Anda di halaman 1dari 12

Sebuah Pelangi

Aku pernah bertanya pada angin tentang masa lalunya, lalu angin menjawab "
Masa laluku tetap diriku ini, aku hampir tak mengingatnya karena hampir semuanya
cerita tentang keindahan".

Aku bertanya kembali "kalau memang seindah itu kenapa tak kau ingat ?.“

Angin menghening dan berteriak, "aku tak bisa mengingatnya sebab semua
ingatanku tertutup oleh senyum pelangi yang kerap berjumpa denganku.”

Aku penasaran akan apa yang angin sampaikan, aku pun berucap “Beri tahu
aku dimanakah diriku dapat berjumpa dengan pelangimu itu!.”

Angin berbisik " Pelangiku hanya untukku, aku tak akan membiarkannya
terjamah oleh siapapun.” Aku menyahut "Lantas, bagaimana aku dapat melihat
keindahan yang kau kisahkan kepadaku?,” ucapku dengan nada tinggi kesal.

Lalu angin berucap kepadaku, “Aku telah menjumpai pelangiku yang begitu
elok didunia yang fana' ini, maka kau pasti juga akan menemukan pelangimu sendiri
esok nanti". Mendengarnya aku tertegun, terpaku, aku pun menjawab "baiklah
angin, aku akan mengembara mencari pelangiku sendiri dan akan membuat dunia
yang penuh warna dengannya.” Namun, akankah aku bisa? , aku bergumam dalam
hati.

Akhirnya, setelah melakukan pertimbangan yang sedikit dalam, aku pun


melakukan pengembaraan mencari pelangiku atas saran dari angin itu. “Aku akan
mencari pelangi yang paling sempurna untuk diriku.” Ucapku dalam hati seraya
tersenyum semangat.

Aku mulai berjalan menyusuri bumi hingga indraloka demi mencari pelangiku
itu, dalam perjalananku aku bertemu dengan berbagai makhluk. Dalam minggu
pertama aku berjumpa dengan sesosok petapa sebut saja Sang Bayu, dalam
pertemuan itu Sang Bayu bertanya, “hai kawan, aku telah memperhatikanmu
beberapa hari ini, kau terlihat begitu bersemangat dalam sebuah perjalanan yang
entah apa tujuanmu itu, aku melihat raut bahagia dalam wajahmu yang lugu, lalu
kalau boleh bertanya, memangnya apa yang memotivasimu melakukan perjalanan
ini?.” Tanya Sang Bayu kepadaku.
Dengan wajah yang masih bersemangat aku menjawab, “ wahai petapa aku
sejatinya sedang mencari sesuatu yang berharga untuk diriku, aku sedang mencari
pelangiku untuk warna dalam hidupku.” Sang Bayu menanggapi, “apakah kau
sudah menemukannya saudaraku?, yang kau idamkan itu?.”

“Belum bayu, aku masih mencari,” Namun, tak dapat dipungkiri aku memang
telah berjumpa dengan berbagai keindahan yang menakjubkan,” tapi, aku masih
berusaha mencari yang lebih indah lagi, ucap batinku. Aku pun berpamitan pada
petapa tersebut untuk melanjutkan perjalananku.

Sebelum itu Sang Bayu memberiku nasehat “ingat ya nak, jangan terlalu
fokus mencari yang kamu harapkan (kesempurnaan) hingga terlena dan melupakan
apa yang baik untuk hidupmu.” Apa sebenarnya yang dimaksudkan dia ya?, batinku.
“baiklah,” jawabku singkat.

Aku mulai beranjak dari tempat tersebut dan bergegas menuju tempat yang
aku rencanakan ku kunjungi selanjutnya yakni, kawasan negara timur tengah lebih
tepatnya maroko. Bagi sebagian orang mungkin aku terdengar sedikit gila karena
mencari pelangi di kawasan yang saat itu dalam musim panas sehingga mustahil
hujan turun, tapi ini bulan soal pelangi.

