Handika
SMAN 1 MENGANTI
GRESIK
i
Bungkam
Penyusun
Penerbit
ii
Bungkam
CERITA PENDEK REMAJA
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Identitas Buku ii
Daftar Isi iv
Bungkam 30
Jatuh Cinta 51
iv
Senyum di Kala Senja
1
“Orang salam itu dijawab kek!”, Reyhan langsung duduk di
kursi depan mejaku. Aku tidak peduli dengannya dan tetap fokus
mendengar kajian ustadz Hanan Attaki di youtube.
2
“Ituuu lohhhh…”, belum selesai dengan ucapannya guru
mata pelajaran datang. Aku tertawa dalam hati. Terlihat bibir
manyun itu, semakin manyun ke depan. Dia anak yang lucu, kadang
bersikap kekanak-kanakan, tapi terkadang dia bisa menjadi tempat
pemberi solusi terbaik.
“Siap komandan”
3
Alarm handphone berbunyi tepat pukul 3 pagi. Aku
memutuskan langsung ke dapur untuk membantu Ibu nyiapin sahur
kali ini.
4
“Loh kok kamu yang bayar?”, tanyaku padanya.
5
“Kalau nggak salah Namanya Wildan. Ayah pernah
berbincang dengannya, waktu sholat jama’ah di pondok.” . Aku
terdiam mendengar jawaban ayahku.
ٱلرحِ يم
ٱلرحْ َم ٰـ ِن ه بِس ِْم ه
ٱَّللِ ه
اَ ه
لرحْ مٰ ن
ِ ْ ََخلَق
َ اْل ْن
سان
6
Lantunan Surah Ar-rahman itu perlahan menerobos jiwaku.
Surah yang selama ini memegang tahta tertinggi dalam hidupku dan
dibawakan secara indah olehnya. Kenapa selalu dia?aku bahkan
sudah berusaha untuk menolak rasa yang kini hadir, tapi sungguh
usaha dia untuk memasukinya sangatlah mudah.
Apakah kita semua sadar? Kita sudah masuk di jaman yang telah
disebutkan baginda Rasulullah Muhammad SAW. Islam datang di
dunia secara asing dan akan kembali secara asing. Bukti tentang
perkataan itu sudah tampak dimana-mana. Mungkinkah kita yang
tidak peka dalam pengamatan keseharian. Sudah banyak orang tua
yang bahkan memberikan anaknya izin untuk berzina, mereka
menyuruhnya mencari pacar dengan dalil agar terlihat laku. Bapak-
ibu yang terhormat… Kini dunia sangat kejam. Jagalah putri yang
selama ini kalian didik, kalian besarkan, dengan setulus hati. Kami
para Ikhwan juga akan berusaha menjaga pandangan dan Hasrat
kami. Ingatlah! Bahwa jodoh sudah ditentukan oleh Allah. Mengapa
saya membicarakan ini? Karena saya yakin ini adalah ujian terberat
bagi remaja di usia seperti saya. Stay halal brother,sister! Yakin lah
apabila kita menjaga diri, maka Allah juga akan menyiapkan orang
istimewa, yang menjaga dirinya pula untuk menunggu takdir
pertemukan kita.
7
Ceramah itu benar-benar melekat pada hatiku. Sungguh
terkadang keimanan ku goyah dan tidak yakin akan hal itu. Tapi kini
dia memberikan pemahaman mutlak bahwa tiada pengaruh positif
dalam hubungan haram. Aku tersenyum tipis, telah Langkah
pemikiran seperti ini dan sekarang aku menemukan salah satunya.
“Ikut kemana?”,tanyaku.
8
terkena musibah. Semoga dia baik-baik saja. Dipikir-pikir sepi juga
kalau dia tidak masuk.
“Assalamualaikum Reyhan”
Aku mendengar seperti ada tamu diruang tamu dan aku pun
masuk kerumah.
9
Aku menundukkan badan saat melewati para tamu. Aku
menghampiri Ibu yang sedang menyiapkan hidangan untuk buka
puasa.
10
“Apasih gajelas,aku matiin deh kalo gitu”, jawabku. Jujur
saja emosiku masih naik turun mengingat Kak Wildan sebentar lagi
akan pergi.
11
“Hai Yasminee,ini coklat buat kamu. Langsung dimakan ya!Jangan
sedih!dan aku akan kembali:)”
12
Kak Wildan melangkahkan kaki masuk kedalam mobilnya.
Aku melihatnya,tanpa sengaja dia juga melihatku. Aku terkejut dan
memalingkan wajahku. Aku kembali melihatnya dan ternyata dia
masih tercegah masuk kedalam mobil dan melihatku dengan
senyuman.
“Assalamualaikum Syahidahh..”
13
“Yuk berangkat sekarang!”Ajak Reyhan dengan wajahnya
yang ceria. Aku pun mengangguk .
“Jadi kemana?”
14
Keputusanku selama ini untuk bercita-cita menjadi guru
memang tepat. Aku sangat senang dengan suasana sekolah. Murid-
murid yang ceria selalu menjadi obat kala ingin menyerah.
15
agar tidak menetes. Tidak ingin rasanya merusak momen Bahagia
Najwa dalam hidupnya.
16
الر ِجيم
ان ه َ ش ْي
ِ ط أَعُوذُ بِ ه.
اَّللِ مِ نَ ال ه
الرحِ يْم
الرحْ مٰ ِن ه ِبس ِْم ه
اَّللِ ه
Brukk!
17
“Maaf, aku bisa sendiri.”, aku berdiri perlahan.
“Kak Wildan?”
18
“Kayaknya aku tahu dari teman Kak Wildan. Kalau kak
Wildan, sejak kapan kakak tahu namaku?kita kan belum pernah
kenalan.”, aku mencengkram keras gaunku. Segala perkiraan ucapan
Kak Wildan memenuhi pikiranku.
“Yasmin?kamu ngelamun?”
19
“Kak Wildan pernah janji sama aku?”
“Bungkus coklat?”
20
“Ini kan kehidupanku. Kamu nggak berhak buat ngatur
Rey.”, jawabku dengan nada bergetar. Jujur saja, baru kali ini
Reyhan bersikap kasar padaku.
“Rey, aku sudah maafin dia kok. Apa salahnya? Dia juga
nggak bersalah. Aku yang salah karena mencintai dia sedalam itu.”,
bulir air mataku menetes. Aku merasa seperti orang yang buruk.
“Aku nggak tau kalau kamu suka sama aku rey. Kita bisa
berteman bukan? Kamu ga perlu marah-marah seperti ini.”
“Rey…”
21
“Udah Rey, jangan bohong. Aku tau kalau coklat itu bukan
dari kamu.”
22
memaksa bertindak di luar kesanggupan kita. Aku tidak mungkin
membebani diriku dengan yang tidak aku inginkan.
Tin!Tin!
23
“Iya lah, kamu kan masih ada rasa sama dia. Dia memang
sempurna sih buat kamu. Bisa jadi imam yang baik juga. Sedangkan
aku kan tidak bisa kayak gitu, masih fakir ilmu agama juga”, aku
hanya diam mendengar perkataan Reyhan.
“Permisi”
24
“Maaf, baru menceritakannya padamu.”
25
Bahkan langit pun ikut menangis dalam kesedihanku. Ini lucu,
komplit.
“Kak Wildan?”
“Kenapa Yasmin?”
