaga suasana agar terkesan klasik, sungguh
nada dering bukanlah pilihan yang tepat.

“Selamat pagi, Tuan Charles. Semoga anda sudah


sarapan. Saya petugas penerima tamu. Anda kedatangan
seseorang. Ia menyebut dirinya sahabat Anda, tetapi tak ingin
menyebutkan nama.” Suara wanita di gagang telepon itu

8
lembut, jernih, dan padat. Ia berbicara cukup tepat. Ah, iya,
mereka memang dilatih seperti itu agar tidak menghabiskan
waktu pengguna kamar.

Aku tidak ingin diganggu hari ini. Jika tidak penting,


lebih baik tamu itu menyingkir. Mengganggu saja. Aku ingin
melanjutkan tidur, masih sempat beberapa menit sebelum
menghadiri pertemuan jam sepuluh.

Sisa-sisa euforia tadi malam masih bisa aku rasakan.


Kepingan-kepingan ingatan mulai menyatu. Aku menikmati
party, menang judi, dan mendapatkan wiski terbaik. Lalu,
ditutup dengan pelacur cantik. Akan tetapi, aku lupa sensasi
bermain dengan nya. Apa aku mengabaikan begitu saja?
Argh, semakin hari aku semakin pelupa. Apa pun itu, sungguh
malam yang sangat bangsat untuk profesor seperti ku.

Apabila ada cerca dan caci maki, aku tak ambil peduli.
Memangnya pejabat saja yang bisa seperti ini? Aku hanya
mengikuti sistem kerja semesta, bahwa semua bisa
direkayasa.

9
“Bagaimana ciri-cirinya?” tanyaku dengan suara
serak dan nada yang sangat malas. Jika ia punya kepentingan
khusus, pasti menyebutkan nama, paling orang-orang NGO
yang ingin memeras. Menggangu saja.

“Memakai kaus merah dan jaket jeans biru, senada


dengan celana. Oh iya, ada earphone di kupingnya, Tuan.”

Astaga. Kenapa tidak satu pun ciri-ciri fisik yang ia


sampaikan? Siapa saja bisa memakai kaus merah, jaket jeans,
dan memasang earphone, kan?

“Wajahnya, bagaimana wajahnya?” tanyaku masih


dengan nada yang sama.

“Wajahnya, wajah orang baik, Tuan.”

Aku mulai kesal. Orang ini sungguh keterlaluan


bodohnya. “Ya ampun, kenapa hotel bonafit
memperkerjakan orang sepertimu?” Nada suaraku
meninggi. “Deskripsikan lebih jelas! Detail. Ciri fisik khusus,
misalnya tinggi badan, atau bentuk hidung. Jangan pelihara
kebodohan!” Aku membentak kasar. Nada suara hampir
maksimal.

10
Penerima tamu ini sungguh menjengkelkan.
Bagaimana bisa ia menyebutkan ciri-ciri seseorang dengan
wajah orang baik? Para kolegaku: ketua partai, gubernur,
bahkan menteri juga disebut-sebut punya wajah baik.
Padahal, kelakuan mereka melebihi seorang bangsat.
Bagaimana bisa para penjahat punya wajah baik? Tentu itu
bukan kebetulan.

Aku jadi teringat apa yang disampaikan asistenku


yang paling cerdas, bahwa semua bisa direkayasa. Kelakuan
itu tentang bagaimana otak bekerja dan menghasilkan
tindakan baik atau buruk. Tidak ada yang namanya kehendak
bebas, tidak ada humanisme. Kinerja otak dipengaruhi
algoritma kode genetik dan reaksi biokimia.

“wajahnya tirus, alisnya tebal, Tinggi sekitar seratus


tujuh puluh senti. Jenggot tipis menempel di dagu.”

Aku semakin kesal dengan orang ini. Bodoh sekali.


Aku tak mampu lagi menahan emosi walaupun sebenarnya
tidak perlu marah-marah seperti ini. Namun, sepertinya ia
butuh diberi pelajaran.

11
“Jenggot sudah pasti di dagu, goblok!” Nada suaraku
semakin meninggi, bahkan maskimal. Keadaan hening
beberapa saat.

Tentu ini akan menarik perhatian sekitar. Bingkai


lukisan terkenal yang terletak di tengah kamar hotel seolah-
olah memandangku. Tempat tidur king size dengan kualitas
nomor satu yang aku duduki ini, seperti mengatakan, tidak
perlu marah-marah, Sobat. Layar televisi setipis buku
majalah yang tidak pernah aku tonton, ikut takut dengan
kehadiran diriku.

Tak lama kemudian, ia berkata, “Maaf, Tuan.”

“Usir dia, aku tidak ingin menerima tamu hari ini!”


Aku mencerna kembali kalimat barusan. Sepertinya sudah
jelas.

Kemudian, aku menghampiri panggilan dengan


kalimat terakhir. “By the way, aku suka suaramu, semoga kita
bisa bertemu nanti.” Satu kalimat dari seorang bangsat
tentunya dengan nada suara yang jauh lebih rendah dan
sedikit menggoda.

12
Aku mencoba menerka kondisi perasaan wanita itu.
Setelah melewati musim salju dengan dingin mencekam dan
badai –badai mengerikan, ia pasti berbunga-bunga. Feeling
seorang bangsat sepertiku tidak akan pernah meleset.

***

Aku berusaha membuat pagiku lebih bahagia. Paling


tidak, biarkan aku mengawali hari seperti orang-orang
normal, tidak dengan marah-marah begini. Baiklah, aku
bangkit dari tempat tidur, berjalan terhuyung-huyung ke
kamar mandi, menatap cermin, memperhatikan wajah yang
amat kacau, cek bau mulut juga ketiak, dan hal-hal yang
sebenarnya tak penting aku jelaskan.

Kemudian, aku menghidupkan keran air di wastafel.


Emosi kembali meninggi. Tak setetes pun mengalir sesuatu
dari sana. Sialan! Kenapa air mati di saat seperti ini? Aku
berteriak kesal, melempar beberapa barang yang ada.

13
Bagaimana mungkin aku berangkat meeting, sedangkan tak
setetes pun air dari mulut keran?

Hah, sudahlah! Tak ada gunanya mengumpat di sini.


Tak akan ada yang mendengar.

Aku tak kehabisan cara, tak akan ku biarkan hariku


rusak. Sebotol air dalam rutinitas di kemasan sudah ku
gunakan untuk berkumur-kumur, lalu menyikat gigi,
membasuh wajah, dan mengakhiri rutinitas kamar mandi.

Baiklah, tidak masalah. Mari kita ambil hal positif. Aku


jadi punya alasan untuk bertemu wanita di telepon tadi dan
menunjukkan pesona seorang profesor.

Oke. Aku jadwalkan pergi ke lobi setelah meeting


nanti. Jika wajah dan tubuh wanita itu ideal, akan kuajak
makan malam.

Ponsel yang terletak di nakas berdering keras. Seperti


biasa, pasti wanita gila yang menelpon. Membosankan!

“Selamat pagi, Sayang.” Suara familier terdengar.


Setiap pagi, ia menjadi orang pertama yang selalu
mengucapkan kata-kata cinta. Namun, sebenarnya aku
14
sudah sangat muak dengannya. Jika saja ia tak mengancam
bunuh diri saat diminta tak menghubungi lagi, mungkin tak
akan begini jadinya, mungkin sudah aku blokir. Namun, pada
akhirnya, aku harus mengangkat telepon dari wanita gila
setiap hari.

“Iya.” Aku menjawab sekenanya.

“Sudah sarapan? Eh, aku ingin lihat wajah tampan


penyemangat ku.”

Permintaan hologram call muncul dilayar, aku pun


terpaksa menerimanya. Tak lama setelah aku meletakkan
ponsel di meja, wanita gila itu sudah berada di depan ku,
berbentuk hologram tentunya.

“Haduh, makin hari makin tampan aja sih kamu.”

“Iya.” Aku masih menjawab sekenanya sambil


melakukan beberapa hal. Aku berjalan menuju koper,
menyiapkan pakaian untuk digunakan meeting nanti.

“Kamu lagi ngapain, sih, Sayang? Aku kangen, loh.”

“Aku enggak, tuh.”

15
“Charles, Charles. Kau selalu saja begitu. Kamu seperti
hujan yang melupakan awan.” Ia selalu saja berbicara dengan
metafora-metafora. Aku tidak mengerti dan tidak akan ambil
peduli.

“Senyum dong, Sayang.” Wanita ini memasang wajah


menggoda.

Sebenarnya, ia memiliki wajah ideal serta kulit putih


terawat tanpa setitik noda. Ditambah lagi rambut ikal
berwarna merah menyala, aku suka. Namun, sikapnya
kadang memuakkan.

Seperti biasa, jika permintaan senyum datang, maka


aku akan menarik paksa kedua ujung bibirku dan
menghasilkan wajah menjengkelkan. Namun, justru
membuat ia tertawa. Orang ini sungguh aneh.

“Sepertinya kamu sibuk banget, ya. Tak akan pernah


berhenti untuk sibuk dan sikapmu selalu saja begini. Tapi, aku
tidak akan berhenti mencintaimu, Sayang.”

16
“Ya, terserah.” Aku menjawab masih dengan cara
yang sama. Lebih baik menghemat kata. Dengan begitu, hal
membosankan ini akan berlangsung lebih cepat.

Wajahnya akan berubah cemberut, kemudian


mengakhiri hologram call dengan penuh kesal.

Tak lama setelah mengakhiri panggilan wanita gila


itu, ponselku kembali berdering.

“Pagi, Boss.”

“Ya.”

“Kita banyak mendapat komplain hari ini.”

“Detail.”

“Beberapa ada yang mengeluh sakit kepala. Merasa


pusing dan mual. Ada yang kesulitan berjalan, dan merasa
tidak seimbang.”

“Bawa mereka ke rumah sakit, gunakan dana taktis!”

“Baik. Lalu, bagaimana dengan wartawan?”

“Bukankah mereka sudah kita bayar?”

17
“Mereka kembali mengancam akan membeberkan hal
ini, Boss.”

“Sialan! Bungkam lagi mereka. Gunakan kembali dana


taktis.”

“Baik.”

Argh, ada saja masalah. Akan tetapi, bukankah bisnis


memang seperti itu?

Perusahaan makanan instan yang aku bangun susah


payah itu sudah cukup menghasilkan banyak keuntungan.
Jika pun harus bangkrut, tidak masalah. Aku masih punya
banyak kolega untuk diajak kerja sama.

***

Empat puluh lima menit menjelang pertemuan,


celana hitam, kemeja putih, jas hitam, dan dasi merah
seharga mobil sudah terpasang sempurna. Cermin
menunjukkan bahwa aku tampak sangat tampan dan

18
matang. Walau ada beberapa helai rambut putih di kepala,
ini tak mengurangi pesona seorang profesor.

