Anda di halaman 1dari 5

Nirmala

Oleh : Familia Ilga Amrisya – 13


Kelas : X-1 2023

Kicauan burung dipagi hari yang cerah. Jalan raya selalu


ramai dan suara klakson selalu memenuhi kota yang padat
oleh orang-orang yang akan melakukan aktivitasnya. Aku
tiba di SMAN 1 Kedungwaru. Disana, aku diberi kesempatan
untuk mengajar siswa-siswinya. “Selamat bertugas, Celine”
ucap salah satu guru yang dulunya juga mengajarku.

Disepanjang lorong menuju ke kelas yang akan ku ajar,


kuteringat masa lalu yang terpintas dipikiranku. Rasa sedih
muncul dihatiku, tanpa sadar aku malai menteskan air mata.
Aku mulai merasa gelisah. Akankah aku bisa bertahan disini.

“KRINGG…KRINGGG…KRINGGG...” Terdengar suara


bel berbunyi tanda pelajaran akan segera dimulai. teman-
teman mulai kebingungan mencari jawaban tugas yang akan
segera dikumpulkan. Aku sendiri seperti biasa hanya terdiam
ditempat dudukku melihat keributan itu. Tidak ada yang mau
berteman denganku. Setiap harinya aku selalu sendiri.
Mereka tidak mau berteman dengan anak dari seorang petani
ini.

Sore hari setelah pulang sekolah, aku mengikuti


ekstrakurikuler yang ada di sekolah untuk pertama kalinya.
Ibu memaksaku untuk ikut supaya aku bisa bersosialisasi dan
mendapat teman. Awalnya aku menolak. Aku berpikir siapa
yang mau berteman dengan anak dari keluarga miskin ini.
Tapi ibu meyakinkanku untuk ikut. Dan aku pun mengikuti
perintahnya. Aku yakin jika pilihan ibu tidak pernah salah.

Kegiatan ekstrakurikuler diawali dengan sesi perkenalan.


Selanjutnya adalah pembagian kelompok untuk mengerjakan
proyek acara yang akan diselenggarakan dalam
memperingati hari ulang tahun SMAN 1 Kedungwaru

Hal yang paling aku takuti adalah pembagian kelompok. Aku


yakin banyak orang yang tidak suka jika satu kelompok
denganku. Aku hanya bisa pasrah dan berdo’a kepada tuhan
semoga semua ini dapat berjalan dengan baik.
Pembagian kelompok selesai. Kegiatan akan dilanjutkan
dengan membahas proyek yang akan dikerjakan. Sebelum
itu, aku disuruh kakak senior untuk mengambil barang yang
ada di gudang.

Sesampainya di gudang, aku mengambil barang yang


dibutuhkan. Namun sebelum tanganku meraih gagang pintu,
aku mendengar sesuatu dari rak paling atas. Aku mencoba
mencari tahu darimana asal suara itu.

“BRAAKKK!!!” sontak aku langsung menutup mataku. Satu


kotak besar jatuh dari rak paling atas. Perlahan-lahan aku
membuka mataku dan melihat seorang laki-laki berdiri
dihadapanku dengan tangannya yang berusaha melindungi
bagian kepalaku dari kotak besar. Kedua netra kita saling
bertatapan. Jantungku berdegup kencang. Ternyata orang itu
adalah Mahen.

“Kamu gapapa?” tanya Mahen kepadaku. Aku terdiam


membeku sejenak. “Gapapa kok,” jawabku dengan nada
rendah sedikit gemetar. “Lain kali jangan sendiri ya
perginya” lanjut Mahen. Aku masih terdiam membeku.
Tidak tahu lagi harus berbuat apa.

“Hei, ayo bantuin aku beresin ini” pinta Mahen kepadaku


lalu aku langsung membantunya membereskan isi kotak
yang jatuh dari rak atas tadi. “Makasih ya,” ucapku
memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan
Mahen. Mahen pun membalasnya dengan senyuman manis.

“Oh iya, kita satu kelompok kan, nanti ikut aku ya beli
barang-barang buat proyek kita,” ajak Mahen. “Cuma kita
berdua?” tanyaku untuk memastikan. “Iya, tadi kita bagi
tugas pas kamu kesini, tapi semua pada gak mau ribet nyari-
nyari barang jadinya aku sama kamu deh. Kamu gak
keberatan kan?” tanya Mahen kepadaku. “Gapapa kok”
jawabku.

Semenjak saat itu, kita sering berinteraksi. Mahen banyak


membantuku begitupun sebaliknya. Kita juga mulai akrab.
Setiap jam istirahat ia selalu menemaniku ke kantin dan
saling bertukar cerita. Ia juga kerap mengantarku pulang ke
rumah. Lama-kelamaan aku merasa nyaman jika berada
disinya. Selama ini, belum pernah kutemui teman sepertinya.

Nirmala, istilah yang dapat mendeskripiskan seorang Mahen


yang begitu sempurna. Orang yang berhati lembut, tampan,
dan pintar. Tidak kutemukan keburukan yang ada dalam
dirinya. Tanpa sadar aku menyimpan rasa suka kepadanya.

Namun sedihnya, Mahen hanya menganggapku sebagai


teman saja, tidak lebih dari itu. Ia malah menyukai
perempuan lain bernama Nora. Mahen sering membicarakan
tentang Nora kepadaku. Aku berusaha untuk terlihat baik-
baik saja dihadapan Mahen padahal aku menyimpan rasa
sakit. Orang yang selama ini aku cintai tenyata menyukai
orang lain.

