Anda di halaman 1dari 88

BUNGKAM

Antologi Cerita Pendek Remaja


Tentang Rasa yang Terkadang Tak Mampu Kita
Ungkapkan

Handika

SMAN 1 MENGANTI
GRESIK

i
Bungkam

Antologi Cerita Pendek Remaja

Penyusun

Hafizh Andika Putra

Penerbit

ii
Bungkam
CERITA PENDEK REMAJA

Antologi cerita pendek (cerpen) ini berkisah tentang


kehidupan percintaan para remaja. Bagi remaja yang
menganggap cinta sebagai suatu hal yang halal, mereka
tetap menjalani dan bersentuhan dengan perasaan yang
mereka miliki terhadap lawan jenisnya. Tentu saja tanpa
mengindahkan larangan dalam agamanya.

Namun, bagi remaja taat yang bersentuhan dengan


perasaan lawan jenis. Ketaatan yang ia miliki membuat ia
tetap teguh menjaga hati yang ia miliki hanya untuk-Nya.

Sebuah antologi cerita roman remaja ini, siap


menemani sembari ditemani secangkir kopi.

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Identitas Buku ii

Sambutan Penulis iii

Daftar Isi iv

Senyum di Kala Senja 1

Bungkam 30

Jatuh Cinta 51

I Always Be With You 57

iv
Senyum di Kala Senja

Senyum itu terlihat olehku. Dia yang sedang menatap langit


senja di atap,membuatku juga ingin melihatnya. Senja tidak pernah
ingin menunjukkan keindahannya,tapi semua orang tau bahwa senja
itu memang indah. Bergulat di dalam hati apa yang sebenarnya ingin
kulihat,senja yang akan menghilang atau senyummu yang
menenangkan.

Ku melangkah masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku


disana. Rasa pegal menjulur di seluruh badanku. Tanpa terasa aku
telah hanyut dalam mimpi.

“YASMINE NUR SYAHIDAH!!BANGUNNN!”

Teriakan Ibu sontak membuatku langsung terbangun, aku


langsung bergegas untuk mengambil air wudhu dan shalat subuh.
Terkadang aku setuju dengan pendapat dunia bahwa alarm terbaik
adalah teriakan seorang Ibu.

Aku sudah siap dengan seragamku. Berpamitan kepada Ibu,


Ayah dan langsung berangkat ke sekolah dengan Honda Beat
kesayanganku. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang buruk,
disaat semua orang mengatakan bahwa anak tunggal akan kesepian
nantinya. Sejujurnya aku tidak merasakan hal itu, aku malah merasa
sangat bahagia, bahwa kebahagian yang diberikan orang tuaku
sempurna hanya untukku.

“SELAMAT PAGI!”, aahh aku bosan dengan suara itu.

1
“Orang salam itu dijawab kek!”, Reyhan langsung duduk di
kursi depan mejaku. Aku tidak peduli dengannya dan tetap fokus
mendengar kajian ustadz Hanan Attaki di youtube.

“Lo ngapain?Nonton apa?boleh gabung gak?”, Aku


langsung menatapnya tajam. “Kalau tanya itu satu-satu jangan
langsung panjang kayak kereta,dasar!”, jawabku.

“Tumben banget dengerin kajian?”, tanya nya dengan muka


datar. Aku tidak tau dia beneran tanya atau hanya berniat
mengejekku saja. Aku tidak menjawabnya dan kembali fokus dengan
kajian.

Kesalku bertambah ketika melihat dia malah tertawa


terbahak-bahak. Ramadhan sudah tinggal menghitung jam, mau
tidak mau aku harus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

BRUKKK! Suara keras itu sontak membuatku langsung


menoleh, Najwa datang dengan gerak terburu-buru. Najwa Hidayah,
dia teman sebangkuku. Kalau diingat awal pertemuan kami sangat
lucu. Sama-sama belum mengenal hingga sekarang menjadi sahabat
yang paling pengertian satu sama lain.

“Kenapa lagi”, tanyaku heran.

“Ihhh Syahh, aku kesel bangetttt”, jawabnya. Sepertinya


aku akan menjadi tempat curhatnya lagi. Sebagai sahabat yang baik
aku harus selalu siap dengan situasi seperti ini.

“Ada apa?cepet cerita!” ,titahku.

2
“Ituuu lohhhh…”, belum selesai dengan ucapannya guru
mata pelajaran datang. Aku tertawa dalam hati. Terlihat bibir
manyun itu, semakin manyun ke depan. Dia anak yang lucu, kadang
bersikap kekanak-kanakan, tapi terkadang dia bisa menjadi tempat
pemberi solusi terbaik.

Tanpa terasa matahari sudah condong ke arah barat, masa-


masa SMA memang menyenangkan tapi terkadang melelahkan.
Ketika setiap hari selalu pulang sore,aku menganggap itu seperti
ujian remaja di umur 17.

Tidak terasa sepeda motorku sudah menginjak halaman


rumah. Aku turun dan memarkirkan sepeda di garasi samping rumah.
Langkahku terhenti tepat didepan pintu,kubalikkan badanku dan
melihat atap pondok pesantren yang selalu kulihat dikala senja. Aku
tidak mengerti sejak kapan kebiasaan ini berjalan.

Yups..rumahku tepat didepan pondok pesantren khusus


Ikhwan, tidak jarang aku bertemu dan saling mengenal di antara
mereka. Kali ini berbeda, tidak seperti biasa. Senyum itu tidak asing,
tapi aku tidak mengetahui nama dibaliknya.

“Loh Syahidah, sudah pulang?”, suara Ibu seraya


mendekatiku.

“Eh iya bu, baru saja kok”, jawabku singkat.

“Kok nggak langsung masuk?ayo masuk sekarang!


Mandi!nanti ibu buatin susu hangat.”

“Siap komandan”

3
Alarm handphone berbunyi tepat pukul 3 pagi. Aku
memutuskan langsung ke dapur untuk membantu Ibu nyiapin sahur
kali ini.

“Syahidahh… nanti mukena sama sajadah kamu cuci


ya!persiapan buat tarawih”

“Ehh.. iya bu, nanti Syahidah cuci”

Alhamdulillah puasa hari ini berjalan lancar, entah kenapa


perut masih kuat sampai sore ini. Apa mungkin karena aku makan
banyak sahur tadi. Aku berjalan menyusuri jalanan desaku, banyak
sekali pedagang dadakan Ketika bulan Ramadhan seperti ini.

Mataku langsung terfokus pada tumpukan gorengan di salah


satu penjual. Sepertinya Allah memang memberikan penglihatan dan
penciuman yang tajam padaku, tapi hanya untuk makanan.

“Bapak.. saya mau gorengannya ya! Beli 10.000”

“Iya mbak”, jawab penjual. Aku menunggu bapak penjual


itu menyiapkan gorenganku, sambil melihat sekitar.

“Ini mbak gorengannya.”

“Iya pak”, aku mengambil kresek gorengan itu dan


merogoh saku untuk mengambil uang.

“Ini pak uangnya, 10.000 kan?terima kasih ya pak.”

Aku terkejut mendengar suara itu. Bola mataku langsung


bergerak ke sumber suara. Suara tidak asing, yang aku dengar setiap
adzan Magrib berkumandang.

4
“Loh kok kamu yang bayar?”, tanyaku padanya.

“Gapapa sih, Cuma pengen bayarin”, jawabnya.

“hahh? Maksudnya?”, tanyaku memastikan, apa maksud


dari tindakan nya.

“Aku pergi dulu ya,di makan gorengannya.”, dia pergi


meninggalkanku dengan temannya. Aku masih diam berusaha
mencerna keadaan. Bahkan aku belum berterima kasih padanya.

“Wildan, ngapain bayarin dia?”, suara dari salah satu


temannya. Suara itu terdengar samar di telingaku. Aku langsung
pulang dan menceritakan ini kepada Ibu.

Adzan Magrib terdengar jelas, aku berbuka puasa dengan


Ayah dan Ibu. Kuputuskan untuk menceritakan kejadian tadi ke
mereka.

“Yah,bu..sebenarnya tadi gorengannya dibayarin sama


seseorang.”

“loh?dibayarin siapa?”, sahut ibu.

“Aku nggak kenal, tapi aku yakin suaranya sama kayak


yang baru adzan.”

“Ayah kenal sama dia.”,jawab ayah.

“Ayah kenal?siapa yah?”, tanyaku. Sungguh aku sangat


ingin tahu siapa dia. Apa dia orang yang sama.

5
“Kalau nggak salah Namanya Wildan. Ayah pernah
berbincang dengannya, waktu sholat jama’ah di pondok.” . Aku
terdiam mendengar jawaban ayahku.

Berusaha memutar ingatan dan ternyata nama itu sama


dengan yang diucapkan temannya tadi. Terasa seperti ada kupu-kupu
yang menggelitik ku.

“Syahidah, kamu kenapa senyum-senyum sendiri.”, tanya


ibu dengan tatapan seriusnya.

“Nggak papa kok bu”, elakku. Aku tidak bisa membohongi


diriku sendiri.

Setiap hari di bulan Ramadhan, pondok pesantren depan


rumah selalu membuka fasilitas kepada siapapun yang ingin sholat
disana. Disaat hari-hari biasa pondok selalu ditutup, dan difokuskan
kepada para santri. Kali ini aku dan orang tuaku memutuskan untuk
beribadah disana atas usulan dari ayah. Alasannya agar tidak terlalu
jauh dan bisa berjalan untuk membakar kalori makanan buka puasa.

Imam sholat tarawih digilir untuk para santri yang siap


dengan hafalannya, kebanyakan dari mereka yang sudah siap untuk
wisuda hafidz 30 juz.

‫ٱلرحِ يم‬
‫ٱلرحْ َم ٰـ ِن ه‬ ‫بِس ِْم ه‬
‫ٱَّللِ ه‬

‫اَ ه‬
‫لرحْ مٰ ن‬

‫عله َم ْالقُ ْر ٰان‬


َ

ِ ْ َ‫َخلَق‬
َ ‫اْل ْن‬
‫سان‬
6
Lantunan Surah Ar-rahman itu perlahan menerobos jiwaku.
Surah yang selama ini memegang tahta tertinggi dalam hidupku dan
dibawakan secara indah olehnya. Kenapa selalu dia?aku bahkan
sudah berusaha untuk menolak rasa yang kini hadir, tapi sungguh
usaha dia untuk memasukinya sangatlah mudah.

Di antara Sholat tarawih dan Shalat Witir terdengar


suaranya. Dia melakukan ceramah agama dengan tema kesalahan
remaja. Mungkin karena yang hadir disini mayoritas remaja, jadi dia
memilih tema itu. Aku duduk dengan tenang, mendengarkannya
secara seksama.

Apakah kita semua sadar? Kita sudah masuk di jaman yang telah
disebutkan baginda Rasulullah Muhammad SAW. Islam datang di
dunia secara asing dan akan kembali secara asing. Bukti tentang
perkataan itu sudah tampak dimana-mana. Mungkinkah kita yang
tidak peka dalam pengamatan keseharian. Sudah banyak orang tua
yang bahkan memberikan anaknya izin untuk berzina, mereka
menyuruhnya mencari pacar dengan dalil agar terlihat laku. Bapak-
ibu yang terhormat… Kini dunia sangat kejam. Jagalah putri yang
selama ini kalian didik, kalian besarkan, dengan setulus hati. Kami
para Ikhwan juga akan berusaha menjaga pandangan dan Hasrat
kami. Ingatlah! Bahwa jodoh sudah ditentukan oleh Allah. Mengapa
saya membicarakan ini? Karena saya yakin ini adalah ujian terberat
bagi remaja di usia seperti saya. Stay halal brother,sister! Yakin lah
apabila kita menjaga diri, maka Allah juga akan menyiapkan orang
istimewa, yang menjaga dirinya pula untuk menunggu takdir
pertemukan kita.

7
Ceramah itu benar-benar melekat pada hatiku. Sungguh
terkadang keimanan ku goyah dan tidak yakin akan hal itu. Tapi kini
dia memberikan pemahaman mutlak bahwa tiada pengaruh positif
dalam hubungan haram. Aku tersenyum tipis, telah Langkah
pemikiran seperti ini dan sekarang aku menemukan salah satunya.

Angin berhembus terasa sangat kencang. Tirai pemisah


jama’ah itu pun terangkat. Terlihat sosoknya yang sedang tersenyum
pada jama’ah Ikhwan. Senyuman itu terasa sangat hangat. Senyuman
yang tiap harinya hanya bisa terlihat dari jauh, kini benar
dihadapanku. Tiada rasa, selain rasa kagum memenuhi hati. Dia
orang yang istimewa, dia Kak Wildan Bayhaqi.

Bulan Ramadhan sebentar lagi akan berpisah dengan kita.


Kurang tiga hari saja untuk idul Fitri. Seperti biasa ada rasa senang
dan ada rasa sedih. Semoga bisa berjumpa kembali dengan bulan
suci tahun depan.

“Eh syah, nanti ikut?, Najwa tiba-tiba bicara serius padaku.

“Ikut kemana?”,tanyaku.

“Jenguk Reyhan, kemarin dia kecelakaan”

“Innalillahi, gimana keadaan dia sekarang?”

“Katanya sih udah di rumah. Makanya nanti ayo ikut


jenguk!”

“Ohh..oke.”, Pantas saja dia sudah tidak masuk sekolah


beberapa hari. Aku kira dia ada urusan keluarga. Ternyata dia

8
terkena musibah. Semoga dia baik-baik saja. Dipikir-pikir sepi juga
kalau dia tidak masuk.

Cuaca hari ini sangat panas. Aku dibonceng Najwa selama


perjalanan ke rumah Reyhan, karena jujur saja aku sudah capek
banget karena acara organisasi.

“Assalamualaikum Reyhan”

“Waalaikumsalam, loh Syahidah ya?ayo sini masuk!”, Ibu


Reyhan terlihat sangat ramah. Baru kali ini aku bertemu dengannya
setelah hampir dua tahun berteman dengan Reyhan.

“Loh tante kenal saya?”, tanyaku heran.

“Iyaa, Reyhan pernah cerita tentang kamu.”

“ Ini tante buat buka puasa.”, Najwa memberikan donat


yang kami beli di perjalanan kemari tadi. Sudah sekitar satu jam aku
disana, dan memutuskan untuk izin pulang karena sudah sore.
Reyhan sosok hebat, dia cepat pulih dari kondisinya. Aku ikut
senang mendengar bahwa dia akan mulai ke sekolah besok.

Aku mendengar seperti ada tamu diruang tamu dan aku pun
masuk kerumah.

“Assalamualaikum”, ucapan salam masuk rumah.

“Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh”, jawab


orang rumah. Aku tak sengaja kontak mata dengan
seseorang,istighfar ku didalam hati. Dia disini, Kak Wildan disini.

9
Aku menundukkan badan saat melewati para tamu. Aku
menghampiri Ibu yang sedang menyiapkan hidangan untuk buka
puasa.

“Ibu para santri sama Ustad kenapa kesini?” tanyaku tanpa


basa-basi.

“Mereka pamitan”, jawab Umi singkat. Baru saja takdir


seolah memberikan harapan dan kembali menjatuhkanku ke lembah
terdalam.

“Maksud ibu apa?”,tanyaku lagi mencari kepastian.

“Para santri pamitan, mereka kan sudah hafal 30 juz. Ustadz


mengundang Ayah untuk datang di wisuda”. Aku masih mencerna
perkataan ibu, telingaku mendengarnya tapi entah kenapa hati terasa
menolak kebenarannya.

Bulan purnama menjadi penerang malam ini. Setelah Sholat


tarawih aku berbaring di kasur,badanku sangat lelah tapi entah
kenapa hatiku terasa lebih lelah. Aku mendengar bahwa handphone
ku berbunyi,ada nama Ahmad Reyhan tertulis disana.

“Hallo Assalamualaikum”, Salamku.

“Waalaikumsalam Syahidahhhhhh”, jawab Reyhan

“Kenapa kamu telpon?”, tanyaku

“Gapapa sih,Cuma kangen”

10
“Apasih gajelas,aku matiin deh kalo gitu”, jawabku. Jujur
saja emosiku masih naik turun mengingat Kak Wildan sebentar lagi
akan pergi.

“Jangan dong Syahidah!, sebenarnya aku sekarang lagi ada


didepan rumah kamu.”, mendengarnya mataku terasa ingin keluar
dari tempatnya.

“Woyyy lo ngapain di depan rumah gue? lo kan lagi sakit?


jangan aneh-aneh deh, cepet pulang!”