Aku menyusuri tempat demi tempat mengendarai sandalku yang mulai usang,
aku mulai mendaki gunung-gunung disana mulai dari gunung Atlas hingga gunung
rif. Demi mencari pelangiku. hingga dalam satu waktu aku bertemu dengan suatu
ciptaan Tuhan yang begitu indah, aku terpana akan itu, apakah ini takdirku,
gumamku dalam hati.

Aku hanya dapat memandangnya dari kejauhan sekedar mengagumi, hingga


akhirnya aku memberanikan diri untuk berkenalan dengannya, namanya Layla
nama yang indah bukan, seperti orangnya yang cantik. Aku memperkenalkan diriku
sebagai Musa lalu terjadilah percakapan. “Layla nama yang indah,” suaraku lirih
sambil tubuhku gemetar. Layla pun menjawab, “ah kamu bisa saja.” Aku terkejut
karena pada awalnya aku berkenalan dalam bahasa arab. Aku heran dan bertanya,
“kamu bisa bahasa Indonesia Layla?”, Layla menjawab “iya Musa aku sebenarnya
WNI, aku merantau kesini untuk belajar.”
Setelah percakapan tersebut, tubuhku semakin gemetar, aku sangat kagum
dengan makhluk ciptaan Tuhan yang begitu indah ini, benar si Layla ini. Pada
akhirnya aku jatuh tersungkur pingsan dihadapan Layla ini mungkin karena aku
terlalu lelah dan dehidrasi. Saat aku membuka mata aku bingung karena aku berada
dikMusa yang sederhana, ternyata itu kMusa Layla. “dimana aku?,” aku bertanya
dengan heran dan penasaran kenapa tiba-tiba ada disini. “Kamu dikMusaku Musa”,
sahut Layla dengan senyuman yang begitu maniss.

“Astaghfirullah, aku harus segera pergi,” disatu sisi aku masih merasa lemah.
“tidak sepantasnya seorang lelaki berduaan disatu rumah bersama seorang wanita,”
apalagi wanita yang begitu manis sepertimu, sahutku dalam hati. “tenang saja Musa
aku disini bersama keluarga pamanku yang juga merantau untuk bekerja,” aku
menghela nafas lega. “ini makan dulu, aku telah membuat kamu sup, agar kamu
cepat sehat,” Ucap Layla dengan nada yang begitu Halus menenangkan hehe;). Aku
sebenarnya ingin menyantapnya namun, tubuhku masih begitu lemah dan tak bisa
digerakkan, Layla memperhatikanku mungkin dia melihatku begitu lemas, dia
berkata “kamu masih lemas, biarkan aku saja menyuapimu,” dengan sedikit rasa
tidak enak aku membiarkannya menyuapiku karena pada saat itu aku memang
dalam lapar dan lemas.

Layla mulai menyuapiku, dalam hal itu terjadilah percakapan, “kamu begitu
baik Layla,” kemudian pamannya menyahut, “iya keponakanku memang sangat baik
dan juga cantik,” Jawab sang paman sambil menggodaku. Tapi tak dapat dipungkiri
dia memang begitu cantik, bukan tapi cantik sekali. Layla menyahut, “paman, jangan
seperti itu aku jadi malu,” dia berkata sambil pipinya yang berubah kemerahan,
begitu manis memang. Kami mulai dekat dan berbincang, “kamu kok bisa sampai
disini ?,” tanya Layla. “aku sedang mencari sesuatu yang hilang dariku Layla,”
Sahutku. “apa yang kamu maksudkan itu Musa?, aku tidak faham.” Aku terdiam
sekejap, “aku belum bisa memberitahumu Layla, maaf,” Jawabku sambil tersenyum
canggung.

Hari demi hari tubuhku mulai pulih, aku dan Layla pun juga mulai berteman
saling tukar cerita dan lain sebagainya umumnya teman. Setelah aku pulih
seutuhnya aku memutuskan untuk tinggal beberapa bulan lagi disini dengan
menyewa rumah dan bekerja ditoko dekat rumah paman Layla agar aku masih bisa
menyawang Layla setiap hari, sebenarnya paman Layla mempersilahkan aku untuk
tinggal dirumahnya namun aku merasa segan dan tak enak hati, meskipun
sebenarnya aku ingin. Hari demi hari berlalu aku dan Layla mulai berteman dekat,
kami sering menghabiskan waktu bersama, Layla memiliki teman dekat bernama
Jasmine dia juga mahasiswa WNI kami kerap pergi bertiga menghabiskan waktu
bersama, katanya kan kalau hanya berdua yang tengahnya setan (hehe..).

