Namaku adalah Lendy Dyah Vannesa, biasa dipanggil Lendy. Sebenarnya aku dan kedua
orangtuaku tidak tahu apa arti nama depanku, aku hanya tahu arti dari nama belakangku. Dyah
memiliki arti “anak perempuan yang cantik” dan Vannesa memiliki arti “kupu-kupu”. Aku anak kedua
dari dua bersaudara. Ayahku bernama Adi Priyanto, Ibuku bernama Utami Yuliana, dan kakakku
bernama Ardianto Ivan. Aku lahir di desa terpencil, yaitu Desa Kalirejo pada tanggal 30 Juni 2004.
Aku dibesarkan di keluarga dan lingkungan yang cukup harmonis. Ayahku yang selalu tegas
kepadaku dan ibuku yang selalu mengerti keadaanku. Kakakku adalah sosok kakak yang kuat dan
gagah dimataku, karena dia selalu melindungiku sejak kecil. Aku mempunyai tetangga sekaligus
sahabatku, namanya Gea. Aku juga punya teman laki-laki bernama Janu, dia adalah anak teman
ayahku. Mereka semua adalah sosok yang berpengaruh dalam hidupku.
Tujuh belas tahun berlalu, kini aku duduk di bangku SMA kelas dua belas. Seiring
bertambahnya umurku, aku menjadi anak yang suka menyendiri dan tidak suka keramaian. Setelah
beraktivitas di luar rumah, aku lebih banyak menghabiskan waktu di kamar saat di rumah. Aktivitas
yang kusukai adalah tidur, sampai suatu waktu aku menemukan keanehan pada saat tidur. Setiap
bermimpi, aku bisa menyadari jika sedang bermimpi bahkan bisa mengendalikan mimpi itu. Karena
merasa aneh dan bingung dengan mimpiku, akhirnya aku mencari tahu di situs penelusuran. Aku
menemukan fakta bahwa yang kualami adalah “lucid dream”.
“Lucid dream adalah momen ketika Anda sadar bahwa Anda sebenarnya sedang bermimpi karena
Anda merasa ada yang janggal dari suasana itu, bahkan lucid dream memungkinkan Anda untuk
mengendalikan apa yang terjadi dalam mimpi tersebut” bacaku dari suatu blog.
Menemukan nama dari keanehan itu memang menjawab kebingunganku. Tetapi di sisi lain
aku juga merasa penasaran, kenapa saat bermimpi aku merasa benar-benar nyata bahkan aku juga
bisa merasakan sakit jika terluka di mimpi. Karena sudah lelah memikirkan teori mimpi itu, akhirnya
aku memutuskan untuk tidur karena sudah larut juga.
“Siapa tahu malam ini aku bisa bermimpi dan menemukan jawaban untuk rasa penasaranku” ucapku
dalam hati.
Dan benar saja saat ini aku merasa sudah memasuki dunia mimpi. Aku membuka mataku
perlahan ketika mendengar suara kicauan burung.
“Dimana ini?” tanyaku sambil memerjapkan mata. “Hutan? Kenapa aku pakai pakaian kerajaan
zaman dulu?” lanjutku ketika sudah sadar sepenuhnya. “Kenapa harus dihutan sih, gimana kalau
nanti ada hewan buas?” kesalku pada diri sendiri.
Meskipun merasa takut, aku memutuskan untuk berjalan tanpa mengetahui arah mana yang
aku ambil. Aku berharap bisa menemukan orang lain di dalam hutan ini. Setelah berjalan selama
kurang lebih setengah jam, aku merasa haus. Aku ingin mencari sungai untuk minum, namun tidak
tahu sungai berada di sebelah mana.
“Maaf, apa Anda tahu sungai berada di sebelah mana” tanyaku pada wanita itu. “Saya merasa haus
dan bermaksud mengambil air sungai untuk minum” lanjutku.
Wanita itu tetap diam tidak merespon apapun. Karena wanita itu tidak merespon apapun,
aku melihat berbagai arah bermaksud untuk mencari keberadaan sungai. Namun tiba-tiba wanita itu
berlari menujuku.
“Nesa? Apa kamu benar Nesa?” tanya wanita itu sambil berkaca-kaca.
“Lendy? Nama kamu kan Dyah Vannesa, apa kamu menambah nama baru? tanya wanita itu sambil
memasang ekspresi kebingungan. “ Sudah tujuh tahun kamu tidak bertemu denganku, kenapa
ekspresimu biasa saja, Nesa? Lanjutnya.
“Maaf, mungkin Anda salah orang” jawabku. “Saya di sini cuma bermimpi” lanjutku lalu melangkah
mundur bermaksud pergi dari wanita itu.
“Tunggu!” ucapnya sambil memasang ekspresi sedikit kecewa. “Mungkin.. kamu lupa ingatan ketika
bertapa” lanjutnya.
“Ha? Bertapa selama tujuh tahun? Apa aku disini menjadi keturunan Dewi?” monologku dalam hati.
“Perkenalkan namaku Dyah Elakshi Gantari, dulu kamu memanggilku Lakshi” ucapnya sambil
menawarkan tangan. “Aku sahabatmu sejak kecil, kita berpisah karena kamu bertapa” jelasnya.
“Namamu Dyah Vannesa, nama panggilanmu Nesa” potongnya. “Ayo pulang! Semua orang di
Antargata sudah menunggu kedatanganmu sejak lama” ajaknya.
“Antargata?” tanyaku.
“Aku seorang putri kerajaan?” tanyaku lagi sambil memasang ekspresi kebingungan.
“Sampai? Dimana desa dan kerajaannya?” tanyaku sambil menoleh kiri kanan.
“Kerajaan Antargata memang tersembunyi dan tidak sembarang orang bisa masuk ataupun
melihatnya, hal itu bertujuan untuk melindungi rakyat Antargata” jelasnya.
“Lalu.. bagaimana cara supanya aku bisa melihat dan masuk ke Antargata?” tanyaku lagi.
“Kamu itu seorang putri di Kerajaan Antargata jadi caranya cukup mudah, kamu tinggal tutup mata
dan berkata kalau kamu sudah pulang” jelasnya.
Meskipun aku merasa takut dan bingung, aku tetap mencoba cara seperti yang dijelaskan
Lakshi. Aku mulai menutup mataku.
“Saya... Dyah Vannesa telah pulang ke Kerajaan Antargata” ucapku dalam hati.
Setelah mengucap hal itu aku perlahan membuka mataku. Dan benar saja sekarang aku bisa
melihat suatu gerbang yang besar yang tinggi.
“Ini adalah gerbang utama untuk memasuki wilayah Kerajaan Antargata” jelasnya.