“Tumben ngomongnya lo gue hahahaha. Aku langsung


sembuh gara-gara kamu jenguk tadi. Kamu keluar dulu baru aku
pulang!”, jujur saja aku sangat kesal sekarang,bagaimana jika ayah
tau ada Ikhwan di depan rumah.

Aku langsung mematikan handphone dan langsung berlari


keluar. Amarahku memuncak saat itu,bagaimana aku tidak
marah,tidak ada seorang pun didepan rumah. Aku tidak peduli dan
hendak masuk kedalam. Tanpa sengaja aku melihat bungkusan kecil
dengan ukuran sedikit Panjang di atas kursi. Aku tidak jadi masuk
dan mengambil bungkusan itu.

Aku terkejut saat tau bahwa bungkusan itu adalah coklat.


Disana ada sedikit tulisan yang lumayan sulit dibaca,

11
“Hai Yasminee,ini coklat buat kamu. Langsung dimakan ya!Jangan
sedih!dan aku akan kembali:)”

Aku geli Ketika membacanya, tapi pesan singkat itu mampu


menghiburku. Bagaimana bisa Reyhan tau aku sedih sekarang. Tapi
apa maksudnya dia akan kembali? apa dia bakal kesini lagi. Ahh
sudahlah, aku sungguh aku tidak bisa membaca pikirannya.

Matahari telah terbit di arah timur. Hari ini tepat dimana


hari yang selama ini aku takuti,hari dimana dia akan pergi. Aku
duduk di kursi depan rumah melihat para orang tua menjemput anak
mereka yang sudah membanggakan mereka dunia dan akhirat in syaa
Allah.

Air mata menetes dari seorang ibu yang berlari memeluk


anaknya yang keluar dari gerbang. Aku ikut terharu melihatnya.

Aku tersenyum tipis melihat Kak Wildan yang terlihat


sangat Bahagia. Aku bersyukur kepada Allah karena memiliki rumah
di depan pondok pesantren sehingga bisa melihat pemandangan
seperti ini setiap tahun.

12
Kak Wildan melangkahkan kaki masuk kedalam mobilnya.
Aku melihatnya,tanpa sengaja dia juga melihatku. Aku terkejut dan
memalingkan wajahku. Aku kembali melihatnya dan ternyata dia
masih tercegah masuk kedalam mobil dan melihatku dengan
senyuman.

Hatiku teriris kala itu,cinta pertama di masa remaja akan


pergi dari hadapanku. Aku membalas senyumannya dan Kak Wildan
pun sudah masuk ke dalam mobil. Aku masih melihatnya dan
akhirnya mobil itu menghilang dari pandanganku.

Aku langsung berlari ke dalam kamarku. Entah mengapa air


mata ini tidak bisa ku bendung. Aku mengenal Kak Wildan tidak
lama, tapi kenapa aku merasa sangat kehilangan atas kepergiannya.

Tahun demi tahun telah berlalu. Kebahagiaan sedang


berpihak kepadaku,hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 23.
Tak terasa bahwa waktu berlalu begitu cepatnya.

Aku sudah siap dengan seragamku. Kali ini bukan seragam


SMA,melainkan seragam guru SMA. Tidak menyangka bahwa aku
berhasil menggapai cita-citaku. Hari pertama mengajar membuatku
sangat bersemangat.

“Assalamualaikum Syahidahh..”

“Waalaikumussalam Rey.”, tidak menyangka bahwa takdir


mempertemukanku dengannya lagi, padahal kami terpisah
universitas selama 4 tahun untuk menggapai sarjana.

13
“Yuk berangkat sekarang!”Ajak Reyhan dengan wajahnya
yang ceria. Aku pun mengangguk .

Semilir angin terasa menyapa lembut jilbabku. Surya terasa


hangat seakan ikut berbahagia. Aku selalu bersyukur bisa melewati
berbagai ujian yang telah diberikan oleh Allah. Kesedihan ataupun
kebahagiaan sudah terasa sebagai bumbu kehidupan. Tanpa ada
ujian, aku tidak akan bisa menemukan diriku yang lebih baik dari
dulu.

“Kok diam ae?”,tanya Reyhan yang tidak terdengar jelas.

“Kamu ngomong apa?”

“Ishhh selalu deh kamu, kamu kenapa diam terus?”,


suaranya terdengar kesal karenaku.

“Gapapa kok, emang ga pengen bicara aja. Oh iya nanti


jadi?”

“Jadi kemana?”

“Kamu gimana sih, katanya nanti mau beli baju buat


pernikahan?”, tanyaku kesal.

“Buat pernikahan kita?”

“Ihhh… ga mau lagi ngomong sama kamu!”, aku pun diam.


Dia selalu begitu, tidak bisa menempatkan mana serius, mana
bercanda.

14
Keputusanku selama ini untuk bercita-cita menjadi guru
memang tepat. Aku sangat senang dengan suasana sekolah. Murid-
murid yang ceria selalu menjadi obat kala ingin menyerah.

Senja sudah mulai memenuhi langit. Rasa pegal, tidak


mengurungkan niatku untuk pergi ke mall Bersama Reyhan. Kami
memilih baju yang selaras, karena ini untuk hari spesial
persahabatan. Warna biru muda, dihiasi pernak-pernik di lengan atas.
Membuat dress ini terlihat elegan. Reyhan pun memilih atasan
dengan warna yang sama. Ada sedikit corak navy di sakunya.

Hari yang ditunggu pun tiba, aku dan Reyhan berjalan


Bersama dalam keindahan Gedung ini. Terkadang aku berfikir, aku
dengannya tidak memiliki hubungan. Tetapi dia selalu ada dalam
hidupku.

“Yukk?jangan nangis loh ya”, Entah kenapa terlihat tatapan


Reyhan sangat hangat padaku hari ini, tidak seperti biasa yang
membuatku kesal.

“Apasihh ga nangis. Paling Cuma terharu.” , jawabku asal.


Kulangkahkan kakiku menuju kuade dengan membawa kotak kecil.

Langkahku berhenti tepat di depan Najwa. Iya,hari ini


adalah hari spesial dalam persahabatan kami. Najwa telah
menemukan tulang rusuknya. Bukan lagi tanggung jawabku untuk
menjaganya.

“Najwa selamat ya! semoga menjadi keluarga yang


Sakinah.mawadah, warahmah.”, aku berusaha menahan air mataku

15
agar tidak menetes. Tidak ingin rasanya merusak momen Bahagia
Najwa dalam hidupnya.

“Syahidahh…makasih ya. Cepet nyusul yaa!”,jawabnya


dengan senyuman.

“Doakan aja, segera bertemu jodoh.”, jawabku santai.

“Kayaknya jodohmu ada disini deh.”, pernyataan Najwa


membuatku mengerutkan alis. Bisa-bisanya dia mengarang cerita.

“Iya Naj,aku calonnya.”, jawab Reyhan dengan


menyenggolku.

“Ih apa sih,gajelas tau nggak.”, Aku langsung turun dari


kuade. Terdengar tawa mereka yang sepertinya lucu dengan ucapan
Reyhan. Aku duduk di salah satu kursi yang telah disiapkan.
Makanan dan minuman tersedia di berbagai sudut ruangan.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat


menyimak bacaan Al-Qur’an yang akan di persembahkan oleh salah
satu tamu undangan.”, ucap MC.

Aku masih sibuk dengan semangkok bakso di tanganku.


Rasanya sangat enak, mungkin karena aku lapar. Aku berangkat pagi
sekali, karena perjalanan pasti macet. Lega sekali, pasti lambungku
Bahagia karena mendapat konsumsi.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat


pagi menjelang siang para tamu undangan. Saya sebagai sahabat
dari pengantin pria, akan membacakan surah Ar-rahman.

16
‫الر ِجيم‬
‫ان ه‬ َ ‫ش ْي‬
ِ ‫ط‬ ‫ أَعُوذُ بِ ه‬.
‫اَّللِ مِ نَ ال ه‬

‫الرحِ يْم‬
‫الرحْ مٰ ِن ه‬ ‫ِبس ِْم ه‬
‫اَّللِ ه‬

Aku sontak membalikkan badanku. Apakah itu suara yang


sama dengan masa laluku. Perlahan aku berusaha memfokuskan
pandanganku padanya. Tundukkan kepala itu membuatku tidak bisa
melihatnya secara jelas.

“Kenapa syah?”, Tanya Reyhan.

“A...aku permisi dulu ya.” jawabku terburu-buru. Aku


menghiraukan panggilan Reyhan padaku. Aku tidak tau apa yang
sebenarnya kulakukan. Hanya mengikuti Langkah kaki kemana dia
akan pergi. Jarak diantara kami semakin dekat.

Badanku terasa bergetar, sungguh kakiku terasa lemas.


Tidak kuat untuk menopang tubuhku.

‫صدَقالل ُهاْلعَظِ يْم‬


َ

Brukk!

Aku terduduk di karpet putih. Rasa malu sudah menjulur


ragaku. Aku tidak tau apa yang terjadi padaku. Langkah kaki
terdengar mendekat. Terlihat bayangan yang perlahan berjalan ke
arahku.

“Yasmin, kamu nggak papa?”, Uluran tangan asing tepat


berada di depan mataku.

Perlahan bola mataku kuarahkan padanya. Mataku terasa


panas, tidak percaya dengan apa yang ada di depanku.

17
“Maaf, aku bisa sendiri.”, aku berdiri perlahan.

“Maaf, telah menemuimu secara tiba-tiba.”

“Kak Wildan?”

“Assalamualaikum Yasmin. Bagaimana kabarmu?”

“Waalaikumsalam, Alhamdulillah baik. Sejak kapan Kak


Wildan ada disini?”, rasa canggung seolah menghilang. Hanya rindu
yang mendominasi pikiranku.

“Ayo duduk dulu, akan ku ceritakan secara perlahan.”,


Jawabnya menenangkan. Akupun mengangguk, ku ikuti kemana
Langkah kak Wildan pergi.

“Sejak kapan Kak Wildan disini?”, tanyaku. Berusaha


untuk memecah keheningan diantara kami.

“Sejak kapan kamu tau namaku? Seingatku kita jarang


bertemu.”

“Aku belum berterima kasih sama Kak Wildan.”

“Terima kasih untuk?”


“Terima kasih untuk gorengannya.”

“Hahh?Astagfirullah, kamu masih ingat.”, tawanya renyah


seperti tanpa beban.

“Aku ga bisa lupa, kan itu juga hutang.”

“Hahaha..kamu lucu. Oh ya, kamu kok tahu namaku?”

18
“Kayaknya aku tahu dari teman Kak Wildan. Kalau kak
Wildan, sejak kapan kakak tahu namaku?kita kan belum pernah
kenalan.”, aku mencengkram keras gaunku. Segala perkiraan ucapan
Kak Wildan memenuhi pikiranku.

“Aku sudah lama kenal kamu. Maybe, sejak pertama kali


aku mondok di situ. Aku masih ingat kamu masih memakai seragam
SD dengan jilbab yang maju banget, sampai mata kamu nggak
kelihatan.”, jawab Kak Wildan.

Aku hanya fokus menatapnya. Sebagian kalimat yang


diucapkan Kak Wildan pun tidak tersimpan di memoriku. Aku baru
menyadari bahwa, rasa ini bukanlah rasa kagum biasa. Aku merasa
sangat kehilangan Ketika dia pergi, merasa hangat Ketika melihat
senyumannya, merasa aman Ketika berada di dekatnya.

“Yasmin?kamu ngelamun?”

“Nggak kok kak.”

“Kisah ini lucu ya?”

“Maksudnya lucu?”, tanyaku. Aku tidak mengerti apa yang


Kak Wildan maksud.

“Lucu aja, bahkan setelah sekian lama. Aku masih


mengingat awal pertemuan kita yang begitu sederhana.” , perkataan
Kak Wildan membuatku kaku. Apakah aku memiliki tempat di
hidupnya sehingga dia masih mengingat awal pertemuan denganku.

“Aku sudah menepati janjiku bukan?”, Ucap Kak Wildan.

19
“Kak Wildan pernah janji sama aku?”

“Kamu lupa? Aku pernah menaruh bungkus kecil di meja


depan rumahmu sebelum aku bersiap untuk pulang. Aku tidak bisa
berpamitan langsung padamu.” , aku berusaha mengingat kembali
apa yang Kak Wildan ucapkan.

“Bungkus coklat?”

“Kamu ingat ternyata.”, jawab Kak Wildan.

Akhirnya aku tersadar. Bagaimana aku bisa mengira coklat


itu dari Reyhan. Hanya Kak Wildan yang selama ini memanggilku
dengan nama Yasmin. Mayaallah, sungguh tidak terduga rencanamu
Ya Allah.

“Syahidah, ayo pulang.”, aku terkejut kala Reyhan tiba-tiba


menggandeng tanganku.

“Kamu ngapain sih?”, aku melepaskan tanganku dari


genggamannya. Ada apa dengannya, tiba-tiba bertanya seperti itu.
Kami berhenti di sebuah Lorong sempit. Aku tidak tau apa yang ada
dipikirannya.

“Lo gila ya?”, tanyanya dengan kasar. Senyum yang seolah


memandang rendah tersimpul di wajahnya.

“Maksud kamu?kamu kok kasar sih?”

“Hahahaha lo emang udah gila. Lo tau dia ninggalin lo


bertahun-tahun. Tapi masih sempat-sempatnya lo nerima dia di
kehidupan lo.”

20
“Ini kan kehidupanku. Kamu nggak berhak buat ngatur
Rey.”, jawabku dengan nada bergetar. Jujur saja, baru kali ini
Reyhan bersikap kasar padaku.

“Lo nggak nyadar? Karena dia kehidupan lo hancur. Selama


berbulan-bulan lo nggak seperti biasanya. Bukan Syahidah yang
ceria. Gw sama Najwa berusaha keras buat ngehibur lo. Tapi apa
yang gw peroleh? Kesaksian mata ngeliat lo sama Wildan?”

Aku hanya menunduk mendengar perkataan Reyhan.


Memang benar apa yang dikatakannya. Bagaimana bisa aku se lugu
ini.

“Rey, aku sudah maafin dia kok. Apa salahnya? Dia juga
nggak bersalah. Aku yang salah karena mencintai dia sedalam itu.”,
bulir air mataku menetes. Aku merasa seperti orang yang buruk.

“Lo nyadar ga sih? Selama ini gw selalu ada buat lo. Gw


mati-matian buat ngelamar kerja di sekolah yang sama kayak lo. Lo
bener-bener ga ngerti perasaan gw?atau memang lo ga suka sama
gw?bilang aja. Gw Lelah kalau lo terus begini.”

“Aku nggak tau kalau kamu suka sama aku rey. Kita bisa
berteman bukan? Kamu ga perlu marah-marah seperti ini.”

“Apa?berteman?lo lucu banget syah. Gw yakin kalau


selama ini lo nyadar, tapi lo berlagak ga tau.”

“Rey…”

“Bahkan gw rela ke rumah lo Cuma buat beliin coklat biar


lo ga sedih.”

21
“Udah Rey, jangan bohong. Aku tau kalau coklat itu bukan
dari kamu.”

“Udah lah, sulit emang ngomong sama orang yang belum


berdamai dengan masa lalu. Gw pamit aja kali ya. Lo bisa pulang
sendiri kan?Assalamualaikum.”

Kaki ku terasa lemas, Ya Allah sungguh,aku tidak ada


keinginan untuk menyakitinya. Tiba-tiba teleponku berdering.

“A-Assalamualaikum, siapa ya?”

“Kamu nggak papa?”

“Kak Wildan? Kak Wildan sudah pulang?maaf ya aku pergi


tiba-tiba.”

“Kamu sendiri udah pulang?”

“Sudah kok, ini udah di rumah.”, jawabku berbohong. Aku


tidak ingin ada seseorang pun yang tahu kejadian ini.

“Jangan bohong Yasmin, coba kamu berbalik ke


belakang.”, Aku perlahan berdiri dan kubalikkan tubuhku. Bola
mataku menatap matanya. Langkah nya perlahan mendekat padaku.

“Kalau kamu sedih bilang aja, ga usah bohong seperti itu.


Ini semua bukan salah kamu. Semua orang berhak mencintai ataupun
tidak. Jangan memaksa dirimu untuk melakukan diluar
kesanggupanmu!”, ucap Kak Wildan.

Aku hanya terdiam, tidak mengatakan sepeser kata pun.


Apa yang dikatakan Kak Wildan memang benar. Kita tidak bisa

22
memaksa bertindak di luar kesanggupan kita. Aku tidak mungkin
membebani diriku dengan yang tidak aku inginkan.