Tidak lama kemudian, aku mendengar Nora juga menyukai


Mahen. Setelah mengetahui hal itu, aku mulai menjaga jarak
dengan Mahen. Aku takut merusak hubungan antara mereka
berdua. Setiap kali Mahen mengirimiku pesan, aku selalu
membalasnya dengan singkat tidak seperti dulu. Aku juga
sering menghindar jika berpapasan denganya. Aku tahu itu
mungkin akan menyakiti hatinya. Tapi dengan itu, aku bisa
mengurangi rasa sukaku kepadanya.

Hari terus berlalu, Tidak ada interaksi antara aku dengan


Mahen lagi. Perlahan perasaanku terhadap Mahen mulai
hilang. Aku kembali menjalani hidup yang dipenuhi oleh
kesepian.

Suatu hari, aku mendapat pesan dari Mahen. Dia mengajakku


untuk bertemu di taman kota dekat rumahku. Awalnya aku
ragu-ragu. Tapi akhirnya aku memutuskan untuk datang.
Aku mencarinya disetiap sudut. Ternyata ia duduk disalah
satu bangku yang ada di taman tersebut. Aku menyapanya,
dan dia membalas senyuman manis yang sudah lama tidak
kulihat.

“Gimana kabarnya?” tanya Mahen kepadaku mengawali


percakapan kita di sore hari itu. “Baik, kamu?” tanyaku
kembali kepadanya. “Nggak baik,” jawab Mahen sambil
menundukkan kepalanya. “Loh, ada apa, Hen?” aku bertanya
dengan rasa penasaran. “Maafin aku ya Cel, aku udah
menyakiti perasaan kamu,” ucap Mahen dan aku hanya
terdiam bingung dengan apa yang dikatakan Mahen. “Aku
udah lama putus sama Nora, Cel. Ternyata kita gak cocok.
Setelah kupikir-pikir, aku lebih nyaman sama kamu, Cel.
Aku sedih banget pas kamu menjauh dari aku waktu itu. Aku
nggak mau kita pisah, Cel. Tolong kasih aku kesempatan,”
lanjut Mahen dengam matanya yang berkaca-kaca. “Gapapa
kok, Hen. Justru aku yang minta maaf udah ngejauhin
kamu,” jawabku penuh penyesalan. Mahen menjawab
dengan anggukan sambil tersenyum.

Akhirnya setealah sekian lama aku bisa ngobrol bareng lagi


dengan Mahen. Senang sekali rasanya ia juga menyatakan
perasaannya kepadaku. Namun, ada satu hal membuatku
sedih. “Aku mau pindah, Cel ke Pontianak. Ikut ibuk sama
bapak disana,” Ucap Mahen tiba-tiba di sela perbincngan
kita.

“Hah? Serius?” tanyaku penasaran. “Iya, Cel. Tapi aku janji


kok akan kesini lagi dalam waktu singkat. Kamu mau
nunggu aku kan?” lanjut Mahen. “Iya, Hen. Gapapa kok kalo
emang itu keputusanmu dan keluargamu. Aku akan selalu
menunggumu,” jawabku sambil sedikit tersenyum.
Kemudian, Mahen memberikanku pelukan hangat. Tanpa
kusadari, aku menetaskan air mata.

Sudah tiba waktunya dimana aku dan Mahen akan berpisah


untuk sementara waktu. Aku pergi mengantarnya beserta
keluarganya di bandara. Sebelum berangkat, Mahen
mencoba meyakinkanku lagi, “Aku janji Cel aku akan
kembali lagi. Tolong tunggu aku ya.” Aku mengangguk dan
Mahen langsung memelukku. Seketika aku menangis sejadi-
jadinya. Aku tidak bisa menahannya.

Mahen dan keluarganya pun berangkat. Aku kembali


melanjutkan aktivitasku di rumah membantu ibuku
berjualan. Tidak lama kemudian aku mendengar berita dari
TV bahwa telah terjadi kecelakaan peawat jatuh di
Kepulauan Seribu dengan tujuan penerbangan ke Pontianak.
Mendengar hal itu aku langsung lari menuju sumber suara.
Kakiku lemas tak berdaya tidak sanggup lagi untukku
berdiri.

Aku berdo’a jika itu bukan pesawat Mahen. Tapi, reporter


TV menyebutkan jenis pesawat yang sama dengan pesawat
yang dinaiki oleh Mahen beserta keluarganya. Aku hanya
bisa pasrah. Mengharapkan keajaiban jika Mahen dan
keluarganya bisa terselamatkan.

Namun kenyataannya tidak. Mahen dan keluarganya masuk


dalam daftar nama orang yang tewas akibat kecelakaan
tersebut. Hatiku hancur. Hancur sekali mendengar seseorang
yang selama ini aku cintai pergi meninggalkanku untuk
selama-lamanya.

Butuh waktu lama untuk bisa menerima semua ini. Aku


sering tidak makan semenjak kejadian itu. Aku juga sering
jatuh sakit. Sampai akhirnya aku mencoba untuk
mengikhlaskannya.

Nirmala sudah tiada. Ia terbang jauh ke surga. Kini yang


tersisa hanyalah kenangan bersamanya.

Perlahan aku membuka mataku. Terlihat ada seseorang


disampingku. “Kamu gapapa Celine?” tanya salah satu guru
yang tadi menemuiku pingsan di lorong menuju kelas yang
akan ku ajar. “Saya tahu ini sulit bagimu. Kalau memang
tidak bisa tidak usah dipaksakan,” lanjut guru tadi yang
dulunya adalah wali kelasku waktu aku masih SMA. Beliau
mengetahui semua hal tentang aku dan Mahen. Ia tahu
bahwa aku pingsan karna teringat akan Mahen di sekolah ini.

Tapi aku tidak menyerah. Aku mencoba untuk bisa


beradaptasi di sekolah ini. Lama-kelamaan akhirnya aku bisa
melewati itu semua.

Anda mungkin juga menyukai