Pada suatu waktu kami pergi berdua tanpa Jasmine ke sebuah tempat lebih
tepatnya di menara hassan (salah satu bangunan terkenal di Maroko) kami berjalan-
jalan berkeliling bangunan bersejarah tersebut, berbicara ringan mengenai sejarah,
peristiwa atau apapun itu tentang pengalaman ringan. Hingga akhirnya kami mulai
bercerita tentang hal yang lebih mendalam istilahnya sekarang mungkin deeptalk,
Layla mulai bercerita kepadaku bahwa dirinya merasa kesepian dia berharap
memiliki seseorang dihidupnya, mendengar itu aku berucap, “seseorang dihidupmu?
Maksudmu?”, aku tidak faham apa yang dia katakan. Dia menjawab, “iya, aku ingin
memiliki seseorang yang dapat menghiasi hidupku dengan penuh warna-warna yang
indah”, “kamu tau sebelumnya aku adalah orang yang sering merenung dan
menangis didalam kMusaku, namun setelah bertemu seseorang yang baru itu
membuatku menjadi lebih menikmati kehidupanku dengan banyak senyuman, kamu
tahu seseorang itu ada disampingku sekarang” ,sambung Layla. Aku melamun
terdiam terpaku tertegun, Saat itu aku belum cukup berani mengungkapkan isi
hatiku, karena aku payah soal percintaan. Layla menepukku dan aku terkaget.
“hey.... Hey..., hey Musa”, dia mengagetkanku dengan senyum indah melintang di
bibirnya. Aku terkejut dan hampir terjungkal, Layla berkata, “aku bercanda Musa”,
dia tertawa lepas melihatnya sedangkan aku tersenyum melihatnya. Percakapan
pun berakhir, kami kembali ke rumah masing-masing.

Aku mulai dekat dengan keluarga pamannya, bahkan seperti keluarga sendiri,
si paman jika dalam kesulitan aku yang dimintai bantuan, dan aku dengan senang
hati membantu. Si paman bercerita padaku bahwa Layla kehilangan sosok ayah
sedari kecil karena ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Aku terkejut,
“innalillahi WA inna ilaihi rooji'un”, kataku. Paman menyahut, “beberapa waktu ini dia
(Layla) dapat tersenyum lepas saat bertemu denganmu, paman berpesan jaga dan
jangan sakiti dia ya”. Wajahku memerah sedikit malu, ternyata yang dibicarakan
Layla tempo waktu ternyata benar dari dalam hatinya. Aku menyahut pada paman,
“sebelumnya memang seperti apa sikap Layla paman?”, “dia memang gadis yang
baik mudah tersenyum tapi dibalik itu semua dia sering bersedih dibalik tembok
kMusanya, namun setelah kau berjumpa dengannya aku hanya mendengar dan
melihat senyumnya meskipun dibalik kMusanya, dia terlihat begitu bahagia”,
Pungkas paman. “baik paman, aku akan berusaha menjaga Layla dengan baik
paman”, aku menjawab dengan sedikit keraguan. “Terima kasih Musa”, “baik paman,
aku berusaha”.

Pada malam hari dalam mimpi angin menemuiku dan berkata, “bagaimana
pelangimu apakah sudah kau temukan?”, dengan tersenyum aku menjawab,
“mungkin aku menemukan yang lebih indah dari pelangi”. “siapa dia?”, aku
membalas, “seperti yang kau bilang pelangiku adalah milikku sendiri”, jawabku
sambil tertawa meledek angin, angin ikut tertawa lepas melihatku. Tak berselang
lama aku terbangun rupanya sudah subuh, aku bergegas mengambil wudlu' dan
melaksanakan sholat subuh.