“Aku antar kamu pulang ya?”, tawarnya.

“Nggak usah kak, aku bisa pulang sendiri.”, jawabku.

“Tapi tadi kan kamu berangkat sama Reyhan.”

Tin!Tin!

Reyhan dengan sepeda motornya berhenti tetap di depanku.

“Naik!”, titahnya. Aku pun menurutinya dan berpamitan


kepada Kak Wildan. Di perjalanan pulang hanya terdengar suara
kendaraan lalu Lalang. Tidak ada sedikitpun dari kami memulai
pembicaraan. Aku mencengkram erat dress, berusaha memulai
pembicaraan.

“Rey? Tadi kamu belum pulang?”

“Aku nggak tega ninggalin kamu.”, aku terkejut


mendengarnya. Dia memang Reyhan yang ku kenal. Dia selalu
memaafkan orang yang menyakitinya.

“Aku minta maaf ya Rey”

“Kamu nggak perlu minta maaf, aku yang salah. Terlalu


egois sama kehidupanku sendiri. Syah, gimana rasanya bertemu lagi
sama dia?”

“Kak Wildan? Bahagia kok.”

23
“Iya lah, kamu kan masih ada rasa sama dia. Dia memang
sempurna sih buat kamu. Bisa jadi imam yang baik juga. Sedangkan
aku kan tidak bisa kayak gitu, masih fakir ilmu agama juga”, aku
hanya diam mendengar perkataan Reyhan.

“Aku mau jujur juga sama kamu Syah.”

“Mengenai apa Rey?”

“Maaf sudah bohong sama kamu selama ini, Sebenarnya


coklat itu memang bukan dariku.”

“Tapi kenapa kamu bohong Rey”

“Waktu itu, aku memang berada di depan rumahmu.


Ingatan itu masih nyata, Ketika Wildan memanggilku.”

“Permisi”

“Siapa ya?”, aku mengerutkan dahi.

“Kamu temannya Yasmin?”

“Iya, kamu siapa?”

“Aku salah satu santri pondok depan.”

“Oh,ngapain tanya Yasmin?”

“Saya boleh nitip sesuatu?saya minta tolong kasihkan ke


Yasmin ya?”

Cerita Reyhan membuatku tidak bisa berkata apapun.


Kenapa dia tidak memberitahuku dari dulu.

24
“Maaf, baru menceritakannya padamu.”

“Makasih ya Rey, udah mau cerita padaku”

Sepeda motor Rey berhenti tepat di depan rumah, aku pun


turun. Hari sudah sore, aku hanya beristirahat di dalam kamar.
Terdengar handphone yang berkali-kali berbunyi. Tidak ada niatan
bagiku untuk mengangkatnya.

Aku meninggalkan Handphoneku di kamar dan pergi


keluar. Duduk di kursi depan rumah, melihat senja yang mulai hadir.
Tapi, disisi lain mendung juga memenuhi langit.

Jika mengingat kenangan yang lalu, aku sangat terbiasa di


posisi seperti ini. Melihat dia yang sedang tersenyum. Bahkan aku
tidak menduga, takdir mempertemukanku dengannya hari ini.
Sedang kupikirkan keadaannya sekarang, dia dimana?, ataukah dia
sudah kembali ke kampung halamannya.

Aku harus sadar, kami tidak ada hubungan apapun. Bahkan


pertemanan pun tidak. Aku tidak memiliki hak untuk
memikirkannya.

Aku menyalakan sepeda motorku, dan nekat untuk kembali


pergi ke rumah Najwa. Mungkin saja dia ada disana. Aku tau
perasaanku memang sedang tidak baik-baik saja, keresahan ada
dimana-mana.

Bulir-bulir hujan mulai menetes. Aku menghembuskan


nafas kasar, kecewa dengan diri sendiri. Aku turun dari sepeda motor
dan meneduh di toko yang sudah tutup. Langit sudah sangat gelap.

25
Bahkan langit pun ikut menangis dalam kesedihanku. Ini lucu,
komplit.

Aku hanya duduk dan mendekap kepalaku di antara lengan


dan lutut. Mataku terasa panas, tubuhku terasa Lelah. Sekitar
setengah jam aku disini, adzan magrib sudah berkumandang. Tapi
hujan belum juga reda.

“Syahidahh, ada apa denganmu?”, kataku pada diriku


sendiri. Tangisanku sudah tak dapat ku bendung. Aku terlalu
memaksakan takdir untuk berpihak padaku.

Bulir hujan tak lagi terasa di jilbabku, aku mengangkat


kepalaku dan mengarahkan pandanganku.

“Kamu kenapa disini?, kamu menangis?”

Aku hanya diam, mulutku tidak bisa merespon apapun.

“Yasmin? Ada sesuatu yang mengganggumu?aku sudah


menelponmu berulang kali, tapi nggak kamu angkat. Kamu tau?aku
khawatir sama kamu!”, Kak Wildan mengarahkan payungnya ke atas
tubuhku. Aku menangis tatkala dia merelakan tubuhnya dibasahi
hujan.

“Kak Wildan?”

“Yasmin? Aku bertanya padamu. Kenapa kamu disini?”

“Kak Wildan tanya kenapa aku disini? Kak Wildan tau


kenapa aku rela hujan-hujanan seperti ini?”

“Kenapa Yasmin?”

26
“Aku pergi dari rumah Ketika langit sudah mendung, aku
nggak berfikir buat bawa jas hujan. Kakak tau?Ini aku lakukan
karena aku takut Kak Wildan pergi lagi. Aku takut kalau Kak Wildan
menghilang tanpa kabar untukku.”

“Yas…?”

“Aku nggak baik-baik saja kak, aku sudah berusaha


melupakan kakak bertahun-tahun, aku kagum denganmu selama ini.
Tapi kamu pergi dan sekarang?Kakak mau pergi lagi?Kalau memang
kakak nggak ada niat buat tinggal disini, jangan menemuiku!”

Tubuhku terasa bergetar. Marah, kecewa, sedih, seolah


benar- benar tercampur dalam ragaku.

“Yasmin, andai kata Islam memperbolehkan aku untuk


menyentuh Wanita yang bukan mahramku, sekarang juga aku akan
memelukmu. Tapi, Islam membuat aturan untuk menjaga
kehormatan.”, Aku melihat mata Kak Wildan yang memerah.

“Kamu tahu?ketika aku kembali ke kampung halamanku,


aku berusaha mencari ilmu untuk pendalaman keimananku. Aku
berjanji pada diriku sendiri, agar suatu saat nanti aku akan kembali
ke sini. Mengabdi di pondok pesantren yang selama ini menjagaku.
Dekat dengan sosok yang selama ini mengisi hatiku.”

“Kak..”

“Aku sudah mengagumimu Yasmin, bahkan disaat kamu


belum mengetahui, aku selalu ada di sekitarmu. Disaat kamu ke
pondok Bersama ayah kamu saat bulan Ramadhan, Aku selalu

27
berangkat paling awal ke masjid, untuk menunggumu datang. Aku
tidak pernah mengungkapkan ini disaat kita masih usia sekolah,
karena aku tau itu bukanlah keputusan yang tepat.”

Aku hanya menunduk, tat kala Kak Wildan mengatakan


perasaannya. Air mata yang sebelumnya jatuh karena keresahan, kini
berubah menjadi air mata Bahagia.

“Ayo berdiri Yasmin!”, Aku-pun berdiri perlahan. Kak


Wildan tiba-iba mundur 1 langkah dan tetap mengarahkan
payungnya padaku.

“Yasmin, kali ini aku berjanji padamu. Wallahi aku akan


selalu berada di dekatmu, menjagamu sebisaku. Aku akan segera ke
rumahmu untuk bertemu dengan kedua orang tua mu.”

“Kak Wildan yakin dengan ucapan Kakak?”

“Bahkan hujan akan menjadi saksi janjiku kepadamu.”,


Sudut bibirku tertarik, aku hanya tersenyum melihatnya.

“Aku akan menunggu janji yang kau ucapkan Kak.”, Aku


akan selalu menunggumu Kak. Bertahun-tahun pun akan ku jalani
demi satu waktu Ketika kamu menepati janjimu.

Kini aku tahu, senja yang selama ini kunanti. Senja selalu
memberi keindahan di langit ketika di pucuk hari. Disaat orang lain
tidak menyukai senja karena hadirnya yang singkat, aku tetap
menyukainya. Bukan tanpa alasan, senja selalu menepati janjinya.
ketika dia berkata dia akan kembali esok hari, maka dia akan benar-

28
benar kembali.Cahaya Mentari mulai menerobos masuk ke rumah.
Aku sedang bersiap-siap di dalam kamar.

“Alhamdulillah, mereka sudah datang.”, aku berlari kecil


menemui ayah yang sedang berdiri di depan pintu. Terlihat mobil
putih yang parkir di depan rumah. Pintu mobil terbuka, nampak
sosok berkemeja putih dengan simpul senyum di wajahnya.

Terima kasih senja sudah menepati janjimu.

29
BUNGKAM
Gedubrak.!! “Aduuh!! Ah sial” suara seorang anak
perempuan yang mengerang sambil mengumpat pada dirinya sendiri.
“Kenapa bisa ada paving di sini” katanya sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak habis pikir.
“Ah memang hari ini aku sial sekali”. Kata anak itu.
Dia segera berdiri dan bergegas menuju ke kelasnya dengan
seragamnya yang sedikit kotor karena jatuh tadi.
Namanya Zora, hari ini merupakan hari pertamanya masuk
di salah satu sekolah seni tingkat SMA yang cukup tenar di kotanya.
Dia bukan tipe anak yang suka terlambat masuk sekolah, tapi entah
mengapa hari ini dia bangun agak kesiangan. Mungkin karena
semalam dia begadang menonton film Harry Potter favoritnya.
“Akhirnya sampai juga” kata Zora sambil mengatur
napasnya yang terengah-engah.
Zora langsung melirik kursi kosong yang berada di baris
depan dan tepat didepan meja dan kursi Mentor.
“Wahh kenapa kursi ini masih kosong ya? Padahal ini kan
kursi di barisan paling depan. Ah, mungkin semuanya takut jika
Mentornya ternyata galak” Zora berbicara sendiri sambil meletakkan
tasnya di meja.
Tak lama setelah itu kelas pun dimulai. Karena hari ini
adalah hari pertama sekolah, hal yang dilakukan hanya sekedar
perkenalan diri, pengenalan Mentor yang akan mengajar, juga
pengenalan tentang sekolah dan lingkungannya. Saat sesi pengenalan
sekolah, seluruh siswa baru di ajak berkeliling sekolah.

30
“Oke semuanya, di sekolah ini terdiri dari beberapa gedung
yang disebut Bilik. Bilik tersebut dibagi berdasarkan bidang seni
yang berbeda-beda” kata seorang Mentor sambil berjalan.
“Yang pertama kita akan mengunjungi Bilik milik kalian
yaitu Bilik tari” Mentor itu berkata sambil menunjuk pada jalan
setapak yang menuju pada satu gedung besar dan megah.
Sekolah seni ini terdiri dari Kelas dan Bilik. Kelas adalah
tempat para murid belajar tentang teori atau mata pelajaran yang
tidak memerlukan praktek. Biasanya Kelas hanya untuk anak kelas
10 saja, karena jika sudah kelas 11 maupun 12 akan lebih banyak
menghabiskan waktu di Bilik. Bilik adalah tempat dimana para
murid bisa mepraktekan hasil belajarnya di kelas, maupun untuk
mengembangkan skill mereka. Di sekolah ini terdapat 5 Bilik, yaitu
Bilik tari, peran, gambar, pahat dan juga musik.
“Waahh.. gedungnya indah sekali” Zora mendongak dan
matanya berputar memandangi seluruh bagian dalam gedung.
Gedung itu terlihat bersih dengan warna putihnya, semua
fasilitas juga tampak tertata rapi dan teratur. Sesuai dengan image
sekolah ini yang mengedepankan kualitas di banding kuantitas.
Semua murid berkeliling di dalam gedung tersebut dan
melihat banyak kakak senior yang sedang berlatih. Mereka berlatih
dengan berbagai macam tarian , mulai dari tari tradisional, modern
hingga kontemporer.
“Astaga tarian kakak itu sangat luwes dan anggun sekali”
kata Zora yang sedang mengintip di jendela kelas tari tradisional.
“Ya! kita pasti bisa melakukannya lebih baik suatu saat
nanti” suara anak perempuan yang tiba-tiba menyela.

31
Zora pun tersentak kaget dan kebingungan, “kamu siapa?”
tanya Zora dengan wajah penasaran.
“Hai namaku Kina, aku satu kelas denganmu loh, salam
kenal” kata Kina dengan nada ceria sambil mengulurkan tangannya.
Sambil mencerna situasi yang sedang terjadi, Zora
mengulurkan tangannya dan berkata,“Oh, hai salam kenal namaku
Zora”.
Mereka berdua berbincang untuk mengakrabkan diri satu
sama lain sambil terus berjalan mengikuti seluruh rangkaian tour
sekolah. Setelah berkeliling melewati berbagai Bilik, akhirnya
sampailah pada Bilik yang terakhir yakni Bilik musik. Disana
terdapat banyak ruang yang bisa dilihat dari luar karena jendela yang
terbuat dari kaca besar transparan.
Terlihat setiap orang memainkan alat musik yang berbeda,
mulai dari biola; violin; gitar; drum; terompet hingga harpa. Di Bilik
musik juga ada latihan vokal bagi penyanyi-penyanyi yang bersuara
merdu.
Zora yang mulai akrab dengan Kina bercengkrama sembari
menelusuri lorong-lorong Bilik musik.
“Mereka terlihat sangat keren ya Kina” kata Zora dengan
wajah kagumnya.
“Iya benar, mereka juga terlihat sangat tampan” canda Kina
sambil menahan tawa.
Serentak mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal, tanpa
sadar suara mereka menggema di ruangan itu. Setelah menyadari hal
itu, mereka pun segera menghentikan tawanya.

32
Tiba-tiba Mentor yang memimpin tour tersebut berkata,
“Baiklah, sekarang kita akan menuju ke ruang pertunjukan atau
ruang teater”.
Terlihat wajah Zora yang sangat membara dan bersemangat
mendengar instruksi tersebut.
Sampai di depan pintu teater, terdengar suara dentingan
piano. Zora yang begitu bersemangat sudah tak sabar melihat apa
yang ada di balik pintu teater itu. Pintu teater pun di buka, pada saat
itu juga Zora melihat seorang lelaki yang sedang bermain piano
dengan lihainya di tengah panggung teater itu.
“Siapa itu yang sedang bermain piano?” kata Zora penuh
tanda tanya.
“Namanya Nival, dia adalah pianis yang paling populer di
sekolah ini” sahut Kina.
“Tidak heran, permainannya memang sangat profesional”
balas Zora pasti
“Ya memang bakatnya sudah tidak diragukan lagi, tapi
rumornya dia mempunyai sifat yang sombong” Kina berkata dengan
sangat meyakinkan
Zora yang terkejut pun bertanya,”oh ya? Apa itu benar?”.
“Entahlah, bahkan ada yang mengatakan sikapnya sangat
dingin, maka dari itu dia sangat sulit didekati oleh perempuan” Kina
menegaskan kembali perkataannya.
Zora hanya terdiam tak merespon perkataan Kina, dalam
pikirannya dia masih tak percaya akan rumor yang beredar. Zora
hanya melihat Nival sebagai seorang laki-laki yang menganggap

33
piano sebagai dunianya. Zora sangat mengagumi permainan piano
Nival yang mengesankan.
Tour sekolah pun berakhir di ruang teater. Dengan
berakhirnya tour, berakhirlah juga masa pertama sekolah.
Selang beberapa waktu, sekolah pun berjalan sesuai pada
umumnya. Saat pulang sekolah pun tiba, terlihat Zora yang sedang
duduk di halte bus. Tak biasa memang, hari ini Zora harus naik bus
karena orang tua nya tak bisa menjemputnya. Ada urusan luar kota
katanya. Zora tak keberatan jika harus naik bus hari ini, tampak dari
wajahnya yang santai sembari mendengarkan lagu dari headset yang
terpasang di kedua telinganya. Hanya dia sendiri yang berada di
halte itu, mungkin karena dia pulang terlambat hari ini.
Zraaasshhh.... Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.
Serentak senyum lebar merekah di bibir Zora.
“Woww.. hujann..” kata Zora dengan mata yang berbinar-
binar.
Zora mengulurkan tangan nya di bawah rintikan hujan. Saat
tetesan air hujan menyentuh tangan nya dia merasa sangat gembira
dan muncul rasa damai di hatinya. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar
suara langkah kaki yang sedang berlari di atas genangan air. Zora
langsung memalingkan pandangannya untuk melihat siapa orang itu.
Zora tak bisa melihat jelas karena hembusan angin yang membawa
butiran air hujan mengenai wajahnya. Orang itu hanya tampak
seperti bayangan hitam karena derasnya hujan. Perlahan-lahan
bayang hitam itu berubah menjadi sesosok lelaki yang sangat
familiar bagi Zora.
Dalam hati Zora berkata, “Nival!”.

