Kelas : XI A1.1
Kerangka Cerpen
1. Orientasi (1-3)
- Aziel mengunjungi ibunya di rumah sakit
- Pertemuan pertama antara Aziel dan Luna
- Kegagalan Aziel untuk bertemu dengan Luna kembali
5. Tahap penyelesaian
- Kenangan kembali antara Aziel dan Luna
TERSISA KENANGAN
Jesslyn Chandreas Saputri
Dia Luna, orang yang membuatku percaya akan adanya cinta pada pandangan
pertama, bukan karena parasnya yang elok, melainkan sifatnya yang sangat suka
dengan anak-anak. Aku bertemu dengannya di rumah sakit, ya benar di rumah sakit,
sedikit aneh bukan? Satu minggu yang lalu, setelah selesai syuting aku pergi kerumah
sakit untuk bertemu ibuku, ibuku menderita penyakit diabetes, namun tidak parah.
"Permisi, ruangan pasien nomor 312 dimana ya?" tanyaku pada suster di tempat
informasi. "Ada di lorong sebelah kanan, mas." jawab susternya sambil memandangku
dengan tatapan seakan melihat dewa Yunani, Aku pun berlalu menuju keruangan
ibuku. Sesampainya di ruangan, aku berbincang dengan ibu sebentar sebelum
akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke taman karena ibuku yang suntuk berada di
kamar pasien selama 2 hari tanpa keluar. "Aziel" panggil ibuku, "Kenapa bu?" jawab
ku sambil mendorong kursi roda ibu. "Kamu ga capek abis syuting ketempat ibu?"
tanya ibu dengan raut wajah khawatir, "Tidak bu, tadi aku hanya syuting sebentar
makanya aku sempat untuk mengunjungi ibu di sini." jawab ku dengan ceria untuk
menenangkan ibuku. Selama di lorong menuju taman rumah sakit, banyak orang yang
menatapku dengan tatapan memuja, bahkan ada yang mengambil fotoku dengan hp
mereka seakan aku ini seterkenal itu.
Sesampainya di taman, aku mengajak ibu untuk duduk di bawah pohon tua sambil
memandangi banyaknya anak-anak yang memakai pakaian pasien rumah sakit,
pertama kalinya aku melihat pemandangan seperti ini. Betapa bersyukurnya aku lahir
dengan keadaan yang sehat, pikirku. Saat memandangi mereka, aku terhipnotis
dengan seorang suster yang sedang bermain dengan anak-anak, matahari terbenam
dengan senyumannya, bisa kuakui, memang semanis itu senyumannya. Saat itulah,
aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang suster yang tidak aku ketahui
siapa namanya. Ibu memanggil "Nak, ibu sudah lelah ayo kembali." kata ibu, aku pun
sejenak memalingkan muka ke arah ibuku, sebelum akhirnya aku kehilangan suster
itu.
Esok haripun tiba, aku mendengar kabar bahwa ibu sudah boleh pulang, aku
dengan senang hati untuk menjemput ibu, beberapa alibi ku katakan kepada sang
manajer agar ia menyetujui, padahal alasanku sebenarnya ialah untuk bertemu dengan
seorang suster yang selalu saja menghantui pikiranku selama semalaman.
Sesampainya di rumah sakit, aku berkeliling sebentar untuk mencarinya namun yang
membuatku sedih ialah aku tidak bertemu dengannya sama sekali sampai aku pulang
dari rumah sakit.
••••••••
“Aziel, ini jadwal kamu selama sebulan kedepan." kata Anton yang merupakan
manajerku. Aku pun melihat jadwal yang akan aku selesaikan dalam sebulan, dan
ternyata pada pertengahan bulan aku mempunyai jadwal untuk berkunjung ke rumah
sakit tempat ibuku dirawat setahun yang lalu saat ia menderita diabetes. Aku
mengingat bahwa orang yang berhasil membuatku jatuh cinta sedalam-dalamnya
merupakan seorang suster di sana, selama ini aku tidak pernah mencarinya, karena
aku yakin, jika memang takdir kita akan dipertemukan suatu hari nanti, mungkin
Tuhan saat ini sedang mengatur takdir untuk kami, pikirku.