Aku berehat sejenak karena memang masih terlalu fajar untuk beraktivitas.
Ditengah rehatku aku mendengar ketukan pintu dari luar , siapa itu ya Kira-kira, aku
bergumam dalam hati. Aku beranjak dari tempat rehatku dan membuka pintu, aku
kaget terheran karena di luar tiba-tiba ada Jasmine yang memberi salam lirih
kepadaku. “Assalamu’alaykum Musa”, aku menjawab, “wa'alaykumussalam
warohmatullah, ada apa Jasmine kamu pagi-pagi kesini?”. Jasmine menyahut, “ada
yang mau aku sampaikan padamu Musa”, Ucap Jasmine sedikit panik. Aku
mempersilahkan dia untuk duduk (karena memang di depan rumah terdapat kursi
dan meja) namun, Jasmine menolaknya seraya berkata, “disini saja Musa, aku
hanya sebentar kok”. Aku penasaran, “apa yang ingin kau sampaikan itu?, kamu
terlihat panik”, aku sedikit menyengir mencairkan suasana. “Aku ingin bicara serius
denganmu”, mendadak suasana menegang, “aku... Sebenarnya aku mencintaimu
Musa, aku sangat mencintaimu Musa”. Aku terdiam memaku, Jasmine melanjutkan
ucapannya, “aku mencintaimu, itu hakku jika kamu tidak mencintaiku aku tidak apa-
apa karena itu hakmu, mencintaimu adalah pilihanku kamu tidak mencintaiku itu
pilihanmu, aku tak bisa memaksamu... Hehe”, aku semakin terpaku dan tertegun
terdiam seribu bahasa, mendengar pernyataannya. Dia berkata lagi , “aku sudah
lega menyampaikannya padamu, aku pamit, assalamu’alaikum”. Aku masih diam
membatu membiarkan dia pergi “wa'alahkumussalam, jawabku lirih pada Jasmine”.
Matahari telah bersinar, namun aku masih termenung memikirkan pernyataan
Jasmine tadi, dia memang cantik baik dan sumringah, namun entah mengapa hatiku
masih milik Layla. Masih terbayang-bayang ucapan Jasmine padaku, itu sedikit
mengganggu pekerjaanku, karena selalu terpikirkan ucapan Jasmine dalam benakku
terbesit apa motif Jasmine, aku ini siapa dia bisa begini, berani sekali dia
mengutarakan perasaannya padaku.

Dalam beberapa hari aku mengurung diri di rumah sendiri aku kerap
termenung dikMusa seraya mengingat kata-kata Jasmine dan juga Layla, mereka
berdua adalah orang yang sangat baik, tapi hatiku masih milik Layla, hingga pada
akhirnya aku dan Jasmine menjadi canggung, setiap bertemu denganku dia selalu
memalingkan pandangannya, aku merasa tidak enak hati dengannya, sehingga aku
pun memberanikan diri bertemu berdua dengan Jasmine untuk meminta maaf,
namun saat kami berdua sedang bertemu, Tiba-tiba ada Layla yang lewat melihat
kami berdua. Layla terlihat murung dan langsung pergi dari tempat pertemuanku dan
Jasmine. Aku tambah merasa bersalah pada mereka berdua, aku bingung.

Sampai pada akhirnya aku mendengar kabar bahwa (Layla) di lMusa oleh
teman sekolahnya, aku mendengar ini dari beberapa mahasiswa yang satu kampus
dengan Layla. Padahal aku baru saja berniat untuk mengutarakan perasaanku pada
Layla perihal rasa yang tak berwujud, tak memiliki kata, dan tidak dapat diucapkan
ini. Sejenak aku merasa hancur, tidak hancur sekali seorang yang aku cinta akan
menjadi milik orang lain, dengan ini aku memutuskan untuk pergi kembali ke
kampung halamanku di Indonesia, aku merasa tak ada tujuan lagi aku berada disini.
Aku berpamitan pada keluarga paman Layla perihal kepulanganku ini, sang pan
bertanya, “kenapa kau Musa, ada apa kenapa kau mendadak ingin kembali ke
kampung halamannya?,” aku menjawab, “ada urusan keluarga mendadak paman”,
sebenarnya aku merasa pelangiku telah hilang, unek batinku. “Baiklah Musa,
berhati-hatilah,” Pesan paman kepadaku. “Assalamualaikum, sampai jumpa paman”,
wa'alaykumussalam,sampai jumpa Musa”.

