Anda di halaman 1dari 4

Menurut kalian, apakah hantu yang mengganggu itu artinya ia menyukai manusia?

Ini adalah malam pertamaku merasakan tinggal di pondok pesantren. Pesantren ini
terletak tidak jauh dari keramaian kota, ia berada ditengah perkampungan yang masih sangat
asri dengan banyak sekali pohon besar nan rindang mengelilingi pondok pesantren tersebut.

“Ah, kok aku gak bisa tidur sih!” gerutuku dalam hati.

Jam menunjukkan pukul 01.00 WIB.

“Kok semuanya gampang banget sih tidurnya, memangnya mereka sudah langsung betah ya
disini ? kok cuma aku aja sih yang gak bisa tidur” kataku sembari menghela nafas.

(kamar di pondok pesantrenku ini diisi oleh 15 santri, termasuk aku).

Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil koperku dan menata baju ke dalam
lemari. Sejujurnya, sudah sedari sore aku mencoba merapikan bajuku, tetapi karena
perlengkapanku sangat banyak dan waktu yang diberikan untuk merapikan baju itu sangat
sedikit, pada akhirnya aku pun memutuskan untuk melanjutkannya nanti.

“Daripada gak bisa tidur, lebih baik aku membereskan baju saja deh. Lumayan kan besok
tinggal membereskan yang lain saja”

“Wah.. Ternyata baju dan perlengkapan yang kubawa sangat banyak ya. Eh, peralatan
mandiku dimana ya ?”

Saat sedang bingung mencari peralatan mandi sambil menengok ke kanan dan kiri,
seketika aku melihat ada seorang perempuan berbaju merah dengan rambut yang terurai
berjalan sambil menunduk melewati pintu kamarku. Jalannya sangat pelan hingga aku masih
bisa terus melihatnya. Sekitar 30 detik kemudian aku tersadar, melamun kemudian
bergumam…

“Ini kan pondok pesantren putra, kok ada perempuan?”

Saat itulah awal aku melihatnya, kisah yang terus menerus menyebar luas di kalangan
santri baru. Semua jadi mengenalku, karena cerita horrorku ini.

***
Perkenalkan, Namaku Bayu. Kisah ini terjadi sekitar 15 tahun yang lalu. Tetapi aku
masih saja mengingatnya sampai sekarang. Ini adalah awal dari serangkaian kisah
menyeramkan yang sejujurnya aku pun tidak pernah menginginkan kejadian tersebut terjadi
padaku.

Tiga bulan berlalu sejak kejadian pada malam tersebut, lambat laun aku mulai
mengenal seluk beluk pondok pesantren ini. Banyak kakak kelas yang tiba-tiba mendatangiku
hanya untuk bertanya tentang kepastian cerita yang sudah menyebar luas ke seluruh
pesantren.

“iya, memang kenapa kak?” Aku menjawab dengan malas seakan sudah lelah ditanya terus-
terusan, memangnya aku terlihat seperti sedang berbohong? Huh.

“Eh hati-hati loh, jika dia sudah menunjukkan wujudnya kepada orang yang dia inginkan,
bisa jadi dia suka sama kamu.” Jawab kak Bani dengan muka serius.

“Kak Bani nih bercanda aja, masa sih setan suka sama manusia”

Kakak kelas yang tadi bertanya padaku bernama ka Bani. Menurut rumor, dia itu anak indigo.
Memang sih dia tidak pernah berinteraksi dengan makhluk halus manapun, tapi dia dapat
melihatnya. Begitu kata teman-temanku.

“Beneran Bay, dia biasa dipanggil “Si Merah” dia sering menampakkan dirinya didepan
orang yang ia suka. Aku gatau kenapa dia bisa suka sama orang tersebut. Yang pasti, kalo
udah sekali liat dia, pasti seterusnya bakal sering ngeliat dia deh” jawab ka Bani dengan raut
muka yang sangat serius.

“Dia itu siapa sih ka?” Tanyaku yang sudah sangat penasaran, kok bisa sih dia tinggal di
tempat yang banyak orang melakukan shalat dan mengaji? Memangnya dia gak kepanasan
ya? Hehehe.

“Dia sudah lama ada disini, tempatnya disini.” Jawab ka Bani yang membuatku semakin
penasaran.