26
“Aku pergi dari rumah Ketika langit sudah mendung, aku
nggak berfikir buat bawa jas hujan. Kakak tau?Ini aku lakukan
karena aku takut Kak Wildan pergi lagi. Aku takut kalau Kak Wildan
menghilang tanpa kabar untukku.”
“Yas…?”
“Kak..”
27
berangkat paling awal ke masjid, untuk menunggumu datang. Aku
tidak pernah mengungkapkan ini disaat kita masih usia sekolah,
karena aku tau itu bukanlah keputusan yang tepat.”
Kini aku tahu, senja yang selama ini kunanti. Senja selalu
memberi keindahan di langit ketika di pucuk hari. Disaat orang lain
tidak menyukai senja karena hadirnya yang singkat, aku tetap
menyukainya. Bukan tanpa alasan, senja selalu menepati janjinya.
ketika dia berkata dia akan kembali esok hari, maka dia akan benar-
28
benar kembali.Cahaya Mentari mulai menerobos masuk ke rumah.
Aku sedang bersiap-siap di dalam kamar.
29
BUNGKAM
Gedubrak.!! “Aduuh!! Ah sial” suara seorang anak
perempuan yang mengerang sambil mengumpat pada dirinya sendiri.
“Kenapa bisa ada paving di sini” katanya sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak habis pikir.
“Ah memang hari ini aku sial sekali”. Kata anak itu.
Dia segera berdiri dan bergegas menuju ke kelasnya dengan
seragamnya yang sedikit kotor karena jatuh tadi.
Namanya Zora, hari ini merupakan hari pertamanya masuk
di salah satu sekolah seni tingkat SMA yang cukup tenar di kotanya.
Dia bukan tipe anak yang suka terlambat masuk sekolah, tapi entah
mengapa hari ini dia bangun agak kesiangan. Mungkin karena
semalam dia begadang menonton film Harry Potter favoritnya.
“Akhirnya sampai juga” kata Zora sambil mengatur
napasnya yang terengah-engah.
Zora langsung melirik kursi kosong yang berada di baris
depan dan tepat didepan meja dan kursi Mentor.
“Wahh kenapa kursi ini masih kosong ya? Padahal ini kan
kursi di barisan paling depan. Ah, mungkin semuanya takut jika
Mentornya ternyata galak” Zora berbicara sendiri sambil meletakkan
tasnya di meja.
Tak lama setelah itu kelas pun dimulai. Karena hari ini
adalah hari pertama sekolah, hal yang dilakukan hanya sekedar
perkenalan diri, pengenalan Mentor yang akan mengajar, juga
pengenalan tentang sekolah dan lingkungannya. Saat sesi pengenalan
sekolah, seluruh siswa baru di ajak berkeliling sekolah.
30
“Oke semuanya, di sekolah ini terdiri dari beberapa gedung
yang disebut Bilik. Bilik tersebut dibagi berdasarkan bidang seni
yang berbeda-beda” kata seorang Mentor sambil berjalan.
“Yang pertama kita akan mengunjungi Bilik milik kalian
yaitu Bilik tari” Mentor itu berkata sambil menunjuk pada jalan
setapak yang menuju pada satu gedung besar dan megah.
Sekolah seni ini terdiri dari Kelas dan Bilik. Kelas adalah
tempat para murid belajar tentang teori atau mata pelajaran yang
tidak memerlukan praktek. Biasanya Kelas hanya untuk anak kelas
10 saja, karena jika sudah kelas 11 maupun 12 akan lebih banyak
menghabiskan waktu di Bilik. Bilik adalah tempat dimana para
murid bisa mepraktekan hasil belajarnya di kelas, maupun untuk
mengembangkan skill mereka. Di sekolah ini terdapat 5 Bilik, yaitu
Bilik tari, peran, gambar, pahat dan juga musik.
“Waahh.. gedungnya indah sekali” Zora mendongak dan
matanya berputar memandangi seluruh bagian dalam gedung.
Gedung itu terlihat bersih dengan warna putihnya, semua
fasilitas juga tampak tertata rapi dan teratur. Sesuai dengan image
sekolah ini yang mengedepankan kualitas di banding kuantitas.
Semua murid berkeliling di dalam gedung tersebut dan
melihat banyak kakak senior yang sedang berlatih. Mereka berlatih
dengan berbagai macam tarian , mulai dari tari tradisional, modern
hingga kontemporer.
“Astaga tarian kakak itu sangat luwes dan anggun sekali”
kata Zora yang sedang mengintip di jendela kelas tari tradisional.
“Ya! kita pasti bisa melakukannya lebih baik suatu saat
nanti” suara anak perempuan yang tiba-tiba menyela.
31
Zora pun tersentak kaget dan kebingungan, “kamu siapa?”
tanya Zora dengan wajah penasaran.
“Hai namaku Kina, aku satu kelas denganmu loh, salam
kenal” kata Kina dengan nada ceria sambil mengulurkan tangannya.
Sambil mencerna situasi yang sedang terjadi, Zora
mengulurkan tangannya dan berkata,“Oh, hai salam kenal namaku
Zora”.
Mereka berdua berbincang untuk mengakrabkan diri satu
sama lain sambil terus berjalan mengikuti seluruh rangkaian tour
sekolah. Setelah berkeliling melewati berbagai Bilik, akhirnya
sampailah pada Bilik yang terakhir yakni Bilik musik. Disana
terdapat banyak ruang yang bisa dilihat dari luar karena jendela yang
terbuat dari kaca besar transparan.
Terlihat setiap orang memainkan alat musik yang berbeda,
mulai dari biola; violin; gitar; drum; terompet hingga harpa. Di Bilik
musik juga ada latihan vokal bagi penyanyi-penyanyi yang bersuara
merdu.
Zora yang mulai akrab dengan Kina bercengkrama sembari
menelusuri lorong-lorong Bilik musik.
“Mereka terlihat sangat keren ya Kina” kata Zora dengan
wajah kagumnya.
“Iya benar, mereka juga terlihat sangat tampan” canda Kina
sambil menahan tawa.
Serentak mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal, tanpa
sadar suara mereka menggema di ruangan itu. Setelah menyadari hal
itu, mereka pun segera menghentikan tawanya.
32
Tiba-tiba Mentor yang memimpin tour tersebut berkata,
“Baiklah, sekarang kita akan menuju ke ruang pertunjukan atau
ruang teater”.
Terlihat wajah Zora yang sangat membara dan bersemangat
mendengar instruksi tersebut.
Sampai di depan pintu teater, terdengar suara dentingan
piano. Zora yang begitu bersemangat sudah tak sabar melihat apa
yang ada di balik pintu teater itu. Pintu teater pun di buka, pada saat
itu juga Zora melihat seorang lelaki yang sedang bermain piano
dengan lihainya di tengah panggung teater itu.
“Siapa itu yang sedang bermain piano?” kata Zora penuh
tanda tanya.
“Namanya Nival, dia adalah pianis yang paling populer di
sekolah ini” sahut Kina.
“Tidak heran, permainannya memang sangat profesional”
balas Zora pasti
“Ya memang bakatnya sudah tidak diragukan lagi, tapi
rumornya dia mempunyai sifat yang sombong” Kina berkata dengan
sangat meyakinkan
Zora yang terkejut pun bertanya,”oh ya? Apa itu benar?”.
“Entahlah, bahkan ada yang mengatakan sikapnya sangat
dingin, maka dari itu dia sangat sulit didekati oleh perempuan” Kina
menegaskan kembali perkataannya.
