Anda di halaman 1dari 6

Surat Terakhir

Tiba-tiba teleponku berdering “siapa yang nelpon sore-sore begini sih” pikirku.
Ternyata kakaku yang menelpon.

“Assalamualaikum ada apa kak?”

“Waalaikumsalam, kamu dimana?”

“Dirumah, ada apa?”

“Bisakah kau mengantarkan tasku kemari! Aku tadi buru-buru hingga aku tak sadar tasku
ketinggalan dirumah.”

“Bisa, tapi tidak sekarang mungkin nanti malam karena aku masih banyak pekerjaan.”

“Ya sudah, setelah menyelesaikan pekerjaanmu segera antarkan tasku!”

“Baiklah, nanti aku akan mengantarkannya.”

Kakakku seorang dokter disalah satu rumah sakit yang menjadi tujuan perjalanan ku
malam itu. Setelah sampai di rumah sakit tempat kakakku bekerja, aku langsung masuk dan
mencarinya. Setelah bertanya kepada perawat yang ada disana, akhirnya aku menemukannya
disebuah ruangan yang hanya terdapat 5 orang termasuk aku. Seorang wanita setengah baya
yang terlihat pucat, seorang anak kecil yang umurnya sekitar 5 tahun dan seorang laki-laki
yang umurnya sekitar 16 tahun.

“Apa yang kau lakukan disana? Cepat kesini!” sergah kakakku.

“Ah iya, ini tasnya” sambil berjalan mendekati kakakku.

“Ambilkan jarum suntik yang ada didalam tasku!”

“Apakah yang ini?” sambil mengarahkan sebuah jarum suntik.

Kakakku langsung mengambil jarum suntik yang berada ditanganku tanpa berkata apa-apa.

“Apa yang terjadi pada laki-laki itu?” tanyaku dengan penasaran.

“Kau tidak perlu tau, ini bukan urusanmu.”

1
“Kan aku Cuma tanya” kataku dengan nada kecewa.

“Sebaiknya kamu menenangkan ibu itu, katakan padanya bahwa semuanya akan baik-baik
saja” sambil menunjuk seorang ibu yang sejak tadi duduk disofa ruangan itu dengan ekspresi
khawatir.

Aku segera mendekati ibu tersebut dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik
saja. Setidaknya itulah yang dikatakan kakakku. Bukannya membaik, ibu itu malah semakin
sedih. “Dia terkena leukemia, tidak ada orang yang baik-baik saja saat terkena leukemia.
Kami telah mencari cara mengobati penyakitnya itu tapi kami selalu gagal”. Ibu banyak
bercerita sampai akhirnya aku tau mereka akan pindah ke Belanda untuk menjalani
pengobatan. Setelah banyak mendengar cerita dari si ibu itu, akhirnya aku izin pergi karena
sudah sangat larut. Kebetulan aku sedang libur jadi aku akan menginap dirumah sakit untuk
beberapa hari kedepan.

Pagi itu aku sedang duduk ditaman rumah sakit, aku sedang meggambar seekor kupu-
kupu. Aku suka berada dirumah sakit karena aku bisa lebih banyak mendapat inspirasi.

“Apakah kau sedang kau lakukan?”, aku diam saja sambil meneruskan menggambar. Karena
merasa diabaikan dia bertanya lagi.

“Kau sedang menggambar apa?”

Aku menoleh karena merasa pertanyaan tersebut ditujukan padaku dan menjawab “apakah
kau tidak bisa melihat apa yang sedang kugambar?”

Ternyata dia adalah laki-laki yang terkena leukemia kemarin. Sambil tersenyum dia berkata
“bisa.”

“Terus kenapa kamu masih tanya?” kataku dengan ketus.

“Namaku Dino, siapa namamu?” dia langsung bertanya tanpa menghiraukan pertanyaanku.

“Aulia” jawabku masih dengan nada ketus.

“Berapa umurmu? Kau sekolah dimana? Apakah kau hobi menggambar? Apakah kau
seorang pelukis? Apakah dokter yang menanganiku kemarin adalah kakakmu?” dia bertanya
bertubi-tubi tanpa memberiku waktu untuk menjawab.