Setelah beberapa hari, sampailah aku di depan pintu rumah sakit yang pernah
membuat jantungku berdebar. Kulihat, di depan sana ada beberapa staf rumah sakit
yang sudah menunggu kedatanganku, aku dan timku segera menghampiri mereka dan
bersapa salam sambil berjalan menuju aula dengan melontarkan beberapa pertanyaan
tentang rumah anak-anak yang akan menjadi pendengarku. Sesampainya di aula, aku
langsung menuju belakang panggung dan melakukan beberapa bacaan skrip yang
akan kubacakan di depan anak-anak. Di luar, saat aku mengintip terdengar suara riang
anak-anak yang sedang bercanda ria satu sama lain dengan beberapa suster yang
sedang mendampingi mereka, betapa terkejutnya diriku saat kulihat bahwa suster yang
selalu kudambakan selama setahun terakhir, ada di penghujung pintu masuk sambil
menggandeng seorang anak perempuan, senyumku pun merekah bagaikan matahari
yang akan terbit di sebelah timur. Manajer yang melihat pun bertanya kepadaku
"Wahai Aziel, mengapa kau tersenyum semanis itu?" aku pun menoleh padanya dan
berkata "Aku hanya senang melihat anak kecil sedang bercanda ria di bawah." alibiku,
"Ohh, aku kira ada apa" ucap manajerku, ia pun melihat jam sedang menunjuk angka
11 dan menyuruhku untuk bersiap-siap, dimana 5 menit lagi sudah waktunya untukku
muncul di atas panggung dan menyapa anakanak. Setelah beberapa saat, aku dipanggil
keluar oleh seorang dokter yang kukira akan menjadi pendampingku saat itu, namun
ternyata tidak, ia pun berkata demikian "Selamat siang anak-anak, sebentar lagi acara
baca dongeng yang sudah kalian tunggu-tunggu akan dimulai, tetapi sebelumnya,
dokter akan memanggil suster yang akan menjadi pendamping kak aziel selama
pembacaan dongeng, dan untuk suster Luna dipersilahkan untuk naik ke atas
panggung." Seketika aku langsung mengalihkan pandanganku ke bawah panggung,
dan kulihat seorang suster yang sudah berhasil membuatku tergila-gila berjalan ke
arah ku, tepatnya ke atas panggung. Jantungku rasanya berhenti berdetak kala itu,
"Akhirnya setelah sekian lama, aku mengetahui bahwa namamu adalah Luna." kataku
dalam hati. Aku pun sebisa mungkin langsung menetralkan kembali detak jantungku
yang sudah hampir keluar saat itu. "Hai anak-anak manis, perkenalkan nama suster
adalah suster Luna, kali ini suster akan menjadi pembawa acara sekaligus pendamping
kak Aziel yang akan membacakan cerita untuk kalian." sapa suster Luna kepada anak-
anak, kudengar banyak sekali sorakan dari anak-anak yang mungkin sudah tidak sabar
lagi untuk mendengar dongeng. Aku yang sadar pun langsung menaikkan mic
kedepan bibirku dan berkata "Selamat siang semuanyaa, seperti yang kalian tahu
bahwa tujuan kakak ada di depan kalian sekarang ialah untuk membacakan dongeng
kesukaan kalian, yaitu tentang kancil dan buaya. Namun sebelum itu, kakak akan
memperkenalkan diri dulu, perkenalkan nama kakak Aziel yang bisa dipanggil Kak
Ajil. Tanpa berlama-lama lagi, kakak akan langsung mulai sesi baca dongengnya."
Setelah 2 jam membaca dongeng, aku pun menyampaikan sebuah pantun sebelum
menutup acara tersebut
"Buah nanas buah ceri
Dicampur gula enak sekali
Sampai disini saja pertemuan kali ini
Semoga kita bisa bertemu lagi kemudian hari."
