Anda di halaman 1dari 3

Semua yang ada adalah karena terbiasa.

Mungkin ada banyak hal yang harus kuungkapkan. Agar cerita ini bisa tersampaikan dengan baik.
Membuat semua orang mengerti tentang diriku dan semua diri yang ada di cerita ini.

Aku Huwaida. Seorang gadis yang masih banyak memiliki kekurangan. Yang selalu diindah-indahkan oleh
penulis ku. Namun aku adalah wanita biasa yang banyak akan salah dan banyak akan dosa.

Terlebih lagi. Aku memang ada di dunia nyata. Usiaku per dua ribu dua puluh satu adalah baru tiga belas
tahun. Apakah aku seorang hafidz? Insya Allah aku akan menjadi seorang hafidz. Saat ini aku sedang
menjalankan pendidikan di salah satu pondok pesantren di Tuban Jawa Timur. Yang tentunya pondok
hafidz juga.

Bismillah semoga bisa khatam.

Aku dilahirkan dari orang tua yang sama-sama agamis. Di rumah Abah juga mempunyai pondok
pesantren. Meski kecil. Tidak seperti yang ada di kisah ini. Yang besar.

Oiya, satu hal yang tidak diungkap di novel ini adalah aku yang sebenarnya memiliki indera keenam. Aku
bisa melihat yang tidak terlihat. Penulis, atau Kak Widi tau kalau aku seorang indigo. Bisa melihat apa
yang tidak orang lain lihat.

Hubunganku, dengan Kak Widia adalah antara murid dan guru les. Iya, aku les di rumahnya dulu sewaktu
SD. Dan mungkin Kak Widi tidak tau kalah aku akan masuk di pondok dan fokus mengambil program
hafidzah. Karena memang tulisan novelnya dibuat sebelum aku masuk pondok dan aku masih mengeles
di rumahnya. Waktu itu aku kelas enam sekolah dasar.

Aku punya satu adik laki-laki. Bernama Haidar. Di peran di sini sebagai tokoh jahat sebenarnya. Namun
di sini sebenarnya tidak ada kaitan, Kak Widi hanya ingin menyelipkan namanya saja di sana. Karena
sejak dari awal Jihan tidak punya adik dan anak satu-satunya. Tidak, di dunia nyata aku mempunyai adik.

Oiya. Cerita ini bahkan disusun jduulnya, ketika aku masih duduk di kelas empat. Dan itu tiga tahun yang
lalu. Entahlah. Seperti kebetulan saja.

Namaku Jihan Huwaidah. Memakai h dibelakangnya. Aku sering dipanggil Jihan.

Aku seorang anak yang periang. Kalau dibilang cerdas. Jujur aku cukup cerdas. Tidak pernah jauh dari
peringkat tiga besar di sekolah sekolah dasar. Dan untuk hafalan yang berbau bahasa Arab aku akan
menjadi yang pertama. Entahlah, di keluargaku cukup agamis memang.

Aku suka mengirim pesan ke Kak Widia atau biasa aku panggil Mbak Wid saat aku pulang dari pondok.
Hanya sekadar sapaan apa kabar atau yang lain. Namun aku sangat senang untuk menyambung tali
silaturahmi.

Di grup lesku dulu ada banyak anak. Sekitar lima orang. Bertambah dan berkurang ya yang lima itu tetap
ada. Azhar, Rangga, Fira, dan juga Fa’a. Semua masuk ke dalam ponpes. Kecuali Fira yang karena tidak
betah di pondok.

Rangga di pondok yang lain. Sedang Azhar sama dengan pondokku. Tapi beda program. Dirinya
mengambil yang mondok biasa dan aku yang tahfidz. Ada juga Fa’a yang mengambil pondok berbeda
denganku. Di pondok lain.
Mungkin Mbak Wid nanti kepikiran untuk membuat cerita yang lain. Yang lebihd alam tentang
kehidupan kami berlima.

Oiya ada yang penasaran mengapa aku memiliki kemampuan bisa melihat makhluk astral. Ini adalah
karena dari lahir. Aku bisa melihat pocong. Tentu saja sama Mbak Wid dimarahi. Bukan dimarahi sih
seperti dibilang jangan nakut-nakutin. Karena dirinya yang takut sepertinya. Hahaha. Maaf Mbak Wid.

Karena di samping rumah Mbak Wid adalah ada pohon bambu yang cukup banyak dan juga ada pohon
pisangnya. Kami tinggal di desa kecil. Adat budaya masih sangat terasa.

