Anda di halaman 1dari 2

Teman Lama

Bunyi alarm yang berdering membuatku terbangun dari tidur yang begitu lelap.
aku melihat ponselku yang menunjukkan pukul 8 pagi. Aku mematikan alarm itu dan
melihat sekeliling kamarku. Aku masih terbaring di kasur sejak 3 hari yang lalu. Kipas itu
masih menghembuskan angin ke arahku, walaupun rambutku tidak bergerak. Sarapan
yang dibuat oleh ibuku kemarin tidak tersentuh olehku. Sarapan itu seolah - olah
memintaku untuk memakannya. Aku melirik obat yang diberikan oleh dokter itu, tetapi
aku berpikir bahwa obat itu tidak ada gunanya. Aku tidak ingin keluar kamarku sejak hari
itu, hari dimana ibuku berbincang dengan dokter itu. Kata kata yang aku dengar hanya
"depresi"

Ketika Aku mengingat kejadian itu, aku mendengar ketukan dari pintu kamarku.
Ibuku mulai membuka pintu kamarku secara perlahan, memasuki kamarku, dan menukar
makanan yang kemarin dengan yang baru. Ibuku hanya mengingatkanku untuk meminum
obat itu dan berkata “semuanya akan baik – baik saja Nak”. Aku mengabaikan ucapan
ibuku dan berpura – pura untuk menelan obat itu selagi ibuku melihatku. Ibuku mulai
meninggalkan kamarku dan Aku membuang obat itu ke dalam tempat sampah. Aku
melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 8.30. Aku pun bosan dan menutup
wajahku dengan bantal seakan Aku mencoba untuk menghindari diri dari kenyataan.

Depresi ini sudah merajai diriku. Aku memikirkan untuk apa aku hidup, aku sudah
mencoba untuk mengakhiri hidup ini tetapi aku tidak punya keberanian untuk itu. Orang
mengira aku adalah orang yang bahagia. Aku jarang mendapat olokan, aku memiliki
orang tua yang cukup berada, dan aku dianugerahi kecerdasan dari-Nya. Namun pikiran –
pikiran yang tak jelas menghantuiku. Ketakutan sudah menjadi sahabat baikku, dan rasa
sakit sudah menjadi bayanganku. Terkadang aku ingin tertawa. Tertawa melihat diriku
sendiri. Memikirkan hal itu membuatku muak, aku lelah dan kembali tertidur.

Hal selanjutnya yang aku tahu aku merasa dibangunkan oleh seseorang, tetapi aku
tidak tahu siapa itu. Ketika Aku membuka mataku, Aku melihat bayangan yang gelap di
samping kasurku dan mengucapkan “Selamat pagi.” di depan wajahku. Aku terkejut
melihat teman lamaku berdiri di sampingku dan aku senang untuk melihatnya. Aku telah
menolak semua orang yang mencoba untuk menjengukku selama ini, tetapi sekarang aku
tidak ingin mengusirnya. Aku pun mulai berbicara dengannya seakan tidak ada apapun
yang terjadi.
Hingga akhirnya dia menarik napas dalam – dalam sebelum dia bertanya, “Apa
yang terjadi padamu?” Seketika aku terdiam. Suaraku pun seperti tertelan begitu saja.
Perlahan, bening bening kristal membanjiri pipiku. Aku diam tak bergeming. Aku
menghidari pertanyaan itu dan menjawab “Aku tidak tahu, aku tidak bisa melakukannya
lagi,” Dia menatapku dan kembali bertanya, “Mengapa kau tidak pernah memberitahu
siapa pun?” Aku duduk terdiam selama beberapa detik sebelum aku bergumam, “Mereka
tidak akan peduli denganku,” Dia merangkulku dan berkata, “Ada banyak orang yang
peduli padamu,” Aku menggelengkan kepalaku. Sulit bagiku untuk mendengar bahwa
seseorang benar – benar peduli padaku. Dia kembali berkata “Semua orang pasti pernah
melewati masa dimana mereka dipenuhi dengan rasa keputusasaan, mereka pasti tahu apa
yang kau rasakan sekarang,” Aku masih terdiam. “Aku tahu segalanya tampak buruk
sekarang, tetapi kau memiliki kesempatan untuk mencoba dan kembali kepada dirimu
yang dulu. Apakah kau sadar bahwa kau bisa mati sekarang? Apakah kau sadar bahwa
kau memiliki peluang untuk menjadi sosok yang lebih baik? Kau memiliki kesempatan
itu, kau bisa menjadi dirimu yang dulu. Bahkan jika kau tidak percaya untuk dirimu
sendiri, percayalah demi orang – orang yang peduli padamu. Mereka merindukan dirimu
yang dulu,” Lagi – lagi aku hanya terdiam. “Kau tahu apa yang aku katakan itu benar
kan?” ucapnya. Aku menganggukkan kepalaku sedikit. Setelah dia mengucapkan kata –
kata itu dia berdiri, melangkahkan kakinya menuju pintu kamarku.”Terima kasih.”
ucapku dengan wajah yang penuh dengan air mata. Dia hanya tersenyum dan mulai
membuka pintu kamarku. Disaat itu cahaya dari luar kamarku menyinarinya. Dia terlihat
sepertiku, diriku yang dulu.
Selama ini aku hanya memikirkan diriku sendiri dan tidak pernah memikirkan
bagaimana perasaan orang yang melihatku depresi. Aku ingin mencoba untuk berubah.
Aku menarik napas dalam – dalam dan mulai meminum obat yang diberikan ibuku. Aku
melangkahkan kakiku keluar kamarku untuk pertama kalinya dalam beberapa hari dan
berjalan untuk menemui keluargaku. Teman lamaku benar, mereka merindukan diriku
yang dulu.

Anda mungkin juga menyukai