Anda di halaman 1dari 22

Dekonstruksi Derrida:

Resah Menelusuri Jalan Sunyi

Haryatmoko
Langkah-Langkah Dekonstruksi
1. Menentukan Pusat Teks & Konsep (Undécidable)

2. Membongkar ideologi teks


 (biasanya dlm bentuk logika biner)

3. Membalikkan hierarki metafisik


 dan menetralisirnya dengan…

4. Disseminasi (Penyebaran Makna)


Menentukan Pusat Teks: Ideologi
Pusat teks : kesunyian
Oposisi biner yg menjadi payung: kesunyian Vs keramaian

‘Kesunyian’ ibu tua memicu rasa rindu akan anak-anaknya


 versus ‘keramaian’ anak-anak/cucu-cucu

Kebenaran yg dikonstruksi: kesunyian ibu tua menarik


 simpati pembaca

Ideologi teksnya: harus menghargai & memiliki empati thd


 kerinduan ibu tua & kritis terhadap sikap anak-anaknya
Ideologi Teks: Keberpihakan
Pembaca
Ideologi teks cerpen ini terkuak melalui ‘momen yang menggugah’:
saat konflik/permasalahan untuk pertama kali ditampilkan.

Momen menggugah: mengundang minat atau rasa ingin tahu pembaca.


“Ibu tua menghela nafas panjang. Kesunyian juga akhirnya yang
menetaskan rindu. Suara anak-anak. Canda keluarga. Barangkali
adalah arus kebahagiaan yang hanyut ke muara. Adakah kesendirian
dapat melunasi semua itu?”.

Memihak ibu tua: reaksi positif thd situasi ibu tua karena hidupnya
penuh kesunyian akibat ditinggal suami & anak-anak menyentuh
pembaca

kesunyian ibu tua diletakkan pd hierarki metafisik lebih tinggi


Pusat Teks Mengonstruksi
Kebenaran
Kesunyian: mengonstruksi sistem kebenaran & pemaknaan teks.
 payung oposisi biner: masalah utama.

Empat oposisi biner lain: ‘tua-muda’, ‘desa-kota’, ‘santun-tidak


sopan’ , dan ‘makan di rumah - makan di restoran’
 mengikuti dinamika binaritas ‘kesunyian-keramaian’

Alur logika ceritanya: mengisahkan perjuangan ibu tua dalam
 mengatasi kesunyian

Tema ‘kesunyian’ : cara mengundang minat rasa penasaran atau


 rasa simpati pembaca.
Deskripsi Kesunyian: Bukti Teks Ideologi
Pendukng
 Kerinduan akan anak-anak diungkap dengan sangat menggigit:

1).Keinginan ibu tua selalu melihat almanak


2).Terobsesi menyiapkan masakan kesukaan anak-anaknya.

3).Mengamati satu persatu foto anggota keluarga yg di dinding

4).Bagaimana ibu tua itu mengisi hari-harinya:


“ …tiap malam menjahit, merenda kain pintu atau taplak meja
sebagai perintang waktu sebelum larut mengirimkan kantuk;
setelah sholat subuh dia mulai memasak. Lalu membersihkan
rumah. Lalu mencabut-cabut rumput, lalu menunggu Upik
pulang sekolah. Lalu makan. Lalu menjahit. Lalu tidur. Lalu…
Teks Pendukung Ideologi dalam Kontras
Pengorganisasian logika biner berikutnya: “ kesendirian ibu tua” dalam
 kontras dg “ anak-anak yg bersama-
sama” .
Oposisi biner ‘sendiri-bersama’ itu tdk bisa dilepaskan dr logika biner
 ‘kampung-kota’  menjadi alasan kesunyian ibu tua.

