Haryatmoko
Langkah-Langkah Dekonstruksi
1. Menentukan Pusat Teks & Konsep (Undécidable)
Memihak ibu tua: reaksi positif thd situasi ibu tua karena hidupnya
penuh kesunyian akibat ditinggal suami & anak-anak menyentuh
pembaca
Dua pasang binaritas ini memihak kesunyian ibu tua: ada perasaan
tidak rela bahwa anak-anak pergi. Ada penyesalan mereka telah jadi
dewasa & pergi karena punya rumah sendiri & keluarga sendiri.
Mencari Bukti-Bukti Kontradiksi
Teks
Penyesalan & ketidakrelaan ibu tua tercermin dalam nostalgianya:
Waktu itu pun menyergapnya. Sesuatu yang bernama kenangan.
Lembar-lembar di satu kurun yang disebut lampau. Ketika ia mengajak
anak-anaknya ke sawah. Berjalan di pematang. Mengantarkan kawa
(makanan dan minuman) untuk petani-petani yang mengerjakan
sawahnya. Seraya tertawa-tawa mereka akan berebutan menangkap
capung-capung merah dan belalang. Mereka bermain ke sungai. Mandi-
mandi. Lalu makan bersama-sama dengan para petani.
Ketika anak, cucu & menantu datang, ibu tua terkejut sedih
menyaksikan perubahan perilaku dan bahasa mereka. Serasa bukan lagi
perjumpaan yg dibayangkan dan diharapkan. Ia tidak mengerti lagi
dengan bahasa anak-anaknya yang telah jauh bertukar. Dengan
ucapan-ucapan mereka yang terdengar aneh. Kadang terdengar keras
dan tidak sopan. Sikap dan tingkah laku mereka terlihat sangat
berjauhan dengan kebiasaan orang-orang kampung.
Tak ada yang mengalir ke muara. Hanya diam yang kejam. Justru yang
ditemukan adalah sebuah siksaan baru yang bernama keasingan.
Titik puncak: ibu tua justru dlm keadaan terburuk. Anak-anaknya jadi orang
asing bagi ibu tua. Perilaku dan bahasa anak-anaknya tak dikenali.
Makan di restoran dianggap menolak masakan yg telah dipersiapkannya.
Keterasingan & penolakan ini menyakitkan hati & mengecewakannya:
“Mereka telah mengusung kota ke rumah gadang ibu tua. Jantung ibu tua
tertusuk. Sangat pedih. Ia merasa rindunya telah menghantam kepalanya. Ia ingin
menangis.
Refleksi versus Ideologi Teks
Refleksi narator diletakkan di lidah ibu tua itu sendiri:
“Mungkin ini yang ibu-ibu lupakan. Yang kita lupa. Bahwa
suatu saat
suami pasti pergi. Anak-anak pergi”.
Realisme hidup yg ditolak ibu tua sebetulnya disadari: hanya teks ini
mengungkap jurang antara ‘tahu’ & ‘mampu menghadapinya’.
Ibu tua sadar bahwa kesunyian adalah keniscayaan ketika menjadi tua.
Ibu tua masih berharap kehadiran anak-cucu akan memecah kesunyian.
Teks ini, selain bukan bentuk penerimaan realitas kehidupan, juga tidak
mencerminkan bentuk penyerahan diri kepada Tuhan.
Tuhan hanya menjadi pelarian ketika sudah tidak ada lagi jalan
pemecahan dalam menghadapi masalah kesunyian.
Tuhan bukan sahabat yg kita sapa setiap saat: Tuhan ditempatkan dalam
hubungan instrumental memecahkan masalah & nestapa kita.
“Pembantu” Menjadi Penting
Dalam situasi keputusasaan itu, Upik tampil berperan penting dalam
hidup ibu tua. Awalnya, ia hanya sebagai pembantu mengusir kesepian
sementara anak-anaknya di rantau.
Setelah titik balik, saat ketemu anak-anaknya, ibu tua kecewa, merasa
asing dan sedih, akhirnya kelihatan dalam cerpen ini,
Upik berperan penting untuk seluruh kehidupan ibu tua.
Setidaknya ada tiga alasan :
1)Upik menjadi tempat keluh-kesah dan curahan hati ibu tua:
“Upik, ketuaan adalah kesunyian. Serupa usia. Atau mungkin waktu
yang juga sudah tua. Pada akhirnya kita memang tak akan dapt
mengelak dari kesendirian. Rindu hanyalah sebatas keinginan. Apa pun
selebihnya adalah milik Tuhan”. Kepada Upik ibu tua mencurahkan
hatinya & hasil permenungannya.
2)Ternyata sehari-hari dlm kerjasama dg Upik kesibukan ibu tua
itu dilakukan ketika mempersiapkan kedatangan anak, cucu &
menantunya.
“Upik, seminggu lagi mereka pulang. Tolong peram pisang yang
ditebang kemarin. Etek Suni paling suka kolak dicampur lemang.
Jangan lupa minta jagung pada Pak Simuh. Pak Adang Kalun
pasti minta jagung bakar…”.
Pada saat kita sakit, pada saat kita butuh bantuan, pada saat kita
menghadapi masalah, mereka lah yang langsung bisa
mengulurkan tangan membantu kita.
Penyebaran Makna
1) Kesunyian adalah bentuk lain dari egoisme yg
mendambakan pengakuan sosial, tetapi tidak terpenuhi, anak-
anak atau publik yang diharapkan mengapresiasi atau
berterimakasih berkat kerja, prestasi, atau jerih-payah kita,
ternyata tidak bertindak seperti yang kita harapkan