Ah, iya, aku belum sarapan. Tak akan sempat bila


harus turun hanya untuk sarapan, sedangkan waktu meeting
sebentar lagi. Aku melangkah menuju sudut ruangan. Di
sana, ada layar sentuh khusus untuk memesan makanan. Aku
lebih memilih tiga telur rebus ditambah sedikit mayones
daripada sepotong roti sebab tubuh tidak butuh karbohidrat
terlalu banyak. Nutrisi telur rebus lebih lengkap dan tentu
saja lebih praktis. Lagian roti mengandung gula sintesis.
Selain membuat gendut, juga akan membuat otak malas
bekerja.

Selanjutnya, layar menampilkan barcode yang harus


aku pindai dengan dompet digital di lengan. Aku pun
mengarahkan punggung tangan ke layar. Pembayaran
berhasil, sarapan berhasil dipesan.

Muncul suara dari layar tersebut.”Pesanan akan tiba


lima menit lagi. Terima kasih.”

Oke, tidak masalah.

19
Aku kembali melanjutkan aktifitas, mengoles minyak
di sepanjang rahang hingga dagu, tampaknya perlu dicukur
kembali. Sepertinya aku harus jadwalkan pergi ke
Barbershop.

Bunyi bip terdengar. Warna hijau menyala di sebuah


kotak yang menyatu dengan dinding. Langsung saja aku
buka. Tiga telur rebus lengkap dengan jus jambu biji telah
terhidang sempurna. Tak perlu menunggu lama, aku menarik
kursi dan langsung menyantap menu sarapan.

Aku masih menunggu asistenku yang paling cerdas


memberikan kalimat-kalimat memukau untuk disampaikan
saat meeting nanti. Namun, kenapa ia belum menghubungi?

Masih ada waktu lebih dari tiga puluh menit


menjelang pembahasan Black Death Project. Pertumbuhan
manusia yang tak terkendali, memang sudah harus
dikurangi.

***

20
BAB 2
Limited Rendezvous

S egelas jus jambu biji telah habis aku teguk.


Setidaknya, usus butuh sepuluh menit untuk
memproses dan menyerap vitamin. Setelah itu, aku akan
mengonsumsi telur. Tidak akan aku biarkan buah tercampur
dengan telur karena protein yang diserap tubuh dapat
berkurang. Vitamin D untuk metabolisme dan imunitas. Sinar
matahari akan mengubah provitamin D menjadi vitamin D.

“Open the curtain!” perintahku kepada room


assistant.

Tirai pun terbuka perlahan. Tak lupa, aku memakai


kacamata hitam yang tersedia di sini. Sinar matahari masuk
sempurna menembus kaca tebal. Las Vegas sangat indah hari
ini, terang dan gembira. Tampak lalu-lalang orang bekerja :
ada pengantar pizza, taksi mencari penumpang, dan truk
dengan tangki air yang tidak ada air hari ini. Mungkin ada
kerusakan pipa.

21
Beberapa gedung tampak seperti singa tidur, lalu
menjadi ganas ketika malam hari. Mataku tertuju ke pantai
yang berada di ujung sana. Mengingat kulitku mulai pucat
dan kondisi otak yang sudah penat, ada baiknya aku
menjadwalkan diri untuk berjemur di sana dan bertemu
dengan wanita-wanita berkulit eksotis.

Aku masih menikmati panas yang mulai menjalar ke


wajah dan kepala. Sinar matahari tak hanya menghasilkan
vitamin D untuk tubuh, tetapi juga memengaruhi kinerja
sistem elektrokimiawi pada neuron, sehingga memunculkan
mood yang baik. Aku sangat peduli pada sesuatu yang masuk
ke tubuh, tak akan membiarkan makanan-makanan sintesis
merusak kinerja otak walau sebenarnya perusahaanku
memproduksi jutaan makanan instan setiap harinya, dan itu
laku keras. Well, it’s all about bussiness.

Aku jadi teringat saat belajar kepada pemilik


perusahaan rokok, tak satu pun dari mereka pernah
menghisap satu batang penuh racun itu. Namun, orang-
orang menyukainya dan berkata, “Aku lebih percaya diri dan
menjadi pintar setelah merokok.”

22
Kini, aku menciptakan makanan instan dengan
beberapa kandungan zat kimia yang memengaruhi kinerja
otak untuk menghasilkan candu. Salah satu komposisi
produk tersebut adalah bagian dari tubuh manusia, murah,
mudah, apalagi saat pandemi beberapa belas tahun silam.
Orang-orang pun mengatakan, “Aku tertawa. Ya, aku
memang bangsat, sama seperti orang-orang yang dianggap
pemimpin di suatu negara.

Aku benci musim dingin. Tidak salah mereka memilih


Las Vegas sebagai tempat pertemuan penting kali ini. Saat
belahan dunia lain musim dingin, Las Vegas menyambut
dengan matahari dan hiburan terbaik.

Ponsel berdering dengan nada yang khas dan


bergaya, bukan seperti nada dering telepon hotel yang
membosankan. Itu pasti orang yang aku tunggu-tunggu.

“Profesor!”Suara khas wanita kecilku.

“Ya. Kenapa begitu lama?”

“Maaf, Profesor. Ada hal lain yang harus kukerjakan.”


Suaranya terdengar memelas.

23
Baiklah, tidak masalah.

“Oke. Jika kau bukan mahasiswaku yang paling


cerdas, pasti aku sudah marah-marah. Beruntung kau punya
otak lebih genius dariku. Aku maafkan. Mana datanya?”

Sebenarnya, pemilik suara ini selain genius juga


cantik, serta memiliki tubuh yang ideal. Aku tak bisa marah
kepada wanita genius, cantik, langsing. Sungguh sangat
jarang hal itu ditemukan di zaman sekarang.

“Silahkan cek ID-trone, Profesor. Jangan lupa,


menggunakan piranti yang ada di koper hologram lima
dimensi dengan detail terbaik.”

“Baiklah, terima kasih. Ah iya, apa kalimat pamungkas


yang harus aku sampaikan hari ini?”

“Agar proyek ini berhasil, maka kita harus kembali ke


masa lalu, kita kembali menakut-nakuti orang-orang dengan
sesuatu yang mistik, gaib, dan di luar nalar. Black Death Project
adalah tiga kata yang paling tepat untuk ini semua.”

24
Aku tercengang, anak ini sungguh luar biasa. “Great.”
Keadaan hening sesaat, aku berpikir apakah ada hal lain yang
ingin ditanyakan.

Sepertinya sudah cukup. “Thank’s.” Jangan lupa


menggunakan paket skin care yang aku berikan kemarin.
Harganya setara dengan sebuah apartemen. Selain menjaga
perkembangan neuron pada otak, kau juga harus menjaga
sel-sel pada kulitmu.”

“Baik Profesor.”

Panggilan berakhir. Aku langsung mengambil piranti


dengan ukuran lebih besar daripada ponsel yang aku
gunakan sekarang. Aplikasi ID-trone semacam surel khusus
telah terbuka, lalu aku mengaktifkan hologram lima dimensi.
Cahaya muncul dari beberapa bagian piranti sebesar
majalah, setipis kertas, memperlihatkan fotografi pupuk
organik yang terbuat dari kotoran hewan, buah busuk, daun
kering, dan sisa makanan.

Lalu, aku menggeser cahaya hologram untuk


memperlihatkan bagian selanjutnya, muncul seorang wanita

25
cantik dari beberapa suku terpencil, tampak ideal dan
natural. Aku menyukainya.

Lalu, aku menggeser kembali untuk tahu gambaran


berikutnya. Muncul informasi tentang Black Death tahun
1348. Lantas, aku menyentuh beberapa bagian untuk melihat
detail. Muncul satu kutu yang terinfeksi, lalu menyebarkan
kepada manusia. Aku menyentuh kembali untuk
mendapatkan informasi lebih detail. Muncul bentuk bakteri
Yersinia Pestis, bentuknya batang pendek tidak bergerak,
dan berukuran sedang dibanding bakteri lainnya.

Oke, informasi ini sudah cukup untuk tampil


memukau di depan para konglomerat itu. Hanya tinggal
menyusun kalimat memikat dan prestisius. Aku tidak pernah
presentasi dengan bantuan suara otomatis, itu akan
menggantikan fungsi manusia sebagai makhluk komunikatif.

Ah, iya, telurku sudah dingin. Lantas, kusambar satu


telur rebus, memasukkan ke mulut, aku menyambar satu lagi
dan kembali mengunyah. Sepertinya dua sudah cukup.

26
Aku cek kondisi tubuh di layar punggung tangan.
Tekanan darah oke, jantung oke, kebuTuhan kalori, vitamin,
mineral, dan protein juga oke. Sepuluh menit menjelang
meeting, aku siap memukau para konglomerat bangsat demi
mendapat kepercayaan dan uang mereka.

“Open the door.”

Pintu terbuka secara otomatis. Aku melangkah


penuh gairah dan kepercayaan diri maksimal.

***

Seorang penjaga memeriksa gelang yang aku


gunakan, memindainya dengan sebuah alat yang
memastikan aku adalah orang yang tepat. Kemudian, ia
membuka pintu dan mempersilahkan masuk. Semerbak
aroma terapi masuk hidungku, melenakan sekali. Nyaman.

Aku melangkah di sebuah ruang megah, lalu mataku


memindai cepat. Tak ada tempat tidur, hanya ada ruang
kosong di belakang sana yang tak mampu aku jangkau,
27
mungkin di sana adalah ruang tidur. Sungguh mewah betul
vista room ini.

Aku melihat ke atas, lampu-lampu mewah dengan


desain khas Amerika. Lalu, yang terpenting, tidak ada CCTV.
Ini adalah pertemuan terbatas, jangan sampai ada yang
membocorkan. Tidak ada siapa pun kecuali enam orang
peserta meeting. Lima orang pria sudah ada di ruangan ini.
Baguslah.

“Aha. Profesor Charles. Silahkan masuk.” Seseorang


menyambutku dari ruang televisi.

Sementara itu, yang lain berdiri dan mendekat,


kemudian merentangkan tangan sebagai budaya memulai
pertemuan. Tak ada satu pun protokol kesehatan. Sudah
pasti karena mereka tidak akan terjangkit saat pandemi apa
pun.

Tak lama kemudian, aku dipersilahkan memulai


presentasi.

28
“Aku tak suka basa-basi, jadi langsung saja. Kalian
terpukau dalam lima menit, mohon untuk menyimak baik-
baik.”

Lima orang yang ada di sini adalah para tokoh elite


dunia, sebagian bumi ini mereka telah kuasai. Sudah pasti
mereka juga tidak suka basa-basi. Harus memukau dalam
tiga menit atau tidak sama sekali.

Aku mulai menyalakan hologram dari piranti yang


sudah disiapkan. Setelah hologram lima dimensi muncul
sempurna, aku mulai mengucapkan kalimat memukau dan
prestisius.

“Pupuk alami saat ini lebih digandrungi para petani


daripada pupuk pabrik. Orang-orang ini lebih menyukai buah
organik dari pada buah yang menggunakan pupuk pabrik
dengan alasan kesehatan. Padahal organik sempat lama
ditinggalkan.”

Aku menggeser cahaya hologram agar berganti ke


tampilan berikutnya.