Zora hanya terdiam tak merespon perkataan Kina, dalam
pikirannya dia masih tak percaya akan rumor yang beredar. Zora
hanya melihat Nival sebagai seorang laki-laki yang menganggap
33
piano sebagai dunianya. Zora sangat mengagumi permainan piano
Nival yang mengesankan.
Tour sekolah pun berakhir di ruang teater. Dengan
berakhirnya tour, berakhirlah juga masa pertama sekolah.
Selang beberapa waktu, sekolah pun berjalan sesuai pada
umumnya. Saat pulang sekolah pun tiba, terlihat Zora yang sedang
duduk di halte bus. Tak biasa memang, hari ini Zora harus naik bus
karena orang tua nya tak bisa menjemputnya. Ada urusan luar kota
katanya. Zora tak keberatan jika harus naik bus hari ini, tampak dari
wajahnya yang santai sembari mendengarkan lagu dari headset yang
terpasang di kedua telinganya. Hanya dia sendiri yang berada di
halte itu, mungkin karena dia pulang terlambat hari ini.
Zraaasshhh.... Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.
Serentak senyum lebar merekah di bibir Zora.
“Woww.. hujann..” kata Zora dengan mata yang berbinar-
binar.
Zora mengulurkan tangan nya di bawah rintikan hujan. Saat
tetesan air hujan menyentuh tangan nya dia merasa sangat gembira
dan muncul rasa damai di hatinya. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar
suara langkah kaki yang sedang berlari di atas genangan air. Zora
langsung memalingkan pandangannya untuk melihat siapa orang itu.
Zora tak bisa melihat jelas karena hembusan angin yang membawa
butiran air hujan mengenai wajahnya. Orang itu hanya tampak
seperti bayangan hitam karena derasnya hujan. Perlahan-lahan
bayang hitam itu berubah menjadi sesosok lelaki yang sangat
familiar bagi Zora.
Dalam hati Zora berkata, “Nival!”.
34
Zora sangat terkejut , Hal yang terduga bisa bertemu
dengannya di tempat seperti ini. Zora terus memandangi Nival tanpa
berkedip sekalipun. Sesampainya Nival di halte itu, dia segera
menurunkan tas selempangnya yang basah dari atas kepalanya. Dia
juga mengibaskan butiran air hujan yang masih menempel pada
tasnya. Setelah itu dia langsung duduk di bangku halte tepat di
samping Zora. Zora yang sempat tertegun itu mencoba menyadarkan
dirinya bahwa ini bukanlah mimpi, ini adalah kenyataaan. Zora
masih menatap Nival, terlihat bajunya yang basah oleh percikan air
hujan.
Zora pun bertanya, “Bajumu basah, apa kau baik-baik
saja?”.
“I-iya” jawab Nival ragu-ragu.
“Namaku Zora, kalau kamu?” Zora mengulurkan tangannya
memperkenalkan diri.
“Nival” jawab Nival dingin tak membalas uluran tangan
Zora.
Zora langsung menarik tanganya kembali.
“Ohh kau itu adalah pianis populer yang sering dibicarakan
oleh orang-orang ya?” Zora mencoba membuka topik pembicaraan.
“.......” Nival tak menjawab sedikit pun.
Zora yang tak mempedulikan hal itu terus saja berbicara,
“Kemarin sewaktu hari pertama masuk sekolah aku melihatmu
bermain piano di ruang teater loh, permainan pianomu sangat
mengagumkan”.
“Setiap tuts yang kau mainkan sangat memikat hati
siapapun yang mendengarnya”.
35
“Oh ya, apa kau suka hujan? Aku sangat suka sekali hujan,
bisa di bilang aku seorang pluviophiles. Kau tahu apa itu
pluviophiles? Hmm sepertinya kau tidak tahu, katanya itu adalah
sebutan bagi seorang penyuka hujan”.
Zora terus saja berbicara tanpa henti, meskipun nival tak
menggubrisnya sedikit pun. Zora memang tipikal anak yang cerewet.
Bebepa saat kemudian bus yang ingin ditumpangi Zora
datang.
“Busnya sudah datang, baiklah bye Nival sampai jumpa
lagi” Zora melambaikan tangan berpamitan lalu berjalan menaiki
busnya.
Setelah Zora menaiki bus, Nival yang semula hanya diam
memandangi bus yang akan pergi itu dengan senyum di bibirnya.
Dalam hati dia berkata, “Terbuat dari apa bibirnya itu,
seakan tak ada siapa pun yang bisa menghentikannya”.
Saat di sekolah Zora sering tidak sengaja bertemu dengan
Nival dan Zora selalu menyapanya. Sampai pada saat Zora sedang
bersama Kina kebetulan bertemu dengan si pianis populer itu.
“Hai Nival” sapa Zora.
Nival hanya terus berjalan tak menjawab.
Kina yang terheran-heran bertanya, “Mengapa kau berani
menyapanya? Kau akrab dengannya?”.
“Tidak sih, memangnya tidak boleh? Aku rasa dia itu bukan
sombong, hanya saja sifatnya memang sedikit dingin dan cuek” Zora
mengungkapkan pendapatnya.
“Ah sudahlah terserah kau saja” kata Kina pasrah.
36
Mendadak Nival yang semula berjalan lurus kini berbalik ke
belakang seakan ada yang terlupakan.
“Zora tunggu!” Kata Nival dengan sedikit berteriak.
Zora yang terkejut langsung menoleh ke belakang. Dalam
pikirannya dia bertanya-tanya, mengapa Nival tiba-tiba
memanggilnya. Orang yang bahkan tak menggubris sapaan nya
beberapa saat lalu.
“I-iya ada apa?” Zora berkata dengan tatapan bingung.
“Ini kamu kan?” Nival menodongkan handphone dengan
sebuah video yang sedang diputar.
Zora melongo melihat video itu. Video itu adalah video
lama Zora yang berisi tentang betapa konyol dan memalukannya hal
yang dilakukan Zora.
“Emm Kina, kau boleh duluan ke kelas nanti aku akan
menyusul” kata Zora dengan ekspresi memohon.
“O-oke..” Kina pergi meninggalkan Zora.
Zora kembali fokus pada Nival.
“Kamu! Dari mana kamu mendapatkan video itu!” Zora
terlihat marah.
“Entahlah aku hanya kebetulan menemukannya, ternyata
benar kau ya” kata Nival dengan santainya.
“Memang apa masalahnya?, cepat hapus Video itu!”
perintah Zora.
“Nggak mau tuh” balas Nival nakal.
“Cepat hapus nggak!” Zora mulai kesal.
37
Mendadak muncul ide usil Nival setelah melihat kelucuan
Zora saat sedang kesal.
“Oke aku akan menghapus video ini asalkan kamu mau
menuruti perintahku selama satu bulan” Nival memberikan syarat.
“What?” kata Zora yang sudah berada di puncak
kekesalannya.
“Baiklah jika kamu tidak mau ya sudah, aku akan
menunggumu jika kau berubah pikiran, waktunya hanya 3 hari oke?
Oh ya jika kau tidak setuju aku juga akan menyebarkan video itu”
kata Nival sambil berjalan meninggalkan Zora.
“Ahh.. bikin kesal saja” Zora berbicara sendiri dengan
tatapan kesal.
Di hari pertama Zora tak begitu mempedulikan apa yang
dikatakan Nival kemarin. Dia berpikir bahwa mungkin itu hanya
ancaman biasa, Nival tak mungkin akan menyebarkan video itu.
