Anda di halaman 1dari 7

Nama : Jesslyn Chandreas Saputri

Kelas : XI A1.1

Kerangka Cerpen

1. Orientasi (1-3)
- Aziel mengunjungi ibunya di rumah sakit
- Pertemuan pertama antara Aziel dan Luna
- Kegagalan Aziel untuk bertemu dengan Luna kembali

2. Tahap pemunculan konflik (4-6)


- Pekerjaan Aziel di rumah sakit
- Pertemuan kembali antara Aziel dan Luna
- Aziel memberanikan diri untuk meminta nomor Luna

3. Tahap konflik memuncak (7-9)


- Pembicaraan pertama Aziel dan Luna di media sosial
- Aziel mengajak Luna untuk pergi makan bersama
- Aziel yang semakin dekat dengan Luna, dan Luna memutuskan hubungan
mereka berdua

4. Tahap antiklimaks (10-11)


- Alasan Luna memutuskan hubungan
- Harapan Aziel untuk Luna ada di sampingnya

5. Tahap penyelesaian
- Kenangan kembali antara Aziel dan Luna
TERSISA KENANGAN
Jesslyn Chandreas Saputri

Dia Luna, orang yang membuatku percaya akan adanya cinta pada pandangan
pertama, bukan karena parasnya yang elok, melainkan sifatnya yang sangat suka
dengan anak-anak. Aku bertemu dengannya di rumah sakit, ya benar di rumah sakit,
sedikit aneh bukan? Satu minggu yang lalu, setelah selesai syuting aku pergi kerumah
sakit untuk bertemu ibuku, ibuku menderita penyakit diabetes, namun tidak parah.
"Permisi, ruangan pasien nomor 312 dimana ya?" tanyaku pada suster di tempat
informasi. "Ada di lorong sebelah kanan, mas." jawab susternya sambil memandangku
dengan tatapan seakan melihat dewa Yunani, Aku pun berlalu menuju keruangan
ibuku. Sesampainya di ruangan, aku berbincang dengan ibu sebentar sebelum
akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke taman karena ibuku yang suntuk berada di
kamar pasien selama 2 hari tanpa keluar. "Aziel" panggil ibuku, "Kenapa bu?" jawab
ku sambil mendorong kursi roda ibu. "Kamu ga capek abis syuting ketempat ibu?"
tanya ibu dengan raut wajah khawatir, "Tidak bu, tadi aku hanya syuting sebentar
makanya aku sempat untuk mengunjungi ibu di sini." jawab ku dengan ceria untuk
menenangkan ibuku. Selama di lorong menuju taman rumah sakit, banyak orang yang
menatapku dengan tatapan memuja, bahkan ada yang mengambil fotoku dengan hp
mereka seakan aku ini seterkenal itu.

Sesampainya di taman, aku mengajak ibu untuk duduk di bawah pohon tua sambil
memandangi banyaknya anak-anak yang memakai pakaian pasien rumah sakit,
pertama kalinya aku melihat pemandangan seperti ini. Betapa bersyukurnya aku lahir
dengan keadaan yang sehat, pikirku. Saat memandangi mereka, aku terhipnotis
dengan seorang suster yang sedang bermain dengan anak-anak, matahari terbenam
dengan senyumannya, bisa kuakui, memang semanis itu senyumannya. Saat itulah,
aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang suster yang tidak aku ketahui
siapa namanya. Ibu memanggil "Nak, ibu sudah lelah ayo kembali." kata ibu, aku pun
sejenak memalingkan muka ke arah ibuku, sebelum akhirnya aku kehilangan suster
itu.