29
“Wanita-wanita desa lebih digandrungi para
pengusaha daripada wanita kota yang hanya bisa
menghabiskan uang saja. Jadi, untuk memberikan
kehebohan yang lebih bodoh dari pandemi sebelum nya, kita
kembali ke masa lalu, kita hadirkan kepada masyarakat
seluruh dunia sebuah sihir dan mistik.”

Beberapa peserta meeting saling menatap. Ada yang


terdiam, ada pula yang mencondongkan badan setelah
sebelumnya bersandar di sofa. Itu berarti ia siap menyimak
informasi berikutnya dan mulai tertarik. Ini adalah indikator
bahwa aku udah mulai memukau. Aku mulai menggeser
cahaya hologram, lalu muncul informasi tentang Black Death
tahun 1348.

Semua peserta fokus ke tampilan hologram. Aku


masih terus menjelaskan, menyentuh hologram untuk
memberikan informasi detail tentang bakteri Yersinia Pestis.

“Jika pandemi sebelumnya, dokter menjadi pendeta,


meminta masyarakat diam di rumah dan banyak-banyak
berdoa. Maka kali ini, kita akan membuat pendeta menjadi

30
dokter, seolah-olah mereka bisa mengobati penyakit ini. Kita
kembali ke masa lalu. Karena orang-orang lebih suka itu.”

“Lihat tangan ini! Kita semua memilikinya atas nama


efisiensi dan big data.” Aku pun menyetel piranti agar
bergeser otomatis secara berkala.

Untuk menarik perhatian peserta meeting, aku


menunjukkan layar kecil berbentuk gelang di punggung
tangan. Lalu, fokus mereka berganti kepadaku, tak lagi ke
hologram.

“Uang, kartu kredit, dan segala identitas ada dalam


chip yang terkandung dalam gelang ini. Tidakkah kalian
merindukan dompet kulit yang ada di saku celana? Dan
berbagai jenis kartu yang berwarna-warni? Aku merindukan
itu semua. Begitulah sistem kerja otak manusia, akan
merindukan hal-hal yang telah lama ditinggalkan.”

“Kita akan memberikan kepada orang-orang tentang


Black Death, sebuah pandemi luar biasa!” Aku menguatkan
nada suara.

Sebuah kalimat memukau dan prestisius.

31
“Jika bencana dikaitkan dengan takdir Tuhan, maka
Black Death berbeda, ia identik dengan ulah setan.”

“Dan kita semua akan menjadi pendeta besar, saat


kebal dan tidak terjangkit. Tentu hal ini sudah aku
persiapkan, sebuah vaksin yang terbatas.”

“Kita akan menciptakan penyihir, manusia yang


bersekutu dengan setan. Orang-orang yang akan
menganggapnya musuh yang harus dihabisi. Yang paling
penting, kita semua mendapatkan uang lebih banyak di
dunia di bawah kendali peserta meeting ini.”

Semua peserta berdiri dan memberikan tepuk tangan


meriah. Aku berhasil.

Aku melihat layar di punggung tangan. Tiga menit


empat puluh detik, itulah waktu yang aku butuhkan untuk
memengaruhi orang-orang di ruangan ini. Lalu tak lama lagi,
mereka akan membuat keputusan untuk ikut dalam projek
ini atau tidak.

“I’m in,” ujar salah seorang pengusaha minyak dari


Clan Rostchild. Lalu, diikuti oleh peserta meeting lainnya.

32
***

Aku sangat bahagia, ini pencapaian luar biasa, tetapi


ada sesuatu yang mengganggu sebenarnya. Kenapa ia bisa
datang lagi? Seseorang dari masa lalu yang susah payah aku
hilangkan dan lupakan.

Para peserta meeting ini tidak akan bisa melihat. Ia


hanya ada di pikiranku. Pria keturunan Afrika dengan ciri khas
hitam legam di sekujur tubuhnya itu berdiri di sudut ruang
sembari menyilangkan tangan di dada.

Black. Why do you come back.

***

33
34
BAB 3
The Old Man Called Black

A ku mengenal beberapa orang di pertemuan ini,


menentukan kesepakatan. Bisikan-bisikan mereka
terdengar samar, tetapi intinya mereka setuju dengan
proyek ini. Hanya beberapa hal yang mereka bingungkan.

“Kami memutuskan bersedia memberikan dana


sesuai dengan yang kau butuhkan. Tapi, setelah kau berhasil
menjawab pertanyaan dariku, Prof!”

Aku tak mengatakan apa pun, tetapi memberi isyarat


dengan tangan, bahwa mereka dipersilahkan bertanya apa
saja.

“Jika hampir setengah penduduk bumi musnah,


bagaimana kita mendapatkan keuntungan dari proyek ini?”

“Kita kirimkan pendeta-pendeta yang sudah dilatih


dan diberi vaksin. Melalui tipu daya mantra dan doa-doa,
mereka akan mudah menarik sejumlah dana dari pasien yang

35
ingin sembuh, tentunya pasien yang memiliki aset besar.
Orang-orang miskin kita biarkan mati.”

“So cruel, Prof!”

Aku mendengkus pelan. Pernyataan itu sedikit lucu


bagiku.

“It’s all about business, Boy,” ujarku kepada


konglomerat muda. Ia mewarisi harta kekayaan, tetapi tidak
dengan sifat ayahnya.

Sepertinya anak ini harus kuberi pelajaran menjadi


bangsat. Aku memilih file lain dari piranti khusus ini. Muncul
gambaran peperangan, tentara khusus menembaki orang-
orang tak berdaya, suara ledakan dari roket-roket armada
udara, dan kota-kota bahagia yang berubah menjadi kota
mati.

“Lihat bagaimana negara-negara timur hancur,


bermodalkan rekayasa terorisme, ISIS Project, permainan
media dan lainnya.”

Lalu, aku mengamati file lain, memunculkan


gambaran tentang kondisi Indonesia pada tahun 1998.
36
Demonstrasi besar-besaran, penjarahan, penculikan, semua
jelas dalam hologram lima dimensi ini.

“Lihat bagaimana kakek buyutmu menghancurkan


sebuah negara dengan cara memaninkan inflasi, lalu
bangkrut dan menawarkan utang pada negara tersebut. Tak
hanya itu, kebencian, kelaparan, dan kemiskinan tumbuh
lebih subur dari produk pertanian, dan selamanya mereka di
bawah kendali tirani!” Nada suaraku semakin tinggi dan
tegas, menekan kan kepada mereka bahwa hal-hal yang
lebih kejam dari ini sudah pernah terjadi.

Aku melangkah menuju anak muda itu, menatap


matanya, lalu berkata, “Bukankah lebih kejam, Boy?”

Tak ada jawaban. Aku beralih ke pasang mata yang


lain dan mengelilingi mereka satu per satu. Mereka semua
terdiam.

Mereka hendak bilang apa ketika aku berhasil


membeberkan fakta-fakta yang dilakukan para
pendahulunya?

“Baiklah, Prof. Cukup!” Wajah anak itu merah.

37
Elekrokimiawi pada otaknya pasti sedang bekerja
menghasilkan amarah dan kebencian kepadaku. Akan tetapi,
aku tidak peduli.

Investor lainnya berdiri dari sofa, lalu berkata,


“Tunjukkan pada kami. Adakah kebaikan pada proyek ini?”

“Baiklah. Tapi, aku minta kalian fokus dalam lima


menit. Aku akan mulai presentasi lanjutan.” Aku mengambil
file lain, tentang teori entropi bahwa manusia punya peran
dalam penghancuran semesta. Hologram muncul. Gambaran
proses penuaan dan pembusukan tersaji dalam file ini.

“Wajah yang menua, makanan yang membusuk,


kertas yang menguning merupakan contoh entropi natural
yang sedang bekerja.”

Aku menggeser cahaya hologram. Kini, tampilan


berisi tentang pertumbuhan populasi manusia yang
meningkat pesat. Lalu di sisi lain, tampil data tentang energi
semesta yang terbatas.

“Manusia yang rajin berolahraga tampak lebih bugar


karena tersimpan energi kinetik dalam tubuhnya, ia lebih

38
lambat menua dibanding para akademisi yang
menghabiskan energi untuk berpikir.”

Aku masih melanjutkan sembari menyentuh cahaya


hologram agar gambar bisa dikendalikan, baik untuk
mendapatkan detail informasi ataupun agar bergeser ke
tampilan berikutnya.

“Wanita-wanita kota pergi ke klinik untuk merawat


wajahnya agar tidak menua. Apa yang dokter-dokter kulit itu
lakukan? Mereka mengurangi mikroorganisme pada kulit
akan jauh berkurang.”

“Begitu juga bumi, manusia menggunakan begitu


banyak energi, sehingga kerusakan dan bencana terjadi
dimana-mana!” Kali ini, aku meninggikan nada suara untuk
mendapatkan perhatian dan memberikan penekanan.

“Dengan memiliki anak, manusia melipatgandakan


jumlahnya. Tentu meningkatkan jumlah konsumsi makanan
dan energi. Belum lagi penggunaan teknologi luar biasa,
pemanfaatan uranium, rekayasa energi atom, dan lainnya
yang semakin mempercepat kerusakan semesta.”

39
Ponsel berdering. Aku menatap sumber suara. Ada
lima ponsel dalam sebuah keranjang kayu di meja dekat
ruang televisi. Salah satunya berdering nyaring. Ini pasti milik
mereka berlima. Mungkin mereka membuat semacam
aturan, tidak ada yang boleh menggunakan ponsel di antara
mereka berlima selama meeting berlangsung.

“Itu punyaku. Sorry,” ujar salah satu peserta meeting.


Sepertinya ia pangeran UEA.

Fokus terganggu. Bukan karena nada dering ponsel


itu, tetapi karena Black mulai melangkah ke arahku. Sebelum
semuanya kacau, aku harus segera mengakhiri presentasi ini.

“Wait a minute. Sedikit lagi.” Aku meminta mereka


mengabaikan bunyi nada ponsel di sudut ruangan.

“Silahkan, Prof.”

Agar tidak perlu tegang, aku berniat untuk bercanda.

“Bahkan saat ini kita kehabisan air di hotel terbaik Las


Vegas.” Tampak mereka saling menatap. Muncul raut
bingung di wajah-wajah mereka. Sepertinya aku melakukan
kesalahan.
40
Aku terdiam. Tak lama berselang, aku melempar
tanya.

“Jadi, kenapa air di ruanganku mati?”

Apa tidak salah? Aku masih terus berpikir dan


mengingat-ingat.

“Sink, give me water!” perintah salah satu pria. Orang


yang menyambutku tadi, sepertinya pemilik ruangan ini.

Setelah seperkian detik, air mengalir sempurna dari


wastafel terdekat. Sial sepertinya aku dikerjai. Siapa pun itu,
akan ku beri pelajaran.

Aku tak akan membiarkan meeting ini menjadi kacau


hanya gara-gara air yang mati. “Oke. Lupakan itu. My Bad.”
Aku kembali menyentuh cahaya hologram dan melanjutkan
presentasi.