Di hari kedua Zora mulai cemas, apakah Nival akan benar-
benar menyebarkan video itu. Zora takut jika itu benar-benar terjadi
maka akan sangat memalukan bagi Zora. Zora tidak ingin di bully
dan di jauhi oleh teman-temannya. Menurut Zora video itu hanya
sekedar video yang berisi kelakuan konyol biasa, tetapi Zora terlalu
takut dengan perspektif orang terhadap dia jika orang-orang melihat
video itu. Cara pandang orang-orang pada Zora mungkin akan
berubah.
Tibalah di akhir tenggat tawaran Nival. Saat jam istirahat
Zora memberanikan diri ke ruang teater untuk bertemu dengan
Nival.
38
“Permisi apa Nival ada di sini?” Zora bertanya pada salah
satu murid di ruangan itu.
“Ya kamu bisa menemuinya di belakang panggung,
sebentar lagi dia akan latihan, kamu bisa menemuinya setelah itu”
kata murid itu dengan ramah.
Zora memutuskan untuk menunggu Nival di belakang
panggung. Selang beberapa menit Nival naik ke panggung dan
memulai permainan pianonya. Zora yang masih kesal dengan Nival
tak bisa menutupi bahwa dia masih kagum dengan cara Nival
memainkan piano. Waktu latihan pun selesai, Nival turun dari
panggung dan menuju ke backstage. Pandangannya langsung terjutu
pada seorang wanita yang sedang duduk di kursi dengan
menyilangkan tangannya.
“Zora, sedang apa kamu di sini?” kata Nival seakan tidak
tahu.
“Eemm.. mengenai tawaran 3 hari yang lalu...” Zora belum
menyelesaikan perkataannya.
“Ohh apa kau mau menolaknya? Baiklah akan aku sebarkan
sekarang!” Nival menyela dengan nada menggoda.
“E-eehh, siapa bilang aku menolak” Zora sedikit panik.
“Lalu?” Nival memancing Zora.
“O-oke aku terima tawaran itu” kata Zora sambil
menggaruk kepalanya.
“Apa yang kau katakan? Aku tidak mendengarnya?” kata
Nival sedikit menggoda.
“Aku bilang aku terima tawarannya!” Zora berkata dengan
berteriak.
39
Serentak semua orang yang ada di belakang panggung
menoleh menatap Zora dengan heran. Zora yang menyadari hal itu
merasa sangat malu sehingga pipinya memerah, dia juga
menundukkan kepalanya. Nival yang melihat itu melipat bibir nya
karena menahan tawa.
“Baiklah, sekarang ke kantin dan belikan aku minum!”
perintah Nival.
“Apa sekarang!?” kata Zora tak menduga.
“Tentu, kau sudah menerima nya kan” tegas Nival.
“Oke oke kau mau minum apa?” Zora terlihat pasrah.
“Tolong belikan aku 2 cup es cappucinno yang pertama
tolong gulanya 1 setengah sendok, susunya ditambah 1 sendok, whip
cream jangan terlalu penuh, boba nya satu sendok saja dan es
batunya 6 buah. Untuk yang kedua standart saja.” Nival berbicara
sambil mengisyaratkan pada jari nya.
Zora yang mendengar itu hanya bisa tertegun dan menghela
napas nya.
Zora segera memenuhi permintaan pianis yang katanya
populer itu. Zora yang sudah membawa 2 cup es cappucinno kembali
ke belakang panggung ruang teater untuk memberikannya pada
Nival. Sesampainya di sana ternya dia sudah tidak ada.
Zora bertanya pada seseorang yang berada disana, “Apa kau
tahu kemana Nival pergi?”.
Orang itu menjawab, “Entahlah dia sudah pergi sekitar 10
menit yang lalu”.
“Aduh kemana sih orang ini, seenaknya memerintah orang
malah ditinggal” Zora yang bete berbicara sendiri.
40
Zora keluar dari ruang teater dan memutuskan mencarinya
di Bilik musik, ternyata dia juga tidak ada disana. Zora mencari lagi
di taman sekitar Bilik musik. Akhirnya Zora menemukan orang yang
dia cari, ternyata dia sedang duduk santai di bangku taman dengan
sebuah buku di tangannya.
“Dari mana saja kau? Nih pesananmu” Zora menyodorkan 2
cup es cappucinno itu.
“Wahh terima kasih ya Zora, ini sesuai pesanan nih?” Nival
mengambil 1 cup es cappucinno.
“iya, periksa saja sendiri! Eh ini satu lagi” Zora menunjuk
cup yang satu lagi.
“Oh buat kamu aja” jawab Nival santai.
“Eh buat aku?” Zora tak menduga.
“Iya, kamu nggak mau?” tanya Nival.
“Em-mau sih” Zora yang kelelahan setelah mencari Nival
merasa haus.
Keduanya pun akhirnya menikmati minuman itu sembari
duduk di bangku taman.
“Apa ada hal lagi yang kau inginkan?” Zora bertanya
setelah menghabiskan minuman nya.
“Untuk hari ini cukup itu saja, kau boleh kembali ke
kelasmu” kata Nival yang masih menghabiskan minuman nya.
Zora akhirnya kembali ke Bilik tari karena ada praktek hari
ini. Hari pertama penyiksaan pun selesai. Selang beberapa hari Zora
berpikir bahwa perintah Nival tidak begitu sulit dan cukup ringan,
menuruti perintahnya selama sebulan mungkin tidak akan ada
masalah.
41
Tidak seperti apa yang di pikirkan Zora, ternyata setelah 2
minggu berlalu Zora mulai lelah dan kesal dengan semua hal yang
diperintahkan Nival. Sampai pada puncaknya saat Nival meminta
Zora membelikan nya semangkuk bakso di kantin sekolah.
“Nih bakso yang kau mau” nada bicara Zora tegas.
Dengan santainya Nival berkata, “Oke, oh iya tolong
ambilkan buku ku yang ada di belakang ruang teater sebelah kanan”.
“Apa? Lagi?” mata Zora melotot.
“Oke sudah cukup semua ini, aku lelah dengan semua
perintahmu itu, aku sudah sangat muak untuk menuruti semua itu,
terserah kau mau apa, sebarkan saja video itu!” kata Zora dalam
amarah.
Tiba-tiba air mata keluar dari mata Zora. Zora menangis
sesenggukan seakan melepaskan semua beban di hatinya. Nival yang
melihat itu merasa sangat bersalah, dia berpikir apakah kelakuannya
kepada Zora selama ini sangat keterlaluan.
“Tenanglah Zora, duduklah dulu” Nival mencoba
menenangkan Zora.
Zora pun duduk di kursi kantin itu berhadapan dengan
Nival.
“Aku minta maaf sekali padamu Zora, maaf jika selama ini
perbuatanku melukaimu, aku akan menghapus videonya” terlihat
wajah Nival yang memelas.
“Tapi mengapa kau sangat khawatir jika video itu tersebar,
itu hanya sekedar video konyol biasa kan” tanya Nival penasaran.
42
“Aku tahu, hanya saja aku sangat khawatir bagaimana nanti
orang-orang akan memandangku, orang-orang mungkin akan
menganggap ku aneh” air mata Zora belum berhenti.
“Sudahlah berhenti menangis, aku tahu bagaimana
perasaanmu, akan tetapi cobalah untuk tidak terlalu memperhatikan
apa perkataan orang terhadapmu, mungkin kau akan lebih bahagia”
kata Nival sembari memberikan sebuah sapu tangan.