34
Zora sangat terkejut , Hal yang terduga bisa bertemu
dengannya di tempat seperti ini. Zora terus memandangi Nival tanpa
berkedip sekalipun. Sesampainya Nival di halte itu, dia segera
menurunkan tas selempangnya yang basah dari atas kepalanya. Dia
juga mengibaskan butiran air hujan yang masih menempel pada
tasnya. Setelah itu dia langsung duduk di bangku halte tepat di
samping Zora. Zora yang sempat tertegun itu mencoba menyadarkan
dirinya bahwa ini bukanlah mimpi, ini adalah kenyataaan. Zora
masih menatap Nival, terlihat bajunya yang basah oleh percikan air
hujan.
Zora pun bertanya, “Bajumu basah, apa kau baik-baik
saja?”.
“I-iya” jawab Nival ragu-ragu.
“Namaku Zora, kalau kamu?” Zora mengulurkan tangannya
memperkenalkan diri.
“Nival” jawab Nival dingin tak membalas uluran tangan
Zora.
Zora langsung menarik tanganya kembali.
“Ohh kau itu adalah pianis populer yang sering dibicarakan
oleh orang-orang ya?” Zora mencoba membuka topik pembicaraan.
“.......” Nival tak menjawab sedikit pun.
Zora yang tak mempedulikan hal itu terus saja berbicara,
“Kemarin sewaktu hari pertama masuk sekolah aku melihatmu
bermain piano di ruang teater loh, permainan pianomu sangat
mengagumkan”.
“Setiap tuts yang kau mainkan sangat memikat hati
siapapun yang mendengarnya”.
35
“Oh ya, apa kau suka hujan? Aku sangat suka sekali hujan,
bisa di bilang aku seorang pluviophiles. Kau tahu apa itu
pluviophiles? Hmm sepertinya kau tidak tahu, katanya itu adalah
sebutan bagi seorang penyuka hujan”.
Zora terus saja berbicara tanpa henti, meskipun nival tak
menggubrisnya sedikit pun. Zora memang tipikal anak yang cerewet.
Bebepa saat kemudian bus yang ingin ditumpangi Zora
datang.
“Busnya sudah datang, baiklah bye Nival sampai jumpa
lagi” Zora melambaikan tangan berpamitan lalu berjalan menaiki
busnya.
Setelah Zora menaiki bus, Nival yang semula hanya diam
memandangi bus yang akan pergi itu dengan senyum di bibirnya.
Dalam hati dia berkata, “Terbuat dari apa bibirnya itu,
seakan tak ada siapa pun yang bisa menghentikannya”.
Saat di sekolah Zora sering tidak sengaja bertemu dengan
Nival dan Zora selalu menyapanya. Sampai pada saat Zora sedang
bersama Kina kebetulan bertemu dengan si pianis populer itu.
“Hai Nival” sapa Zora.
Nival hanya terus berjalan tak menjawab.
Kina yang terheran-heran bertanya, “Mengapa kau berani
menyapanya? Kau akrab dengannya?”.
“Tidak sih, memangnya tidak boleh? Aku rasa dia itu bukan
sombong, hanya saja sifatnya memang sedikit dingin dan cuek” Zora
mengungkapkan pendapatnya.
“Ah sudahlah terserah kau saja” kata Kina pasrah.

36
Mendadak Nival yang semula berjalan lurus kini berbalik ke
belakang seakan ada yang terlupakan.
“Zora tunggu!” Kata Nival dengan sedikit berteriak.
Zora yang terkejut langsung menoleh ke belakang. Dalam
pikirannya dia bertanya-tanya, mengapa Nival tiba-tiba
memanggilnya. Orang yang bahkan tak menggubris sapaan nya
beberapa saat lalu.
“I-iya ada apa?” Zora berkata dengan tatapan bingung.
“Ini kamu kan?” Nival menodongkan handphone dengan
sebuah video yang sedang diputar.
Zora melongo melihat video itu. Video itu adalah video
lama Zora yang berisi tentang betapa konyol dan memalukannya hal
yang dilakukan Zora.
“Emm Kina, kau boleh duluan ke kelas nanti aku akan
menyusul” kata Zora dengan ekspresi memohon.
“O-oke..” Kina pergi meninggalkan Zora.
Zora kembali fokus pada Nival.
“Kamu! Dari mana kamu mendapatkan video itu!” Zora
terlihat marah.
“Entahlah aku hanya kebetulan menemukannya, ternyata
benar kau ya” kata Nival dengan santainya.
“Memang apa masalahnya?, cepat hapus Video itu!”
perintah Zora.
“Nggak mau tuh” balas Nival nakal.
“Cepat hapus nggak!” Zora mulai kesal.

37
Mendadak muncul ide usil Nival setelah melihat kelucuan
Zora saat sedang kesal.
“Oke aku akan menghapus video ini asalkan kamu mau
menuruti perintahku selama satu bulan” Nival memberikan syarat.
“What?” kata Zora yang sudah berada di puncak
kekesalannya.
“Baiklah jika kamu tidak mau ya sudah, aku akan
menunggumu jika kau berubah pikiran, waktunya hanya 3 hari oke?
Oh ya jika kau tidak setuju aku juga akan menyebarkan video itu”
kata Nival sambil berjalan meninggalkan Zora.
“Ahh.. bikin kesal saja” Zora berbicara sendiri dengan
tatapan kesal.
Di hari pertama Zora tak begitu mempedulikan apa yang
dikatakan Nival kemarin. Dia berpikir bahwa mungkin itu hanya
ancaman biasa, Nival tak mungkin akan menyebarkan video itu.
Di hari kedua Zora mulai cemas, apakah Nival akan benar-
benar menyebarkan video itu. Zora takut jika itu benar-benar terjadi
maka akan sangat memalukan bagi Zora. Zora tidak ingin di bully
dan di jauhi oleh teman-temannya. Menurut Zora video itu hanya
sekedar video yang berisi kelakuan konyol biasa, tetapi Zora terlalu
takut dengan perspektif orang terhadap dia jika orang-orang melihat
video itu. Cara pandang orang-orang pada Zora mungkin akan
berubah.
Tibalah di akhir tenggat tawaran Nival. Saat jam istirahat
Zora memberanikan diri ke ruang teater untuk bertemu dengan
Nival.

38
“Permisi apa Nival ada di sini?” Zora bertanya pada salah
satu murid di ruangan itu.
“Ya kamu bisa menemuinya di belakang panggung,
sebentar lagi dia akan latihan, kamu bisa menemuinya setelah itu”
kata murid itu dengan ramah.
Zora memutuskan untuk menunggu Nival di belakang
panggung. Selang beberapa menit Nival naik ke panggung dan
memulai permainan pianonya. Zora yang masih kesal dengan Nival
tak bisa menutupi bahwa dia masih kagum dengan cara Nival
memainkan piano. Waktu latihan pun selesai, Nival turun dari
panggung dan menuju ke backstage. Pandangannya langsung terjutu
pada seorang wanita yang sedang duduk di kursi dengan
menyilangkan tangannya.
“Zora, sedang apa kamu di sini?” kata Nival seakan tidak
tahu.
“Eemm.. mengenai tawaran 3 hari yang lalu...” Zora belum
menyelesaikan perkataannya.
“Ohh apa kau mau menolaknya? Baiklah akan aku sebarkan
sekarang!” Nival menyela dengan nada menggoda.
“E-eehh, siapa bilang aku menolak” Zora sedikit panik.
“Lalu?” Nival memancing Zora.
“O-oke aku terima tawaran itu” kata Zora sambil
menggaruk kepalanya.
“Apa yang kau katakan? Aku tidak mendengarnya?” kata
Nival sedikit menggoda.
“Aku bilang aku terima tawarannya!” Zora berkata dengan
berteriak.
39
Serentak semua orang yang ada di belakang panggung
menoleh menatap Zora dengan heran. Zora yang menyadari hal itu
merasa sangat malu sehingga pipinya memerah, dia juga
menundukkan kepalanya. Nival yang melihat itu melipat bibir nya
karena menahan tawa.
“Baiklah, sekarang ke kantin dan belikan aku minum!”
perintah Nival.
“Apa sekarang!?” kata Zora tak menduga.
“Tentu, kau sudah menerima nya kan” tegas Nival.
“Oke oke kau mau minum apa?” Zora terlihat pasrah.
“Tolong belikan aku 2 cup es cappucinno yang pertama
tolong gulanya 1 setengah sendok, susunya ditambah 1 sendok, whip
cream jangan terlalu penuh, boba nya satu sendok saja dan es
batunya 6 buah. Untuk yang kedua standart saja.” Nival berbicara
sambil mengisyaratkan pada jari nya.
Zora yang mendengar itu hanya bisa tertegun dan menghela
napas nya.
Zora segera memenuhi permintaan pianis yang katanya
populer itu. Zora yang sudah membawa 2 cup es cappucinno kembali
ke belakang panggung ruang teater untuk memberikannya pada
Nival. Sesampainya di sana ternya dia sudah tidak ada.
Zora bertanya pada seseorang yang berada disana, “Apa kau
tahu kemana Nival pergi?”.
Orang itu menjawab, “Entahlah dia sudah pergi sekitar 10
menit yang lalu”.
“Aduh kemana sih orang ini, seenaknya memerintah orang
malah ditinggal” Zora yang bete berbicara sendiri.
40
Zora keluar dari ruang teater dan memutuskan mencarinya
di Bilik musik, ternyata dia juga tidak ada disana. Zora mencari lagi
di taman sekitar Bilik musik. Akhirnya Zora menemukan orang yang
dia cari, ternyata dia sedang duduk santai di bangku taman dengan
sebuah buku di tangannya.
“Dari mana saja kau? Nih pesananmu” Zora menyodorkan 2
cup es cappucinno itu.
“Wahh terima kasih ya Zora, ini sesuai pesanan nih?” Nival
mengambil 1 cup es cappucinno.
“iya, periksa saja sendiri! Eh ini satu lagi” Zora menunjuk
cup yang satu lagi.
“Oh buat kamu aja” jawab Nival santai.
“Eh buat aku?” Zora tak menduga.
“Iya, kamu nggak mau?” tanya Nival.
“Em-mau sih” Zora yang kelelahan setelah mencari Nival
merasa haus.
Keduanya pun akhirnya menikmati minuman itu sembari
duduk di bangku taman.
“Apa ada hal lagi yang kau inginkan?” Zora bertanya
setelah menghabiskan minuman nya.
“Untuk hari ini cukup itu saja, kau boleh kembali ke
kelasmu” kata Nival yang masih menghabiskan minuman nya.
Zora akhirnya kembali ke Bilik tari karena ada praktek hari
ini. Hari pertama penyiksaan pun selesai. Selang beberapa hari Zora
berpikir bahwa perintah Nival tidak begitu sulit dan cukup ringan,
menuruti perintahnya selama sebulan mungkin tidak akan ada
masalah.
41
Tidak seperti apa yang di pikirkan Zora, ternyata setelah 2
minggu berlalu Zora mulai lelah dan kesal dengan semua hal yang
diperintahkan Nival. Sampai pada puncaknya saat Nival meminta
Zora membelikan nya semangkuk bakso di kantin sekolah.
“Nih bakso yang kau mau” nada bicara Zora tegas.
Dengan santainya Nival berkata, “Oke, oh iya tolong
ambilkan buku ku yang ada di belakang ruang teater sebelah kanan”.
“Apa? Lagi?” mata Zora melotot.
“Oke sudah cukup semua ini, aku lelah dengan semua
perintahmu itu, aku sudah sangat muak untuk menuruti semua itu,
terserah kau mau apa, sebarkan saja video itu!” kata Zora dalam
amarah.
Tiba-tiba air mata keluar dari mata Zora. Zora menangis
sesenggukan seakan melepaskan semua beban di hatinya. Nival yang
melihat itu merasa sangat bersalah, dia berpikir apakah kelakuannya
kepada Zora selama ini sangat keterlaluan.
“Tenanglah Zora, duduklah dulu” Nival mencoba
menenangkan Zora.
Zora pun duduk di kursi kantin itu berhadapan dengan
Nival.
“Aku minta maaf sekali padamu Zora, maaf jika selama ini
perbuatanku melukaimu, aku akan menghapus videonya” terlihat
wajah Nival yang memelas.
“Tapi mengapa kau sangat khawatir jika video itu tersebar,
itu hanya sekedar video konyol biasa kan” tanya Nival penasaran.

