Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM CERPEN


REMBULAN DI MATA IBU KARYA ASMA NADIA

Oleh:

Nabilla Putri Ramadhan (032119001)

Sri Yuliana (032119077)

Syifa Rahayu (032119091)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2021
Strukturalime genetik adalah cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni.
Ini merupakan bentuk penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya.
Secara sederhana, kerja peneliti strukturalisme genetik dapat diformasikan dalam tiga langkah.
Pertama, peneliti mengkaji unsur intrinsik. Kedua, mengkaji kehidupan sosial pengarang. Ketiga,
mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat
diciptakan oleh pengarang.

1. TEMA

Tema adalah ide pokok pengarang dalam membuat suatu karya yang ingin disampaikan
pembaca. Tema dalam cerpen ini adalah kasih sayang seorang ibu yang bisa dilihat dari berbagai
sisi. Kasih sayang seorang ibu yang tidak harus ditunjukkan dengan terus terang, namun bisa saja
disembunyikan. Dikarenakan kasih sayang yang begitu besar, hingga akhirnya ibunya terlalu
keras mendidik anaknya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

“Maafkan Ibu jika selama ini keras padamu Diah! Kau benar ... Ibu memang picik! Itu
karena Ibu tak ingin kau terluka. Ibu tak ingin kau kecewa. Itu sebabnya Ibu tak pernah
memujimu. Kau harus punya hati sekeras baja untuk menapaki hidup. Ibu ingin anak
bungsu Ibu menjadi sosok yang berbeda. Seperti rembulan merah jambu, bukan kuning
keemasan seperti yang kita lihat.”

Cerpen ini mengangkat permasalahan umum dalam masyarakat yang dengan tidak
sengaja kita anggap biasa. Permasalahan sederhana yang ditampilkan justru mampu membuka
wawasan pembaca bahwa sesuatu yang biasa ini adalah suatu masalah yang kadang terabaikan
karena dianggap lumrah terjadi di masyarakat. Cerpen ini bukan hanya gambaran realitas, tetapi
mampu menjadi wacana yang menyadarkan terhadap kenyataan yang terjadi di masyarakat.

2. ALUR

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peritiwa sehingga
menjalin sebuah cerita. Alur cerpen cerpen Rembulan di Mata Ibu adalah alur maju mundur yang
menceritakan suatu peristiwa dengan cara menceritakan suatu kejadian yang telah terlewati
untuk menjelaskan peristiwa yang berhubungan dengan alurnya. Di bawah ini uraian alur dalam
cerpen tersebut:
a. Pengenalan

Saat itu Diah mendapat pesan dari Mbak Sri bahwa ibu sedang sakit. Seketika itu pula
Diah teringat akan masa lalunya sebelum ia berangkat ke kota untuk kuliah. Ia teringat akan
sikap ibunya yang sangat keras. Ucapan-ucapan yang menyakitkan selalu dilontarkan oleh sang
Ibu. Menurut ibunya, apapun yang dilakukan Diah selalu saja salah. Sampai pada akhirnya Diah
merasa lelah dengan sikap ibu, kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah dan
melanjutkan pendidikannya di kota.

b. Konflik

Laili datang dan membuat Diah bangun dari lamunannya. Laili adalah sahabat baik Diah.
Mereka tinggal di indekos selama hampir lima tahun. Diah bercerita kepada Laili bahwa ibunya
sedang sakit. Pada saat itu juga, Laili langsung menyuruh Diah untuk pulang menemui ibunya di
kampung. Awalnya Diah sempat bimbang, namun akhirnya ia mengikuti saran Laili untuk
menemui ibunya di kampung.

c. Puncak Konflik

Tibalah Diah di kampung halaman. Disana ia bertemu dengan Mbak Sri, Mbak Ningsih,
dan Mbak Rahayu. Ketiga Mbaknya itu menjelaskan bahwa setiap hari ibunya selalu
menanyakan keadaan dan kuliah Diah. Mereka mengatakan bahwa ibu merindukan Diah. Tapi
semua penjelasan mbak-mbaknya itu tidak dipedulikannya. Diah malah mengingat kejadian lima
tahun lalu, dimana ia dan ibunya mengalami pertengkaran hebat ketika Diah memutuskan untuk
kuliah di kota.

d. Penyelesaian

Mbak Sri menyentuh tangan Diah. Diah pun tersadar dari lamunannya. Ketika itu pula
ibunya sudah bangun. Walaupun agak canggung, tapi akhirnya ibu menjelaskan maksud dari
sikapnya selama ini kepada Diah. Betapa terkejutnya Diah. Ternyata perlakuan kasar ibunya itu
demi kebaikan Diah. Seketika rasa benci dan kesal hilang dari benak Diah. Akhirnya ibu dan
Diah berpelukan.