Esok haripun tiba, aku mendengar kabar bahwa ibu sudah boleh pulang, aku
dengan senang hati untuk menjemput ibu, beberapa alibi ku katakan kepada sang
manajer agar ia menyetujui, padahal alasanku sebenarnya ialah untuk bertemu dengan
seorang suster yang selalu saja menghantui pikiranku selama semalaman.
Sesampainya di rumah sakit, aku berkeliling sebentar untuk mencarinya namun yang
membuatku sedih ialah aku tidak bertemu dengannya sama sekali sampai aku pulang
dari rumah sakit.
••••••••

“Aziel, ini jadwal kamu selama sebulan kedepan." kata Anton yang merupakan
manajerku. Aku pun melihat jadwal yang akan aku selesaikan dalam sebulan, dan
ternyata pada pertengahan bulan aku mempunyai jadwal untuk berkunjung ke rumah
sakit tempat ibuku dirawat setahun yang lalu saat ia menderita diabetes. Aku
mengingat bahwa orang yang berhasil membuatku jatuh cinta sedalam-dalamnya
merupakan seorang suster di sana, selama ini aku tidak pernah mencarinya, karena
aku yakin, jika memang takdir kita akan dipertemukan suatu hari nanti, mungkin
Tuhan saat ini sedang mengatur takdir untuk kami, pikirku.

Setelah beberapa hari, sampailah aku di depan pintu rumah sakit yang pernah
membuat jantungku berdebar. Kulihat, di depan sana ada beberapa staf rumah sakit
yang sudah menunggu kedatanganku, aku dan timku segera menghampiri mereka dan
bersapa salam sambil berjalan menuju aula dengan melontarkan beberapa pertanyaan
tentang rumah anak-anak yang akan menjadi pendengarku. Sesampainya di aula, aku
langsung menuju belakang panggung dan melakukan beberapa bacaan skrip yang
akan kubacakan di depan anak-anak. Di luar, saat aku mengintip terdengar suara riang
anak-anak yang sedang bercanda ria satu sama lain dengan beberapa suster yang
sedang mendampingi mereka, betapa terkejutnya diriku saat kulihat bahwa suster yang
selalu kudambakan selama setahun terakhir, ada di penghujung pintu masuk sambil
menggandeng seorang anak perempuan, senyumku pun merekah bagaikan matahari
yang akan terbit di sebelah timur. Manajer yang melihat pun bertanya kepadaku
"Wahai Aziel, mengapa kau tersenyum semanis itu?" aku pun menoleh padanya dan
berkata "Aku hanya senang melihat anak kecil sedang bercanda ria di bawah." alibiku,
"Ohh, aku kira ada apa" ucap manajerku, ia pun melihat jam sedang menunjuk angka
11 dan menyuruhku untuk bersiap-siap, dimana 5 menit lagi sudah waktunya untukku
muncul di atas panggung dan menyapa anakanak. Setelah beberapa saat, aku dipanggil
keluar oleh seorang dokter yang kukira akan menjadi pendampingku saat itu, namun
ternyata tidak, ia pun berkata demikian "Selamat siang anak-anak, sebentar lagi acara
baca dongeng yang sudah kalian tunggu-tunggu akan dimulai, tetapi sebelumnya,
dokter akan memanggil suster yang akan menjadi pendamping kak aziel selama
pembacaan dongeng, dan untuk suster Luna dipersilahkan untuk naik ke atas
panggung." Seketika aku langsung mengalihkan pandanganku ke bawah panggung,
dan kulihat seorang suster yang sudah berhasil membuatku tergila-gila berjalan ke
arah ku, tepatnya ke atas panggung. Jantungku rasanya berhenti berdetak kala itu,
"Akhirnya setelah sekian lama, aku mengetahui bahwa namamu adalah Luna." kataku
dalam hati. Aku pun sebisa mungkin langsung menetralkan kembali detak jantungku
yang sudah hampir keluar saat itu. "Hai anak-anak manis, perkenalkan nama suster
adalah suster Luna, kali ini suster akan menjadi pembawa acara sekaligus pendamping
kak Aziel yang akan membacakan cerita untuk kalian." sapa suster Luna kepada anak-
anak, kudengar banyak sekali sorakan dari anak-anak yang mungkin sudah tidak sabar
lagi untuk mendengar dongeng. Aku yang sadar pun langsung menaikkan mic
kedepan bibirku dan berkata "Selamat siang semuanyaa, seperti yang kalian tahu
bahwa tujuan kakak ada di depan kalian sekarang ialah untuk membacakan dongeng
kesukaan kalian, yaitu tentang kancil dan buaya. Namun sebelum itu, kakak akan
memperkenalkan diri dulu, perkenalkan nama kakak Aziel yang bisa dipanggil Kak
Ajil. Tanpa berlama-lama lagi, kakak akan langsung mulai sesi baca dongengnya."