“Maka dengan adanya Black Death Project, kita


mengurangi populasi manusia. Dengan begitu, kecepatan
kerusakan semesta akan jauh berkurang. Setidaknya kita
menyelamatkan sebagian populasi dan memperpanjang
umur bumi.”
41
“Great!”

“Bravo!”

Dua orang investor yang tidak aku kenal memberikan


apresiasi positif. Mereka merentangkan tangan, aku pun
menyambutnya dengan hangat. Sebagian orang lagi masih
duduk dan bertepuk tangan.

“Good job, Prof!”

Pemilik ruangan ini berdiri, lalu berkata, “Baiklah,


Prof. Kau berhasil menjawab pertanyaan dengan baik.
Selanjutnya, orang kami akan segera menghubungi Anda.”

Aku harus bergegas. Setelah memberikan salam


perpisahan kepada investor, aku melangkah pergi. Ponsel di
keranjang masih terus berdering. Black semakin dekat
berjalan ke arahku.

“Open the door,” ujar salah satu investor.

“Silahkan, Profesor Charles. Hasta la vista.” Orang itu


tersenyum sembari memberikan isyarat salam perpisahan.

42
Salah satu peserta meeting menjawab panggilan.
Namun, aku tidak sepat mendengar apa yang ia katakan.
Ketika pintu tertutup, aku tak mendengar apa-apa.

Sepuluh langka dari ruangan tersebut, aku menuju


lift. Sementara itu, para investor keluar tergesa-gesa berjalan
ke arah berlawanan. Ada apa? Mau kemana mereka? Apa
yang terjadi?

Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan, perlahan


dan berirama. Lantas, aku menatap ke sumber suara.

“Penampilan memukau, Charles!” pria berkulit hitam


tadi sudah berada di dekatku. Ia masih saja sama. Rambut,
kumis, dan janggut berwarna putih dengan kerutan wajah
yang cukup banyak. Ia masih terus menepuk tangan sembari
menyandarkan badan di dinding.

“Go away, Black!” aku berseru. Syukurlah tak ada


siapa-siapa di lorong ini. Aku melanjutkan langkah. Lift hanya
beberapa meter lagi.

“Setelah begitu banyak bantuan yang aku berikan,


kini kau suruh aku pergi? Kau memang sahabat paling

43
bangsat, Charles. Aku lebih tua darimu. Dan paling penting,
aku jauh lebih genius.”

“Enough, Black. You’re not real!” aku berteriak.


Kepalaku mendadak pusing.

“Wow! Wow! Bahkan kini, kau tak menganggap aku


ada? Setelah sekian lama kau bergantung padaku?”

Aku tak sanggup banyak berkata. Ia terlalu banyak


mengoceh.

“C’mon, Charles! Ingatlah empat belas tahun lalu. Aku


yang berjuang susah payah agar kau mendapat gelar
profesor muda. Tak banyak orang yang bisa mendapat
profesor umur tiga puluh empat tahun, Charles.”

Emosiku mulai tak terkendali. Elekrokimiawi dalam


otak pasti sedang kacau.

“Bahkan kau hampir menyerah menyelesaikan Ph.D


mu sebelum aku ada.”

“Kau air ang lupa pada awan, Charles. Awan berjuang


melindungimu setelah kau tersiksa direbus matahari.

44
Mulai lagi. Ia selalu saja menggunakan metafora-
metafora sulit, sama halnya seperti wanita gila itu. Aku
bingung. Bagaimana orang ini bisa kembali? Sungguh, hari ini
adalah hari yang paling aneh. Pencapaian dan kenangan
datang bersamaan.

Aku terus melangka, lift sudah berada di depan.


Tanpa menghiraukan perkataan Black, aku menekan tombol
lift. Ada pot bunga yang terbuat dari keramik, aku fokus
menatap itu, memperhatikan setiap estetika yang ada guna
mengalihkan pikiran. Perkataan orang tua ini sungguh
mengganggu.

“Seluruh Harvard tahu, kau hanya anak culun,


Charles. Bahkan, kau tak sanggup melawan teman-teman
yang suka merundung dirimu.” Black semakin lama semakin
mendekat. Suaranya semakin jelas terdengar. Aku
memperhatikan layar yang ada di punggung tangan, sudah
pukul 10.25 AM. Harusnya aku pergi ke lobi dan berkenalan
dengan penerima tamu yang menelpon tadi. Lalu, aku
bercukur ke barbershop, dilanjutkan bersantai di pantai

45
untuk merayakan pencapaian ini. Kemudian, aku mengajak
makan malam wanita di balik telepon tadi.

Damn! Kenapa lift ini lama sekali?

“Masih ingatkah kau, ada seorang calon Ph.D


ditelanjangi dan di tertawakan? Abadi dalam video,
kemudian viral, dan setiap mahasiswa Harvard
menyimpannya untuk sekedar hiburan. Lalu, kau mengurung
diri selama tiga bulan. Masih ingatkah kau, Charles?
Bagaimana rasa malu pada dirimu saat itu?”

Aku melempar pot bunga ke arah orang tua jahanam


itu, lalu berkata, “Shut up, Black. Enough!” Makhluk ini
berhasil membuatku sangat kacau dan melengkapi
ketidakteraturan hariku kali ini.

Setelah suara gaduh mengudara dan puing-puing


keramik berserakan, Black menghilang. Namun, ia muncul
kembali, lalu berbisik di kupingku

“Ups. Bad Throw!”

Bunyi bip terdengar, tanda lift sudah siap digunakan.

46
Aku pun langsung masuk dan berkata, “Close the
door!” Kemudian, aku melanjutkan perintah, “Third Floor.”

Lift bekerja sebagaimana mestinya, membuka ke


lantai yang aku inginkan. Aku ingin kembali ke kamar,
berharap masih ada beberapa kapsul zat kimia yang bisa
meredakan kekacauan ini. Neuron dalam otakku sedang
tidak baik-baik saja. Mereka berlompatan ke sana kemari.

Kali ini, bunyi bip terdengar dari gelang tangan,


menunjukkan adanya tekanan darah yang naik secara
signifikan. Jika tidak segera dikendalikan, aku akan berakhir
di rumah sakit.

***

47
48
BAB 4
The Beginning

K etidakteraturan sistem elektrokimia


perintah neuron akan memengaruhi pusat syaraf memberi
membuat

perintah kepada pembuluh darah arteri agar mengalir lebih


deras. Ini akan menyebabkan robekan di lapisan arteri, lemak
kecil akan masuk hingga menumpuk, kemudian terjadi
sumbatan. Selanjutnya, aku mengalami kerusakan otak dan
organ lainnya.

Sungguh, sialan kau, Black!

Aku menyambar ponsel di saku, melakukan panggilan


ke dokter pribadi. Padahal sudah lama aku tidak
menghubunginya, karena beberapa bulan ini baik-baik saja.

Napasku tersenggal-senggal, terdengar jelas di


telinga. Aku berdiri sempoyongan dengan tangan yang harus
bersandar di dinding lift.

49
“Tekanan darahku meningkat. Aku mulai pusing, Dok.
Posisiku berada di lift menuju kamar. Sepertinya aku akan
mati, apa yang harus aku lakukan?”

“Jangan panik, Brother. Untuk saat ini, silahkan


melakukan terapi pernapasan seperti yang biasa kita lakukan.
Tarik napas dalam, hembuskan perlahan. Lakukan berulang.
Terus-menerus. Santai saja. Rileks.”

Lantas, aku pun melakukan apa yang diminta dokter


tersebut: tarik napas dalam dan hembuskan perlahan. Aku
mulai merasakan keteraturan. Sedikit membaik.

“Kau tahu penyebabnya? Pasti ada pemicunya bukan?


Tebakkanku, kau depresi!” Dokter ini menebak secara tepat.
Aku sangat tertekan oleh ocehan Black.

“Ya. Aku kedatangan tamu masa lalu.”

“Kau harus berpikir tenang, Charles. Hubungi siapa pun


yang bisa membuatmu rileks. Pacar atau siapa pun itu. Coba
mulai nikmati sesuatu. Mendengarkan musik misalnya. Kapan
terakhir kali kau putar musik kesukaanmu?”

50
Pintu lift terbuka, aku melangkah dengan susah
payah sambil masih harus bertopang di dinding lift. Aku
berdiri sempoyongan dengan tangan yang terus bersandar
di dinding.

Kepalaku sakit sekali, ini akibat kekacauan pikiran


yang disebabkan ocehan Black. Sakit kepala dan depresi
menjadi sebab tekanan darahku naik secara signifikan.
Mudah sekali dirinya membunuhku hanya dengan
mengoceh. Tak akan ku biarkan.

***

Ada telepon masuk, si Hacker Cantik itu. “Ya,” ujarku


tanda panggilan sudah masuk.

” Ada ancaman di sekitar Anda, Charles.” Suara tegas


dan serius terdengar dari ponsel.

“Detail!”

51
“Saat ini sedang terjadi kerusuhan di banyak tempat.
Kota sangat kacau, orang-orang menjadi sangat aneh kulit
mereka menghitam pada bagian jari tangan dan kaki bahkan
sampai pada ujung hidung. Batuk-batuk sampai mengeluarkan
darah. Aku sebut ini makhluk hitam mengerikan. Ini sudah
tidak wajarkan?”

Aku tercengang, tak mampu berkata. Keadaan


hening sesaat, lalu aku mencoba berpikir. Bagaimana ini bisa
terjadi?

“Bisakah kau kirim tampilan beberapa kerusuhan


kota via ID-trone? Tampilkan informasi sedetail mungkin.”

“Tentu.”

“Ah iya, gunakan drone untuk mengambil bentuk


keadaan mereka dengan detail sempurna. Temukan satu
yang sudah tewas, pindai seluruh tubuh nya, bahkan sampai
bagian dalam.”

“Baik.”

Aku mengakhiri panggilan sambil berjalan tergopoh-


gopoh. Beberapa langkah lagi, aku sampai di pintu kamar.
52
Dimana acces card? Aku mencoba merogoh saku celana,
tidak ada. Saku baju dan jas juga tidak ada. Damn! Jangan-
jangan tertinggal di ruangan presentasi tadi.

Aku mencoba membuka pintu. Untungnya hanya


dengan satu kali entakan kamar pun terbuka. Oh, shit!
Ternyata aku lupa menguncinya. Penyakit lupa di otakku
sudah sangat parah.

Siapa saja bisa berada di ruangan ini. Musuh ada


dimana-mana. Banyak orang mengincarku. Aku harus
waspada. Kembali aku melangkah perlahan walau cemas.
Aku teringat ada hand gun di koper. Aku mulai melangkah
lagi, tetap hati-hati, selanjutnya memindai seluruh ruangan
dengan sekali tatap. Ternyata tidak ada siapa-siapa.