***

Genap tiga tahun aku bersekolah di Pondok Pesantren ini, dan perkataan ka Bani
masih terus membuatku penasaran. Buktinya aku tidak pernah lagi melihat “Si Merah”. Ah
mungkin aku sedang sial malam itu.
Aku berhasil naik ke kelas sebelas, itu artinya aku akan menjadi pengurus. Biasanya
pengurus itu akan mendapatkan jadwal “jaga malam”. Jaga malam ini bertugas dari jam 10
malam sampai jam 4 pagi. Kita diharuskan untuk berkeliling, memeriksa setiap tempat dan
ruangan yang ada di pondok, agar tidak ada santri yang mencoba untuk kabur ataupun tindak
pelanggaran lain.

Saat itu aku mendapat jadwal jaga malam bersama dengan temanku, Dafi. Kami
mengelilingi pondok menggunakan sepeda ontel kepunyaan Kyai. Aku yang mengayuh, dan
Dafi yang kubonceng.

“Bay, ke toilet dulu deh. Aku kebelet nih” Pinta Dafi sambil menepuk pundakku.

“Yaelah, yaudah gih jangan kelamaan ya” jawabku sambil tetap duduk di sepeda.

Tidak lama kemudian aku merasa sepeda bagian belakang terasa berat.

“Eh kok cepet banget Daf, katanya kebelet banget?” jawabku tanpa menoleh ke belakang dan
langsung mengayuh sepeda.

Entah kenapa hawa malam ini terasa sangat berbeda sekali, lebih dingin dari biasanya.
Dan aku merasakan merinding dibagian punggungku.

“Daf! Kok kamu diem aja sih daritadi? Masih mules ya?” Tanyaku dengan nada sedikit ketus.

Bukannya dijawab, tetapi aku merasakan perutku dipeluk, seketika aku langsung
menoleh ke belakang. Niat hati ingin mengomel karena ku kira itu perlakuan Dafi, tapi
ternyata ada sepasang mata merah yang menatapku dengan senyuman dan menunjukkan
seluruh taring di gigi nya. Seketika aku oleng dan tak tersadarkan diri. Yang ku ingat
hanyalah suara tawanya yang begitu menggelegar memekakkan telinga.

***

“Alhamdulillah akhirnya kamu sadar juga.”

Sayup-sayup ku mendengar suara Dafi yang kemudian ada sekitar tiga temanku yang lain
mengelilingiku.

“Kamu kenapa ninggalin Bay? Udah mana dipanggil-panggil gak denger, jalan aja terus. Eh
tiba-tiba pingsan” Tanya Dafi yang terus menyerocos, mungkin karena kesal.
“Kamu gak lihat Daf? Aku tuh pingsan karena pas aku nengok ke belakang, itu ada si
merah!” Jawabku masih merinding jika mengingat kejadian itu.

Semua teman-teman terdiam, termasuk Dafi dan juga aku.

Semenjak kejadian itu, aku semakin sering melihat si merah. Terkadang aku
merasakan dia melewatiku, sekujur tubuhku terasa dingin dan merinding. Aku jadi sering
merasa ketindihan dan sering bermimpi tentang masa lalu si merah.

Dia adalah korban tabrak lari, mayatnya dihanyutkan di sungai dekat pondok,
kemudian ditemukan oleh kyai kami. Setelah itu mayatnya dikuburkan secara layak oleh pak
kyai. Tetapi kenapa si merah masih terus berkeliaran dan mengganggu?

“Dia hanyalah seorang wanita remaja yang harus kehilangan hidupnya karena orang yang
tidak bertanggung jawab. Ini rumahnya, biarkan dia bermain.” Begitulah jawab pak kyai.

***

Pada dasarnya, kita harus mempercayai bahwa makhluk halus itu ada. Namun agar dapat
terhindar dari gangguannya, kita harus saling menghormati dengan menjaga adab dimanapun
kita berada. Karna di setiap tempat ada masing-masing penunggunya, dan tidak lupa juga
untuk meningkatkan iman agar tak mudah di ganggunya.

***

Bionarasi

Fityah Fathaniyyah Rahman, lahir di Tangerang 1999. Seorang mahasiswa tingkat


akhir yang sedari kecil bercita-cita ingin menjadi seorang penulis profesional, dapat mencetak
banyak novel best seller. Penulis yang paling dikaguminya adalah Tere Liye, sampai saat ini
“Tentang Kamu” masih menjadi novel yang sangat disukainya. Ini adalah karya keduanya
dalam menulis antologi cerpen. Sebagai penulis baru banyak sekali kritik dan saran yang
dibutuhkan. Penulis dapat dihubungi melalui IG: @fityahfr.

Anda mungkin juga menyukai