Setelah 2 jam membaca dongeng, aku pun menyampaikan sebuah pantun sebelum
menutup acara tersebut
"Buah nanas buah ceri
Dicampur gula enak sekali
Sampai disini saja pertemuan kali ini
Semoga kita bisa bertemu lagi kemudian hari."
Seusainya, anak-anak pun langsung kembali ke kamar masing-masing dan
melanjutkan aktivitas mereka, Suster Luna pun datang menghampiriku dan berkata
cukup banyak sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk meminta nomornya. Dia
menunjukkan raut wajah bingung, lalu tersenyum sambil memberikan nomornya,
"Aziel, sekarang sudah waktunya untuk kamu melakukan pemotretan." kata
manajerku yang sepertinya sudah akan mengakhiri sesi ku sambil berbicara dengan
suster Luna. Di perjalanan pulang, aku memandangi nomornya sambil tersenyum
seperti orang bodoh.

Beberapa hari kemudian, aku memberanikan diri untuk mengontak suster Luna,
kukirimkan pesan berisi "Selamat Malam suster, saya Aziel yang kemarin di acara
pembacaan dongeng." lamanya kutunggu balasan darinya dan setelah 15 menitan
berlalu, terdengarlah bunyi notifikasi masuk kedalam handphone-ku. Raut yang
semula gugup langsung berupa menjadi bahagia, terlihat tampilan pesan "Selamat
malam juga, Pak Aziel. Kalau boleh tahu, bapak mengirim pesan kepada saya kenapa
ya?" tanyanya kepadaku, aku pun berpikir sebelum akhirnya menjawab "Tidak ada
apa-apa, saya hanya tertarik kepada suster Luna." ketikku secara tidak sadar, sebelum
akhirnya aku menggila dan melempar handphoneku ke ranjang. Ting, layar handphone
ku pun menyala dan dengan gugupnya aku membuka room chat kami, dan
terpampang pesan berupa "Kenapa? Apa yang membuatmu tertarik kepadaku?"
tanyanya kepadaku. "Aku hanya tertarik kepadamu, yang tulus di saat kamu menatap,
menemani, bercanda tawa, bermain dengan anak-anak, semua yang ada didirimu
membuatku tertarik, sudah setahun lamanya aku menyimpan rasa ketertarikanku
sebelum akhirnya aku memberanikan diri untuk mengungkapkannya padamu sekarang
dan kamu bisa mengganti panggilanku menjadi Aziel saja." kata ku dengan to the
point. Bisa kulihat dari ketikannya yang sangat kaku itu bahwa mungkin sebelumnya
dia belum pernah menjalin hubungan dengan seseorang, sama sepertiku. "Terima
kasih atas kejujuranmu padaku, namun aku belum pernah menjalin hubungan yang
serius dengan seseorang." tebakanku benar. "Sama-sama, aku hanya ingin jujur
kepadamu. Kalau begitu, bolehkah aku mencoba menjalin hubungan denganmu?"
tanyaku dengannya sambil uring-uringan menunggu jawaban darinya, "Aku belum
yakin bahwa aku bisa menjalin hubungan yang serius dengan seorang laki-laki."
katanya yang membuatku sedikit kecewa dan dengan yakinnya aku meyakininya
bahwa aku akan mencoba mengejarnya tanpa melewati batas.