Aku berpamitan pada Jasmine dan mengatakan semuanya, aku meminta


maaf padanya karena aku tidak bisa membalas perasaannya padaku. Aku berterus
terang bahwa aku sangat mencintai Layla, Jasmine menangis dengan kencang, dan
aku membiarkannya sekejap untuk menangis hingga hatinya lega aku menepuk
pundaknya, sambil berpesan, “Jasmine untuk sekarang ini aku memang belum
mencintaimu, namun siapa yang tahu tentang masa depan, tetaplah semangat,
kamu pasti bisa mendapatkan yang lebih baik dariku”. Jasmine hanya tertunduk, aku
pun pamit untuk pergi. Saat aku berjalan menjauh tiba-tiba Jasmine berteriak
memanggilku, “Musaaa.....”, panggil Jasmine dengan suara lantang, aku menoleh
kepadanya dan dia menghampiriku dan berkata, “kalau kamu mencintai dia (Layla),
lantas kenapa kamu malah ingin menjauh darinya?”, aku terdiam dan mataku sedikit
berkaca-kaca, “aku mendengar kalau Layla dilMusa oleh temannya, tujuan hidupku
seakan musnah, hehe”, jawabku sambil tersenyum. Jasmine beranjak dari tempat
semula berlari memelukku dan berkata, “kalau Layla tidak mau, bawa aku saja
Musa, aku mencintaimu”, Jasmine membujuk. “kamu kan masih meneruskan
studimu di sini, jadi kamu harus menyelesaikannya, semangatlah Jasmine”, aku
langsung beranjak dari tempat itu dan bergegas pergi ke bandara, untuk kembali ke
kampung halamanku.

Dalam perjalanan ini aku masih terbayang senyum indah Layla yang melekat
abadi di bibirnya, mata yang indah dan memesona itu. Akhirnya aku sampai kembali
ke kampung halaman yang asri dan Indah ini, aku sangat senang tapi juga sangat
sedih. Di desa aku disambut hangat oleh angin, “bagaimana pelangimu kawan?”,
tanya angin. “aku tak tahu bagaimana lagi”, jawabku sambil tersenyum lebar. Aku
meneruskan hidupku dengan berkuliah dan bekerja sampingan untuk mengisi
kekosonganku ini.

Di sisi lain ternyata Jasmine memberitahu Layla tentang kepergian Musa, dia
memarahi Layla dan berkata, “apa maumu sebenarnya Layla?, hingga Musa
memutus harapan cintanya padamu”, ucap Jasmine dengan nada tinggi.
“memangnya kenapa dia?, apa benar dia mencintaiku?.” Ucap dia keheranan. “aku
mengutarakan cintaku pada Musa tapi dia, memilih mencintaimu Layla, dia sekarang
telah pergi kembali ke indonesia,” Ucap Jasmine kepada Layla. “Aku menjauhinya
karena ku pikir kalian ada hubungan spesial, saat aku melihat kalian berdua itu, aku
pernah melirik saat pagi itu. sejujurnya aku juga sangat mencintai Musa, aku ingin
menjadi bagian dari hidupnya, dan sekarang kenapa dia pergi begitu saja!”, ucap
Layla sambil terisak tangis, “kenapa kamu meninggalkanku tanpa sepucuk kata
Musaa?..”, tangis Layla semakin menjadi-jadi. Jasmine memeluknya “saat kami
bertemu berdua itu dia menolakku dan meminta maaf karena dia lebih memilihmu
Layla, dan dia tidak berpamitan denganmu karena dia bilang kalau kau dilMusa oleh
teman sekolahmu, jadi dia takut akan menggangu hubunganmu”. Layla terdiam dan
berucap, “aku menolaknya Jasmine, aku menolaknya karena aku begitu mencintai
Musa, aku mencintai Musa”, Layla menangis semakin keras. Kehidupan Layla
kembali pada saat sebelum bertemu dengan Musa, dia kerap termenung, dan
bersedih dibalik tembok kMusanya. Ternyata Layla menganggapku sebagai
pelanginya juga tanpa aku ketahui.