Kampung identik dg sepi/lengang yg ditinggalkan


Kota representasi keramaian & lebih memikat
Rantau lebih memikat mereka ketimbang dusun yang lengang. Gegas
kota lebih membuat hidup terasa berdenyut

Dua pasang binaritas ini memihak kesunyian ibu tua: ada perasaan
tidak rela bahwa anak-anak pergi. Ada penyesalan mereka telah jadi
dewasa & pergi karena punya rumah sendiri & keluarga sendiri.
Mencari Bukti-Bukti Kontradiksi
Teks
Penyesalan & ketidakrelaan ibu tua tercermin dalam nostalgianya:
Waktu itu pun menyergapnya. Sesuatu yang bernama kenangan.
Lembar-lembar di satu kurun yang disebut lampau. Ketika ia mengajak
anak-anaknya ke sawah. Berjalan di pematang. Mengantarkan kawa
(makanan dan minuman) untuk petani-petani yang mengerjakan
sawahnya. Seraya tertawa-tawa mereka akan berebutan menangkap
capung-capung merah dan belalang. Mereka bermain ke sungai. Mandi-
mandi. Lalu makan bersama-sama dengan para petani.

Yang dirindukan ibu tua sebetulnya bukan kehadiran anak-anaknya yang


sudah dewasa, dan sudah menikah memiliki keluarga, tetapi yang
diharapkan adalah kehadiran anak-anak di masa lalu.
Teks ini menyiratkan adanya semacam egoisme karena penyesalannya
itu menjadi ungkapan bahwa dirinya kini sudah menjadi tua.
Bukti Kontradiksi: Kecewa akan Sikap Anak-anaknya
Bertolak dr penyesalan itu, pembaca diajak masuk ke oposisi biner yg ke
empat ‘santun-tidak sopan’justru memicu titik balik yg mengungkap
adanya pembalikan hierarki metafisikmenyingkap ideologi teks.

Ketika anak, cucu & menantu datang, ibu tua terkejut sedih
menyaksikan perubahan perilaku dan bahasa mereka. Serasa bukan lagi
perjumpaan yg dibayangkan dan diharapkan. Ia tidak mengerti lagi
dengan bahasa anak-anaknya yang telah jauh bertukar. Dengan
ucapan-ucapan mereka yang terdengar aneh. Kadang terdengar keras
dan tidak sopan. Sikap dan tingkah laku mereka terlihat sangat
berjauhan dengan kebiasaan orang-orang kampung.

Oposisi biner ‘santun-tidak sopan’ terkait dg kesantunan perilaku orang


kampung & ‘semau gue’ orang kota. Anak-anaknya telah berubah
seakan kota telah mengubah perilaku dan cara bicara mereka
Bukti: Titik-Balik Terjadinya Krisis
Ini yang disesali dan membuat ibu tua terkejut sedih. Ia tidak melihat
sunyi yang pecah. Tidak menyaksikan lengang yang cair.

Tak ada yang mengalir ke muara. Hanya diam yang kejam. Justru yang
ditemukan adalah sebuah siksaan baru yang bernama keasingan.

Tititk-balik menunjukkan bahwa ibu tua mulai mengambil jarak thd


sikap anak-anaknya, mulai merasa tidak bisa mengenali lagi mereka.
akibatnya: penilaian normatif mulai mewarnai relasi orangtua-anak.

Titik-balik: puncak komplikasi yg melibatkan emosi & penalaran: ibu


tua
mengalami situasi yg paling burukbiasanya dlm krisis yg asli
tersingkap
Pembalikan Hierarki Metafisik
Oposisi biner dalam cerpen ini ‘sendiri-bersama’, ‘tua-muda’, ‘desa-kota’,
‘santun-tidak sopan’ (keras), dan ‘makan di rumah - makan di restoran’

Hierarki metafisik: kutub pertama (‘sendiri-…, ‘tua-…, ‘desa-…, ‘santun-


…, ‘makan di rumah-…) dianggap lebih baik dari kutub kedua (‘muda-…,
‘kota-…, ‘tidak sopan-…, ‘makan di restoran-…).

Titik puncak: ibu tua justru dlm keadaan terburuk. Anak-anaknya jadi orang
asing bagi ibu tua. Perilaku dan bahasa anak-anaknya tak dikenali.
Makan di restoran dianggap menolak masakan yg telah dipersiapkannya.
Keterasingan & penolakan ini menyakitkan hati & mengecewakannya:
 “Mereka telah mengusung kota ke rumah gadang ibu tua. Jantung ibu tua
tertusuk. Sangat pedih. Ia merasa rindunya telah menghantam kepalanya. Ia ingin
menangis.
Refleksi versus Ideologi Teks
Refleksi narator diletakkan di lidah ibu tua itu sendiri:
 “Mungkin ini yang ibu-ibu lupakan. Yang kita lupa. Bahwa
suatu saat
 suami pasti pergi. Anak-anak pergi”.