Seusainya, anak-anak pun langsung kembali ke kamar masing-masing dan
melanjutkan aktivitas mereka, Suster Luna pun datang menghampiriku dan berkata
cukup banyak sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk meminta nomornya. Dia
menunjukkan raut wajah bingung, lalu tersenyum sambil memberikan nomornya,
"Aziel, sekarang sudah waktunya untuk kamu melakukan pemotretan." kata
manajerku yang sepertinya sudah akan mengakhiri sesi ku sambil berbicara dengan
suster Luna. Di perjalanan pulang, aku memandangi nomornya sambil tersenyum
seperti orang bodoh.
Beberapa hari kemudian, aku memberanikan diri untuk mengontak suster Luna,
kukirimkan pesan berisi "Selamat Malam suster, saya Aziel yang kemarin di acara
pembacaan dongeng." lamanya kutunggu balasan darinya dan setelah 15 menitan
berlalu, terdengarlah bunyi notifikasi masuk kedalam handphone-ku. Raut yang
semula gugup langsung berupa menjadi bahagia, terlihat tampilan pesan "Selamat
malam juga, Pak Aziel. Kalau boleh tahu, bapak mengirim pesan kepada saya kenapa
ya?" tanyanya kepadaku, aku pun berpikir sebelum akhirnya menjawab "Tidak ada
apa-apa, saya hanya tertarik kepada suster Luna." ketikku secara tidak sadar, sebelum
akhirnya aku menggila dan melempar handphoneku ke ranjang. Ting, layar handphone
ku pun menyala dan dengan gugupnya aku membuka room chat kami, dan
terpampang pesan berupa "Kenapa? Apa yang membuatmu tertarik kepadaku?"
tanyanya kepadaku. "Aku hanya tertarik kepadamu, yang tulus di saat kamu menatap,
menemani, bercanda tawa, bermain dengan anak-anak, semua yang ada didirimu
membuatku tertarik, sudah setahun lamanya aku menyimpan rasa ketertarikanku
sebelum akhirnya aku memberanikan diri untuk mengungkapkannya padamu sekarang
dan kamu bisa mengganti panggilanku menjadi Aziel saja." kata ku dengan to the
point. Bisa kulihat dari ketikannya yang sangat kaku itu bahwa mungkin sebelumnya
dia belum pernah menjalin hubungan dengan seseorang, sama sepertiku. "Terima
kasih atas kejujuranmu padaku, namun aku belum pernah menjalin hubungan yang
serius dengan seseorang." tebakanku benar. "Sama-sama, aku hanya ingin jujur
kepadamu. Kalau begitu, bolehkah aku mencoba menjalin hubungan denganmu?"
tanyaku dengannya sambil uring-uringan menunggu jawaban darinya, "Aku belum
yakin bahwa aku bisa menjalin hubungan yang serius dengan seorang laki-laki."
katanya yang membuatku sedikit kecewa dan dengan yakinnya aku meyakininya
bahwa aku akan mencoba mengejarnya tanpa melewati batas.
Setelah beberapa pesan yang saling kami tukarkan semalaman, aku menjadi
mengetahui sedikit tentang latar belakang kehidupannya, baik tentang kesukaannya
terhadap anak kecil, hobinya yang suka memasak, dan cita-citanya yang ingin pergi ke
bulan, seperti anak kecil bukan? Haha, namun aku senang dengan hal ini, membuatku
menjadi lebih sedikit dekat dengannya. Siang ini, aku berinisiatif untuk mengajaknya
pergi makan, karena seperti yang dibilangnya kemarin bahwa siang ini ia tidak
memiliki pekerjaan. "Siang Luna, kamu sudah makan?" tanyaku dengan
memanggilnya Luna, karena kemarin kami sudah memutuskan untuk memanggil
nama satu sama lain. "Belum, Aziel. Ada apa?" tanyanya kembali, aku pun
memberanikan diri untuk mengajaknya makan siang "Kalau begitu, maukah kamu
makan siang denganku?" tanyaku dengan gugup sambil memegang belakang
kepalaku. Setelah beberapa saat, terdengar bunyi notifikasi "Hmm, baiklah. Tapi
dimana?" jawab Luna yang membuatku hampir terpekik kesenangan. Aku pun
langsung mengiriminya lokasi tempat makan yang sudah menjadi langgananku sejak
masih SMA dan sangking senangnya aku langsung beranjak pergi ke restoran karena
takut ia akan sampai duluan dariku.