Zora membasuh air mata menggunakan sapu tangan lalu
pergi begitu saja meninggalkan Nival dengan membawa sapu
tangannya.
Beberapa hari kemudian Zora berniat mengembalikan sapu
tangan Nival yang tak sengaja terbawa olehnya. Zora menemuinya di
taman sekolah.
“Ini sapu tanganmu, terima kasih dan maaf tak sengaja ku
bawa” terlihat Zora yang tampak seperti biasanya.
“Iya tak masalah, sekali lagi aku minta maaf padamu” Nival
menjewer kedua telinganya sendiri.
Zora berkata, “Iya aku sudah memaafkan mu, mungkin
perkataanmu ada benarnya juga”.
“Zora, apa kau mau menjadi temanku?” Nival menawarkan
sebuah penawaran kembali.
“Temanmu? Baiklah aku menerimanya” Zora yang sedikit
terkejut menerima tawaran itu.
Keduanya berjabat tangan menandakan di mulainya
pertemanan mereka.
Hari demi hari berlalu pertemanan Zora dan Nival semakin
erat. Mereka bahkan menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Suatu
43
hari Zora ingin bertemu dengan Nival untuk membahas proyekyang
diberikan Mentor padanya.
“Hai, Nival! E-em siapa dia?” Zora bertanya tentang laki-
laki yang berada disamping Nival
“Oh hai, Zora! Perkenalkan dia adalah temanku sejak SMP,
Lito” Nival memperkenalkan temannya.
“Lito” Lito mengulurkan tangannya.
“Zora” kata Zora sambil menjabat tangan Lito.
“Oh ya Nival, soal proyekkolaborasi itu apa kau bisa
menjadi pengiringku” Zora kembali pada tujuannya kemari.
“Tentu saja, mari kita lakukan” sahut Nival bersemangat
“Oke, kita mulai latihan minggu depan ya” Zora juga ikut
bersemangat.
Sejak saat itu Zora dan Nival sering berlatih bersama Nival
untuk proyekkolaborasinya itu. Saat latihan tak jarang Lito ikut
menemani Nival latihan. Entah mengapa Zora mulai tertarik pada
Lito, dia tertarik pada Lito karena perhatian yang dicurahkan
padanya.
Pernah pada suatu waktu, saat Zora membawa setumpuk
buku yang lumayan berat. Tiba-tiba dari belakang muncul suara Lito.
“Zora, apa kau perlu bantuan” Lito tampak khawatir.
“Oh Lito, tidak aku bisa mengurusnya sendiri” Zora merasa
sungkan meminta bantuan.
“Sudahlah biar aku bantu bawakan setengah nya” Lito
mengambil sebagian buku itu.
Mungkin sejak saat itu Zora mulai menyukai Lito. Pada
akhirnya Zora memutuskan untuk menyatakan perasaannya pada
44
Lito. Meskipun Zora sempat bimbang untuk mengatakannya atau
tidak, karena tak biasa jika seorang perempuan yang pertama
menyatakan perasaan suka nya. Zora akhirnya bertekat bulat dan
meyakinkan keberanian nya.
Pada saat setelah pulang sekolah Zora meminta Lito untuk
menemuinya di sebelah Bilik peran.
“Hai Zora” sapa Lito.
“Hai” balas Zora sedikit gugup.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” Lito bertanya penasaran.
“Emm se-sebenarnya aku sudah lama ingin mengatakan hal
ini padamu, sebernarnya aku sudah lama menyukaimu, bagaimana
denganmu?” kata Zora dengan malu-malu.
“Aku mengerti apa maksudmu, aku juga sangat berterima
kasih untuk perasaan itu, akan maaf aku masih belum bisa
memberikan perasaan itu padamu” kata Lito jelas.
“Baiklah tidak apa-apa, aku mengerti” kata Zora lirih.
“Aku akan pergi dulu Zora” Lito sedikit merasa khawatir.
Zora yang telah menahan air mata nya berlari menuju ruang
teater. Tak tahu mengapa dia menuju ke ruangan itu, yang terbesit
dalam pikirannya yang kalut hanya ruangan itu. Zora duduk dan
merapatkan kedua kakinya, dia menundukkan kepalanya diatas lutut
dan mulai menangis. Zora tetap merasah sedih walaupun dia tahu
kemungkinan ini bisa saja terjadi.
Klotak, klotak, klotak. Terdengar langkah sepatu mendekati
Zora.
“Zora! Apa yang terjadi padamu, mengapa engkau
menangis?” wajah Nival tampak khawatir.
45
“Nival....” Zora tanpa sadar memeluk Nival.
“It’s okay, aku akan menemanimu” kata-kata Nival
terdengar menenangkan.
Setelah beberapa saat tangisan Zora mulai mereda. Nival
bertanya lagi pada Zora apa yang terjadi padanya. Zora akhirnya
memutuskan untuk menceritakan semua yang telah terjadi yang
membuatnya menangis pada Nival. Setelah Zora selesai bercerita
Nival hanya diam membisu tak menanggapi satu kata pun.
Setelah peristiwa itu, Nival memutuskan untuk bicara
berdua dengan Lito.
“Aku ingin bicara mengenai Zora” kata Nival membuka
pembicaraan.
“Katakan, hal apa?” balas Lito.
“Apa benar kau menolaknya? Mengapa kau lakukan itu?
Bukankah kau juga menyukainya?” Nival menghujani Lito dengan
banyak pertanyaann.
“Entahlah aku masih tidak yakin akan hal itu” jawab Lito
sederhana.
“Lalu mengapa kau memberika dia harapan dengan semua
perhatianmu itu!” Nival mulai marah.
“.......” Lito hanya diam.
“Ahhh dasar, seharusnya kau tak lakukan itu!” Nival benar-
benar marah.
Nival meninggalkan Lito begitu saja.
Nival sangat kecewa terhadap apa yang dilakukan Lito.
Nival sebenarnya juga menyukai Zora sejak awal, akan tetapi saat
dia melihat Zora dan Lito yang saling menyukai dia mengorbankan
46
perasaannya itu. Karena itu dia sangat marah kepada Lito karena dia
menganggap pengorbananya menjadi sia-sia karena Lito tak bisa
menerima perasaan Zora.
Zora yang mulai menerima kejadian yang telah berlalu itu
sudah mulai membaik sekarang. Patah hati memang sesuatu yang
menyakitkan. Zora menjalankan aktivitas sehari-hari seperti yang
biasa dia lakukan. Sekarang Zora lebih fokus kepada proyek
kolaborasinya bersama Nival. Akan tertapi Zora mulai menyadari hal
yang mengganjal dari Nival.
“Nival apa kau jarang bertemu dengan Lito akhir-akhir ini?”
tanya Zora.
“Ya” jawab Nival dingin.
“Mengapa? Apa kau bertengkar dengannya? Apa tentang
aku ya?” kata Zora menduga-duga.
“Dia memang pantas menerimanya, bisa-bisanya dia
menolakmu” kata Nival tegas.
“Hei kau seharusnya tidak boleh begitu, ini bukan
kesalahannya, aku yang selama ini salah paham dengan
perhatiannya, kau harus minta maaf padanya” ocehan Zora mencoba
menasehati Nival
“........” tak sepatah kata pun keluar dari bibir Nival.
Zora yang merencanakan pertemuan antara kedua orang itu
akhirnya berhasil. Zora mempertemukan mereka di sebuah kafe
buku.