Dalam cerpen ini, beberapa kali Diah melamunkan masa lalu. Rupanya kata-kata
menyakitkan dari ibunya sungguh membekas. Jika diperhatikan, dalam penggalan dialog yang
disampaikan melalui tokoh ibu, terdapat fakta kemanusiaan yaitu feminisme. Feminisme adalah
upaya untuk meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sederajat dengan
kedudukan laki-laki.

Semua dapat terlihat dari struktur alur cerpen yang menggambarkan setiap peristiwa
diukur dari perbedaan gender, Diah selalu mendapatkan ungkapan-ungkapan yang kurang
mengenakkan. Ibunya selalu menuntut Diah untuk berpakaian seperti wanita pada umumnya. Hal
ini terdapat pada kutipan berikut.

Caraku berpakaian pun tak pernah benar di matanya. Ada saja yang salah. Yang tak
rapilah, kelihatan kelaki-lakianlah, dan segalanya.

Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa ibu Diah memiliki pemikiran tentang stereotip
perempuan. Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok
tertentu. Paham tentang perempuan sebagai orang yang rapi, lemah lembut, permata, bunga, dan
lain-lain.

Selanjutnya, diceritakan bahwa Diah akan memasakkan sesuatu untuk ibunya. Tapi
usahanya itu tidak dihargai. Ibunya lagi-lagi melontarkan ungkapan-ungkapan pedas yang
ditujukan untuk Diah. Hal ini terdapat pada penggalan percakapan berikut.

“Beginilah jadinya kalau anak perempuan cuma bisa belajar dan belajar. Tak tahu
bagaimana memasak! Siapa yang mau menikahimu nanti kalau begini Diah?”

Dari penggalan percakapan tersebut dapat dilihat adanya gejala feminisme. Adanya
anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin. Hal ini berakibat bahwa
semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras untuk menjaga kebersihan
dan kerapian rumah, salah satunya yaitu memasak.

Tidak hanya itu, gejala feminisme juga terlihat ketika Diah ingin meneruskan pendidikan
ke bangku kuliah dan mempersiapkan beasiswa. Seharusnya ibu Diah mendukung anaknya,
namun ibunya malah mengejek. Hal ini terdapat pada penggalan percakapan berikut.

“Kau tak kan berhasil Diah! Tak usah capek-capek! Wanita akan kembali ke dapur, apa
pun kedudukannya!”
Dari penggalan percakapan tersebut, dapat dilihat bahwa perkataan ibu Diah mengandung
subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional
berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.
Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat
ke tempat dan dari waktu ke waktu. Ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi.

3. TOKOH DAN PENOKOHAN

Tokoh adalah pemeran atau pelaku dalam sebuah cerita. Sedangkan penokohan adalah
cara kerja pengarang menampilkan tokoh dalam cerita tersebut. Berikut tokoh dan penokohan
dalam cerpen Rembulan di Mata Ibu:

a. Diah

Penokohan Diah dalam cerpen ini adalah wanita yang memiliki minat dalam bidang
menulis, sabar, pasrah, berjiwa sosial, gemar membaca, bersemangat, rajin beribadah, egois,
keras kepala dan lancang. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

 Memiliki minat dalam bidang menulis: “Ada apa? Tulisanmu ada yang ditolak? Mana
mungkin!”
 Sabar: “Seperti biasa aku selalu berusaha menahan diri.”
 Pasrah: “Perlahan aku malah berhenti berusaha menenagkan hatinya. Aku capek.”
 Berjiwa sosial: “Kalau kami, anak-anak muda yang berkumpul disana sedang mencoba
menyumbangkan pemikiran untuk kemajuan desa.”
 Gemar membaca: “Ibu tak pernah menghargai kesukaanku membaca.”
 Bersemangat: “… dengan peluang beasiswa, kugempur habis kemampuanku, agar
kesempatan itu tak lepas dari tangan.”
 Rajin beribadah: “… dalam salat-salat yang kulalui.”
 Keras kepala: “Kutatap mata ibu dengan sikap menantang.”
 Lancang: “Karena ibu picik! Itu sebabnya!”