Kembali ke kehidupanku di kampung, aku tak pernah berpikir ternyata


mencintai dalam diam itu sesakit ini, semengerikan ini, dan sesedih ini. “Seandainya
waktu itu aku berani mengungkapkannya pasti dia tak akan jadi milik orang lain”,
anggapku sebelum tau kalau lMusaannya ditolak. Hari demi hari kulalui dengan
memulai sedikit senyum di bibirku meskipun palsu. Sampai pada satu titik aku
teringat ucapan sangat bayu, “ingat ya nak, jangan terlalu fokus mencari yang kamu
harapkan (kesempurnaan) hingga terlena dan melupakan apa yang baik untuk
hidupmu.” Apa mungkin aku terlalu fokus pada Layla hingga Aku menolak Jasmine
ataukah seperti apa?, gumamku dalam hati.

Setelah mempertimbangkan lagi aku memutuskan untuk kembali ke Maroko


setelah beberapa bulan pulang kampung, bukan untuk Layla tapi untuk Jasmine.
Aku telah mengatur perjalananku yang panjang itu dengan persiapan yang matang,
akhir telah sampai pada hari H keberangkatan, “aku tak sabar bertemu Layla”,
gumamku lirih, “eh kenapa Layla yang aku maksud adalah Jasmine kan?, ingat
Musa, ingat tujuanmu”, ucapku pada diriku sendiri.

Singkat cerita aku telah tiba di Maroko aku tak memberi tahu siapapun
tentang kedatanganku, aku mencoba menghubungi Jasmine untuk mengajaknya
bertemu dan Jasmine menerima ajakanku. “assalamu’alaikum, hallo Jasmine apa
kita bisa bertemu?”, aku meneleponnya. “wa’alahkumussalam, aku mau saja tapi
kamu jauh di Indonesia kan?”, sahut Jasmine heran. Aku pun memberitahukan
perihal kedatanganku ke Maroko kembali setelah beberapa bulan. Kami berdua
bercakap-cakap lewat telepon beberapa menit dan disepakati kita bertemu di
menara hassan.

Akhirnya kami bertemu dihari yang ditentukan, kami mulai berbincang, “apa
kabarmu Musa?”, Jasmine mengawali. “aku baik Jasmine, bagaimana denganmu?”.
Jasmine menjawab ku dengan menatap tajam kedua mataku , “aku sempurna”,
ucapnya sambil berkaca-kaca. “apa tujuanmu kembali ke Maroko ini Musa ?, kamu
ingin menjumpai Layla kembali?”, tanya Jasmine kepadaku. “tidak, aku ingin
berjumpa denganmu, ada yang ingin ku sampaikan padamu”, sahutku. “apa itu?”
(Jasmine) . “Sebenarnya Aku telah merenung untuk ini Jasmine, aku berpikir
mungkin Layla bukan pelangiku, tapi kaulah pelangiku pengisi warna hidupku, aku
ingin kau bersama ku”, ucapku dengan nada terbata-bata. “tidak Musa, aku tidak
ingin manjalin hubungan 1 pihak saja, pelangimu adalah Layla begitu pun Layla kau
adalah pelanginya, aku sangat senang mendengar pernyataanmu Musa, namun
semua itu adalah kebohongan aku tau kalau hatimu hanya milik si Layla”, ucap
Jasmine dengan nada sedikit lantang sambil menahan tangisnya. Aku bertanya,
“bagaimana mungkin Layla adalah pelangiku sedangkan dia telah dilMusa oleh
orang lain?”, aku bertanya dengan nada lantang. Jasmine menyahut dan berteriak,
“dia menolaknya Musa...., Layla menolaknya, dia berkata padaku kalau dia sangat
amat mencintaimu Musa”.”Lalu kenapa dia seakan menghindari ku?” , aku bertanya
penasaran. “dia seperti itu karena saat kita bertemu berdua dulu saat kau memilih
Layla daripada aku, dia mengira kalau kita ada hubungan spesial, dia peduli dengan
pertemanan kami sehingga mengorbankan perasaannya untukku, sekarang temui
dia Musa temui Layla dan beritahukan yang sebenarnya padanya”, sambung
Jasmine. Aku kaget “apa mungkin seperti itu?,” aku ikut terharu tentang
pengorbanan Layla. “Aku tidak berbohong pada orang yang aku sayang Musa,
sekarang ayo temui dia (Layla)”, ucap Jasmine. “tapi Jasmine, bagaimana dengan
perasaanmu Jasmine?, apa kamu baik?”. “aku tak apa, aku tak mau cinta dalam
satu pihak saja, mungkin taqdir kita berbeda Musa mungkin pelangiku belum terlihat
untukku”, (tersenyum menahan isak tangis). “terimakasih Jasmine aku juga
menyayangimu, kalau begitu aku akan menjumpai Layla sekarang, sampai jumpa
Jasmine, aku pamit menemuinya dulu”. “semangat Musa, sampai jumpa”.