“Baiklah, kalian berdua sekarang berjabat tangan dan minta
maaf, ayo jabat tangan” perintah Zora pada dua orang yang masih
canggung itu.
47
Keduanya pun berjabat tangan karena takut melihat mata
Zora yang melotot.
“Nah sekarang kalian berdua berpelukan, ayo ayo lakukan”
kata Zora memaksa.
Kedua orang itu juga berpelukan dan saling menepukkan
tangan pada punggung satu sama lain.
“Begitu dong, mengapa sih kalian bisa bertengkar Cuma
gara-gara aku, apa kalian tidak sayang dengan pertemanan kalian
sejak SMP itu” Zora menceramahi mereka berdua.
Akhirnya mereka bertiga kembali berteman seperti sedia
kala. Zora dan Nival kembali di sibukkan dengan proyek kolaborasi
mereka. Seperti biasanya Lito juga terkadang menemani mereka
berdua latihan.
Beberapa bulan pun berlalu. Hari ini adalah hari terakhir
latihan untuk proyek kolaborasi, sebelum akhirnya akan ditampilkan
besok di hari sabtu sebagai persembahan akhir semester. Nival yang
sudah memikirkannya matang-matang kemarin malam akhirnya
memantapkan hatinya untuk mengatakan rasa sukanya pada Zora.
“Zora, apa kita bisa bicara sebentar?” Nival memanggil
Zora yang sedang megulas beberapa gerakan tari nya.
“Tentu, apa kau ingin membicarakan tentang pakaian yang
akan kita pakai besok, aku sudah menyiapkannya, kau tidak usah
khawatir aku ja-....” ocehan Zora terhenti.
“Ini bukan soal pertunjukan besok Zora!” kata Nival
menyela ocehan Zora.
“Lalu?” kata Zora bingung.
48
“Aku ragu mengatakan ini, tapi aku yakin aku benar-benar
menyukaimu Zora, aku tertarik padamu sejak saat kita bertemu di
halte bus waktu itu” Nival berkata sambil memandang Zora yang
terkejut.
“Mengapa kau baru mengatakannya sekarang, aku kira kau
hanya menganggapku sebagai temanmu saja” Zora senang sekaligus
kesal.
“Aku tahu, seharusnya aku mengatakannya lebih awal,
tetapi aku terlalu pengecut untuk mengatakannya” Nival menyesal
dengan dirinya sendiri.
“Jadi, apa kau juga menyukaiku? Apa kau mau jadi
pasanganku?” kata Nival ragu-ragu tetapi penuh harap.
“Tentu saja aku bersedia” kata Zora lirih malu-malu.
Nival melebarkan tangannya dengan isyarat agar Zora mau
memeluknya. Tanpa pikir panjang Zora langsung memeluk Nival
dengan erat.
Hari pertunjukan tiba, ruang teater sangat ramai dengan
para penonton. Mereka terdiri dari Mentor, murid yang akan naik
kelas dan juga para wali murid. Zora menggandeng tangan Nival
menuju ke atas panggung. Sebelum persembahan mereka dimulai,
mereka terlebih dahulu membungkukkan badan untuk menghormati
para penonton yang hadir di ruang teater itu. Terlihat pakaian Zora
yang begitu anggun dan Nival yang begitu tampan dengan setelan
jasnya. Denting piano pertama dari Nival menggema di ruangan itu,
Zora mulai menggerakkan badannya menari seiring dengan tuts
piano yang di maikan oleh Nival. Penampilan keduanya sangat
kompak dan serasi. Mereka menampilkan pertunjukan dengan tulus
49
dari hati mereka. Tarian Zora bagaikan burung yang bebas terbang
diangkasa. Permainan piano dari Nival pun sangat lembut, selembut
sutra yang tak tertandingi kelembutannya.
Di belakang panggung kina menyaksikan persembahan Zora
dengan Nival, Kina sangat senang dengan hubungan keduanya. Di
bangku penonton juga tampak Lito yang gembira melihat dua
temannya tampil mengesankan diatas panggung.
Dari belakang Lito mendengar suara seorang wanita
berbisik di telinganya dan berkata, “Aku sudah sejak lama
menyukaimu, dari hari kita pertama masuk ke sekolah ini, apa kau
mau jadi pasanganku?”
Lito yang terkejut melihat ke belakang dan dia melihan
seorang wanita seusianya.
50
Jatuh Cinta
51
masalah keluarganya yang akhir-akhir ini sedang hangat
diperbincangkan oleh kalangan murid dan guru di sekolahnya.
Dinata tau ia sedang berada di rumah Varo, tapi setidaknya ia
mengerti bahwa Dinata sangat sensitif akan bahasan tersebut.
“Yaudah, gue pulang dulu. Nenek pasti butuh gue." Ucap
dingin dari seorang Dinata.
Varo yang merasa bahwa sahabatnya sedang marah
padanya, hanya bisa pasrah dan menatap lekat laptopnya agar ia bisa
menyelesaikan dengan cepat tugasnya.
•°•
Sesampainya Dinata di rumah Neneknya, ia langsung
merebahkan diri di kasur kamarnya. Sambil menatap dinding dinding
kamarnya yang sudah hampir rapuh, pikirannya kembali berkelana
pada memori 3 tahun lalu. Dimana kedua orangtuanya yang pergi
meninggalkannya hanya untuk berpisah dan mencari keluarga
mereka sendiri. Tak ada waktu sedikit pun yang mereka luangkan
hanya untuk bertanya kabar anak semata wayangnya itu.
Dinata tanpa sadar mengeluarkan titik-titik air yang tiba-
tiba saja muncul dari matanya.
"Kenapa gue harus inget masalah itu lagi sih? Gue kan udah
gak butuh mereka lagi."
Melihat kondisi Nenek nya yang sudah tidak
memungkinkan lagi untuk bekerja, ia memutar otak agar bisa
membantu pengeluaran tiap harinya. Tanpa sadar, ia pun mulai
tertidur lelap.
Sedangkan di sisi lain, Varo baru selesai menyelesaikan
Laporan Praktikumnya.
52
"Huft... Cape banget buset." Keluh Varo. Sambil menutup
dan membereskan kertas-kertas yang berserakan di mejanya, ia baru
sadar kalau Dinata sudah kembali ke rumah Neneknya.
Niatnya yang ingin menghubungi Dinata buyar, ketika
handphone nya berdering menunjukkan telepon dari Tika, teman
sekelasnya yang akhir-akhir ini gencar mendekati Varo.
"Halo."
"Halo? Eh Varo, lagi sibuk gak? Kalo lagi free boleh aku
ajak main dong? Hehe.."
"Duh gue lagi—"
"Aduh gue yakin hari Minggu gini lo pasti lagi free! Yauda
gue jemput aja lo kesana ya! See u, Varo!" Tika langsung memutus
pembicaraan Varo dan mengambil keputusan sendiri.
"Gila ni cewe."
•°•
Eungg...
Dinata terbangun dari tidurnya yang pulas. Ia terkejut
melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 3 sore. Dinata
bangun dari atas kasurnya. Seketika ia mengingat Varo. Sahabatnya
yang mulai ia cintai sejak 6 bulan yang lalu. Ia sadar tak boleh
memberitahu perasaannya pada Varo. Karena hal tersebut akan
merusak persahabatan yang telah mereka bangun sejak 2 tahun
lamanya.