42
“Aku tahu, hanya saja aku sangat khawatir bagaimana nanti
orang-orang akan memandangku, orang-orang mungkin akan
menganggap ku aneh” air mata Zora belum berhenti.
“Sudahlah berhenti menangis, aku tahu bagaimana
perasaanmu, akan tetapi cobalah untuk tidak terlalu memperhatikan
apa perkataan orang terhadapmu, mungkin kau akan lebih bahagia”
kata Nival sembari memberikan sebuah sapu tangan.
Zora membasuh air mata menggunakan sapu tangan lalu
pergi begitu saja meninggalkan Nival dengan membawa sapu
tangannya.
Beberapa hari kemudian Zora berniat mengembalikan sapu
tangan Nival yang tak sengaja terbawa olehnya. Zora menemuinya di
taman sekolah.
“Ini sapu tanganmu, terima kasih dan maaf tak sengaja ku
bawa” terlihat Zora yang tampak seperti biasanya.
“Iya tak masalah, sekali lagi aku minta maaf padamu” Nival
menjewer kedua telinganya sendiri.
Zora berkata, “Iya aku sudah memaafkan mu, mungkin
perkataanmu ada benarnya juga”.
“Zora, apa kau mau menjadi temanku?” Nival menawarkan
sebuah penawaran kembali.
“Temanmu? Baiklah aku menerimanya” Zora yang sedikit
terkejut menerima tawaran itu.
Keduanya berjabat tangan menandakan di mulainya
pertemanan mereka.
Hari demi hari berlalu pertemanan Zora dan Nival semakin
erat. Mereka bahkan menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Suatu
43
hari Zora ingin bertemu dengan Nival untuk membahas proyekyang
diberikan Mentor padanya.
“Hai, Nival! E-em siapa dia?” Zora bertanya tentang laki-
laki yang berada disamping Nival
“Oh hai, Zora! Perkenalkan dia adalah temanku sejak SMP,
Lito” Nival memperkenalkan temannya.
“Lito” Lito mengulurkan tangannya.
“Zora” kata Zora sambil menjabat tangan Lito.
“Oh ya Nival, soal proyekkolaborasi itu apa kau bisa
menjadi pengiringku” Zora kembali pada tujuannya kemari.
“Tentu saja, mari kita lakukan” sahut Nival bersemangat
“Oke, kita mulai latihan minggu depan ya” Zora juga ikut
bersemangat.
Sejak saat itu Zora dan Nival sering berlatih bersama Nival
untuk proyekkolaborasinya itu. Saat latihan tak jarang Lito ikut
menemani Nival latihan. Entah mengapa Zora mulai tertarik pada
Lito, dia tertarik pada Lito karena perhatian yang dicurahkan
padanya.
Pernah pada suatu waktu, saat Zora membawa setumpuk
buku yang lumayan berat. Tiba-tiba dari belakang muncul suara Lito.
“Zora, apa kau perlu bantuan” Lito tampak khawatir.
“Oh Lito, tidak aku bisa mengurusnya sendiri” Zora merasa
sungkan meminta bantuan.
“Sudahlah biar aku bantu bawakan setengah nya” Lito
mengambil sebagian buku itu.
Mungkin sejak saat itu Zora mulai menyukai Lito. Pada
akhirnya Zora memutuskan untuk menyatakan perasaannya pada
44
Lito. Meskipun Zora sempat bimbang untuk mengatakannya atau
tidak, karena tak biasa jika seorang perempuan yang pertama
menyatakan perasaan suka nya. Zora akhirnya bertekat bulat dan
meyakinkan keberanian nya.
Pada saat setelah pulang sekolah Zora meminta Lito untuk
menemuinya di sebelah Bilik peran.
“Hai Zora” sapa Lito.
“Hai” balas Zora sedikit gugup.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” Lito bertanya penasaran.
“Emm se-sebenarnya aku sudah lama ingin mengatakan hal
ini padamu, sebernarnya aku sudah lama menyukaimu, bagaimana
denganmu?” kata Zora dengan malu-malu.
“Aku mengerti apa maksudmu, aku juga sangat berterima
kasih untuk perasaan itu, akan maaf aku masih belum bisa
memberikan perasaan itu padamu” kata Lito jelas.
“Baiklah tidak apa-apa, aku mengerti” kata Zora lirih.
“Aku akan pergi dulu Zora” Lito sedikit merasa khawatir.
Zora yang telah menahan air mata nya berlari menuju ruang
teater. Tak tahu mengapa dia menuju ke ruangan itu, yang terbesit
dalam pikirannya yang kalut hanya ruangan itu. Zora duduk dan
merapatkan kedua kakinya, dia menundukkan kepalanya diatas lutut
dan mulai menangis. Zora tetap merasah sedih walaupun dia tahu
kemungkinan ini bisa saja terjadi.
Klotak, klotak, klotak. Terdengar langkah sepatu mendekati
Zora.
“Zora! Apa yang terjadi padamu, mengapa engkau
menangis?” wajah Nival tampak khawatir.
45
“Nival....” Zora tanpa sadar memeluk Nival.
“It’s okay, aku akan menemanimu” kata-kata Nival
terdengar menenangkan.
Setelah beberapa saat tangisan Zora mulai mereda. Nival
bertanya lagi pada Zora apa yang terjadi padanya. Zora akhirnya
memutuskan untuk menceritakan semua yang telah terjadi yang
membuatnya menangis pada Nival. Setelah Zora selesai bercerita
Nival hanya diam membisu tak menanggapi satu kata pun.
Setelah peristiwa itu, Nival memutuskan untuk bicara
berdua dengan Lito.
“Aku ingin bicara mengenai Zora” kata Nival membuka
pembicaraan.
“Katakan, hal apa?” balas Lito.
“Apa benar kau menolaknya? Mengapa kau lakukan itu?
Bukankah kau juga menyukainya?” Nival menghujani Lito dengan
banyak pertanyaann.
“Entahlah aku masih tidak yakin akan hal itu” jawab Lito
sederhana.
“Lalu mengapa kau memberika dia harapan dengan semua
perhatianmu itu!” Nival mulai marah.
“.......” Lito hanya diam.
“Ahhh dasar, seharusnya kau tak lakukan itu!” Nival benar-
benar marah.
Nival meninggalkan Lito begitu saja.
Nival sangat kecewa terhadap apa yang dilakukan Lito.
Nival sebenarnya juga menyukai Zora sejak awal, akan tetapi saat
dia melihat Zora dan Lito yang saling menyukai dia mengorbankan
46
perasaannya itu. Karena itu dia sangat marah kepada Lito karena dia
menganggap pengorbananya menjadi sia-sia karena Lito tak bisa
menerima perasaan Zora.
Zora yang mulai menerima kejadian yang telah berlalu itu
sudah mulai membaik sekarang. Patah hati memang sesuatu yang
menyakitkan. Zora menjalankan aktivitas sehari-hari seperti yang
biasa dia lakukan. Sekarang Zora lebih fokus kepada proyek
kolaborasinya bersama Nival. Akan tertapi Zora mulai menyadari hal
yang mengganjal dari Nival.
“Nival apa kau jarang bertemu dengan Lito akhir-akhir ini?”
tanya Zora.
“Ya” jawab Nival dingin.
“Mengapa? Apa kau bertengkar dengannya? Apa tentang
aku ya?” kata Zora menduga-duga.
“Dia memang pantas menerimanya, bisa-bisanya dia
menolakmu” kata Nival tegas.
“Hei kau seharusnya tidak boleh begitu, ini bukan
kesalahannya, aku yang selama ini salah paham dengan
perhatiannya, kau harus minta maaf padanya” ocehan Zora mencoba
menasehati Nival
“........” tak sepatah kata pun keluar dari bibir Nival.
Zora yang merencanakan pertemuan antara kedua orang itu
akhirnya berhasil. Zora mempertemukan mereka di sebuah kafe
buku.
“Baiklah, kalian berdua sekarang berjabat tangan dan minta
maaf, ayo jabat tangan” perintah Zora pada dua orang yang masih
canggung itu.
47
Keduanya pun berjabat tangan karena takut melihat mata
Zora yang melotot.
“Nah sekarang kalian berdua berpelukan, ayo ayo lakukan”
kata Zora memaksa.
Kedua orang itu juga berpelukan dan saling menepukkan
tangan pada punggung satu sama lain.
“Begitu dong, mengapa sih kalian bisa bertengkar Cuma
gara-gara aku, apa kalian tidak sayang dengan pertemanan kalian
sejak SMP itu” Zora menceramahi mereka berdua.
Akhirnya mereka bertiga kembali berteman seperti sedia
kala. Zora dan Nival kembali di sibukkan dengan proyek kolaborasi
mereka. Seperti biasanya Lito juga terkadang menemani mereka
berdua latihan.
Beberapa bulan pun berlalu. Hari ini adalah hari terakhir
latihan untuk proyek kolaborasi, sebelum akhirnya akan ditampilkan
besok di hari sabtu sebagai persembahan akhir semester. Nival yang
sudah memikirkannya matang-matang kemarin malam akhirnya
memantapkan hatinya untuk mengatakan rasa sukanya pada Zora.
“Zora, apa kita bisa bicara sebentar?” Nival memanggil
Zora yang sedang megulas beberapa gerakan tari nya.
“Tentu, apa kau ingin membicarakan tentang pakaian yang
akan kita pakai besok, aku sudah menyiapkannya, kau tidak usah
khawatir aku ja-....” ocehan Zora terhenti.
“Ini bukan soal pertunjukan besok Zora!” kata Nival
menyela ocehan Zora.
“Lalu?” kata Zora bingung.

48
“Aku ragu mengatakan ini, tapi aku yakin aku benar-benar
menyukaimu Zora, aku tertarik padamu sejak saat kita bertemu di
halte bus waktu itu” Nival berkata sambil memandang Zora yang
terkejut.
“Mengapa kau baru mengatakannya sekarang, aku kira kau
hanya menganggapku sebagai temanmu saja” Zora senang sekaligus
kesal.
“Aku tahu, seharusnya aku mengatakannya lebih awal,
tetapi aku terlalu pengecut untuk mengatakannya” Nival menyesal
dengan dirinya sendiri.
“Jadi, apa kau juga menyukaiku? Apa kau mau jadi
pasanganku?” kata Nival ragu-ragu tetapi penuh harap.
“Tentu saja aku bersedia” kata Zora lirih malu-malu.
Nival melebarkan tangannya dengan isyarat agar Zora mau
memeluknya. Tanpa pikir panjang Zora langsung memeluk Nival
dengan erat.
Hari pertunjukan tiba, ruang teater sangat ramai dengan
para penonton. Mereka terdiri dari Mentor, murid yang akan naik
kelas dan juga para wali murid. Zora menggandeng tangan Nival
menuju ke atas panggung. Sebelum persembahan mereka dimulai,
mereka terlebih dahulu membungkukkan badan untuk menghormati
para penonton yang hadir di ruang teater itu. Terlihat pakaian Zora
yang begitu anggun dan Nival yang begitu tampan dengan setelan
jasnya. Denting piano pertama dari Nival menggema di ruangan itu,
Zora mulai menggerakkan badannya menari seiring dengan tuts
piano yang di maikan oleh Nival. Penampilan keduanya sangat
kompak dan serasi. Mereka menampilkan pertunjukan dengan tulus

49
dari hati mereka. Tarian Zora bagaikan burung yang bebas terbang
diangkasa. Permainan piano dari Nival pun sangat lembut, selembut
sutra yang tak tertandingi kelembutannya.
Di belakang panggung kina menyaksikan persembahan Zora
dengan Nival, Kina sangat senang dengan hubungan keduanya. Di
bangku penonton juga tampak Lito yang gembira melihat dua
temannya tampil mengesankan diatas panggung.
Dari belakang Lito mendengar suara seorang wanita
berbisik di telinganya dan berkata, “Aku sudah sejak lama
menyukaimu, dari hari kita pertama masuk ke sekolah ini, apa kau
mau jadi pasanganku?”
Lito yang terkejut melihat ke belakang dan dia melihan
seorang wanita seusianya.

“Jika sayang katakanlah, jangan disembunyikan, kau akan


menyesal nantinya”

50
Jatuh Cinta

Angin berdesir pelan mengibaskan rambut tipis sebahu


milik seorang gadis kecil. Tidak. Bukan seorang bocah. Melainkan
seorang gadis remaja yang terlihat ‘bocah’ di mata seorang lelaki
yang menemaninya selama 2 tahun terakhir. Sebagai sahabat suka
dan duka untuk gadis tersebut.
Terdengar riuh picuh suara keluhan dari mulut seorang
gadis. Meski ia tengah menyantap camilan yang dipegangnya, tak
luput juga banyak kata juga keluhan yang ditujukan kepada seorang
lelaki yang tengah santai duduk di kursi kebanggaannya.
“Gimana? Jadi gak hari ini? Lo bilang mau main ke
Ancol!!” Tanya Dinata dengan antusias.
“U talk too much today! Gue lagi banyak kerjaan, Na. Apa
lo gak liat?” Jawab Vano yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu
dengan serius di depan laptopnya.
“Ih tapi dari kemaren lo janji hari Minggu ini bakal ajakin
gue ke Ancol. Apa lo gak inget? Janji itu harus ditepati loh ya!”
Tak menyerah, Dinata terus saja merengek bagaikan
seorang bocah yang menangis meminta sesuatu. Akan tetapi seakan
tak terganggu sama sekali, Varo tetap fokus pada laptop yang ada di
depannya. Varo harus menyelesaikan Laporan Praktikum nya untuk
dipresentasikan Senin besok.
“Ih yaudah mau ngajak temen gue aja!”
“Kayak yang lo punya temen aja.”
Dinata diam sejenak. Ia merasa tersinggung oleh perkataan
Varo yang menurutnya amat sensitif. Apalagi bila dikaitkan dengan

51
masalah keluarganya yang akhir-akhir ini sedang hangat
diperbincangkan oleh kalangan murid dan guru di sekolahnya.
Dinata tau ia sedang berada di rumah Varo, tapi setidaknya ia
mengerti bahwa Dinata sangat sensitif akan bahasan tersebut.
“Yaudah, gue pulang dulu. Nenek pasti butuh gue." Ucap
dingin dari seorang Dinata.
Varo yang merasa bahwa sahabatnya sedang marah
padanya, hanya bisa pasrah dan menatap lekat laptopnya agar ia bisa
menyelesaikan dengan cepat tugasnya.
•°•
Sesampainya Dinata di rumah Neneknya, ia langsung
merebahkan diri di kasur kamarnya. Sambil menatap dinding dinding
kamarnya yang sudah hampir rapuh, pikirannya kembali berkelana
pada memori 3 tahun lalu. Dimana kedua orangtuanya yang pergi
meninggalkannya hanya untuk berpisah dan mencari keluarga
mereka sendiri. Tak ada waktu sedikit pun yang mereka luangkan
hanya untuk bertanya kabar anak semata wayangnya itu.
Dinata tanpa sadar mengeluarkan titik-titik air yang tiba-
tiba saja muncul dari matanya.
"Kenapa gue harus inget masalah itu lagi sih? Gue kan udah
gak butuh mereka lagi."
Melihat kondisi Nenek nya yang sudah tidak
memungkinkan lagi untuk bekerja, ia memutar otak agar bisa
membantu pengeluaran tiap harinya. Tanpa sadar, ia pun mulai
tertidur lelap.
Sedangkan di sisi lain, Varo baru selesai menyelesaikan
Laporan Praktikumnya.

52
"Huft... Cape banget buset." Keluh Varo. Sambil menutup
dan membereskan kertas-kertas yang berserakan di mejanya, ia baru
sadar kalau Dinata sudah kembali ke rumah Neneknya.
Niatnya yang ingin menghubungi Dinata buyar, ketika
handphone nya berdering menunjukkan telepon dari Tika, teman
sekelasnya yang akhir-akhir ini gencar mendekati Varo.
"Halo."
"Halo? Eh Varo, lagi sibuk gak? Kalo lagi free boleh aku
ajak main dong? Hehe.."
"Duh gue lagi—"
"Aduh gue yakin hari Minggu gini lo pasti lagi free! Yauda
gue jemput aja lo kesana ya! See u, Varo!" Tika langsung memutus
pembicaraan Varo dan mengambil keputusan sendiri.
"Gila ni cewe."
•°•
Eungg...
Dinata terbangun dari tidurnya yang pulas. Ia terkejut
melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 3 sore. Dinata
bangun dari atas kasurnya. Seketika ia mengingat Varo. Sahabatnya
yang mulai ia cintai sejak 6 bulan yang lalu. Ia sadar tak boleh
memberitahu perasaannya pada Varo. Karena hal tersebut akan
merusak persahabatan yang telah mereka bangun sejak 2 tahun
lamanya.
Dimulai ketika Dinata yang tak memiliki teman sama
sekali, dan juga rusaknya keharmonisan keluarganya. Hidup Dinata
seakan akan telah diberi cahaya oleh sang Kuasa untuk memulai
kehidupan yang lebih lagi. Yaitu lewat Alvaro. Tuhan mengirimkan
53
cahaya itu lewat Varo. Tentang Varo yang mengetahui masalah
hidupnya, bahkan semua masalah kecil di hidupnya Varo senantiasa
mendukungnya. Jika bisa, Dinata ingin menceritakan seluruh
kebaikan Varo di dalam cerita. Meski baru berjalan 2 tahun, tak
memungkinkan bahwa Varo lebih dari apapun di hidup Dinata. Ia
bersyukur memiliki Nenek dan juga Varo.
"Dina.."
"Eh iya, Nek?" Neneknya membuyarkan lamunan Dinata.
"Bahan-bahan dapur lagi habis, boleh Nenek minta tolong
kamu buat beliin di toko depan jalan raya itu?" Pinta Neneknya.
"Apa sih yang ngga buat Nenek! Aku siap siap dulu ya,
Nek!"
"Yaudah, Hati-hati loh ya."
"Siap, Nenek!"
Dinata mengeluarkan sepeda lipat nya dari gudang, dan
mulai mengayuh perlahan sepedanya yang sudah hampir rapuh itu.
Sesampainya nya di pertigaan, ia melihat Varo dan juga
teman perempuan nya sedang tertawa. Tampaknya mereka terlihat
sangat ceria dan juga bahagia. Berbeda saat dengan Dinata.
Sepertinya, Varo sudah mulai mengerti bahwa aku bisa menopang
hidupku sendiri saat ini. Ya, sepertinya begitu. Akan lebih baik jika
Dinata tak selalu mengusik kehidupannya lagi.
"Bukankah lebih baik jika aku pergi dari hidupnya? Atau
bahkan pergi dari hadapannya untuk selamanya?"
Dinata terus mengayuh sepedanya untuk membeli barang-
barang yang disuruh oleh Neneknya. Selepas itu, ia akan cepat-cepat
pulang untuk memberitahukan keinginannya pada Neneknya.
54
•°•

"Assalamualaikum, Nek."
"Waalaikumsalam."
"Nih belanjaan Nenek!" Seraya memberikan barang-barang
nya pada Neneknya, Dinata mengajak Neneknya terlebih dahulu
untuk duduk di kursi ruang tamu.
"Kenapa? Kamu gak apa apa kan?"
"Dinata gak apa apa kok, Nek!" Oh ya, Dinata cuma pengen
minta sesuatu aja, Nek! Emm.." Dinata masih ragu untuk berbicara
terus terang pada Neneknya.
"Ada apa, Din?" Tanya Nenek sambil menyernyitkan
dahinya.
"Dinata pengen kita tinggal sama Bibi Tik di Jogja, Nek..."
Dinata berkata sambil menghembuskan nafasnya perlahan.
Neneknya tampak tenang. Ia tak kaget sama sekali. Karena
ia yakin, bahwa nantinya Dinata pasti akan meminta hal seperti ini.
"Kalau itu memang keinginan kamu, besok juga kita bisa
atur keberangkatan kita."
"Eh? Nenek serius? Makasih banyak ya, Nek! Dina sayang
banget sama Nenek!" Ucap Dinata yang lantas memeluk Neneknya
erat.
•°•
Sehari setelah keberangkatan Dinata ke Jogja, Varo sempat
bingung melihat ketidakberadaan Dinata di kelas. Harusnya pagi ini
ia sudah berada di dalam kelas sambil memegang buku biru
kesayangannya.
55
Karena pikirannya yang tak tenang, ia rela bolos sekolah
hanya untuk mengunjungi rumah Nenek Dinata. Tak melihat ciri ciri
kehidupan di rumah itu, lantas Varo menanyakan pada tetangga
sebelah mengenai keberadaan Dinata dan Neneknya.
Bagai disambar petir di siang bolong, ia tak menyangka
bahwa sahabatnya pergi tanpa memberinya kabar sama sekali. Varo
merasa sangat tak berguna menjadi sahabat dari seorang Dinata. Ia
merasa sangat menyesal tak mengiyakan keinginan dan janjinya saat
itu pada Dinata. Jika Tuhan memungkinkan Varo menghabiskan
banyak waktunya dengan Dinata, maka saat ini ia tak akan merasa
sangat menyesal dan sedih karena kehilangan bocah dan pengisi
kehidupannya akhir-akhir ini. Sungguh!. Mungkin Tuhan tak
mengijinkan Varo untuk lebih lama lagi menghabiskan hari-harinya
dengan celotehan dan keluhan dari sahabat yang sangat ia sayangi
itu.