Keadaan semakin kacau, aku harus bisa berpikir


jernih. Aku teringat pada Diana, si Wanita Gila. Setidaknya, ia
punya suara yang bagus untuk menghiburku. Aku melakukan
panggilan. Tak perlu menunggu lama, hologram call telah
tersambung. Aku meletakkan ponsel di meja terdekat dan
membiarkan bagian samping melakukan scanning agar
menampilkan wajahku dalam tiga dimensi di ponsel Diana.
53
“Hallo, sayang. Setelah beberapa tahun, baru kali ini
kau melakukan panggilan. Ada apa?” Aku tak menjawab.
Tubuh sedang kacau. Bibir sulit berkata.

“Ya ampun, Sayang. Kau kenapa?”

“Bernyanyilah untukku, Diana!” Satu perintah yang


sudah lama tak aku lakukan, kurang lebih lima tahun lalu.

“Kau tampak sangat kacau, Sayang. Baiklah akan


kulakukan. Aku senang ternyata masih dibutuhkan.”

Diana mulai bernyanyi, aku pun menikmati suaranya


yang merdu. Walau ia gila, tetapi suaranya luar biasa. Aku
duduk di tempat tidur saat ia menyanyikan lagu kesukaanku.
Kini, pikiran mulai sedikit tenang, suara Diana seolah-olah
diiringi musik jazz yang paling sering aku putar. Alunan piano
diselingi saksofon dan klarinet serta diselingi ketukan drum,
terputar sempurna di kepala. Aku menikmati irama,
memaknai setiap kata menurut versiku sendiri, lalu ikut
bernyanyi.

“The colors of the rainbow so pretty in the sky.

Are also on the faces of people going by.


54
I see friends shaking hands saying how do you do.

They’re really saying i love you.

I hear babies crying, i watch....”

Aku terhenti, sedikit lupa lirik lagu tersebut.

“Them grow.”

“They’ll learn much more than i’ll ever know.”

Tiba-tiba seseorang melanjutkan laguku. Seketika itu


aku bangkit. Itu suara Black.

“And i think to myself what a wonderful world. Yes i


think to myself what a wonderful world. Yes i think to myself
what a wonderful word.” Aku membiarkannya menuntaskan
lagu. Aku tak boleh depresi lagi.

“Black!” panggilku. Lantas, ia menoleh.

“What a wonderful word, 1967. Kesukaan kita masih


sama Charles.”

Black dan aku memang sama-sama menyukai lagu-


lagu klasik, sangat jarang ditemukan sekarang.

55
“Black, please.” Aku menjadi kacau kembali. Bahkan
kini, aku menangis.

“Okay, Charles. Okay. Aku akan pergi. Kau tampaknya


begitu risi dengan kehadiranku.”

Aku menghentikan tangis, keadaan hening sesaat.


Fokus pandangan tertuju kepada orang tua berkulit hitam. Ia
sedang duduk santai di kursi yang aku gunakan untuk
sarapan tadi.

“Tapi, dengan satu syarat.”

Syarat? Apa lag ini, Black? Namun, tak apalah , asal


dirinya mau pergi.

“Akan kusanggupi,” ujarku dengan mantap.

“Aku akan beritahukan nanti. Pertama, selamatkan


dahulu dirimu, lihat kekacauan diluar sana!” Black memberi
isyarat agar aku RUU ormas united tirai.

***
“Open the curtain!” Tirai terbuka perlahan. Aku turun
dari tempat tidur dan mulai melangkah. Kaca besar kamar

56
hotel ini menampilkan keadaan diluar sana. Tampak Las
Vegas sangat kacau. Mobil-mobil terhenti. Terjadi kemacetan
yang sangat panjang. Orang-orang berlarian tunggang
langgang. Ada banyak puluhan orang bahkan ratusan orang
tewas bergelimpangan.

Rencana siapa ini? Siapa yang membuat manusia-


manusia menjadi makhluk aneh seperti ini? Apakah ini yang
dimaksud Hacker tadi? Aku pikir ini tidak akan terulang dalam
jangka waktu yang cepat.

Aku harus bergegas. Beberapa makhluk hitam


sepertinya sudah masuk hotel ini. Jangan sampai aku pun
terjangkit wabah ini.

Pantas saja, para investor tadi berlari dari kamar, pasti


mereka hendak menyelamatkan diri. Ponsel yang berdering
tadi pasti dari asisten mereka di pangkalan militer. Mereka
sudah pasti pergi dengan helikopter di lantai atas hotel ini.

Aku menghidupkan televisi dengan bantuan suara.


Tampil breaking news yang memberitahukan tentang
kekacauan beberapa kota besar. Kurang lebih sama dengan

57
yang terjadi di sini. Bahkan lebih kacau lagi. Ada kota yang
sudah penuh dengan makhluk hitam. Militer sudah
dikerahkan. Segala pembatasan diberlakukan. Semua
kekacuan ini terjadi begitu cepat.

Oh, iya, aku harus melihat data yang dikirimkan.


Piranti khusus aku buka, kemudian mencari file yang dikirim
oleh wanita hacker itu.

Cahaya hologram muncul, menampilkan bentu bumi.


Ada beberapa wilayah yang ditandai berwarna merah. Kota-
kota yang telah terinfeksi. Lima puluh persen belahan bumi
sudah terjangkit dan akan terus bertambah. Semua tempat
mengalami masalah yang sama, orang-orang menjadi brutal.

Apakah ini perbuatan manusia? Siapa yang mampu


merekayasa ini semua? Apakah ini perbuatan Tuhan? Ah,
makhluk bernama Tuhan itu sudah lama aku lenyapkan.
Melihat kejadian ini, sepertinya Tuhan memang ada.

“Mari berjabat tengan terlebih dahulu, Charles,”


pinta Black.

58
Apa maksudnya? Kenapa tiba-tiba ia hendak berjabat
tangan?

“Untuk apa?”

Aku menoleh. Wajah Black dari dekat masih sama, tak


ada yang berubah semenjak ia pergi. Ia tua, tetapi, tak menua
padahal sudah belasan tahun.

“Ayolah, kita belum pernah sekali pun berjabat


tangan.”

Black mengulurkan tangan.

“Oke.” Aku menyambut tangan Black yang berwarna


hitam dan dihiasi dengan bulu-bulu berwarna putih.

“Selamat, Charles.”

“Selamat? Apa maksudmu, Black?”

“Aku akan pergi sementara dan akan kembali


menyebutkan permintaan. Setelah itu, aku akan pergi
selamanya dari kehidupanmu.”

59
***

60
BAB 5
Super Ritalin

A ku memperhatikan kembali makhluk-makhluk hitam


di luar sana melalui jendela kaca, sedangkan Black
mulai melangkah mundur. Lantas, aku mengambil kacamata
hitam dan mengaktifkan fitur teropong.

Sungguh luar biasa yang terjadi di luar sana. Manusia


seperti terkena karma dari Tuhan. Walaupun sebenarnya
karma itu lumrah, namun untuk kali ini sangat di luar dugaan.

Ada apa ini sebenarnya?

Apakah ini operasi badan intelejen? Ataukah aksi


terorisme? Ataukah memang ada yang menjangkiti orang-
orang ini? Virus ataukah bakteri? Bahkan, Black Death Project
belum dimulai. Lalu, siapa yang melakukan ini?

Aku mulai mengatur lensa kacamata, fokus ke suatu


hal. Tampak seorang pemuda sedang melawan, berjuang
bertahan hidup. Ia membenturkan pukulan baseball ke
kepala makhluk itu. Makhluk itu berhasil tumbang, namun

61
bangkit kembali, melawan dan menyerang, sedangkan pria
itu hanya bisa lari.

“Makhluk-makhluk ini, sepertinya tidak punya


kehendak bebas,”

“Omong kosong dengan kehendak bebas, Les!” Aku


terkejut. Black menawab pertanyaanku. Aku kira dirinya
sudah pergi.

“Siapa bilang manusia punya kehendak bebas?


Apakah seseorang membunuh orang lain merupakan
kehendak bebas? Salah, Les.” Black melanjutkan ocehannya.

“Manusia melakukan itu karena proses


elektrokimiawi dalam otak, kinerja elektrokimiawi
dipengaruhi oleh susunan genetik, ini bukan kebebasan,
Charles. Semua kejadian memiliki probabilitas yang
dipengaruhi peristiwa acak.” Black masih melanjutkan
retoriknya. Ini sudah pernah kami bahas sebelumnya.

“Aku mulai berpikir ada makhluk yang jauh lebih


jenius dari kita akan mengendalikan kita semua. Entah
kenapa sekarang, aku berpikiran Tuhan itu ada, Charles!”

62
Aku tercengang. Apa yang barusan dikatakan Black?
Ada benarnya, tetapi teori itu masih belum lengkap dan
belum bisa dibuktikan sepenuhnya.

“Apa mungkin ini bagian dari evolusi manusia?”


tanyaku lagi, pelan. Tatapanku masih ke jendela kaca. Fokus
kepada makhluk hitam aneh yang sangat banyak.

“Evolusi itu omong kosong, Charles!”

“Gen-gen kuat akan mempengaruhi kinera


elektrokimiawi, sehingga otak memerintahkan untuk
memakan makanan baik dan memilih pasangan subur.”

“Sementara gen-gen lemah, akan memakan makanan


buruk dan memilih pasangan mandul.”

“Tidak ada satu pun manusia yang mampu


merancang algoritma genetik seperti ini, Charles. Aku
berpikiran kita memang diciptakan sebagai bagian dari
rekayasa yang lebih besar lagi Charles. Rekayasa Sang
Pencipta.”

Diamlah, Black! Kau selalu saja mengoceh.

63
***

Aku melakukan panggilan kepada dokter pribadi.


“Apa efek Super Ritalin, Dok? Ada X, Y, dan Z, apa bedanya?”

“Super Ritalin X membuat refleks meningkat pesat,


otot mengencang, kekuatan meningkat, pil itu akan
mempercepat gerakanmu sebesar tiga ratus persen. Kau akan
jadi super hero selama dua jam. Setelah itu, kau akan merasa
sangat lelah.” Tanpa basa-basi, dokter itu langsung
menjawab.

“Super Ritalin Y akan menjadi pemicu agar saraf pusat


memproduksi dapamin. Kau akan merasa bahagia, senang,
dan tenang.”

“Super Ritalin Z, kemampuan mengingat meningkat


lima ratus persen. Kecerdasan menjadi maksimal, kau mudah
mempelajari apa pun secara cepat.”

“Setelah itu, kau akan mengalami gejala putus obat.


Suasana hati kacau, depresi berat, berpikir untuk bunuh diri.”

64
“Oh, iya. Jangan konsumsi jika mengalami tekanan
darah tinggi.”

Aku mendengkus. “Kenapa baru bilang sekarang?


Harusnya itu informasi pertama yang kau berikan!”

“Kenapa? Jangan bilang darah tinggimu sedang


kambuh. Jangan bilang kau sudah menelannya.”

“Aku sudah menelan ketiganya.”

“Oh my god, Charles. Semua pil itu tidak boleh


dikonsumsi secara bersamaan.”

“Apa efeknya?”

“Kau akan tewas ketika masa durasinya selesai”

Bangsat!

“Pergi ke washington Square Charles! Disana ada


bungker bawah tanah lengkap dengan para medis. Negara ini
sudah sangat kacau. Para elite dan presiden pasti sudah
diungsikan disana. Aku pun sedang menuju kesana. Sampai
bertemu, Charles.”