Aku menutup sketchbookku sambil menghela napas dan meninggalkannya. Tetapi


dia terus mengikutiku hingga dia terhenti melihatku terhenti.

2
“Mengapa kau terus mengikutiku?”

“Aku hanya penasaran, apa yang kau lakukan saat berada disini” jawabnya dengan santai.

“Aku tidak melakukan apapun disini, jadi bisakah kamu berhenti mengikutiku” kataku
dengan nada membentak.

“Tidak, karena...” aku meninggalkannya sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, untungnya ia


tidak mengikutiku.

Siang itu aku berniat makan siang dikantin rumah sakit. Setibanya disana aku
memesan semangkuk bakso dan segelas es jeruk. Sambil menunggu pesananku diantar, aku
mengeluarkan sketchbook dari tasku dan mulai menggambar, tiba-tiba aku teringat Dino.
Aku terus memikirkan kenapa dia selalu mengikutiku. Sepersekian detik kemudian aku kaget
karena orang yang sedang aku pikirkan duduk disampingku.

“Mengapa kau tidak melanjutkan menggambar dan malah melamun? Apakah kau sedang
memikirkanku?”

“Ya” jawabku seadanya.

“Benarkah kau memikirkanku? Ya tuhan mimpi apa aku semalam, ada malaikat yang
memikirkanku saat ini” dia tersenyum lebar. Aku baru sadar ternyata senyumnya begitu
indah.

Pesananku pun sampai dan aku langsung makan tanpa memperdulikan dia. Karena
dia terus diperhatikan aku merasa terganggu.

“kenapa kau selalu menatapku seperti itu?”

dia tersenyum dan berkata “kau ternyata sangat manis”

Aku hampir saja tersedak mendengar ucapannya. “Apakah kau baik-baik saja?”dia langsung
bertanya melihatku hampir tersedak.

“Ya aku baik-baik saja, aku hanya kaget mendengar ucapanmu”

“Apakah ada yang salah dengan ucapanku?”

“Tidak ada yang salah kok” jawabku bohong.

Setelah selesai makan dia mengajakku berkeliling rumah sakit dan bercerita banyak
tapi dia tidak pernah menceritakan tentang dia dan keluarganya. Dia orang yang humoris, aku

3
tidak bisa berhenti tertawa saat bersamanya. Awalnya aku merasa terganggu akan
kehadirannya tetapi lama-kelamaan aku malah merasa senang saat dia berada didekatku.
Hari-hari berikutnya kulalui dengan bahagia karena selalu ada Dino disampingku. Sampai
suatu hari aku mendengar pembicaraan kakakku dengan Dino dan ibunya.

“Maaf kami sudah berusaha sebisa kami, tapi masih tak bisa temukan cara untuk
menyembuhkannya”

Sambil terisak ibu Dino berkata “pasti ada cara untuk menyembuhkannya”

“Maaf kami tak bisa menemukan cara menyembuhkannya” tegas kakakku.

Tanpa sadar dadaku terasa sesak dan mulai meteskan air mata. Aku merasa aneh
dengan diriku sendiri, seperti ada yang hilang tapi entah apa. Aku selalu menghindar dari
Dino karena saat melihatnya dadaku terasa sesak. Setelah beberapa hari setelah kejadian itu
Ibu dino datang padaku.

“Beberapa hari ini Ibu jarang melihatmu.”

“Aku sangat sibuk belakangan ini” kataku bohong.

“Ibu juga hampir tidak pernah lagi melihatmu bersama Dino.”

“Maaf Bu, aku harus pergi sekarang. Kakakku sudah memanggilku dari tadi” kataku bohong
lagi.

Tiba-tiba Ibu dino menggenggam tanganku sambil menangis dan berkata “apakah kau bisa
membantu Ibu untuk mengembalikan semangat Dino lagi? Cuma dengan semangat itu dia
bisa bertahan, Ibu tidak tau apa yang akan terjadi padanya jika dai terus-terusan begini.”

“Apa yang terjadi pada Dino?” tanyaku penasaran.