56
I ALWAYS BE WITH YOU
Pukul setengah 10 tiba, waktunya istirahat di Sekolah
Darmawangsa. Sekolah ini ialah sekolah terbesar dan elit yang
harganya terbilang cukup mahal. Meski mahal, sarana dan
prasarananya jangan diragukan lagi. Salah satunya mempunyai
perpustakaan yang besar. Seperti biasa, Yerin dan ketiga sahabatnya
mengunjungi perpustakaan setiap pergantian bulan untuk meminjam
buku yang baru.

“Balikin ga?” Ucap Yerin dengan berbisik

“Ayo, coba kalo lo bisa?” Goda Justin

Yerin pun berusaha mengambil bukunya dari Justin, tetapi


Justin yang lebih tinggi darinya malah menggodanya dengan
meninggikan buku tersebut dan mengalihkan bukunya dari tangan
kanan lalu ke tangan kirinya secara berulang - ulang.

“Lu bener bener bikin gue darah tinggi ya, apa perlu gue
tendang lo?” Ancam Yerin dengan berbisik

Justin pun hanya terkekeh pelan melihat kekesalan Yerin.


Namun tiba - tiba Travis datang mengambil buku yang ada di tangan
Justin.

“Gue akui sih lu memang lebih tinggi daripada Yerin, tapi


jangan lupa Justin, gue lebih tinggi dari lo.”

“Hahaha makanya sadar diri Justin, lo emang yang terbaik


Travis, sini kasih ke gue bukunya.” ucap Yerin sambil
menengadahkan kedua tangannya.

“Eitss tangkap aja kalo bisa.”

Travis pun melakukan hal yang sama seperti yang Justin


lakukan. Mereka berdua hanya bisa terkekeh pelan melihat kekesalan
Yerin yang memuncak.

“Sial! Si tower juga ikutan kayak si tiang listrik.” gumam


Yerin dalam hati

57
“Lo kira gue ga bisa ambil karena lo paling tinggi.” tegas
Yerin

Argh… teriak Travis

Yerin pun menendang kaki kanan Travis hingga ia


kehilangan keseimbangannya dan terjatuh, Yerin pun berhasil
mendapatkan buku yang diinginkannya

Tiba - tiba seseorang laki - laki yang lebih pendek dari


Justin datang mendatangi mereka bertiga.

“Ini perpustakaan jangan bikin keributan, bercanda tau


tempat dong. Kalian juga masih aja jailin Yerin!” tegasnya sambil
berbisik

Dia adalah Juan, bisa disebut sebagai leader of persahabatan


ini, karena ia selalu sebagai penengah dan pengambil keputusan.

Yerin pun kini berbalik terkekeh pelan melihat Travis dan


Justin hanya terdiam saja setelah dimarahi oleh Juan.

“Tuh kan tau rasa, wlee.” Ejek Yerin dengan bangga sambil
menjulurkan lidahnya.

Juan pun hanya bisa pasrah melihat kelakuan tiga


sahabatnya itu.

“Cepetan milih bukunya, nanti keburu jam pelajaran


berikutnya.” Desak Juan

“Iya iya” Ucap Justin dan Travis bersamaan.

“Okay” Ucap Yerin dengan semangat.

Mereka berempat bersahabat sejak SD, bahkan SMP dan


SMA kini pun sama. Mereka berempat berada di satu kelas yaitu 11
IPA 4. Persahabatan mereka sangat populer di sekolah. Banyak yang
menyebut mereka sebagai geng visual sekaligus berbakat. Cowok
bertiga ini dikenal sebagai juara paralel sekolah angkatan ke- 6
karena si manis Justin peringkat paralel 3, si tampan Travis peringkat
paralel 2, si imut Juan peringkat paralel 1. Sedangkan Yerin yang
paling pendek ini, hanya menduduki peringkat 107 dari 180 siswa,
58
terhitung meningkat daripada saat kelas 10 semester 1 menduduki
peringkat 156. Namun jangan meremehkannya, meskipun ia tidak
pandai dalam bidang akademik, kemampuan di bidang olahraga
Yerinlah ahlinya.

Saat Juan, Justin, dan Travis sudah berkumpul di tempat


duduk perpustakaan. Juan memberitahukan pada mereka bahwa,
baru saja ada seseorang yang mengirim pesan kepadanya bahwa ia
dan Travis dicari oleh bu Clarissa yaitu guru kesiswaan sekolah yang
ingin membahas mengenai kegiatan OSIS. Ya memang benar, Juan
menjabat sebagai ketua OSIS dan Travis menjadi wakilnya. Juan pun
pergi dengan Travis, sedangkan Justin disuruh oleh Juan untuk
menunggu Yerin saja.

Setelah Yerin memilih buku yang ia cari, ia pun segera


bergegas ke tempat justin berada dan mereka berdua segera kembali
ke kelas sambil membawa buku pilihan yang mereka pinjam.

“Eh pelan - pelan dong, berat nih” Resah Justin

“Dih alay lu.” Ejek Yerin

“Lu tuh ya, gue ini bawa buku pinjaman Travis sama Juan
juga makanya berat banget nih.” Resahnya lagi. Memang benar,
buku yang dibawanya hampir menutupi pandangannya.

“Dih sambat lu, bilang aja lemah, hahaha...” Ejek Yerin


sambil menoleh ke belakang melihat Justin yg tertinggal. Dan yerin
pun semakin mempercepat langkahnya.

“Ayo susul gue kalo bisa, hahaha…” Ejeknya sambil


menatap Justin di belakang.

Brakk.. tiba tiba seseorang menabrak Yerin. Ia pun


kehilangan keseimbangannya, namun dengan sigap, cowok yang
menabraknya menahan badannya agar ia tidak terjatuh.

“Sorry, kamu gapapa kan.” Ucap seorang cowok di


depannya sambil membantunya berdiri dengan benar.

“Kak Dobby?” Batin Yerin sambil membelalakkan kedua


matanya.

59
Siapa yang tidak kenal dengan cowok manis ini, ia adalah
bernama Dobby, ketua kelas 12 IPA 3 sekaligus paling terkenal di
kalangan ciwi - ciwi. Memang tidak salah lagi, ia berwajah paling
tampan di antara seangkatannya. Yerin pun tenggelam dalam
pikirannya, baginya mustahil untuk dekat dengannya apalagi bisa
melihat ketampanannya dengan jelas. Justin pun segera menyusul
Yerin dengan cepat. Teman Dobby si Shion yang bersamanya segera
mengumpulkan buku Yerin yang berserakan di lantai.

“Lu gapapa Rin?” Ucap Justin dengan khawatir

“Hah? Oh.. gapapa kok.” Ucap Yerin dengan bingung

“Mau kuantar ke UKS?” Tanya Dobby

“Ga usah kak, aku gapapa kok. Makasih kak udah nolongin
tadi.”

“Sama sama, sekali lagi aku minta maaf ya.”

“Aku juga minta maaf kak.” Ucap Yerin dengan malu

“Oh ya, boleh minta no Hp nya nggak? Siapa tahu nanti kita
bisa kenal akrab.”

Yerin pun sempat ragu untuk memberikan no Hpnya,


namun ia memutuskan untuk memberikannya kepada Dobby.
Sempat dihalangi oleh Justin, namun Yerin bersikeras untuk
memberikan no Hpnya kepadanya. Buku yang dibawa oleh Shion
pun diberikan pada Yerin. Dobby dan Shion pun pergi meninggalkan
mereka berdua.

Justin pun sungguh tak percaya Yerin begitu mudahnya


memberikan no Hpnya kepada cowok yang belum ia kenal sama
sekali. Yerin memperingatkan pada Justin agar tidak memberitahu
Travis dan Juan kejadian tadi. Justin dan Yerin tau benar jika
ketahuan Juan, Juan akan menanyai hal segala macam mengenai
siapa si Dobby ini. Ini memang hal yang wajar karena menurut
mereka, Juan diamanahi oleh papanya Yerin untuk mengawasi
sekaligus menjaga putri kesayangannya apapun yg terjadi, sebagai
balasannya seluruh biaya sekolah Juan ditanggung oleh papanya

60
Yerin. Karena memang kondisi ekonomi keluarga Juan yang tidak
baik semenjak ayahnya yg pergi dari dunia ini saat ia masih SMP.

Mereka pun bergegas ke kelas sebelum bel masuk


berbunyi. Saat Yerin ingin duduk di bangkunya, ia melihat adanya
sekotak coklat yang ada di sebelah bangkunya, yakni bangku Juan.

“Coklat siapa lagi ini Juan?”

“Gatau” Balasnya dengan singkat dan masih tetap sibuk


membaca buku yang dipegangnya.

“Ifana 11 IPS 1?” Gumam Yerin saat ia mengamati adanya


kertas kecil yang ditempel di sekotak coklat tersebut.

Yerin memang mengakui bahwa Juan semakin populer di


sekolahnya, ia terkenal peringkat paralel 1 sekaligus ketua OSIS
yang pastinya idaman para ciwi ciwi, apalagi dia masih jomblo. Beda
cerita lagi sama Travis dan Justin yang punya pawang alias pacar
masing - masing. Yerin pun menengok ke bawah arah kolong meja
Juan, tanpa Yerin sadari bahwa kolong tersebut penuh dengan surat.

“Astaga, sudah gue duga, pasti isinya surat doang. Perasaan


baru dua minggu loh ini, biasanya satu bulan baru penuh.”

“Hmmm… rencananya sih pulang sekolah mau gue buang.


Kamu ambil aja coklatnya.”

Yah tidak kaget lagi melihat sikap Juan seperti ini. Entah
dikasih apapun, selalu diberikan pada Yerin. Bagi Yerin tentu saja
sangat menguntungkan, namun di sisi lain ia merasa bersalah pada
seseorang yang memberinya dengan hati yang tulus.

Ya mau gimana lagi, jika dibuang akan mubazir tentunya.


Juan bahkan tidak pernah membaca suratnya sekalipun. Menurut
Juan, baginya tidak penting, dan membuang - buang waktu, apalagi
dia sudah menemukan cewek yang disukainya, namun hanya Travis
yang peka.

“Thanks.. Juan.”

61
“My pleasure” Balas Juan sambil tersenyum ke arahnya,
kedua lesung pipitnya jadi terlihat jelas, membuat yerin gemas
dibuatnya.

“Gemes banget sih.” Sambil mencubit kedua pipi Juan.

Juan pun tersentak kaget dengan tingkahnya Yerin yang


tiba - tiba. Ia sebenarnya tersipu malu, tetapi ia bisa
menyembunyikannya dari Yerin.

“Rin.. lepasin! Ini dikelas tau!” Pinta Juan dengan nada


dinginnya.

Yerin pun tertawa pelan sambil melepaskan cubitannya.

Bel masuk kelas pun berbunyi, seorang guru pun masuk ke


kelas mereka.

“Yahh.. matematika lagi.” Resah Yerin yang amat sangat


membenci matematika. Raut mukanya yang tadi kegirangan menjadi
berubah keasaman. Travis yang duduk di depan Juan langsung
menghadap belakang ke arah Yerin.

“Padahal seru loh!”

“Serunya sih buat kalian bertiga aja ya, buat aku sih enggak
banget.” Balas Yerin dengan malas.

Justin pun jadi ikut menghadap belakang.

“Semangat sayang!”

Ucapan Justin tentu saja bukan ucapan tulus, melainkan


sebuah ledekan bagi Yerin.

“Simingit siying, dih merinding gue, lo gila ya?” Sambil


mendorong bahu Justin.

Justin pun malah tertawa.

“Sstts.. jangan berisik, kelas udah dimulai nih.” Ucap Juan


yang berada disebelah Yerin.
62
“Nih, jangan sampai ketauan.” Bisik Juan yang berada di
sebelahnya sambil menyodorkan sebuah permen karet kesukaan
Yerin.

“Makasih” Bisik Yerin sambil mendekat ke telinga kiri


Juan.

Juan pun menelan ludahnya secara perlahan, lalu menoleh


kembali ke arah Yerin. Tanpa ia sadari, telinga kirinya kini
memerah, ia jadi tersipu malu mendengar perkataannya.

Jam 12 siang tiba, saatnya pulang sekolah. Seperti biasa


Juan dan Yerin pulang bersama karena rumah mereka lumayan dekat
dan mereka setiap hari Senin setelah pulang sekolah juga harus
mengikuti kegiatan taekwondo bersama. Sedangkan Travis dan
Justin pulang bersama pacar mereka masing - masing. Mereka
pulang dengan mengendarai sepeda motor sport mereka.
Sepengetahuan Yerin dan Justin, sepeda motor yang dikendarai Juan
pemberian papanya Yerin. Papanya Yerin memang sengaja
membelikan Juan agar Yerin pulang bersama Juan saja karena
papanya Yerin sangat mempercayai Juan dan menganggapnya
seperti putranya sendiri.

Keesokannya hari Selasa saat pelajaran, Hp yerin sering


bergetar. Awalnya Juan yg duduk disebelahnya menganggap
mungkin hanya kebetulan.

Jam setengah 10 tiba, waktunya istirahat. Juan pun


berpamitan ke sahabatnya bahwa ia punya keperluan yang mendesak
dan menyuruh Justin dan Travis di kelas saja bersama Yerin.

“Eh guys kalian tau ga?” Seru justin menghadap belakang


ke arah Yerin

Yerin pun menjawab “Apaan?”

Travis pun ikut menghadap belakang ke arah Yerin

“Juan diincer sama Ifana si peringkat paralel 5.”


63
“Oh gue inget, dia yang kemarin kirim coklat ke Juan.”
jawab Yerin

“Gue pikir sih ga lama lagi, Juan bakalan melepas jabatan


jomblonya, karena kemungkinan besar Juan lagi deket sama Ifana.”

“Lu tau darimana?” Tanya Travis

“Dari pacar gue Wony, katanya Ifana di kelas cerita Juan


mulu. Dan belum lama ini saat istirahat, mereka pernah ke atap
sekolah ngobrol bareng.”

“Lah pacar gue Sully ga cerita apapun sama gue, padahal


mereka sahabatankan. Pasti karena cerita ini masih belum tampak
kebenarannya.”

“Daripada kita nebak kayak gini, mending tanya langsung


aja ke Juan. Gue bakal cari dia di kelas 11 IPS 1” Ucap Yerin dengan
sangat serius.

Belum saja Yerin berdiri, Travis pun langsung memegang


erat tangannnya.

“Jangan dulu Rin, mungkin dia lagi butuh waktu untuk


cerita sama kita.”

Hari yang ditunggu Yerin tiba, yaitu hari Kamis dimana


sepulang sekolah ia akan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler
favoritnya, yaitu bermain skate. Saat perjalanannya ke tempat skate,
seperti biasa Juan yang sibuk dengan bukunya tidak memperhatikan
jalannya, sehingga Yerin yang memperhatikan jalan untuknya. Ia
pun muncul inisiatif untuk menggodanya dengan mengarahkannya
hingga ke pilar bangunan.

“Juan awas!”

Yerin dengan cepat berlari menghadang Juan. Alhasil buku


yang dibawa Juan mengenainya sehingga buku tersebut jatuh. Juan
pun menjadi terkejut melihat Yerin yang ada di hadapannya tiba -
tiba. Namun sayangnya, Juan menjadi kehilangan keseimbangannya
sehingga ingin menimpa Yerin. Untungnya pilar yang ada di
64
belakang Yerin, menahan badan Yerin dan kedua tangan Juan.
Satunya memegang kepalanya, satunya lagi menampa badannya
sendiri. Sungguh kini mereka wajah mereka berdekatan dan mata
mereka saling bertatapan untuk waktu yang lama. Mereka bahkan
bisa merasakan hembusan napas satu sama lain. Juan pun sadar dan
langsung bangkit.