65
Aku mulai merasa bahagia. Juga tenang. Tak lupa, aku
mengambil hand gun dari koper. Black sudah pergi,
syukurlah.

Namun, tiba-tiba aku terjatuh, beruntung hanya


terempas ke tempat tidur. Mungkin ini efek awal dari macam
macam Super Ritalin yang dikonsumsi secara bersamaan.

Aku bergegas, berlari ke arah lift. Aku turun ke lobi.


Keluar dari lift, aku memilih berbelok ke kiri. Keadaan sudah
kacau. Ada sekumpulan makhluk hitam. Dari arah belakang,
6 makhluk itu mengejarku. Mengapa mereka begitu cepat
sampai ke lantai ini? Bukankah tadi aku lihat mereka masih di
luar?

Aku pun menembak mereka satu per satu. Akurat,


semua peluru berhasil bersarang ditubuh makhluk hitam itu.
Satu, dua, tiga. Tiga makhluk terkapar. Sisanya di sisi kanan.
Satu, dua, sama terkapar. Mana satu lagi? Ternyata ia sudah
di sampingku. Aku melakukan tendangan seperti atlet judo,
hingga makhluk itu terpental dan jatuh di lantai. Aku
bergerak mendekat, lalu menembak kepalanya. Dor! Tewas.

66
Desing selongsong peluru dalam sekian detik berhasil
membunuh mereka.

Tak berapa lama, makhluk-makhluk itu bangkit, lalu


mengejarku walau jalan mereka sempoyongan, tetapi
langkahnya cukup cepat dengan gaya berjalan bungkuk
seperti kakek-kakek renta.

Damn! Kenapa ga mati? Kenapa makhluk ini menjadi


mirip seperti zombie. Akau berlari ke arah lorong. Ada orang
lain di sana. Ia sedang menghabisi makhluk hitam seperti
zombie ini dengan menggunakan pedang. Kemudian
membereskan potongan kepala makhkluk tersebut yang ada
di sekitarnya.

Tubuh-tubuh makhluk itu telah terbelah-belah.


Kepalanya terlepas.

“Hi, buddy,” ucapnya sambil tersengal-sengal.

Aku berbalik menembaki kembali enam makhluk


yang mengejarku. Mereka tumbang. Namun, sepertinya
akan bangkit kembali.

67
“Mereka akan bangkit lagi! Kau harus menebas
lehernya!” seru pria itu. Ia membawa dua pedang.

Lalu kemudian aku mengambil pedang itu dan


langsung menebas leher-leher para makhluk bangsat itu.
Satu, dua, tiga, empat, semua kepala nya menggelinding ke
segala arah.

Selanjutkan akan kuhabiskan sisanya. Satu, dua, dan


akhirnya masalah terselesaikan.

Aku tidak bisa berada disini terlalu lama aku


berterima kasih dan kemudian menuju lantai atas karena aku
akan dijemput dari sana menggunakan helikopter pribadi ku.

***

Keadaan di bawah sangat buruk semakin banyak


yang menjadi makhluk-makhluk hitam itu aku menunggu
helikopter sampai sambil melihat dan menganalisis wabah
yang terjadi sekarang.

68
Aneh, makhluk ini menghitam namun tingkah laku
nya menjelma menjadi zombie. Kenapa jadi seperti ini?
Apakah Tuhan disana marah atas perlakukan manusia
manusia pada zaman ini? Aku masih tidak percaya akan hal
ini.

Helikopter akhirnya mendarat, angin kencang


menyapu seluruh lantai atap ini.

Aku naik dan kemudian berangkat menuju bungker


yang dikatakan dokter ku tadi. Di bawah sudah seperti layak
nya lautan hitam beratus-ratus manusia bahkan beribu-ribu
sudah terinfeksi wabah ini. Sepintas teringat kata-kata Black
bahwa aku harus menyelamatkan diri dari wabah ini.
Kemudian permintaan apa yang akan Black minta.

Arghh, elektrokimiawi ku seakan ini memblokir


pemikiran tadi. Kenapa jadi banyak hal yang aku pikirkan.
Lagi-lagi ini mungkin efek Super Ritalin itu yang membuat
elektrokimiawi dalam tubuh ku bekerja lebih cepat dari
biasanya.

***

69
70
BAB 6
Thiking and Fighting

S ebelum keluar dari Bungker, aku menemui lelaki IT


terlebih dahulu. Ia tampak begitu serius, dan selalu
begitu sepanjang hari. Tentu dengan tumpukan gelas kopi
sekitar mejanya.

“Hei, Bro,” sapaku sembari menatap layar laptop


yang ia gunakan.

Ia tak membalas, mungkin tidak menyadari


kehadiranku karena terlalu fokus, aku kembali berkata, “Hal
penting apa yang telah kau dapatkan?”

Lelaki IT itu menoleh lalu menjawab, “Kini kau


menjadi buronan Profesor. Seorang mengatakan di depan
publik, bahwa kau adalah dalang dari wabah ini. Pimpinan
Perusahaan yang memproduksi produk bernama Extra Pro.
Matilah kau, Pak Tua!”

71
Aku mendaratkan telapak tangan ke kepala lelaki IT
ini, “Sudah kukatakan, aku tidak tua,” balasku. Tak seperti
Amiza, ia tak membalas pukulanku.

Siapa yang mengatakan hal itu di depan publik? Shit!


Ternyata dugaanku benar. Jangan-jangan orang tersebut
adalah salah satu dari Rostchild. Aku mencoba berpikir dan
mengingat-ingat kembali limited rendezous. Siap kira-kira
yang membeberkan hal itu? Padahal Project yang
direncanakan sama sekali belum berjalan.

“Biar aku tebak, seorang pemuda dari keluarga


Rostchild?” Aku mencoba menebak.

“Tepat,” jawab lelaki IT. Lalu ia melanjutkan bertanya,


“Dari mana kau tahu itu?”

Jadi, bocah kaya itu yang mencar masalah denganku.


Bangsat! Itu berarti, investor mudah itu juga yang mengirim
para cyborg. Akan kubalas nanti. Lihat saja!

“Lihat ini!” seru lelaki IT. Ia membuka file,


menunjukkan sebuah video.

72
Aku memperhatikan, wanita yang berbicara di video
ini cantik juga, sexy pula, benar-benar tipeku. Aku agak
kurang fokus, sebab membayangkan hal lain.

“Ada sebuah instansi yang sejak dulu sudah meneliti


protein salah lipat atau mutasi protein.” Aku tercengang.
Ternyata video ini berisi informasi yang aku butuhkan.

“Suku Fore adalah suku yang memiliki budaya


kanibalisme, mereka memakan otak anggota keluarganya
sebagai tanda penghormatan.” Video berganti tampilan, tak
lagi menunjukkan wanita cantik tadi, hanya suaranya saja.
Tampilan berganti pada aktivitas suku Fore. Sepertinya aku
kenal dengan suku ini, terasa tidak asing.

“Akibat mengonsumsi bagian tubuh manusia, terjadi


mutasi protein di otak mereka. Sebagian besar mati, ini
adalah epidemi paling mematikan dan belum ditemukan
penawarnya, tapi ada beberapa yang selamat walau tetap
terus melakukan praktek kanibalisme selama puluhan
tahun.” Informasi ini sangat terasa tidak asing. Aku mencoba
mengingat, kapan terakhir kali aku melihat video ini.
Sepertinya aku juga terlibat dalam pembuatan video ini.
73
“Hal ini membuat mereka mengalami mutasi genetik,
kebal terhadap beberapa penyakit, ingatan mereka jauh
lebih baik, tidak ada yang pikun walau berumur delapan
puluh tahun,” kata seseorang yang tidak asing bagiku.

Dalam video ini, muncul orang yang aku kenal, ia


adalah partner kerjaku. Aku ingat, pernah terlibat dalam
proyek penelitian ini. Astaga, bagaimana aku bisa lupa, ini
adalah penelitian yang aku lakukan untuk menyelesaikan
disertasiku, lalu tiga tahun kemudian, aku mendpat
penghargaan dan dinobatkan menjadi profesor atas
penelitianku dalam mengembangkan antiprion menjadi zat
yang membantu manusia mengingat. Aku pun terus
bereksperimen, dikarenakan aku pecandu Ritalin. Aku
mencampurkan antiprion dan zat lainnya sehingga menjadi
Super Ritalin, lalu dikembangkan menjadi Super Rtalin X,
Super Ritalin Y, dan Super Ritalin Z dengan efek yang
berbeda-beda.

***

74
Penderita Dimensia dan Alzheimer, mereka semua
sembuh. Antibodi yang dihasilkan dari suku Fore itu disebut
antiprion, sementara itu, kami menyebut penyakit ini
bernama kuru dan penyebabnya adalah prion, protein salah
lipat yang berubah menjadi ganas.” Ingatanku kembali, dan
aku tidak percaya bisa melupakan hal ini.

Aku menatap wajah si lelaki IT, ia mengangkat bahu,


seolah-olah mengatakan. “Aku juga tidak tahu mengapa
dirimu ada disana.”

“Tahun berapa pembuatan video ini?” tanyaku


spontan.

“2016,” jawab si lelaki IT. Saat itu aku berumur 29


tahun, semester akhir pada program pascasarjana,
selangkah lagi untuk mendapatkan gelar Ph. D.

Aku semakin jelas mengingat, bahwa aku terlibat


dalam penelitian itu. Aku mulai ingat pernah datang ke
pegunungan di pulau Papua. Aku juga ingat pernah memberi
perintah untuk menculik salah satu suku Fore yang selamat

75
untu meneliti lebih lanjut, dan mengambil antibodi yang ada
pada tubuh orang tersebut.

Aku terduduk, tubuhku mendadak lemas. Aku


memejamkan mata sejenak sembari memijit kening.

***

Pisau diayunkan, Amiza menghindari dengan mudah,


cukup menggeser posisi bahu. Amiza menghindari serangan
balik, kaki kiri dan tangan kanannya bergerak bersamaan
menghantam makhluk hitam itu yang datang menyerang:
tangan kanan tepat menghantam tengah leher, telapak kaki
mendarat tepat di perut. Makhluk itu terpental, melayang,
menghantam dinding. Botol kaca yang dibawa makhluk itu
ikut pecah. Luar biasa!

Aku melangkah, mendekati arena pertarungan


seadanya yang seperti sengaja didesain oleh Amiza. Ia
berada di tengah, sementara musuh menyebar berada di
sekelilingnya. “Apa yang kau lakukkan?” tanyaku. Amiza tak
76
menjawab, ia masih sibuk menggeser kakinya, menghindari
sabitan pedang, lalu memukul kepala makhluk itu. Ada lagi
serangan dari kiri, ia berputar 360 derajat sebanyak lima kali,
back flip salto yang mengesankan.

“Amiza!” panggilku. Ia tak menggubris. Entah tidak


dengar atau memang sengaja.

Aku melangkah semakin dekat. “Amiza!” panggilku


lebih keras lagi.