Setelah beberapa pesan yang saling kami tukarkan semalaman, aku menjadi
mengetahui sedikit tentang latar belakang kehidupannya, baik tentang kesukaannya
terhadap anak kecil, hobinya yang suka memasak, dan cita-citanya yang ingin pergi ke
bulan, seperti anak kecil bukan? Haha, namun aku senang dengan hal ini, membuatku
menjadi lebih sedikit dekat dengannya. Siang ini, aku berinisiatif untuk mengajaknya
pergi makan, karena seperti yang dibilangnya kemarin bahwa siang ini ia tidak
memiliki pekerjaan. "Siang Luna, kamu sudah makan?" tanyaku dengan
memanggilnya Luna, karena kemarin kami sudah memutuskan untuk memanggil
nama satu sama lain. "Belum, Aziel. Ada apa?" tanyanya kembali, aku pun
memberanikan diri untuk mengajaknya makan siang "Kalau begitu, maukah kamu
makan siang denganku?" tanyaku dengan gugup sambil memegang belakang
kepalaku. Setelah beberapa saat, terdengar bunyi notifikasi "Hmm, baiklah. Tapi
dimana?" jawab Luna yang membuatku hampir terpekik kesenangan. Aku pun
langsung mengiriminya lokasi tempat makan yang sudah menjadi langgananku sejak
masih SMA dan sangking senangnya aku langsung beranjak pergi ke restoran karena
takut ia akan sampai duluan dariku.

Sesampainya di restauran, aku langsung mencari tempat duduk yang biasanya


sudah menjadi tongkrongan ku sejak dini, lalu akupun menunggu Luna sambil
menetralkan detak jantungku yang sudah tidak karuan itu. 15 menit berlalu, dan
kulihat muncul seseorang yang sudah kutunggu-tunggu, dan kami pun langsung
memesan makanan dan melakukan perbincangan. Bisa kulihat bahwa Luna ialah tipe
orang yang sangat baik, sabar, penyayang dan berhati lembut. Setelah melewati acara
makan siang berdua, kami menjadi semakin dekat dan lebih dekat sebelum akhirnya
setelah 3 bulan pendekatan. Luna memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami,
tanpa adanya alasan yang jelas. Aku pun berusaha mencarinya dengan mendatangi
rumah sakit tempatnya bekerja dan kosannya untuk menanyakan ada apa dengannya,
namun yang kudapatkan hanyalah sebuah pernyataan dari temannya "Kami tidak tahu
Luna ada dimana, sudah 5 hari ia tidak pulang / masuk kerja." kata temannya. Aku
pun bingung harus mencarinya kemana lagi selama 3 hari ini, dan dengan putus
asanya aku pergi ke rumah orang tuanya, dan bertanya kepada mereka, Mereka
bingung siapa diriku, mengapa aku mencari anaknya, dan dengan sebentarnya aku
memperkenalkan diriku sebagai seseorang yang menyukai Luna dan dekat dengannya.
Orang tua Luna pun mengetahui namaku namun tidak dengan diriku, karena seperti
yang pernah Luna katakan bahwa ia pernah menceritakan tentang aku kepada orang
tuanya. Ibu Luna pun menatapku dengan sedih, sebelum akhirnya aku menemukan
jawaban bahwa Luna sudah tidak ada. Aku terkejut dan linglung, memang aku hanya
bertemu dengan Luna sesekali saja dalam seminggu dan pertemuan kami terakhir
kalinya adalah saat dimana ia berulang tahun tepatnya seminggu sebelum Luna
memutuskan hubungan kami.
“Tante, kumohon katakan yang sejujurnya dan jangan bercanda, demi Tuhan aku
tidak sanggup mendengan kata-kata mu sebelumnya." kataku sambil menangis,
semulanya aku tidak yakin sebelum akhirnya ibu Luna pun tidak kuat untuk menahan
tangisannya. "Maaf Aziel, namun Luna sudah tidak ada, sudah semenjak 2 bulan yang
lalu, Luna didiagnosa terkena penyakit tumor ganas, dan karena sudah terlambat
diobati, Luna hanya bisa pasrah dan menunggu dengan tenang sampai ajal
menjemputnya, namun Luna menitipkan sebuah surat untukmu." kata ibu Luna
sesegukan. Tangis ku pun seketika langsung pecah, dengan tidak percayanya aku terus
menampar dan memukuli diriku seakan-akan aku ingin terbangun dari mimpi
burukku. Luna adalah orang pertama yang mampu mengajarkanku artinya makna
cinta, namun ia juga yang membuatku untuk tidak membuka hati kepada orang lain
selain dirinya. Ibu Luna, menyuruh suaminya untuk mengambil surat yang dititipkan
Luna kepada mereka untuk diberikan kepadaku. Aku pun membuka suratnya dan
menemukan bahwa dalam isi suratnya terdapat kata "Maaf, aku tidak bisa
menemanimu untuk waktu yang lama. Namun jika bisa, aku ingin meminta Tuhan
untuk menemukan kita di kehidupan selanjutnya dengan akhir yang bahagia tanpa ada
bisa memisahkan kita." benar, itu tulisan tangan Luna, aku kenal sekali tulisannya
yang sangat indah itu. Dan aku masih dengan tidak percayanya, mencoba untuk
menelpon Luna dengan harapan akan dijawab "Ada apa Ajil? Mengapa kamu
menelponku tiba-tiba?" namun nyatanya, hanya bunyi operator lah yang terdengar.