“Kamu gapapa Rin?”

“Gapapa kok, maaf Juan.”

“It’s okay. Yuk buruan, nanti telat loh.”

Mereka pun melanjutkan perjalanannya. Karena Juan tidak


mengikuti skate, jadinya ia menunggu Yerin sambil membaca buku
pelajarannya. Setelah latihan, Yerin pun keluar dengan wajah
muram. Ternyata hasil latihannya semakin memburuk. Hal ini
memang tidak seperti Yerin biasanya, Juan mengira mungkin ia
hanya kelelahan. Untuk menghiburnya, Juan memberikannya sebuah
permen lollipop kesukaannya.

Kini sudah hari Jumat, bukan lagi kebetulan, sampai Yerin


tidak fokus pada pelajarannya. Ketika di tanya Juan siapa yang
mengirim pesan padanya, Yerin selalu menjawab bukan apa - apa.

Saat istirahat pun tiba - tiba Yerin di telpon oleh


seseorang, dan ia pun langsung pergi ke luar kelas. Setelah menelpon
sekitar 10 menit ia kembali masuk ke kelas dengan wajah yang
kegirangan. Ditanya oleh Juan siapa yang menelpon, ia hanya
menjawab partner skatingnya dulu saat SMP.

Tidak terasa jam 12 tiba, bel pulang sekolah pun berbunyi.


Mereka berempat pun segera pergi ke lapangan basket. Yaps seperti
yang kalian duga, Travis dan Yerin akan ikut pertandingan bola
basket antar sekolah, Travis sebagai kapten harus membimbing
anggotanya untuk latihan, dan hari ini merupakan latihan terakhir,
maka dari itu ia mengajak sahabatnya untuk melihatnya. Tidak lupa
dengan pacarnya Sully dan pacar Justin si Wony juga ikut melihat.

Saat berlangsungnya latihan, tiba - tiba. Bugh… bola


basket mengantam punggung Travis. Yerin yang berada tepat di

65
depannya langsung terkejut melihat Travis yang sedang memegangi
kedua pundaknya. Ternyata Travis melindungi Yerin dari datangnya
bola basket tersebut.

“Lu gimana sih Rin? Ngelamun ya?”

“Maaf vis.”

Juan pun langsung bergegas menuju ke arah Yerin.

“Kamu gpp? Kamu sakit?” Tanya Juan sambil memeriksa


Yerin.

“Gapapa kok.” Ucap Yerin sambil melepas tangan Juan


yang memegang keningnya.

Juan pun segera sadar bahwa tindakannya akan membuat


semua orang salah paham.

Ceroboh banget sih, kalo bolanya kena ke kamu, aku harus


bilang apa ke papamu tegas Juan.

Yerin hanya membisu mendengar Juan yang


memarahinya. Bukan kali ini saja Yerin jadi begini, namun pelajaran
bahkan saat ekstrakulikuler favoritnya ia menjadi tidak fokus.

Juan pun memutuskan membawa Yerin pulang dan tidak


mengijinkannya mengikuti pertandingan bola basket besok.

Yerin sempat menentangnya, namun ia malah diancam


akan memberitahu kejadian tadi pada papanya. Yerin tau benar, jika
papanya tahu ia pasti tidak akan diijinkan bermain bola basket
selamanya.

Namun setelah sesampainya mengantar Yerin ke


rumahnya, Juan merasa bersalah atas kejadian tadi. Ia pun bergegas
menangkap pergelangan tangan Yerin, dan Yerin menghentikan
langkahnya. Ia pun memutar badan Yerin ke arahnya sehingga kini
terlihat jelas cewek di hadapannya kini hanya setinggi dagunya.
Meskipun begitu, Yerin masih menundukkan kepalanya. Ia pun kini
memegang kedua tangan Yerin.

“Rin, sorry aku udah kelewatan banget ya.“


66
“GPP kok.”

“Kalau gapapa, coba tatap aku.”

“Kalau gamau? Lo bakalan ngadu ke papa gue?”

“Jadi gamau maafin ya. Oke kalau gitu aku pulang.”

Baru saja Juan membalikkan badannya. Ia merasa ada


yang menarik ujung bajunya itu. Baginya sekarang Yerin sangat
menggemaskan. Kedua lesung pipi Juan kini mulai terukir jelas di
antara kedua pipinya.

“Gue udah maafin kok.”

Juan kini kembali berbalik ke arah Yerin. Ia merogoh saku


celana kirinya, dan menyodorkan sebuah permen lollipop yang
berwarna - warni.

“Nih, habis makan harus sikat gigi.”

“Oke”

“Kamu ada masalah Rin? akhir - akhir ini kamu kok ga


fokus.”

“Enggak”

“Inget besok ga usah ikut pertandingan, istirahat aja hari ini.


Dan jangan lupa kalau ada masalah cerita ya” Ucap Juan sambil
mengelus puncak kepala Yerin dengan lembut.

Yerin pun hanya menganggukkan kepalanya, dan ia segera


masuk ke rumahnya. Juan pun juga segera pulang ke rumahnya.

Keesokannya hari pertandingan di mulai, sesuai dugaan,


bahwa Travis beserta anggotanya memenangkan pertandingannya.

Hari minggu tiba, biasanya mereka berempat pergi ke kafe


milik Justin untuk belajar bersama. Namun anehnya si Yerin tidak
ikut, ia beralasan pergi ke luar kota bersama kakaknya kak Mahesa.

67
Tidak terasa hari Rabu pun tiba. Saat istirahat, tanpa Yerin
sadari bahwa Hpnya yang di letakkan di depan mejanya berdering
dan kebetulan Justin yang daritadi menghadap Yerin, mengetahui
nama kontak tersebut ialah my crush.

“OMG! Your crush?”

Travis dan Juan yang tadinya sibuk membaca buku


pelajarannya langsung menoleh ke arah Yerin. Yerin yang tadinya
ingin mengembalikan buku ke dalam tasnya langsung terkaget. Ia
pun langsung menghadap ke depan dan mengambil Hpnya.

Mau tidak mau, ia pun menceritakan semuanya tentang


dia. Iyaps betul, ia adalah Dobby ketua kelas 12 IPA 3. Dan memang
semenjak kejadian tertabrak, Dobby sering mengirim pesan pada
Yerin, dan mereka menjadi sangat dekat. Bahkan saat hari Minggu
kemarin, mereka bertemu untuk menonton bioskop bersama, makan
bersama, dan berjalan - jalan ke mall bersama. Sungguh ketiga
sahabatnya itu dibuat terkejut dengan tingkahnya.

“Hah? Yang benar? Berarti kemarin Minggu lu bohong


dong sama kita bertiga.” Ucap justin yang tidak percaya padanya.

“Maaf gue ga bermaksut gitu.”

“Emang kalian pacaran?” Tanya Travis

“Enggak sih, kita cuman komitmen aja bakal jaga hati satu
sama lain.” jawab Yerin sambil tersenyum malu.

“Terus ke bioskop, makan, ke mall pake uang dia?” Tanya


Juan

“Pake uang gue lah, kan gue punya uang simpanan yang
waktu itu di suruh lo tabung.”

Ketiga sahabatnya tercengang mendengar pernyataan Yerin,


ia kini bukan Yerin yang mereka kenal.

“Justin lo kok gak bilang masalah hari Senin waktu yerin


ketabrak sama kak Dobby. Coba aja lo bilang dari awal, pasti
kejadian ini gak akan terjadi sampai sekarang ini.” Ucap Travis

68
“Sorry.. gue gatau kalau masalahnya jadi kayak gini.”

“Wait.. baru kenal, langsung akrab, buru – buru kamu


nyimpulin dia adalah orang yang dapat dipercaya, siapa tau kalau dia
punya pacar. Belum ada kepastian juga, cuman komitmen doang.
Apalagi jalan bareng juga cuman pakai uang kamu kan, itu udah gak
bener Rin! Jauhin aja cowok kayak dia!”

“Kok lo ngomong gitu sih Juan! Siapa yang gue deketin dan
gue suka terserah gue lah. Emang semua pakai uang gue, tapi emang
gue sendiri yang maksa bayar kok. Dan masalah gue bohong ke
kalian terutama lo Juan, karena gue ngerti lo bakal ngomong yang
nggak - nggak tentang dia. Dan asal lo tau ya, terserah lo bakal
ngomongin ini ke papa gue atau enggak, gue ga peduli dan gue ga
takut sama ancaman lo!”

“Oke fine” Singkat Juan

Pertengkaran mereka kali ini membuat teman sekelasnya


menjadi ikut terdiam seketika, suasana pun menjadi hening dan
sunyi. Tidak ada yang mau ikut campur masalah mereka, dan teman
kelasnya lebih memilih untuk ke luar kelas. Yerin dan justin pun
segera bertukar tempat.

“Rin, dia ngomong kayak gitu buat kebaikan lo.” Ucap


Travis

“Kebaikan? Gue ga butuh! Yang ada bukan kebaikan,


malah ngelarang ini itu, gue udah gede vis, gue bisa jaga diri sendiri
kok.”

“Gini aja rin, sementara jauhin dia…” belum saja Justin


melanjutkan perkataannya.

“Apa? Mau bilang apa? Kok lo ikut - ikut dukung Juan sih.”

Malah membuat keadaan sangat canggung di antara


mereka berempat.

“Eh guys, kalian tau ga, ada toko dessert yang baru buka di
Jalan Pahlawan, meski agak jauh sih. Sepulang sekolah kesana yuk,
gue nih yang bakal traktir.” Ucap Justin

69
“Wow, oke dong siap. Yuk!” Ajak Travis

Namun perkataan mereka diabaikan oleh Juan dan Yerin.


Sudah berkali – kali membuat topik baru tetap saja dihiraukan.
Mereka tidak tau apa yang harus mereka lakukan. Sepulang sekolah
pun tetap bergoncengan, namun tetap saja keduanya membisu seolah
- olah terdapat dinding diantara mereka berdua.

Sesampainya Juan mengantar Yerin ke rumahnya, Juan


memberanikan diri untuk minta maaf kepadanya, namun tetap saja
Yerin mengabaikannya dan malah berlari menuju halaman
rumahnya.

Keesokannya saat istirahat Juan dan Travis berdiskusi di


taman ujung sekolah yang keadaannya sepi. Sedangkan Justin
bersama Yerin di kelas.

“Gimana nih, Yerin yang akan jadi target berikutnya dong.”

“Ga akan Vis, kita pasti bisa menemukan buktinya.”

“Juan! Travis!” Sapa cewek yang ada di hadapan mereka

“Astaga lama banget Ifana.” Resah Travis

“Sorry, tadi habis ngobrol bentar sama Wony. Kok Travis


juga ikutan?

“Iya aku udah cerita semuanya ke Travis, karena masalah


ini udah sampai ke Yerin. Jadi mau gamau harus butuh 1 anggota
lagi kan. Sorry aku lupa bilang kemarin.”

“Its okay”

“Beneran lu jadi korbannya kak Dobby?” Tanya Travis

Ifana hanya menganggukkan kepalanya.

“Oke jadi menurut kalian kak Dobby sebenarnya punya


pacar namanya kak Sasya. Tapi, Kak Sasya kan cewek dulu yang
pernah kena kasus pembullyan kan Juan?”

70
“Iya dia sempet bermasalah dulu, namun dibebaskan lagi
karena bukti yang kurang kuat. Tapi nyatanya dia masih melakukan
aksinya.”

“Tapi, gimana kalian tau tentang dia yang masih


menjalankan aksinya dan hubungan antara mereka?”

“Gue saksinya. Waktu itu gue di bully sama Sasya dan dua
temannya di belakang halaman sekolah. Awalnya gue bingung dan
perasaan gue ga ada salah sama mereka. Namun ternyata dia datang
karena masalah utang kak Dobby ke gue. Gue bilang ke mereka gue
nyerah dan ga akan lagi nagih utangnya kak Dobby dengan syarat
gue membuat video pernyataan ga akan lagi menuntutnya soal uang
tersebut. Nah, setelah itu gue dibebasin sama mereka, dan anehnya
kak Dobby nyusul kak Sasya. Dan saking penasarannya, gue ga
langsung balik ke kelas, tapi ngumpet di belakang pot. Gue lihat
mereka berdua kelihatan mesra banget, dilihat dari perlakuan mereka
berdua, gue duga sih mereka pacaran dan sangat jelas di mata gue
bahwa kak Sasya ini sudah tergila - gila sama kak Dobby.” Ucap
Ifana

“Maka kita harus cepat menemukan bukti bahwa Sasya ini


memang bekerja sama dengan kak Dobby bahwa mereka
bersekongkol melakukan pembullyan dan pemerasan uang. Memang
uang bukan yang jadi masalah bagi kita semua, tapi masalah mental
juga akan dipertaruhkan lebih banyak lagi jika kita tidak
menghentikannya secepatnya.” Ucap Juan

“Lalu kita bakalan dapat bukti darimana?” Tanya Travis

“Handphone nya kak Sasya. Gue yakin di Hpnya pasti


banyak video pernyataan bahwa korban bersaksi tidak menagih
utang lagi melainkan memberikan uang tersebut.” Ucap Ifana dengan
yakin.

“Dasar si ular itu licik banget.” Ucap Travis dengan geram.

“Kalo Hp bakal mudah didapatkan kalau mereka udah


masuk ke komite sekolah. Masalahnya kita harus punya bukti sendiri
bahwa kak Sasya sendiri terbukti seorang pembully. Baru kita bisa
menyerahkan ke komite sekolah untuk mereka selidiki.” Ucap Juan

71
“Kita perlu kak Shion, dia yang selalu ngikut sama kak
Dobby” Usul Ifana

“Kaki tangannya kak Dobby?” Tanya Travis

“Bisa juga, tapi lebih tepatnya dia juga korban.”

“Oh gue paham, berarti kita tinggal cari kak Shion aja kan.”

“Menurut lo gimana juan?” Tanya Ifana

Belum saja Juan menjawab pertanyaan itu, tiba - tiba saja


telponnya berdering.

“Juan gawat!”

“Ada apa Justin?”

“Gue habis dikunci di kamar mandi. Bukan itu masalahnya,


tapi Yerin.”

“YERIN KENAPA?”

“Kak sasya dan dua temannya tadi bawa Yerin, rencananya


mereka mau ke tempat stadion basket yang lama.”

Juan pun membelalakkan kedua matanya, telpon yang


semula diangkat oleh tangan kanannya kini tangannya tidak bisa
diangkat lagi. Ia tidak menyangka bahwa mereka sudah maju
selangkah di depan mereka. Benar - benar seperti pukulan besar bagi
Juan.

“Sial! Kita telat!”

Dengan segera Juan, Ifana, dan Travis langsung berlari


pergi menyusul Yerin. Sedangkan disisi lain, Yerin sudah berada di
tempat stadion.

“Kak? Kenapa kita ketemuan disini? Dan kenapa kak Sasya


yang bawa aku kesini?”

Dobby hanya duduk santai di bangku dengan satu kakinya


diangkat layaknya orang yang berkuasa di antara semuanya

72
“Kasih gue uang sisa tabunganmu kemarin.”

“10 juta? Buat apa kak? Kemarin kan aku udah kasih 3 juta,
ibu kakak sakit lagi?”

“Serahin atau Justin gue kunci di kamar mandi selamanya.”

Yerin lupa bahwa sahabatnya Justin tadinya mengikutinya


dari belakang

“Kak, Lepasin justin! Dia ga ada hubungannya sama kita.”

“Janji dulu lo bakalan transfer besok!”

“Pasti korbannya bukan gue aja kan.”

“Tentu dong, nih lihat” Ucap teman Sasya sambil


melihatkan banyaknya cewek yang membuat video pernyataan
mengenai pemberian uang secara cuma - cuma. Yerin pun segera
menurutinya, karena sahabatnya kini yang jadi taruhannya.

“Bener kata Juan, bahwa emang kakak cuman manfaatin


aku, dasar bajingan!”

Plak.. Tampar Sasya ke Yerin

Gini ya sifat asli kakak yang sebenarnya, untung aja kita ga


pacaran! Dan kak Sasya, gue tebak kakak pasti cuman jadi anjing
peliharaannya kak Dobby kan.

Plak..

“Dasar lo, lama – lama makin ngelunjak!”