Sebenarnya apa yang sedang ia lakukan? Kenapa


tidak memakai senjata? Makhluk-makhluk hitam ini seelah
dipukuli akan terus bangkit dan menyerang lagi, kapan
habisnya? Apa dia hanya berolahraga? Hanya orang gila yang
berolahraga bersama Makhluk itu.

“Amiza! What are you fucking doing?” aku bertanya


dengan bahasa kasar. Jika ia tak merespon, aku akan berkata
lebih kasar lagi.

Setelah memukuli dada makhluk itu hingga terkapar.


Ia berkata, “Thiking.” Jawab Amiza datar. Ia begitu santai.
Bangsat banget orang ini!

77
“Mereka adalah teman sparing-ku yang telah
terinfeksi. Mengapa keahlian bela diri mereka mendadak
menghilang? Bukankah harusnya mereka lebih pintar saat
telah menjadi Makhluk hitam ini?” cecar Amiza sambil terus
bertarung. Gerakan tarungnya tetap gesit dan lentur, meski
dalam keadaan sedang berbicara.

Kini, aku bertarung bersamanya, menggunakan


pedang. Setiap makhluk itu mulai mendekat aku habisi
dengan jurus-jurus kendo, walau khasiat Super Ritalin sudah
habis, tetapi aku masih secepat sebelumnya. Aku bertarung
jauh lebih lambat dibandingkan dengan gerakan-gerakan
Amiza. Ayunan pedangku tampak kaku dan tidak bertenaga,
beberapa kali seranganku tidak mengenai musuh.

Ada satu makhluk hitam yang mengarah padaku,


bersiap menyerang dengan pisau. Tanpa basa-basi, aku
langsung menendang keras, lalu melompat. Kemudian, aku
menusuk dada makhluk itu, lalu segera menghabisinya.

“Otak mereka terdesain ulang. Sama seperti


Alzheimer yang menghancurkan seluruh ingatan lama
sehingga mereka seperti makhluk baru,” jawabku dengan
78
suara yang agak keras. Aku mencoba memaparkan sesingkat
mungkin.

Sial! Aku kehilangan fokus saat berbicara sambil


bertarung.

Makhluk hitam yang membawa pemukul golf berhasil


menyerangku. Serangan tepat di kepala, aku tersungkur. Aw!
Sangat sengit. Aku berusaha mambalas, tetapi justru
serangan kembali masuk ke tubuhku. Ujung pemukul golf
mendarat di punggung, pundak dan kepala bagian belakang.

Hasrat makhluk-makhluk hitam ini sepertiya sudah


hilang, ia terfokus pada penggunaan senjata. Jika begini,
penularan seharusnya berkurang. Namun, insting mereka
dalam menghabisi musuh cukup tinggi.

Makhluk-makhluk hitam lain datang ke arahku,


membawa pisau besar. Namun, Amiza segera datang dan
menendang keras makhluk hitam tersebut

“Kau hendak ngapain ke sini?” tanya Amiza.

“Nenek tua itu memanggilmu, ada hal yang ingin ia


katakan,” jawabku sembari bangkit. Kepala dan punggungku
79
sakit sekali. Aku memeriksa kepala, syukurlah, tidak ada
darah yang keluar.

“Sebentar lagi aku juga akan turun,” jawab Amiza


sembari melompat dan menendang makhluk hitam yang
mendekat.

“Ia meminta segera!”

“Baiklah, beri aku senjata!” seru Amiza. Aku


menyerahkan pedangku kepadanya.

“Ternyata, tanpa obat, kau lemah sekali, Pak Tua!”


ledek Amiza. Ia tertawa sembari menggengam pedang, lalu
berputar-putar menebas tiga makhluk hitam yang ada di
dekatnya.

Aku tidak terima dilecehkan begini. Aku pun


mengambil pisau daging yang tergeletak di lantai, lalu
mengayunkan pisau itu ke kepala makhluk yang berusaha
bangkit, menancap sempurna, makhluk itu kembali
tergeletak, tetapi masih berusaha bangkit. Aku menarik
pisau itu kembali, agak susah, jadi harus sedikit digoyang-
goyang. Setelah berhasil terlepas, aku mengayunkan pisau

80
dari atas lalu mendaratkan ke leher. Darat muncrat,
mengotori bajuku. Aku pun berdiri, lalu menginjak pisan
bagian belakang, sehingga leher makhluk ini terlepas
sempurna. Tak lama kemudian, makhluk ini tak bergerak lagi.

Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Makhluk terakhir


yang mencoba menyerang Amiza dihabisi dengan menebas
leher. Cepat sekali gerakannya. Amiza melempar pedang ke
arahku, lalu mengangkat dagunya.

Hem, sombong sekali!

Ternyata, semua makhluk hitam itu sudah tergeletak.


Amiza menghabisi semuanya, sementara aku baru
membunuh satu. Sialan dia! Aku merasa kalah.

***

“Dalam jangka panjang, mereka akan sama dengan


kita,” tukasku. Kesimpulan Amiza tepat, aku hanya
menambahkan.

81
Memang tahap permulaan homo sapiens berpikir,
lama kelamaan akan terus berkembang. Ternyata, ia wanita
yang asik alam diskusi, pemikirannya nyambung dengan
pemikiranku.

“Mereka sudah baik dalam meniru, dalam sepuluh


menit mereka sudah mampu meniru gerakan-gerakan Wing
Chun yang aku gunakan.” Amiza melanjutkan pendapatnya.
Aku mendengar sembari menjari semacam kain atau tisu
untuk membersihkan percikan-percikan darah.

Oh, jadi bela diri itu bernama Wing Chun? Aku baru
tahu. Lucu juga.

“Ketika aku mengubah gaya bertarung menjadi silat,


mereka juga mampu meniru dengan baik.”

Silat? Sepertinya aku penah dengar. Ah iya, bela diri


asal Indonesia. Aku tahu itu.

“Jadi kau menganalisis ini semua dengan bertarung


dengan mereka?” tanyaku pada Amiza sembari menoleh ke
kiri dan kanan, ternyata ada tisu di sudut ruangan. Aku
mengambilnya.

82
Aku memberikan tisu yang ada, Amiza segera
mengambil sembari berkata, “Sudah aku bilang, aku berpikir
ketik bergerak.” Amiza menjawab lembut.

Tampak ia membersihkan tangannya dengan tisu


basah. Ada cincin di jari manisnya. Cincin yang sama dengan
cincin yang pernah aku berikan. Aha!

“By the way, dari mana kau dapat cincin itu? Bukannya
kau telah membuangnya?” tanyaku sambil tersenyum.

Amiza terdiam, ia tunduk, menatap cincin di jarinya.


Kemudian, Amiza salah tingkah. Ia melempar gumpalan tisu
ke wajahku.

Aku tertawa cukup keras. Lucu juga wanita ini.


Hahaha.

“Aku suka cincin ini,” jawab Amiza pelan.

“Tentu saja. Pasti juga suka dengan yang


memberikannya, kan?” Aku kembali melontarkan godaan.
Aku akan terus menggodanya. Ini adalah momen paling lucu.
Wajah Amiza memerah, ia senyum-senyum tidak jelas.

83
“Well, tidak juga.” Amiza menggeleng.

Aku berhenti tertawa, tiba-tiba mengingat sesuatu.

“Oh iya? Dimana Black Note? Buku yang kau rebut


dariku itu.”

“Nanti akan aku beri tahu, aku pikir, tidak akan ada
orang yang akan memberitahukan isi buku itu jika sudah
melihatnya.”

Oh, jadi begitu ya? Itu sebabnya cyborg si wajah petak


itu tak mau temannya mengetahui isi buku. Aku jadiy
semakin penasaran apa isi dari buku itu.

“Bukankah di buku itu ada wabah ini?”

“Tentang hujan ulat? Zat perangsang ang akan


bersatu dengan telur-telur yang tersebar di awan? Itu
mustahil. Kau pasti melakukkan kesalahan saat
merencanakan itu.”

Aku agak bingung. Kenapa mustahil?

“Dan itu bukan solusi, tidak ada penyembuhan, hanya


pemusnahan.” Amiza melanjutkan pernyataannya.
84
“Ulat-ulat yang datang bagai hujan itu akan
memangsa otak-otak yang terinfeksi prion. Sebagian besar
peradaban manusia akan musnah,” ujar Amiza kembali, ia
begitu menggebu-gebu.

Walau dia tidak setuju, tetapi hal itu haruus dilakukan.

“Dimana buku itu? Aku harus membacanya langsung,


tidak akan cukup mendengar dari ocehanmu, aku tidak
percaya!”

Aku memaksa Amiza untu menunjukan buku itu.

Amiza diam. Raut wajahnya berubah. Ada apa?

“What’s wrong?” aku menggoyangkan kedua bahu


Amiza. Ia masih diam.

“Amiza dimana buku itu?” aku merentangkan tangan,


tepat di arah pandangnya, meminta bukuku dikembalikan.

“Aku membakarnya!”

Akun menghelas nafas, mencoba menahan emosi


yang memuncak, lalu berkata, “Sayang, mengapa kau begitu
menyebalkan?”
85
“Really?” balas Amiza. Tak ada tanda-tanda bersalah
sudah membakar buku maha penting itu. Ia pasti hanya ingin
mengalihkan perhatian.

“Namun, kenapa kau menangis saat aku sekarat?”

Pertanyaan macam apa itu? Kenapa ia malah


menyinggung hal yang lalu-lalu. Sudahlah, itu hanya
emosional sesaat saja.

“Aku tidak pernah menangis.” Aku mencoba


mengelak.

Bukannya dia tidak sadar saat itu? Kenapa bisa


menyadari hal memalukan itu.

“Jadi, hanya gara-gara tersebut nama ibumu, lantas


kau menjadi jatuh cinta padaku?”

“Tak hanya itu. Kau juga mengatakan bahwa kita akan


menikah dan memiliki dua pasang anak kembar,” jawab
Amiza pelan, hampir tidak terdengar.

Wajah Amiza memerah saat mengatakan kalimat ini,


lebih merah dar sebelumnya. Ia juga tertunduk.

86
Aku melangkah ke tepi, melihat keadaan di luar dari
kaca jendela ruangan ini. Matahari masih tetap sempurna
menyinari Ls Vegas pagi ini. Hanya saja, tak ada kegembiraan
yang muncul. Terasa hampa.

Kota ini sudah menjadi kota mati. Tak ada lagi


kendaraan berlalu lalang. Tak ada orang berangkat kerja. Tak
ada pengantar pizza. Tak terdengar suara tawa. Benar-benar
sepi mencekam.

“Now That?”

“Entalah, Amiza, aku amat merasa bersalah. Dan apa


yang barusn kau katakan tidak masuk akal. Bagaimana
mungkin aku merencanakan akan menikahimu. Siapa tadi
nama ibumu? Isyana?”

Aku mencoba mengingat-ingat wanita bernama


Isyana. Sepertinya tidak asing.