b. Ibu Diah

Penokohan Ibu Diah dalam cerpen ini adalah seorang ibu yang memiliki sikap keras,
kuat, penyayang, dan rela berkorban. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
 Keras: “Kau tak kan berhasil Diah! Tak usah capek-capek! Wanita akan kembali ke
dapur, apa pun kedudukannya!”
 Kuat: “Ibu bahkan tak pernah kelihatan lelah di malam hari.”
 Penyayang: “Kadang ibu pandangi, jiwa ibu kangen kamu.”
 Rela berkorban: “Ibu tak butuh uang sebanyak itu, Diah! Lagi pula… ibu khawatir tak
bisa lagi memberimu uang.”

c. Laili

Penokohan Laili dalam cerpen ini adalah seorang sahabat yang baik, bijaksana, dan
pengertian. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

 Baik: “Wajah tulus sahabat baikku itu memancar di balik kerudung coklat yang
dikenakannya.”
 Bijaksana: “… itu karunia Allah yang diberikan pada setiap ibu. Rasa kasih,
mengayomi, dan melindungi!”
 Pengertian: “Kamu harus pulang secepatnya, Di! Biar aku yang memesan tiket kereta.”

d. Mbak Sri

Penokohan Mbak Sri dalam cerpen ini adalah seorang kakak yang perhatian dan
bijaksana. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

 Perhatian: “Mbak Sri bilang, setahun belakangan ini ibu beberapa kali jatuh sakit.”
 Bijaksana: “Sebetulnya ibu sangan kangen padamu Diah, tapi ibu lebih mementingkan
kuliahmu.”

e. Mbak Ningsih

Penokohan Mbak Ningsih dalam cerpen ini adalah seorang kakak yang bijaksana. Hal ini
terlihat pada kutipan “Ibu tak ingin mengganggu kuliahmu, Diah!”

f. Mbak Rahayu

Penokohan Mbak Rahayu dalam cerpen ini adalah seorang kakak yang bijaksana. Hal ini
terlihat pada kutipan “Ibu sering bertanya pada kami Diah, berkali-kali malah. Sudah tahun
berapa kuliahmu?”
Tokoh Diah memiliki kesamaan dengan pengarang. Diah memiliki minat dalam bidang
menulis, sama halnya dengan pengarang. Asmarani Rosalba atau yang dikenal dengan nama
pena Asma Nadia adalah seorang penulis novel dan cerpen Indonesia. Asma Nadia tumbuh
ditengah-tengah keluarga yang memiliki minat dalam bidang menulis. Ia memiliki kakak
bernama Helvy Tiana Rosa, dan seorang adik bernama Aeron Tomino. Mereka bertiga menekuni
minat mereka, yaitu menulis sebagaimana yang dilakukan oleh sang kakek dari pihak ayah yaitu
Teuku Muhammad Usman El Muhammady.

Selain itu, tokoh Diah dan Asma Nadia sama-sama gemar membaca buku. Semasa kecil,
Asma Nadia mendekap salah satu ajaran islam yang mengatakan Al-ummu madrasatul ‘ula (ibu
adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya). Ia melihat kebiasaan ibunya dalam memuliakan
buku. Ibunya mencontohkan kepada anak-anaknya untuk menyampul buku-buku mereka. Dari
sanalah, Asma Nadia selalu memuliakan buku dan menjadi gemar membaca.

Dibalik tokoh Diah yang memiliki karakter baik, adapun beberapa sifatnya yang kurang
baik yaitu egois, keras kepala, dan lancang. Ternyata ada artikel yang menyatakan bahwa dalam
membangun penokohan, yang menjadi ciri khas Asma Nadia adalah tokoh yang ditampilkan
selalu abu-abu. Menurutnya, manusia itu tidak ada yang benar-benar sempurna.

4. LATAR

Latar berfungsi untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang tempat dan waktu
terjadinya peristiwa cerita. Ada tiga jenis latar, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
Di bawah ini uraian latar dalam cerpen tersebut:

a. Latar Tempat

Latar tempat dalam cerpen ini adalah padang rumput, kamar, dan di beranda rumah. Hal
ini terdapat pada kutipan berikut.

 Padang rumput: … kemarin aku masih melihatnya berjalan memberi makan ternak-
ternak kami sendirian. Melalui padang rumput yang luas.
 Kamar: Kubuka pintu kamar ibu.
 Indekos: Aku mengalihkan pandangan dari matanya. Kami sudah tinggal satu kos
selama hampir lima tahun.
 Di beranda rumah: Bersama-sama, kami menghabiskan waktu yang tak terlupakan di
beranda.

b. Latar Waktu

Latar waktu dalam cerpen ini adalah senja dan malam hari. Hal ini terdapat pada kutipan
berikut.