Kami selalu pulang Maghrib karena itu kalau ada pocong yang keluar dari sela-sela pohon pisang aku
juga kadang kaget. Mau bilang tidak kenapa-napa juga nggak enak. Karena pocong utus slalu saja
melihatku dengan tatapan matanya yang tajam.

Lalu kadang aku pernah melihat kuntilanak juga. Masih di sana. Pas Maghrib, aku ingat betul waktu hari
Kamis malam Jumat. Aku melihat tuyul yang sedang menangis di perempatan jalan saat aku mau
kembali sesudah sholat karena PR dari Bu Tutik yang selalu banyak.

Ada satu momen di mana Mbak Wid ambil foto kami. Dan di belakang kami ada pocong, kuntilanak,
sama anaknya. Percaya nggak percaya. Itu hantu nyeret kakiku. Ketika aku tanya ke Mbak Wid emang
bener, dan saat aku mengirimkan ruhku ke sana. Itu pocong sama keluarganya ganggu dan ngikut
sampai ke rumah.

Setelah dihilangkan Abah semuanya baik-baik saja.

Soal tuyul yang ada di perempatan jalan itu, memang dia benar-benar nangis. Dan waktu cerita ke
Ibuknya Mbak Wid. Katanya tuyul yang emnangis di perempatan itu karena tidak dapat uang dan takut
untuk pulang.

Di rumah Mbak Wid juga ada hantunya. Ini di dalam ya. Yang dua tadi posisinya di luar. Di dalam,
tepatnya di kamar mandi, aku juga pernah melihat tuyul dan juga melihat genderuwo kecil. Matanya
merah dan ada taringnya dua. Dia berwarna hitam. Dan pokoknya serem. Untuk itu kalau ke kamar
mandi selalu rame-rame. Kalau nggak gitu minta antar Mbak Wid.

Soal kehidupan ku yang dimasa dewasa, semoga seperti yang ada di dalam kisah ini. Aku ingin kuliah di
universitas Kairo. Dan juga aku ingin menjadi desainer. Aku suka gambar soalnya hehehe.

Semuanya yang ada di novel ini tidak sepenuhnya imajinasi. Ada yang diambil dari ku di kehidupan ku
yang sama. Dan juga ada yang diambil dari sudut pandang penulis, dan juga diambil dari imajinasi.
Hahaha. Memang Mbak Wid suka mengimajinasi

Tepat satu tahun karya ini dibuat. Doaku semoga nanti ketika aku dewasa, dan Nia membaca novel ini.
Semua yang ada di sana terjadi padaku. Aku yakin, ada sesuatu nasihat yang besar yang tidak boleh
dihiraukan begitu saja di novel ini. Semoga semuanya bisa mengambil amanah.

Aku ingin bisa bela diri dan bisa melindungi diriku nanti ketika bersama di dunia yang kejam ini.

Aku ingin bisa menjadi Jihan Huwaida yang kuat di dalam novel ini. Yang tentunya dengan kekuatan
Allah. Doakan aku supaya bisa menjadi hafidzah ya teman-teman di kelas satu SMP ini aku baru hafal
beberapa juz. Masih pemula. Mungkin tiga tahun lagi akan selesai. Mohon doanya ya. Agar aku bisa
sekolah normal, lalu masuk ke universitas dan juga menjadi desainer.

Untuk panggilan Ibu. Di rumah aku panggil Ibu. Tidak Umi. Karena memang kondisi desa yang masih
sangat desa. Mungkin di luar aku kadang manggil Umi. Namanya bukan Umi Ulfa sih. Hahaha.

Lalu aku juga mempunyai Abah yang juga hafidz, dan bisa melihat dunia lain. Adikku juga bisa. Hahaha.
Masih kelas satu SD tapi kalau cerita menyeramkan juga. Di sekolah kebanyakan. Karena dirinya yang
masih belajar beradaptasi. Jadi lucu juga.

Kalau soal Austine. Aku sepertinya tidak punya sepupu yang seperti dirinya. Mungkin nanti ada. Ya
mungkin sih. Aku punya sepupu juga banyak. Hahaha.

Kalau soal Agam ini. Nggak tau Mbak Wid ambil dari mana. Ngarang aja ceritanya. Hahaha.

Sudah sekian saja ya cuap-cuap yang bisa aku bagikan . Semoga Bermanfaat dan menjadi suatu
informasi jika Jihan Huwaida di dunia nyata ada.

Salam sayang dan cinta dari ku. Doakan aku menjadi wanita terhormat. Aamiin. Salam jauh.

Anda mungkin juga menyukai