“Bukannya kalian yang ngelunjak, ga hanya satu cewek,


tapi ratusan cewek jadi korbannya! Apa kak Sasya ga takut, suatu
saat bakal dibuang oleh kak Dobby.”

Plak..

“Tutup mulut lo! Berisik!”

“Kenapa? Takut kan, hahaha. Ayo tampar terus! Bahkan


sampai gue mati pun, gue ga akan takut sama kalian!”

73
Argh.. Dobby pun langsung turun tangan dan menjambak
rambut yerin dengan kasar

Dasar cewek jelek kayak lo! Sadar diri!

Tiba - tiba pintu stadion terbuka. Arah pandangan mereka


berubah ke arah pintu stadion melihat kedatangan Juan, Travis, dan
Ifana.

“Lepasin Yerin!” Teriak Juan

“Oh si ketua OSIS nih. Hantam gue kalau berani, tapi


jangan lupa Justin ada di tangan gue.”

Dobby pun melepaskan Yerin dan menyerahkannya ke


Sasya.

Bugh… “Jangan sok jagoan lo disini!” hantam Dobby ke


Juan sehingga ia terseret ke belakang. Pukulannya mengenai sudut
bibir Juan hingga berdarah. Juan pun juga tidak berdaya, karena
Justin ada di tangan mereka. Ifana ingin segera membantu Juan,
namun dihalangi oleh Travis. Karena sesuai rencana Juan, ia ingin
menempatkan keselamatan para cewek dahulu dan tidak akan
membiarkan mendekati kak Dobby sekalipun karena baginya si
Dobby ini terlalu kejam.

“Juan!” Teriak Yerin

“Dimana Justin?” Tanya Travis

“Woy gue disini!”

Ternyata Justin, Wony, Sully, dan Shion memasuki stadion


bersama. Wony dan Sully pun segera berkumpul dengan sahabatnya
Ifana.

“Shion! Kurang ajar! Gue udah bilang jaga si Justin di


kamar mandi!”

“Siapa lo bisa suruh gue? Gue bukan pembantu lo!”

“Kurang ajar!”

74
Pernyataan Shion sungguh membuat Dobby sangat marah.
Belum saja Dobby ingin menarik tangan shion, Juan pun dengan
sigap mendorongnya hingga ia terseret jauh. Juan pun mendekatinya
lagi dan menarik kerahnya.

“Kakak habis ngelakuin apa ke cewek gue! Hah?” Kini


amarah Juan yang sudah dipendamnya sudah tidak terbendung lagi,
daritadi ia hanya diam karena Justin jadi taruhannya.

“Cewek lo si yerin? Hahaha.. mata lo sehat!”

Dobby malah menyulut api, yang membuat Juan semakin


geram dibuatnya. Yerin pun dengan mudah meloloskan dirinya dari
si Sasya berkat keahlian taekwondonya.

Travis dan Justin pun segera melerai Juan karena jika


sampai Juan melukainya, ia juga akan ikut bersalah karena
menggunakan kekerasan di sekolah. Tetapi, Juan masih tidak
melepaskannya. Dengan cepat Yerin pun mendatanginya.

“Juan.. lepasin! gue gpp kok.”

Suara Yerin membuatnya tersadar bahwa kini yang


dilakukannya tidak benar, ia pun mendorongnya lagi hingga terjatuh.

“Dan asal kakak tau, kakak kira gue suka sepenuhnya sama
kakak. NO! you’re disgusting! You know! Dan mata juan sehat kok!
Mungkin mata kakak aja yang buta kali, sukanya sama si cewek
pembully!”

“Dasar lo kurang ajar!” Teriak dobby, ia ingin


menghajarnya namun dipegangi erat oleh Sasya dan kedua
temannya.

Belum saja Travis, Justin, Juan, Shion, Wony, Sully, Ifana,


dan Yerin meninggalkan stadion. Dobby lagi - lagi menyulut api.

“Sungguh menarik, kisah cinta bertepuk sebelah tangan si


ketua OSIS yang menyedihkan.”

75
Juan pun berusaha mengabaikannya, namun Yerin tidak
terima. Ia pun memegang tangan Juan agar ia berhenti, lalu kedua
kakinya menjinjit hingga sejajar dengan muka Juan. Ia pun langsung
mencium pipi Juan.

“Sorry you very wrong!”

Tingkah Yerin sangat mengejutkan bagi mereka semua,


terutama Juan. Juan pun hanya membisu di tempat dan menatap
Yerin dengan dalam. Dengan cepat, Yerin menarik Juan keluar
stadion dan segera menuju ke UKS. Sedangkan temannya yang lain
pergi ke kelas masing - masing.

Sesampainya mereka berdua ke UKS, keadaan menjadi


sangat canggung antara mereka berdua. Yerin pun angkat bicara.

“Bego banget sih, bisa - bisanya nyamperin gue!”

“Bukannya kamu? Malah segitu mudahnya suka sama kak


Dobby.”

“Nih” Ucap Yerin sambil menyerahkan Hpnya dan


memutar perekam suara yang daritadi ia rekam.

“Lu kira gue bego banget suka cowok kayak dia? Gue tau
kok dia emang jahat, sejak kejadian tertabrak dulu. Saat kak Dobby
minta no Hp gue, waktu itu kak Shion yang ada di belakangnya
mengisyaratkan gue seakan - akan dia bilang jangan. Dari situ gue
semakin ingin menyelidikinya, gue ngerasa kalau kak Shion korban
bully dari kak Dobby, dan tebakan gue bener dong. Apalagi
semenjak saling ketemu langsung dan dia minta gue yang bayar
semuanya, bahkan minta uang gue tiga juta. Gue jadi semakin yakin
ingin nangkep dia.”

“Terus kenapa ga bilang gue dari dulu? Aku kan udah


bilang, kalau ada masalah cerita.”

“Yah kalau gue bilang ke lo, pasti lo ga akan ngebiarin gue


ngelangkah sampai sejauh ini.”

“Terus kalau udah tau, ngapain di terusin. Sampai kita bikin


drama saling marahan? Kamu kira aku ga akan kepikiran? Aku udah

76
tau sejak Senin minggu lalu dari Ifana, bahwa kak Dobby bukan
cowok yang bener, eh tiba - tiba kamu begitu mudahnya suka kak
Dobby. Kamu kira aku ga akan khawatir?”

“Maaf Juan, tapi lo tenang aja kak Shion juga bantu gue
kok. Karena gue janji ke dia bakal bebasin dia dari cengkraman si
bajingan itu asal dia bantu gue. Eh di tengah - tengah rencana gue, lo
muncul tiba - tiba. Dasar Justin si mulut ember, gue udah bilang ke
dia gue bisa kok nyelesain masalah ini sendiri!”

“Dengan ngorbanin diri sendiri? That’s bad idea Rin.”

“Tapi berhasilkan.”

“Berhasil? terus pipimu yang merah - merah ini.”

“Gpp kok, cuman tamparan doang.”

Juan pun memaksa Yerin duduk dan mengobati lukanya.


Belum saja Juan mengoleskan salep ke kedua pipi Yerin.

“Lu yakin pakai salep ini?”

“Masih ga percaya sama anak PMR? Udah sini ga usah


banyak alasan, ga perih kok.”

Saat Juan mengobatinya. Tiba - tiba Yerin mengatakan


pertanyaan yang aneh baginya.

“Lo kok nggak bilang dari waktu Senin minggu lalu kalau
Ifana kena masalah kayak gini. Atau jangan - jangan lo pingin bantu
dia sendiri karena lo suka sama Ifana?”

“Kita cuman temen kok. Lagian juga udah jadi tugas ku


sebagai ketua OSIS memastikan permasalahan di sekolah ini bisa
teratasi dengan baik. Kamu tau darimana Ifana juga korban?”

“Dari Hp kak Sasya, di video pernyataan dan lo juga bilang


tadi lo tau tentang kebusukan si brengsek itu dari Ifana kan.”

“Yes that’s true.”

“Terus coklat yang diberi ke lo?”

77
“Cuman sebagai ucapan terima kasih aja kok.”

“Bohong! Pasti Ifana suka sama lo kan. Atau jangan -


jangan kalian jadian diam – diam.”

“Sstts.. apaan sih Rin, jangan ngomong aneh – aneh. Kamu


cemburu ya?”

“Enggak tuh”

Juan hanya tertawa pelan. Yerin pun sempat akan


memukulnya, namun ia mengurungkan niatnya. Karena melihat
keimutan si Juan ini dengan kedua lesung pipinya, apalagi dengan
luka di sudut bibirnya membuatnya semakin tidak tega.

“Untuk kali ini, gue ga perhitungan sama lo.”

Kemudian Yerin mengobati Juan. Yerin pun mendekatkan


mukanya sehingga muka mereka berhadapan. Pandangan Juan kini
tertuju pada Yerin sepenuhnya yang kini ada di depannya. Setelah
membersihkan lukanya, ia segera mengoleskan betadine ke bibirnya.

“Cantik” gumam Juan

Tangan yerin menjadi kaku dan matanya langsung menatap


mata Juan.

“Udah selesai kok” Ucap Yerin

“Rin..”

“Ma-masalah ciuman tadi, gu-e ga sengaja.”

Belum saja Juan melanjutkan kata - katanya, ia pun


langsung memotong perkataan Juan. Ia pun langsung segera berlari
dahulu ke kelas meninggalkan Juan. Padahal Juan sebenarnya hanya
ingin memberikan permen lollipop padanya.

Sebelum bel pulang sekolah, Juan, Yerin, Ifana, dan Shion


segera menuju ke komite sekolah untuk menyerahkan bukti perekam
suara yang ada di Hp milik Yerin dan menceritakan semua kejadian
tentang Dobby dan Sasya. Lalu segera di panggil mereka berdua dan
menyita Hp mereka, setelah di selidiki benar adanya, keesokannya

78
komite sekolah dan kepala sekolah memutuskan mengeluarkan
mereka berdua dari sekolah ini. Sedangkan 2 teman sasya hanya di
skors selama satu bulan.

Saat istirahat tiba mereka berdelapan istirahat bersama di


kantin sekolah. Ifana dan shion mengucapkan terima kasih kepada
mereka semua yang membantunya memecahkan masalah kemarin.
Dan yerin memutuskan besok Sabtu akan mentraktir mereka semua
ke restoran milik kakaknya Dio.

“Uang udah hilang 3 juta, sekarang mau nraktir” Ucap Juan


dengan geram.

“Tenang aja nanti pasti diganti sama papa.”

Perkataannya membuat mereka semua menggelengkan


kepala mereka serentak.

“Orang kaya mah bebas” Ucap Justin dengan lemas.

Mereka pun tertawa bersama mendengar keresahan Justin.

Hari sabtu pun tiba, setibanya mereka semua direstoran,


terdapat pengumuman baru antara Shion dan Ifana, bahwa mereka
telah resmi jadian.

“Wow tiga couple terbentuk diantara kita berdelapan,


tinggal Yerin sama Juan dong. Kapan nyusul?” Seru Justin

Sttss.. desis Wony pacarnya sambil menyenggol tangan


Justin.

Keadaan menjadi canggung antara Juan dan Yerin yang


duduk bersebelahan. Dengan segera Travis menarik tangan Yerin
dan berpamitan ke luar sebentar.

“Juan masih belum ngungkapin perasaannya ke lu kan?”

“Hah?”

“Dasar kalian, satunya gengsi, satunya pura - pura ga peka.


Ragu sama dia? Dia kurang baik apa ke lo? Pertama, pindah kelas 10
79
semester 2 ke sekolah ini karena lo yang minta kan. Kedua jadi
anggota OSIS sekaligus jadi ketua demi lo karena lo dulu banyak
kasus perkelahian, jadi sekarang dia yang bakalan mutusin hukuman
apa yang sekiranya ga memberatkan lo. Ketiga, sebenarnya kita
sering belajar bareng karena dia berusaha naikin peringkat lo,
terbukti kan sekarang peringkat lo meningkat. Keempat, soal biaya
sekolah, lo kira papa lo yang bayarin, papa lo cuman bantu biar dia
dapet beasiswa aja. Kelima, soal sepeda sport miliknya bukan juga
pemberian papa lo, tapi dia pakai uang saku beasiswanya meski
sekarang masih nyicil. 11 tahun dia suka sama lo dari SD, dan lu
masih ga sadar. Dia yang selalu ada buat lo, lo ga ngerasa hal itu?”

Yerin pun membisu di tempat, baginya semuanya ini tidak


mungkin.

“Menurut gue dia gengsi karena perbedaan status kalian, lo


yang berasal dari keluarga yang berada, sedangkan dia keluarganya
pas - pasan. Liat tuh juan, sedetik pun masa ga pernah ada rasa sama
dia. Dan kejadian kemarin, dia khawatir sama lo setengah mati dan
dia terluka demi lo. Dia tulus banget sama lo, gue jamin. Apa sampai
saat ini lo juga belum sadar, lo juga suka sama dia.”

“Benar - benar bodoh.” Batin Yerin

Yerin pun segera berlari menuju Juan dengan mata yang


berkaca - kaca. Juan pun segera berdiri.

“Kamu kenapa? Sakit?”

Travis pun menyusul masuk ke restoran

“Kalian habis ngomong apa? Kamu apain dia Vis?”

“Juann..”

Yerin pun langsung memeluknya dan menangis tersedu -


sedu.

“Bego banget sih, gue juga suka sama lo.”

Juan pun kaget mendengar ucapan Yerin, lagi - lagi kedua


lesung pipinya ia tampakkan dengan jelas, namun kini juga disertai
dengan pipinya yang memerah merona dan ia pun memeluknya juga.
80
“I love you more” sambil mengusap rambut Yerin.

“Lah sejak kapan Juan suka sama Yerin? Kok gue


ketinggalan berita sih.”

Justin pun bingung dengan keadaan yang mendadak ini.

“Lo sih ga peka - peka, Juan udah suka sama Yerin dari
SD”

“Lo kok ga bilang gue Vis. Dan lo Juan ga cerita sama gue?
kalian nganggep aku sahabat atau bukan sih?”

“Enggak” Ucap Yerin, Travis, dan Juan serentak dan


tertawa bersama.

“Kalau misalnya nih ya, Travis bilang ke lo, pasti lo bakal


ember ke semua orang. Contohnya kemarin, gue udah bilang kan,
gue bisa nyelesain sendiri, eh lo bawa - bawa Juan.”

“Liat babe, sahabatku berubah, mereka sekarang nyalahin


aku.” Ucap Justin ke Wony sambil menyenderkan kepalanya ke
pundaknya.

Tingkah manjanya kini membuat sahabatnya heran,


bagaimana si Wony ini bisa suka sama Justin.

“Hadeh gua juga bisa kali. Nih” Ucap Travis sambil


menyenderkan kepalanya ke pundak Sully.

Shion dan Ifana pun juga melakukan hal yang sama. Mereka
pun menatap Juan dan Yerin.

“Harus banget ya?” Ucap Juan

Akhirnya Juan memeluk Yerin dengan erat. Kepala Yerin


yang tadinya masuk dalam dekapannya, kini ia mendongak ke atas
menatapnya.

“Kalau misalnya, gue ga suka sama lo. Lo tetep suka sama


gue?”

“Selagi kamu belum nikah sama cowok lain, aku bakal tetep
suka sama kamu Rin. Dan mungkin jika aku terlalu capek akibat
81
cinta bertepuk sebelah tangan ini, aku bakal istirahat bentar dan
pastinya akan ngejar kamu kembali. Oh iya, jangan lupa juga, mulai
hari ini selalu libatkan aku dalam ceritamu. Masalah ga akan cepat
selesai kalau kita tangani sendiri. Janji dulu apa yang kamu lakuin
mulai sekarang, prioritasin keselamatanmu lebih dahulu, aku ga mau
kayak kejadian kemarin. Satu hal lagi, selalu inget bahwa aku selalu
ada buat kamu. Okay?”

“Okay, tapi lo juga harus janji dong.”

“Iya me too.” Sambil mengelus kepalanya dengan lembut

Yerin pun kembali masuk ke dalam dekapan Juan, lalu ia


mendongak kembali bermaksut ingin menjahilinya.

“Juannn”

“Dalem ayang?” Sambil tersenyum hangat

Sungguh kini Yerin dibuat salah tingkah, ia pun semakin


mengeratkan pelukannya.

Mereka yang melihat kini dibuat geli oleh couple baru ini.
Tentu saja, jika ada nominasi pemenang couple paling sweet,
pastinya dimenangkan oleh mereka berdua. Kali ini bukan tentang
siapa yang menjadi couple pertama, tapi mengenai couple mana yang
selalu ada satu sama lain.

82
83

Anda mungkin juga menyukai