 Senja: Langit jingga tampak berbias indah menyambut malam.


 Malam hari: Malam itu ibu berkali-kali menumpahkan kalimat-kalimat pedasnya padaku.

c. Latar Suasana

Latar suasana dalam cerpen ini adalah sedih, tegang, dan bahagia. Hal ini terdapat pada
kutipan berikut.

 Sedih: Aku mengusap air mata yang menitik.


 Tegang: “Seharusnya ibu bangga padaku! Seharusnya ibu menyemangati, bukan malah
terus-terusan mengejekku, Bu! Sekarang Diah tahu kenapa bapak meninggalkan ibu!”
 Bahagia: Semua kehampaan, kebencian, dan kekesalanku pada wanita tua itu tiba-tiba
terbang ke awan. Aku tak lagi membencinya! Tanpa ragu kupeluk ibu erat.

5. SUDUT PANDANG

Sudut pandang adalah teknik yang digunakan pengarang untuk mengemukakan


gagasannya. Sudut pandang dapat dibagi menjadi sudut pandang orang pertama, sudut pandang
orang kedua, dan sudut pandang orang ketiga, dan sudut pandang campuran. Pada cerpen ini
sudut pandang yang digunakan pengarang adalah sudut pandang orang pertama. Hal ini terdapat
pada kutipan berikut.

Kupandangi telegram yang barusan kubaca.

6. GAYA BAHASA

Gaya bahasa adalah pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang
membuat karya semakin hidup. Salah satu gaya bahasa yaitu majas. Dalam cerpen ini
menggunakan majas metafora,
a. Majas Metafora

Majas metafora yaitu majas yang berupa kiasan persamaan antara benda yang diganti
namanya dengan benda yang menggantinya.

“Kau harus punya hati sekeras baja untuk menapaki hidup”

“Kata-kata Ibu berikutnya  bagai telaga sejuk mengaliri relung-relung hatiku.”

“Ibu ingin anak bungsu Ibu mnjadi sosok yang berbeda. Seperti rembulan merah jambu
(purnama)”

b. Majas Sarkasme

Majas sarkasme adalah majas sindiran yang paling kasar. Majas ini biasanya diucapkan
oleh orang yang sedang marah.

“Perempuan macam kau Diah hanya akan menjadi  santapan laki-laki!”

c. Majas hiperbola

Majas hiperbola adalah majas yang berupa pernyataan berlebihan dari kenyataannya
dengan maksud memberikan kesan mendalam.

“Darahku seperti mendidih mendengar kalimat-kalimat Ibu.”

d. Majas personifikasi

Majas personifikasi adalah majas yang menyatakan sesuatu tidak hidup seolah-olah
menjadi  hidup.

“Langit jingga tampak berbias indah menyambut malam.”

Selain penggunaan majas, untuk memberikan efek dan menghidupkan sebuah karya
sastra, penulis biasanya memanfaatkan keragaman bahasa yang ada. Pada cerpen ini, pengarang
menggunakan dialek Jawa. Ada beberapa kata yang menggunakan bahasa daerah. Hal ini terlihat
pada kutipan berikut.

Sia-sia usaha mbak-mbakku yang lain untuk mengerem mulutku. Dalam kelarahan,
kulontarkan luka yang mungkin akan melekat selamanya di hati Ibu.
Dalam cerpen tersebut, Diah memanggil kakak-kakak perempuannya dengan sebutan
mbak. Panggilan anggota keluarga dalam bahasa Jawa, mbak memiliki arti kakak perempuan.
Selain itu, terdapat juga panggilan anggota keluarga lain dalam bahasa Jawa. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut.

“Kamu kelihatan kurusan Nduk!” ujar Ibu setelah beberapa saat kami terdiam.

Dalam bahasa Jawa, nduk merupakan panggilan singkat gendhuk. Nduk memiliki makna
seorang gadis muda. Di samping itu, ada pula bahasa Jawa ndak yang memiliki arti tidak. Hal ini
terlihat pada kutipan berikut.

“Diah ndak butuh uang Ibu. Beberapa tahun ini sudah ada kerja sambilan. Jaga toko
sambil nulis-nulis,” ujarku berusaha menolak.

Anda mungkin juga menyukai