Aku bergegas pergi kerumah paman Layla untuk bertemu dengan Layla, aku
menguluk salam didepan pintu, “assalamu’alaikum”. Suara lembut menyahut dari
dalam rumah, “wa’alahkumussalam warahmatullahi”, pintu rumah terbuka, aku
melihat Layla bak bidadari turun dari khayangan, begitu cantik dan anggun. “Musa,
kaukah itu”, sambil memandang iku. “iya ini aku Layla”, Layla memelukku dan
menangis dipelukanku, dia mendorong ku dan bertanya “kenapa kamu menghilang
Musa, aku sangat terpuruk”, kalian bisa membayangkan betapa imutnya seorang
Layla ketika memarahiku dengan pipi merahnya yang indah itu. “maafkan aku Layla,
aku pergi tanpa pamit”. “aku membencimu Musa, sangat benci”, tapi dia malah
kembali memelukku lebih erat, dia terlihat sangat lucu ketika marah ternyata. “kau
membenciku?, tapi kau memelukku”, kataku sambil tersenyum memandang
wajahnya Layla yang membersut dengan pipi merahnya yang indah.

Aku membuka percakapan, “bagaimana kabarmu Layla”. “ Aku buruk Musa,


kamu pergi tanpa pamit seperti jailangkung”, sahut Layla tertawa di tengah
sesenggukan tangisnya. Aku sangat menikmati waktu ini awokwkwkwkwkkw hatiku
tak dapat ter utarakan. “kenapa kau begitu sedih saat aku pergi?”, dengan cemberut
Layla menjawabku “siapa yang sedih, aku tidak sedih untuk qpq sedih untukmu
Musa itu tidak berguna”, ucap Layla sembari memelototiku. “baiklah kalau begitu aku
akan pergi kembali”, sahutku pada Layla. “jangan...., kamu tidak boleh pergi, kamu
belum memberitahu aku tujuanmu kesini saat awal bertemu aku”, ucap Layla
mungkin itu alasannya saja ,aku tertawa ringan. “Aku mencari pelangi Layla”. “apa
maksudmu pelangai itu, apa kamu menemukannya sehingga kamu pergi dari sini?”,
tanya Layla penasaran. “Kalau aku menemukannya aku pasti akan membawanya
bersamaku, pelangiku adalah seseorang yang menambah warna hidupku, tapi aku
sudah menemukannya”, jawabku. “apa si Jasmine itu?”, ucap Layla. Aku
menggodanya, “kalau Jasmine kenapa?”. Layla mendorongku keras menolehkan
pandangannya, “sana pergi ke Jasmine mu itu aku tak peduli”, Ucap Layla keras
dengan wajah memerah. Aku mendekatinya dan merangkulnya, “pelangiku adalah
kau Layla, aku mencintaimu”. Pipi Layla memerah sedikit malu dan menjawab,
“apakah itu benar?, bagaimana kalau kau bukan pelangiku”. “Jasmine telah
mengatakan semuanya, aku tau”, sahutku. “arghh, iya aku mencintaimu, tidak aku
sangat mencintaimu Musa, kamu jangan pergi dariku lagi ya”, ucap Layla dengan
nada keras, hingga paman keluar mendengarnya.