Refleksi disisipkan di antara baris-baris yg memuat ideologi teks:


 menyadarkan sikap ibu tua yang dianggap menolak realitas
kehidupan.

Refleksi mengingatkan pembaca dg ungkapan inklusif : “Yang


kita lupa”.
Ideologi Cerpen Terbongkar
Terbongkarlah ideologi cerpen ini: kesunyian ibu tua ternyata bukan
kerinduan akan anak-anaknya yg sudah dewasa, tp kerinduan akan
anak-anaknya semasa masih kecil yang penurut, patuh, & penuh
tatakrama.
.
Kerinduannya: bukan ungkapan cinta altruis, tanpa pamrih, tp lebih
bentuk egoisme dalam wujud nostalgia yg dengan jeli dijelaskan dalam
oposisi biner yang terakhir: ‘makan di rumah-makan di restoran’.

Egoisme ibu tua semakin terungkap ketika anak-anak lebih memilih


makan di restoran ketimbang makan di rumah gadang:
‘Apalagi ketika mereka lebih memilih makan ke restoran ketimbang
mencicipi masakan yang jauh-jauh hari sudah dipersiapkan ibu tua. Ia
merasa dirinya limbung dan segera akan rubuh. Matanya berkunang-
kunang. Panas’.
Menentukan “ Undécidable”
Konsep 'undécidable‘: konsep yg tdk sepenuhnya sesuai dg salah
 satu kutub dari oposisi biner atau mengguncang oposisi biner

1.Mencatat penafsiran ttg sifat, kejadian, gambar yg ditawarkan teks


2.Menunjukkan cara penafsiran itu bertentangan satu dg yg lain
3. Menunjukkan: konflik menghasilkan lebih banyak penafsiran

Konsep undécidable: ‘pasrah’, ‘teman hidup’,‘rindu’ & ‘sunyi’


“Pasrah”: berserah karena sudah berusaha atau karena putus-asa?
“Teman hidup”: Upik hanya pembantu atau betul-betul menemani?
“Rindu” : mana diutamakan ‘yg merindukan’ atau ‘yg dirindukan’?
“Sunyi” : ‘liyan penting’ atau ‘liyan tidak penting baginya’?
Bukan Kepasrahan
Keterasingan ibu tua terhadap perilaku anak-anaknya: bentuk penolakan
terhadap realitas kehidupan, terhadap perubahan pada anak-anaknya.
Analisa ini diungkap sendiri oleh penulis: Tapi ibu tua mungkin lupa
dengan
 gerak yang bernama perubahan.

Realisme hidup yg ditolak ibu tua sebetulnya disadari: hanya teks ini
mengungkap jurang antara ‘tahu’ & ‘mampu menghadapinya’.

Ibu tua sadar bahwa kesunyian adalah keniscayaan ketika menjadi tua.
Ibu tua masih berharap kehadiran anak-cucu akan memecah kesunyian.

Tp terpaksa menerima kepahitan: yang terjadi bukan kepasrahan/


penerimaan diri, tp keterpaksaan:ibu tua tdk bisa lagi menolak kesunyian
Tuhan: Bukan Tempat Pasrah, tapi Pelarian
“Upik, ketuaan adalah kesunyian. Serupa usia. Atau mungkin waktu
yang juga sudah tua. Pada akhirnya kita memang tak akan dapat
mengelak dari kesendirian. Rindu hanyalah sebatas kerinduan. Apa pun
selebihnya adalah milik Tuhan” ucap ibu tua itu.

Teks ini, selain bukan bentuk penerimaan realitas kehidupan, juga tidak
 mencerminkan bentuk penyerahan diri kepada Tuhan.

Tuhan hanya menjadi pelarian ketika sudah tidak ada lagi jalan
pemecahan dalam menghadapi masalah kesunyian.

Tuhan diingat setelah merasa diabaikan oleh anak-anaknya, atau merasa


terasing dengan perilaku dan tutur kata anak-anaknya.
Kritik terhadap Cara Menghayati Agama
Cerpen ini seakan membawa pembaca untuk bersikap seperti ibu tua
menerima nasib dalam menghadapi kesunyian dengan menyerahkan
kepada Tuhan, tp sebetulnya bila direnungkan secara lebih mendalam,
kritik terhadap cara kita menghayati agama.

