Anda di halaman 1dari 2

Ada Jiwa yang Kuat di Madrasahku

Athfal Islam…. Ya, ialah nama madrasahku dimana aku tak pernah bosan berada di dalamnya.
Bukan karena kemegahan bangunan atau pemandangan yang indah. Namun, karena di dalamnya dihuni
oleh orang orang yang luar biasa yang mana membuatku tahu apa arti kehidupan. Dan di sinilah aku
mengerti banyak hal.

Wali kelasku adalah seorang yang berkepribadian sederhana namun beliau merupakan orang
yang sangat menghargai waktu dan memperhatikan para santrinya. “ Satu Jiwa” ya… tak asing dengan
sebutan itu. Karena beliaulah “ Satu Jiwa” tetap berkobar. Berawal dari kata “ Satu Ulya Satu Jiwa” yang
tetap eksis “Satu Jiwanya” walaupun sudah kelas 3 ulya. Mungkin kata ini akan selalu ada menemani kita
saat wisuda, ataupun waktu yang akan memisahkan jarak di antara kita, tetapi “ Satu Jiwa” tetap ada di
dalam hati.

“Assalamu’alaikum.” Ucapan salam dari salah satu sahabatku yang sontak membuyarkan
lamunanku “ waalaikum salam mbah, kamu ituloh bikin kaget aja.” Jawabku. “ lagi mikir apa sih Num kok
terkejut segitunya? Balas Mbah yai. “ biasa to Mbah lagi bayangke diwisuda, tapi nasibe JAMUATI
bagaimana? “ Sudahlah Num gak usah terlalu dipikirkan, dipikir santai aja.” Jawab Mbah yai. Dan
kuterdiam sejenak sembari khayalan ini selalu berpikir.

JAMUATI? Apa itu? Iya “Jamu Ati” merupakan salah satu majlis yang dibentuk oleh Satu Jiwa
yangmana bertujuan untuk membudayakan ngaji serta mempererat tali silaturahim dan sholawat
bersama. Di dalamnya tidak hanya itu aja tapi ada “ one house to other house” kenapa disebut “one
house to other house?” sebab JAMUATI itu dilakukan dari satu rumah ke rumah yang lain.

Pada sore ini aku masuk kelas terlambat bukan karena disengaja sebab ada urusan yang harus
diselesaikan. Namun ku terbayang lagi jika esok saat momen wisuda telah tiba, yangmana kan ku
tinggalkan madrasah tercinta ini, dan semua kenangan yang telah kita ukir bersama di Satu Jiwa. Ku lihat
satu persatu sahabatku, tak kuasa air mata ini ingin menetes, namun apa daya ku tak dapat
melakukannya. Ku mengenal Satu Jiwa lebih dari sahabat. Madrasah sudah ku anggap rumahku. Di
dalamnya terdapat anggota keluarga yang lengkap, walaupun tak jarang kerikil kecil mengiringi. Namun
itu adalah hal yang sangat dirindukan saat mereka sudah pergi mencari jati diri masing masing.

Akankah esok jika hari itu telah tiba dimana aku dan mereka telah terpisahkan , mungkinkah
kutemui keluarga baru sebaik mereka? Ketika tawanya yang ikhlas lepas seperti tanpa beban. Ketika
candanya yang sangat dirindukan. Ketika kekonyolan yang hadir untuk menghibur sahabatnya yang
muram. Tuhan… pasti kurindu momen momen itu, ku yakin hanya merekalah Satu Jiwaku yang tak
pernah habis semangat juangnya.

Dan di depan sana berdiri Beliau wali kelas tercinta yang tak pernah henti pengorbananya
membimbing kami. Cintanya kepada kami tak pernah henti, mata sayupnya yang terlihat seperti bahwa
Beliau menaruh harapan yang sangat besar pada kami, untuk selalu mengharumkan nama madrasah
kami “ Athfal Islam tercinta.”
“Cah ganteng malah ngelamun, temanmu sudah pada mencatat itu loh nanti kamu ketinggalan”
sebuah suara menyadarkanku dari lamunan. Aku mencari asal sumber suara itu. Tersenyum lalu ku
jawab “ iya pak, minta diulang kembali yang pengertiannya pak?” sahutku. “ sudah tinggal aja pak, sinum
emang gitu sukannya melamum terus” sahut satu kelas. Tapi disitulah terkadang timbul tawa yang ikhlas
tanpa ada beban.

Anda mungkin juga menyukai