Paman datang, Layla mendorongku keras hingga hampir terjungkal dan dia
malah menertawaiku ,”selamat datang kembali Musa”, sapa paman dengan santai,
“bagaimana kabarmu Musa”, lanjut paman. “Mungkin sedikit sama seperti Layla,
(ejekku pada Layla), bagaimana kabar paman?”. “Aku baik, alhamdulillah, kalian
teruskan mengobrol saja paman mau masuk dulu”. “baik paman”, sahut kami
berdua. “Musa, kenapa kamu pergi mendadak Musa?”, ucap Layla kepadaku
dengan sedikit canggung. “aku masih disini, aku tidak pergi kok”, jawabku menggoda
Layla. “maksudku kemarin kemarin kamu pergi tanpa memberitahuku”, sahut Layla
dengan sedikit cemas. “aku mendengar kabar kalau kau dilMusa temanmu, aku
merasa bukan siapa-siapa daripada aku merasa sakit, lebih baik aku pergi tidak
menggangumu Layla, lalu Jasmine memberi tahuku semuanya, dan sekarang aku
kembali”, jawabku dengan sedikit penegasan. “Aku menolaknya Musa, entah kenapa
aku merasa aku lebih mencintaimu”, ucap Layla dengan nada lirih. “Layla”, “iya
Musa”. “sejujurnya aku tak tahu mengapa pikiranku dan hatiku menjadi milikmu, aku
tak tahu apakah ini cinta, tapi aku menyukai ini, aku mencintai bagaimana cara
Tuhan membuatku jatuh cinta padamu”, ucapku pada Si Layla. Akhir dari cerita ini
adalah persatuan antara Musa dam Layla dalam janji suci pernikahan namun ini
bukanlah akhir.

Akhirnya adalah aku terbangun dari tidur panjangku, aku tersadar dan Layla
ada disampingku ternyata cerita ini semua adalah mimpiku, aku mengalami koma
selama beberapa hari lebih tepatnya 40 hari. Kalian tahu kenapa aku begitu
mencintai Layla dalam cerita ini, iya betul karena Layla adalah istriku yang sangat
setia. Pada hari itu aku terbangun, “Siapa kamu?”, aku bertanya dengan setengah
sadar kepada Layla. “Musa, Kamu sadar Musa..”, ujar Layla keheranan disertai
tangis bahagia di wajah manisnya yang setia menungguku sadar dari koma tersebut.
“Siapa kamu, kamu begitu cantik”, kataku aku masih linglung. “Aku istrimu sayang”,
ujar Layla dengan rasa cintanya. Setelah aku mulai sadar Layla bercerita kepadaku
kalau Aku habis mengalami sebuah insiden hingga akhirnya koma.

“kamu tahu Layla, aku sangat mencintaimu sehingga dalam mimpiku pun aku
sangat mencintaimu”, ucapku pada Layla. “aku juga mencintaimu selalu
mencintaimu Musa”, ujar Layla dengan lemah lembut kepadaku disertai isak tangis.
“Terimakasih Layla karena kamu telah memilihku untuk mencintaimu”. Layla meraih
tubuhku yang lemah diatas kasur dan memelukku dengan erat serta berbisik, “aku
yang harusnya berterimakasih padamu karena telah memilihku”. Tangis diantara
kami pun tak terbendung hingga akhirnya pecah.

Begitu besarnya cinta Musa pada Layla sehingga dalam alam bawah
sadarnya pun cintanya pada Layla begitu besar. Mungkin ini adalah akhir, mungkin
juga ini adalah awal, kita tidak tahu bagaimana rencana Tuhan kedepannya, yang
terpenting gantungkan lah semua kepada Allah, jangan gantungkan harapanmu
pada seorang manusia, karena semua keinginan adalah milikNya.

Anda mungkin juga menyukai