Dimulai ketika Dinata yang tak memiliki teman sama
sekali, dan juga rusaknya keharmonisan keluarganya. Hidup Dinata
seakan akan telah diberi cahaya oleh sang Kuasa untuk memulai
kehidupan yang lebih lagi. Yaitu lewat Alvaro. Tuhan mengirimkan
53
cahaya itu lewat Varo. Tentang Varo yang mengetahui masalah
hidupnya, bahkan semua masalah kecil di hidupnya Varo senantiasa
mendukungnya. Jika bisa, Dinata ingin menceritakan seluruh
kebaikan Varo di dalam cerita. Meski baru berjalan 2 tahun, tak
memungkinkan bahwa Varo lebih dari apapun di hidup Dinata. Ia
bersyukur memiliki Nenek dan juga Varo.
"Dina.."
"Eh iya, Nek?" Neneknya membuyarkan lamunan Dinata.
"Bahan-bahan dapur lagi habis, boleh Nenek minta tolong
kamu buat beliin di toko depan jalan raya itu?" Pinta Neneknya.
"Apa sih yang ngga buat Nenek! Aku siap siap dulu ya,
Nek!"
"Yaudah, Hati-hati loh ya."
"Siap, Nenek!"
Dinata mengeluarkan sepeda lipat nya dari gudang, dan
mulai mengayuh perlahan sepedanya yang sudah hampir rapuh itu.
Sesampainya nya di pertigaan, ia melihat Varo dan juga
teman perempuan nya sedang tertawa. Tampaknya mereka terlihat
sangat ceria dan juga bahagia. Berbeda saat dengan Dinata.
Sepertinya, Varo sudah mulai mengerti bahwa aku bisa menopang
hidupku sendiri saat ini. Ya, sepertinya begitu. Akan lebih baik jika
Dinata tak selalu mengusik kehidupannya lagi.
"Bukankah lebih baik jika aku pergi dari hidupnya? Atau
bahkan pergi dari hadapannya untuk selamanya?"
Dinata terus mengayuh sepedanya untuk membeli barang-
barang yang disuruh oleh Neneknya. Selepas itu, ia akan cepat-cepat
pulang untuk memberitahukan keinginannya pada Neneknya.
54
•°•
"Assalamualaikum, Nek."
"Waalaikumsalam."
"Nih belanjaan Nenek!" Seraya memberikan barang-barang
nya pada Neneknya, Dinata mengajak Neneknya terlebih dahulu
untuk duduk di kursi ruang tamu.
"Kenapa? Kamu gak apa apa kan?"
"Dinata gak apa apa kok, Nek!" Oh ya, Dinata cuma pengen
minta sesuatu aja, Nek! Emm.." Dinata masih ragu untuk berbicara
terus terang pada Neneknya.
"Ada apa, Din?" Tanya Nenek sambil menyernyitkan
dahinya.
"Dinata pengen kita tinggal sama Bibi Tik di Jogja, Nek..."
Dinata berkata sambil menghembuskan nafasnya perlahan.
Neneknya tampak tenang. Ia tak kaget sama sekali. Karena
ia yakin, bahwa nantinya Dinata pasti akan meminta hal seperti ini.
"Kalau itu memang keinginan kamu, besok juga kita bisa
atur keberangkatan kita."
"Eh? Nenek serius? Makasih banyak ya, Nek! Dina sayang
banget sama Nenek!" Ucap Dinata yang lantas memeluk Neneknya
erat.
•°•
Sehari setelah keberangkatan Dinata ke Jogja, Varo sempat
bingung melihat ketidakberadaan Dinata di kelas. Harusnya pagi ini
ia sudah berada di dalam kelas sambil memegang buku biru
kesayangannya.
55
Karena pikirannya yang tak tenang, ia rela bolos sekolah
hanya untuk mengunjungi rumah Nenek Dinata. Tak melihat ciri ciri
kehidupan di rumah itu, lantas Varo menanyakan pada tetangga
sebelah mengenai keberadaan Dinata dan Neneknya.
Bagai disambar petir di siang bolong, ia tak menyangka
bahwa sahabatnya pergi tanpa memberinya kabar sama sekali. Varo
merasa sangat tak berguna menjadi sahabat dari seorang Dinata. Ia
merasa sangat menyesal tak mengiyakan keinginan dan janjinya saat
itu pada Dinata. Jika Tuhan memungkinkan Varo menghabiskan
banyak waktunya dengan Dinata, maka saat ini ia tak akan merasa
sangat menyesal dan sedih karena kehilangan bocah dan pengisi
kehidupannya akhir-akhir ini. Sungguh!. Mungkin Tuhan tak
mengijinkan Varo untuk lebih lama lagi menghabiskan hari-harinya
dengan celotehan dan keluhan dari sahabat yang sangat ia sayangi
itu.
56
I ALWAYS BE WITH YOU
Pukul setengah 10 tiba, waktunya istirahat di Sekolah
Darmawangsa. Sekolah ini ialah sekolah terbesar dan elit yang
harganya terbilang cukup mahal. Meski mahal, sarana dan
prasarananya jangan diragukan lagi. Salah satunya mempunyai
perpustakaan yang besar. Seperti biasa, Yerin dan ketiga sahabatnya
mengunjungi perpustakaan setiap pergantian bulan untuk meminjam
buku yang baru.
“Lu bener bener bikin gue darah tinggi ya, apa perlu gue
tendang lo?” Ancam Yerin dengan berbisik
57
“Lo kira gue ga bisa ambil karena lo paling tinggi.” tegas
Yerin
“Tuh kan tau rasa, wlee.” Ejek Yerin dengan bangga sambil
menjulurkan lidahnya.
“Lu tuh ya, gue ini bawa buku pinjaman Travis sama Juan
juga makanya berat banget nih.” Resahnya lagi. Memang benar,
buku yang dibawanya hampir menutupi pandangannya.
59
Siapa yang tidak kenal dengan cowok manis ini, ia adalah
bernama Dobby, ketua kelas 12 IPA 3 sekaligus paling terkenal di
kalangan ciwi - ciwi. Memang tidak salah lagi, ia berwajah paling
tampan di antara seangkatannya. Yerin pun tenggelam dalam
pikirannya, baginya mustahil untuk dekat dengannya apalagi bisa
melihat ketampanannya dengan jelas. Justin pun segera menyusul
Yerin dengan cepat. Teman Dobby si Shion yang bersamanya segera
mengumpulkan buku Yerin yang berserakan di lantai.
“Ga usah kak, aku gapapa kok. Makasih kak udah nolongin
tadi.”
“Oh ya, boleh minta no Hp nya nggak? Siapa tahu nanti kita
bisa kenal akrab.”
60
Yerin. Karena memang kondisi ekonomi keluarga Juan yang tidak
baik semenjak ayahnya yg pergi dari dunia ini saat ia masih SMP.
Yah tidak kaget lagi melihat sikap Juan seperti ini. Entah
dikasih apapun, selalu diberikan pada Yerin. Bagi Yerin tentu saja
sangat menguntungkan, namun di sisi lain ia merasa bersalah pada
seseorang yang memberinya dengan hati yang tulus.
“Thanks.. Juan.”
61
“My pleasure” Balas Juan sambil tersenyum ke arahnya,
kedua lesung pipitnya jadi terlihat jelas, membuat yerin gemas
dibuatnya.
“Serunya sih buat kalian bertiga aja ya, buat aku sih enggak
banget.” Balas Yerin dengan malas.
“Semangat sayang!”
“Juan awas!”
