Anda di halaman 1dari 2

Semburat kemerahan di langit tampak indah.

Kulihat pemandangan itu dibalik jendela


kamar. Menyendiri sambil menikmati indahnya langit sore adalah yang terbaik. Tetapi tiba-tiba saja,
suatu kejadian buruk di sekolah melintas lagi di kepalaku. Ini sudah yang keberapa kalinya di hari ini.
Hal ini sudah menjadi trauma bagiku. Ketika anak-anak di sekolah merundungku, menyebabkan
memar di sekujur tubuh, dikucilkan di kelas. Semua yang kualami di sekolahku dulu muncul di
pikiranku seenaknya. Tanpa kusadari, air mataku sudah mengalir dan membasahi pipiku.

“Hai!,” tiba-tiba saja seorang anak laki-laki menyapaku dari balik jendela dengan senyuman
yang lebar. Seketika, suaranya membubarkan lamunanku. Ketika sadar, aku reflek menutup tirai
jendelaku.

“A-apa dia melihatku menangis tadi. Ba-bagaimana kalau dia menganggapku anak yang
aneh. Ah, sudahlah, tidak usah dipikirkan. Lagi pula aku tidak akan pernah bertemu dengan anak laki-
laki itu lagi,” ucapku sambil menghapus air mata.

Akhirnya, aku pun memilih belajar untuk pengalih pikiran. Tak terasa, jam sudah
menunjukkan pukul 09.00. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan dari balik jendela. Aku mencoba
mengabaikannya, tetapi suara itu terus saja muncul. Aku pun tidak tahan lagi mendengar suara itu
dan memutuskan untuk membuka tirai jendela.

“AAAA,” aku berteriak kencang. Betapa terkejutnya aku ketika melihat ada seseorang dari
balik jendela dengan wajah sinar senter yang menyala dari bawah wajahnya yang membuatnya
terlihat seram.

“Hei, tenanglah. Tidak perlu berteriak. Maaf aku mengejutkanmu. Ini aku, orang yang
menyapamu tadi sore,” ucapnya dengan suara yang lembut sambil menyingkirkan senter yang dia
pegang. Ia tampak sama kagetnya denganku. Tanpa jeda, aku langsung melontarkan pertanyaan
padanya.

“A-apa yang kau lakukan disini,” tanyaku terbata-bata.

“Mungkin ini bukan urusanku. Tapi aku tidak sengaja melihatmu menangis tadi sore. Apakah
kamu ada masalah? Kamu bisa menceritakannya padaku,” jawabnya dengan senyuman. Belum
sempat menenangkan diri. Lagi-lagi aku dikagetkan dengan pertanyaanya. Baru kali ini, aku
mendengar seseorang bertanya dengan keaadaanku. Sampai saat ini, aku belum mempunyai orang
yang bisa ku ajak bicara hanya untuk mendengar isi hatiku. Termasuk orang tuaku. Dikarenakan
pekerjaan mereka yang mengharuskan mereka untuk pergi ke luar kota. Mereka hanya mengirimku
uang. Aku juga tidak mepunyai seorang kerabat pun disini.

Alhasil tidak ada yang tau kalau aku dirundung di sekolah. Kukira aku hanya sendirian di
dunia. Tetapi, mendengar ada orang yang peduli denganku, aku merasa sangat senang hingga
rasanya jantungku berhenti berdetak. Aku terdiam sambil menahan tangis

“Saat ini aku adalah tetangga dan temanmu jadi jangan ragu untuk menceritakan apapun
padaku. Teman selalu ada disisimu saat kau butuh,”

Aku menangis hebat setelah mendengar kata “Teman.” Kata yang asing bagiku. Hatiku pun
luluh dan menceritakan semua masalahku padanya. Hatiku terasa lebih lega setelah itu. Ia tampak
cukup kaget setelah mendengar kejadian yang menimpaku.

Setelah hari itu, dia telah banyak membantuku dalam keseharianku. Ia sudah seperti kakak
kandungku. Kami sering bermain bersama dengan teman-teman lain. Tak kusangka, ternyata teman
bukan hanya sekadar kata tetapi ia sudah seperti bagian dirimu.

Anda mungkin juga menyukai