***

87
88
BAB 7
Ilmu Pengetahuan,
Data dan Informasi

A ku jadi teringat sesuatu tentang pria yang


mencariku di hotel. Amiza mengatakan dengan
bodohnya pria berwajah baik, aku marah-marah saat itu
karena kesal dengan frasa wajah baik dalam memberikan ciri-
ciri seseorang.

“Ia mengatakan banyak hal padaku. Ia yang


mengharuskan aku bertarung dengan dirimu.” White juga
memberikan perintah seperti Black.

Aku memungut sisa-sisa ingatan tentang apa pun


yang berkaitan dengan asal muasal Black. Setelah Black hadir
dalam hidupku, aku penasaran bagaimana bisa ia hadir, dan
terus mempelajari hal itu.

Aku tidak percaya keajaiban, sesuatu terjadi pasti ada


sebabnya, dan harusnya bisa dijelaskan secara ilmiah. Pada
akhirnya, aku menemukan ada bagian otak yang

89
menghasilkan satu hormon unik, mampu menghadirkan
teman ilusi. Pemicunya bisa banyak salah satunya depresi.
Pengetahuan ini semakin lengkap saat aku mengembangkan
proyek rekayasa delusi pada wanita bernama Isyana. Jadi,
inilah asal muasal White bisa muncul pada Amiza.

Aku masih tidak percaya merencakan ini semua. Efek


Ritalin yang aku kembangkan menjadi Super Ritalin
membuat otakku bekerja sangat maksimal sehingga
merencanakan ini semua, menuliskan dalam Black Note, lalu
menghapus beberapa memori. Aku terlupa pernah
merencanakan ini.

Aku terus mengembangkan pengetahuan tersebut


merekayasa zat yang mampu menstimulus otak agar
menghasilkan hormon yang dibutuhkan. Itu sebabnya, aku
mampu menciptakan Diana, Emily, Audrey, Tania, Helen.

“Dan yang paling mencengangkan, pria berwajah


baik itu juga kau sebutkan dalam Black Note. Akan datang
pria berwajah baik memakai earphone dengan kaus merah
dan jaket jeans biru kepada Amiza.” Amiza melanjutkan

90
perkataannya. Ini sangat membantuku dalam memahami
kondisi yang terjadi saat ini, semakin lama semakin terang.

***

“Jadi semua ini karena ulah mu telah menulis semua


nya di Black Note itu? Kenapa kau mau melakukkan nya
Charles?”

“Sebenarnya aku terpaksa. White yang memaksaku


agar melakukkan hal itu padamu, bahkan ia menyuruh aku
menikah denganmu, lalu memiliki dua pasang anak kembar,
itu adalah cikal bakal manusia berikutnya, kita semua akan
musnah akibat proyek hujan ulat. Setelah ulat-ulat itu
memangsa otak para makhluk itu, mereka juga akan
memangsa manusia yang bertahan hidup, bahkan seluruh
hewan. White yang mengatakan itu. Dia juga yang meminta
aku membakar Black Note. Jadi, pilihan ada di tanganmu
Charles, apakah melanjutkkan proyek hujan ulat itu atau kita
cari jalan lain.”

91
Entahlah, aku sangat bingung. Jika aku
merencanakan proyek hujan ulat, kenapa aku juga membuat
program rekayasa deluis Isyana, sehingga White muncul di
diri Amiza?

“Sepertinya ada cara lain.” Aku mencoba terus


mengingat lebih dalam.

Super Ritalin merupakn mutasi dari prion dan zat-zat


lain yang digabungkan. Mutasi protein membuat otak-otak
menjadi bermutasi dari keadaan normal.

Bentuk prion yang sangat kecil, ia juga memiliki


kemampuan merubah protein yang terkandung dalam virus.

Bagaimana mungkin aku menulis hal seperti itu di


dalam Black Note?

Setiap rencana yang tertulis dalam buku itu,


membuat ak seola-olah tidak memiliki kehendak bebas atas
diriku sendiri. Rentetan peristiwa yang direkayasa, benar-
benar terjadi saat ini: extra pro yang membuat orang-orang
menjadi makhluk itu , efek Super Ritalin dan pertemuan
nenek tua ahli akupuntur, pertemuan diriku dengan Amiza

92
bahkan sesi melamar, tokoh ilusi bernama White dan hal-hal
lain yang akan terjadi, lengkap tercantum disana.

Bagaimana mungkin aku merencanakan itu semua?


Dan rencana tersebut benar-benar terjadi. Sungguh! Otak
manusia sangat luar biasa, dan aku pernah membuatnya
bekerj sangat optimal. Namun, sayang, saatitu aku dalam
mode penuh kebencian dan dendam.

Black benar, bahwa tidak ada kehendak bebas.


Semua terjadi berdasarka algoritma kode genetik, sistem
elektrokimiawi, reaksi zat-zat dalam tubuh dan rentetan
peristiwa.

Aku mencoba berpikir, dan mencoba mengingat-


ingat kembali. Saat itu aku juga mempunyai teknik baru
dalam menguasai pengetahuan, data dan informasi. Aku
mampu menciptakan tokoh-tokoh ilusi yang masing-masing
diberikan tugas sesuai kebuTuhan.

Ketepatan atas spekulasi dan prediksi akan


meningkat pesat seiring penguasaan berbagai bidang ilmu
pengetahuan, data dan informasi. Sama halnya dalam

93
memprediksi harga saham, kita akan mengusai pasar bursa
dan menjadi kaya saat mengusai ilmu ekonomi, terkait
mekanisme pasar dan kebijakan moneter, psikologi, terkait
panic buying or selling attack, dan sejarah, agar mengusaii
sebuah pola ditambah lagi dengan penguasaan data dan
informasi. Maka, seperti itulah aku dalam merencanakan ini
semua.

Wabah yang aku rencanakan dengan para investor itu


ternyata tidak ada apa-apanya dengan wabah yang terjadi
saat ini. Aku hanya berencana menginfeksi orang-orang
dengan bakteri, ternyata yang terjadi adalah mutasi protein,
sesuai dengan rencana yang ada di Black Note. Orang-orang
menjadi makhluk hitam, otak mereka terdesain ulang, ibarat
primata yang hendak membasmi umat manusia. Ini sungguh
gila!

Jika seorang manusia bisa merencanakan ini semua,


maka wajar Tuhan merencanakan seluruh kerja alam
semesta, dari awal penciptaan, hingga berakhir pada
kehancuran.

94
Inilah akibatnya jika manusia mengusai banyak
pengetahuan, mudah mengakses data dan informasi, serta
menggunakan kecerdasan buatan, maka pemusnahan
manusia dan kehancuran dunia tidak dapat dihindari. Sifat
manusia yang rakus merupakan bagian dari algoritma,
berperan dalam penghancuran bumi.

-TAMAT-

95
96
CATATAN PENULIS

1. Jessica Method adalah teknik memunculkan teman ilusi


yang dapat diajak interaksi dan melaksanakan perintah.
Ibarat software pada komputer, bisa diciptakan sesuai
kebuTuhan. Tidak hanya satu, semuanya bisa berjalan
bersamaan, seberapa canggih dan efektif tergantung
kapasitas otak, dan sungguh, kapasitas otak jauh melebihi
komputer palling canggih di dunia. Hal inilah yang di
lakukkan Profesor Charles sehingga mengetahui dan
melakukkan banyak hal, lalu mampu menciptakan sebuah
rencana luar biasa. Proses kerjanya kurang lebih sama
seperti para penderita schizophrenia, hanya saja karakter
ilusi tersebut dapat di beri perintah, walapun sebenarnya
yang melaksanakan perintah tersebut adalah orang itu
sendiri, tapi tidak disadari.
2. Ritalin adalah obat untu penderita gangguan konsentrasi
seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
berfungsi meningkatkan kemampuan kosentrasi. Bagi
bukan penderita ADHD, pengonsumsi Ritalin biasanya
bertujuan untuk peningkatan daya pikir dalam
menyelesaikan hal-hal yang membutuhkan fokus level
tinggi.
3. Elektrokimiawi adalah proses kimia yang melibatkan
listrik. Tubuh mengalami proses kimiawi, lalu
menghasilkan beberapa zat yang akan mempengaruhi
kinerja otak, termasuk pengiriman sinyal listrik ke seluruh
tubuh.
4. Proteinceois infectios particle atau dikenal dengan istilah
Prion merupakan penyakit neurogenerative bersifat fatal
pada manusia juga hewan.

97
5. Piranti atau perangkat device, kadang diserap dalam
bahasa Indonesia sebagai devais dapat merujuk ke:
Sebuah mesin atau bagiannya. Sebuah appliance
informasi, misalnya telepon seluler. Sebuah piranti
periperal yang terpasang pada sebuah komputer.
6. Nakas merupakan sebuah furniture interior kmar tidur
berupa meja kecil. Meja ini diletakkan di sisi samping yang
berguna untuk meletakkan beberapa barang sebelum
tidur.
7. Bungker adalah sejenis bangunan pertahanan militer.
Bungker biasanya dibangun di bawah tanah. Bungker-
bungker ini biasanya dibuat untuk mengantisipasi
kemungkinan perang nuklir.

98
TENTANG PENULIS

Hai aku Nur’afifa dari kelas XII MIPA 1 bersekolah di


SMA NEGERI 1 LEUWILIANG. Aku lahir di Jakarta, 21 Mei 2005
pukul 13.38. Wahh, keren kan bisa hafal sampe jamnya juga.
Aku anak tunggal, dan sering ditinggal. Eh ngga dong
bercanda. Aku mau jelasin kenapa aku milih untuk membuat
novel tentang ini.

Jadi sebelumnya aku sempat tertarik dengan


permasalahan SUPERSEMAR, tapi sepertinya kurang
menarik. Nah, aku ganti lah tentang hal yang berbau wabah.
Sebelumnya terinspirasi juga si dari film-film drakor yang
pernah aku tonton. Jadi aku pilih tentang wabah Apes ini.
Dan aku kemas lebih menarik lagi.

Jadi itu alasanya kenapa aku milih tema itu gess.


Sekian dari aku semoga kalian suka sama cerita yang aku
buat salam cinta dari aku teman teman.

99
100
REFERENSI

Bostrom, Nick. Superintrlrllingece: Paths, Dangers, Strategies.


Oxford University Press. 2014.
Gazzaniga, Michael S. Who’s in Charge? Free Will and the
Science of the Brain. New York: Ecco. 2014.
Glynn, Calina, et al. Cryo-EM Structure of A Human Prion
Fibril With A Hidrophobic, Protease-resistant core. Nature
Structural and Molecular Biologi, Article. 2020.
Harari, Yuval N. Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia.
Pustaka Alvabet. 2019.
Hendrawan. S. Telah Lebih Jauh Terhadap Prin: Protein
Patalogis Sebagai Agen Penyakit. Ebers Papyrus. Vol. 15,
No. 2 Agustus, 2009.
Surewicz, W. K & Apostol, M. I. In Prion Proteins (ed.
Tatzelt, J.) 135-167. Spinger Berlin Heidelberg. 2011.

101
102
CATATAN

103
CATATAN

104

Anda mungkin juga menyukai