Ibu Dino menceritakan saat itu kakakku mengatakan bahwa Dino tidak bisa
disembuhkan dan karena itu pula sekarang Dino tidak mau meminum obatnya, tidak
memakan makanannya dan tidak pernah tersenyum lagi. Ibu Dino memintaku membujuk
Dino agar dia kembali ke dirinya yang dulu lagi. Aku kasihan kepada Ibu Dino dan ada
sesuatu didalam diriku menyuruh untuk melakukannya, akhirnya aku bersedia membujuk
dino aga dia kembali ke dirinya yang dulu.

4
“Tok tok tok” aku masuk dengan hati berdebar-debar. Dia tidak menyadari
kehadiranku. Aku melihatnya duduk dikasurnya dan menatap kedepan dengan tatapan
kosong.

“Apakah kau baik-baik saja?” tanyaku lirih. Dino masih menatap kedepan dengan tatapan
kosong tanpa menjawab pertanyaanku, lalu aku duduk disampingnya sambil memegang
tangannya dan menanyakan hal yang sama.

“Ya aku baik-baik saja” masih dengan tatapan kosong.

“Apakah kau benar-benar baik-baik saja? Kata ibumu kau yang sekarang bukanlah dini yng
kukenal dulu, apakah itu benar?” tanyaku memastikan.

“Aku capek berpura-pura baik-bauk saja didepan semua orang. Aku capek berpura-pura
bahagi dihadapan kalian semu. Aku capek dengan semua kebohongan ini, dan pada akhirnya
tuhan akan memanggilku tidak lama lagi ...” dia terhenti bicara saat aku menamparnya.

“Kau buka Dino yang kukenal, kau siapa? Dino yang kukenal tidak pernah lupa tersenyum
dan tidak pernah menyerah” kataku sambil terisak-isak.

“Jangan menangis” Dino berkata sambil mengusap air mataku.

“Dan satu lagi, tuhan tidak akan menyia-nyiakan perjuangan dan kerja keras dan tuhan tidak
akan pernah lupa memberi sebuah keajaiban” seketika itu pula Dino memelukku.

“Maaf telah membuatmu menangis, aku cuma tidak bisa menerima semua ini. Sekarang aku
sadar banyak orang yang selalu berada disampingku dan aku tidak bileh mengecewakan
mereka semua termasuk kamu, Aulia.”

Malam harinya aku pamit pulang kepada Dino dan Ibunya karena besok aku sudah
mulai masuk sekolah. Ibu Dino berterima kasih kepadaku karena telah mengembalikan Dino
seperti dulu. Dino memberiku sebuah kalung dan liontin yang sangat indah.

“Aulia ..” Dino memanggiku dengan suara lirih

“Apa?” jawabku penasaran

“Tidak jadi” sambil menundukan wajahnya.

Aku hanya tersenyum dan meningalkan ruangan Dino dirawat. Sepanjang perjalanan
aku terus memikirkan apa yang ingin dikatakan Dino tadi. Sesampainya dirumah aku
langsung istirahat. Keesokan paginya saat berangkat sekolah aku sangat bersemangat karena
5
sepulang sekolah nanti aku berniat menjenguk Dino dirumah sakit. Sepulang sekolah aku
langsung kerumah sakit. Sesampainya diruangan Dino dirawat, tidak ada siapa-siapa disana.
Aku mecari kakakku dan menanyaka kemana Dino dan Ibunya pergi. Kakakku mengatakan
Dino dan Ibunya pergi ke Belanda tadi pagi karena penyakit Dino semakin hari semakin
memburuk. Dan kakakku memberikan sebuah surat kepadaku dan mengatakan bahwa Dino
menitipkan surat itu untukku sebelum dia pergi.

Dear Aulia

Maaf aku tidak memberitahumu atas kepergianku karena aku tidak ingin membuatmu
sedih lagi. Aku hanya ingin kau tau bahwa aku orang yang sangat beruntung karena
tuhan mempertemukan kau dan aku, dan aku orang yang sangat bahagia karena tuhan
mengizinkaku berada disampingmu walau bukan untuk waktu yang lama. I LOVE
YOU, aku ingin mengatakan kata itu tapi aku tidak punya keberaian karena aku takut
kau akan menjauhiku. Kuharap kau juga punya perasaan yang sama.

Thanks for everything

Retnosari

XI MIA

Anda mungkin juga menyukai