Tuhan diperlakukan tidak adil karena hanya diingat bila kita dalam
 kesulitan atau bermasalah.

Tuhan bukan sahabat yg kita sapa setiap saat: Tuhan ditempatkan dalam
 hubungan instrumental memecahkan masalah & nestapa kita.
“Pembantu” Menjadi Penting
Dalam situasi keputusasaan itu, Upik tampil berperan penting dalam
hidup ibu tua. Awalnya, ia hanya sebagai pembantu mengusir kesepian
sementara anak-anaknya di rantau.
Setelah titik balik, saat ketemu anak-anaknya, ibu tua kecewa, merasa
 asing dan sedih, akhirnya kelihatan dalam cerpen ini,
 Upik berperan penting untuk seluruh kehidupan ibu tua.

Setidaknya ada tiga alasan :
1)Upik menjadi tempat keluh-kesah dan curahan hati ibu tua:
“Upik, ketuaan adalah kesunyian. Serupa usia. Atau mungkin waktu
yang juga sudah tua. Pada akhirnya kita memang tak akan dapt
mengelak dari kesendirian. Rindu hanyalah sebatas keinginan. Apa pun
selebihnya adalah milik Tuhan”. Kepada Upik ibu tua mencurahkan
hatinya & hasil permenungannya.
2)Ternyata sehari-hari dlm kerjasama dg Upik kesibukan ibu tua
itu dilakukan ketika mempersiapkan kedatangan anak, cucu &
menantunya.

“Upik, seminggu lagi mereka pulang. Tolong peram pisang yang
ditebang kemarin. Etek Suni paling suka kolak dicampur lemang.
Jangan lupa minta jagung pada Pak Simuh. Pak Adang Kalun
pasti minta jagung bakar…”.

3)Satu-satunya yang selalu rutin dilakukan oleh ibu tua sesudah


melakukan semua pekerjaan atau kegiatan tidak ada lain kecuali
menunggu kedatangan Upik pulang sekolah.
Peduli terhadap Realitas
Analisa ini mengingatkan kita bahwa kita sering lupa dengan
kehadiran dan peran orang-orang di sekitar kita karena dianggap
biasa.

Kita sering lebih merindukan orang-orang yang kita cintai tetapi


berada jauh dari kita. Padahal yang nyata-nyata menopang hidup
kita adalah mereka yang secara spasial berada dekat kita.

Pada saat kita sakit, pada saat kita butuh bantuan, pada saat kita
menghadapi masalah, mereka lah yang langsung bisa
mengulurkan tangan membantu kita.
Penyebaran Makna
1) Kesunyian adalah bentuk lain dari egoisme yg
mendambakan pengakuan sosial, tetapi tidak terpenuhi, anak-
anak atau publik yang diharapkan mengapresiasi atau
berterimakasih berkat kerja, prestasi, atau jerih-payah kita,
ternyata tidak bertindak seperti yang kita harapkan

2) Kesunyian: ungkapan suasana hati atau sikap yang tidak


menerima realisme kehidupan yg terungkap dengan
mengabaikan orang-orang di sekitar kita atau tidak bisa
bersyukur atas apa yang sudah diterima selama ini, dan kurang
berterimakasih atas kehadiran orang-orang di dekat kita. Ilustrasi
peran Upik cukup memberi pembenaran.
3)Kesunyian mencerminkan“cinta yang tulus?” Ternyata
mencintai seseorang sering masih disertai syarat-syarat. Anak-anak
yang dirindukan ibu tua itu sebetulnya yang sesuai gambarannya:
santun, tetap seperti mereka waktu masih kanak-kanak, mau makan
makanan yang disediakan ibunya, tidak membawa budaya kota ke
kampung, dan sopan seperti orang kampung.

4) Di akhir cerpen dikatakan “Rindu hanyalah sebatas keinginan”.


Dalam kerinduan ibu tua itu, ternyata bukan pihak lain yang
sebetulnya didamba kehadirannya dan dipenuhi kebahagiaannya,
namun yang dicari lebih terpenuhinya hasrat egois dirinya yang
menderita karena tiada pengakuan

Anda mungkin juga menyukai