65
depannya langsung terkejut melihat Travis yang sedang memegangi
kedua pundaknya. Ternyata Travis melindungi Yerin dari datangnya
bola basket tersebut.
“Maaf vis.”
“Oke”
“Enggak”
67
Tidak terasa hari Rabu pun tiba. Saat istirahat, tanpa Yerin
sadari bahwa Hpnya yang di letakkan di depan mejanya berdering
dan kebetulan Justin yang daritadi menghadap Yerin, mengetahui
nama kontak tersebut ialah my crush.
“Enggak sih, kita cuman komitmen aja bakal jaga hati satu
sama lain.” jawab Yerin sambil tersenyum malu.
“Pake uang gue lah, kan gue punya uang simpanan yang
waktu itu di suruh lo tabung.”
68
“Sorry.. gue gatau kalau masalahnya jadi kayak gini.”
“Kok lo ngomong gitu sih Juan! Siapa yang gue deketin dan
gue suka terserah gue lah. Emang semua pakai uang gue, tapi emang
gue sendiri yang maksa bayar kok. Dan masalah gue bohong ke
kalian terutama lo Juan, karena gue ngerti lo bakal ngomong yang
nggak - nggak tentang dia. Dan asal lo tau ya, terserah lo bakal
ngomongin ini ke papa gue atau enggak, gue ga peduli dan gue ga
takut sama ancaman lo!”
“Apa? Mau bilang apa? Kok lo ikut - ikut dukung Juan sih.”
“Eh guys, kalian tau ga, ada toko dessert yang baru buka di
Jalan Pahlawan, meski agak jauh sih. Sepulang sekolah kesana yuk,
gue nih yang bakal traktir.” Ucap Justin
69
“Wow, oke dong siap. Yuk!” Ajak Travis
“Its okay”
70
“Iya dia sempet bermasalah dulu, namun dibebaskan lagi
karena bukti yang kurang kuat. Tapi nyatanya dia masih melakukan
aksinya.”
“Gue saksinya. Waktu itu gue di bully sama Sasya dan dua
temannya di belakang halaman sekolah. Awalnya gue bingung dan
perasaan gue ga ada salah sama mereka. Namun ternyata dia datang
karena masalah utang kak Dobby ke gue. Gue bilang ke mereka gue
nyerah dan ga akan lagi nagih utangnya kak Dobby dengan syarat
gue membuat video pernyataan ga akan lagi menuntutnya soal uang
tersebut. Nah, setelah itu gue dibebasin sama mereka, dan anehnya
kak Dobby nyusul kak Sasya. Dan saking penasarannya, gue ga
langsung balik ke kelas, tapi ngumpet di belakang pot. Gue lihat
mereka berdua kelihatan mesra banget, dilihat dari perlakuan mereka
berdua, gue duga sih mereka pacaran dan sangat jelas di mata gue
bahwa kak Sasya ini sudah tergila - gila sama kak Dobby.” Ucap
Ifana
71
“Kita perlu kak Shion, dia yang selalu ngikut sama kak
Dobby” Usul Ifana
“Oh gue paham, berarti kita tinggal cari kak Shion aja kan.”
“Juan gawat!”
“YERIN KENAPA?”
72
“Kasih gue uang sisa tabunganmu kemarin.”
“10 juta? Buat apa kak? Kemarin kan aku udah kasih 3 juta,
ibu kakak sakit lagi?”
Plak..
Plak..
73
Argh.. Dobby pun langsung turun tangan dan menjambak
rambut yerin dengan kasar
“Kurang ajar!”
74
Pernyataan Shion sungguh membuat Dobby sangat marah.
Belum saja Dobby ingin menarik tangan shion, Juan pun dengan
sigap mendorongnya hingga ia terseret jauh. Juan pun mendekatinya
lagi dan menarik kerahnya.
“Dan asal kakak tau, kakak kira gue suka sepenuhnya sama
kakak. NO! you’re disgusting! You know! Dan mata juan sehat kok!
Mungkin mata kakak aja yang buta kali, sukanya sama si cewek
pembully!”
75
Juan pun berusaha mengabaikannya, namun Yerin tidak
terima. Ia pun memegang tangan Juan agar ia berhenti, lalu kedua
kakinya menjinjit hingga sejajar dengan muka Juan. Ia pun langsung
mencium pipi Juan.
“Lu kira gue bego banget suka cowok kayak dia? Gue tau
kok dia emang jahat, sejak kejadian tertabrak dulu. Saat kak Dobby
minta no Hp gue, waktu itu kak Shion yang ada di belakangnya
mengisyaratkan gue seakan - akan dia bilang jangan. Dari situ gue
semakin ingin menyelidikinya, gue ngerasa kalau kak Shion korban
bully dari kak Dobby, dan tebakan gue bener dong. Apalagi
semenjak saling ketemu langsung dan dia minta gue yang bayar
semuanya, bahkan minta uang gue tiga juta. Gue jadi semakin yakin
ingin nangkep dia.”
76
tau sejak Senin minggu lalu dari Ifana, bahwa kak Dobby bukan
cowok yang bener, eh tiba - tiba kamu begitu mudahnya suka kak
Dobby. Kamu kira aku ga akan khawatir?”
“Maaf Juan, tapi lo tenang aja kak Shion juga bantu gue
kok. Karena gue janji ke dia bakal bebasin dia dari cengkraman si
bajingan itu asal dia bantu gue. Eh di tengah - tengah rencana gue, lo
muncul tiba - tiba. Dasar Justin si mulut ember, gue udah bilang ke
dia gue bisa kok nyelesain masalah ini sendiri!”
“Tapi berhasilkan.”
“Lo kok nggak bilang dari waktu Senin minggu lalu kalau
Ifana kena masalah kayak gini. Atau jangan - jangan lo pingin bantu
dia sendiri karena lo suka sama Ifana?”
77
“Cuman sebagai ucapan terima kasih aja kok.”
“Enggak tuh”
“Rin..”
78
komite sekolah dan kepala sekolah memutuskan mengeluarkan
mereka berdua dari sekolah ini. Sedangkan 2 teman sasya hanya di
skors selama satu bulan.
“Hah?”
“Juann..”
“Lo sih ga peka - peka, Juan udah suka sama Yerin dari
SD”
“Lo kok ga bilang gue Vis. Dan lo Juan ga cerita sama gue?
kalian nganggep aku sahabat atau bukan sih?”
Shion dan Ifana pun juga melakukan hal yang sama. Mereka
pun menatap Juan dan Yerin.
“Selagi kamu belum nikah sama cowok lain, aku bakal tetep
suka sama kamu Rin. Dan mungkin jika aku terlalu capek akibat
81
cinta bertepuk sebelah tangan ini, aku bakal istirahat bentar dan
pastinya akan ngejar kamu kembali. Oh iya, jangan lupa juga, mulai
hari ini selalu libatkan aku dalam ceritamu. Masalah ga akan cepat
selesai kalau kita tangani sendiri. Janji dulu apa yang kamu lakuin
mulai sekarang, prioritasin keselamatanmu lebih dahulu, aku ga mau
kayak kejadian kemarin. Satu hal lagi, selalu inget bahwa aku selalu
ada buat kamu. Okay?”
“Juannn”
Mereka yang melihat kini dibuat geli oleh couple baru ini.
Tentu saja, jika ada nominasi pemenang couple paling sweet,
pastinya dimenangkan oleh mereka berdua. Kali ini bukan tentang
siapa yang menjadi couple pertama, tapi mengenai couple mana yang
selalu ada satu sama lain.
82
83