Aku meminta tolong pada orangtuanya Luna, untuk membawaku ke tempat


pengistirahatan terakhirnya. Di sepanjang jalan, aku hanya berharap sambil
merapalkan doa bahwa aku meminta semoga ayah ibunya Luna membawaku kemana
saja asalkan bukan tempat yang kumaksud itu. Namun, Tuhan memang tidak
mengabulkannya, karena disekelilingku hanya terdapat banyak baru nisan, dan setelah
beberapa saat, terlihatlah sebuah makam yang sepertinya baru beberapa hari dibuat,
karena masih banyak bunga mawar segar diatasnya, namun yang membuatku semakin
menggila ialah nama diatas makam tersebut yang tertuliskan 'Luna Amira binti
Sulaiman'. Seketika tangisku langsung menderai disana, teriakan demi teriakan nama
Luna kusebut, aku menangis sepuasnya disana, melemparkan semua kesedihanku dan
berharap bahwa Luna akan datang menjemputku sekarang sambil berkata "apa yang
kamu lakukan disini, jil?" tetapi semuanya hanyalah harapan semata, orang yang
selalu kuharapkan ada disisiku selamanya, nyatanya sudah tidak ada, entah sudah
seberapa banyak doa yang kuucapkan pada yang diatas agar aku terbangun dari
mimpiku, namun tidak bisa. Kurasakan nyeri didadaku bagaikan disayat ribuat pisau,
orang tuanya Luna yang hanya bisa memandangiku pergi meninggalkan aku mungkin
untuk memberiku ruang menyampaikan perpisahan pada anak mereka. Aku semakin
menjadi ketika membaca pesan yang tadinya hanya kubaca sekilas dan terdapat tulisan
yang sudah ia rencanakan untuk masa depan kami, namun semuanya tidak bisa terjadi,
hal itu hanyalah harapan yang sudah tidak akan bisa tercapai. Di saat itulah, aku
menutup hatiku untuk orang pertama yang mengajarkanku arti cinta dan orang
terakhir jugalah yang berhasil membuatku menutup hati dengan berbagai kepedihan
dan kesedihan yang ada.
Setelah 2 tahun kemudian, aku kembali. Kembali ketempat dimana aku merasa aku
masih bisa merasakan kehadirannya, namun yang kudapati hanyalah sesak yang
menjalar karena menyesal tidak mengetahui penyakitnya dan membujuknya untuk
melakukan pengobatan. Aku hanya bisa membayangkan kembali masa-masa dimana
aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama, pertemuan kami untuk pertama
kalinya, saat dimana aku mengetahui namanya dan dekat dengannya. Tapi sekarang,
itu hanyalah kenangan yang bisa ku kenang tanpa bisa kuulangi lagi.

Anda mungkin juga menyukai