Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi seorang
pengarang terhadap gejala-gejala sosial di lingkungan sekitarnya.Karya sastra diciptakan
pengarangnya untuk menyampaikan sesuatu kepada penikmat karyanya.Sesuatu yang ingin
disampaikan pengarang adalah perasaan yang dirasakan saat bersentuhan dengan kehidupan
sekitarnya.
            Salah satu bentuk karya sastra yang membicarakan manusia dengan segala perilaku
dan kepribadiannya dalam kehidupan adalah cerpen. Membaca karya fiksi berupa cerpen
berarti kita menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasaan batin,
memberikan kesadaran mengenai gambaran kehidupan dan belajar untuk menghadapi
masalah yang mungkin  akan kita  mengenai gambaran  kehidupan  dan belajar  untuk
menghadapi masalah yang mungkin akan kita alami.
Sebagai karya, cerpen merupakan hasil ungkapan, ide-ide, gagasan dan  pengalaman
pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Sebagai karya imajiner, cerpen menawarkan
berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan dan kemudian diungkapkan
kembali melalui sarana sastra dengan pandangannya.
Dalam cerpen “Robohnya Surau Kami” karya Ali Akbar Navis mengandung banyak
pesan moral karena hasil imajinasi kejadian nyata dalam kehidupan manusia. Cerpen ini
mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh
diri akibat dari mendengar cerita bualan seseorang yang sudah dikenalnya, ternyata cukup
memikat siapapun yang membacanya..
Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan
yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
Dalam menuangkan imajinasinya yang berdasarkan pengalaman dan pengamatannya
terhadap kehidupan, pengarang juga memasukkan unsur hiburan, percintaan dan penerangan
terhadap pengalaman kehidupan manusia. Penyelesaian pengalaman kehidupan yang akan
diceritakan tersebut, tentu saja bersifat subjektif.
Kejadian atau peristiwa yang terdapat dalam karya sastra dihidupkan oleh tokoh-
tokoh sebagai pemegang peran atau pelaku alur. Melalui perilaku tokoh-tokoh yang
ditampilkan inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan problem-
problem atau konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan orang lain, konflik
dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana unsur intrinsik dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”?
2.      Bagaimana unsur ekstrinsik dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis


Cerpen karya A.A. Novis yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal
secara mengenaskan yaitu membunuh diri akibat dari mendengar cerita bualan seseorang
yang sudah dikenalnya, ternyata cukup memikat siapapun yang membacanya. Karena daya
pikat itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian ini, agar mudah dipahami agaknya
perlu juga memaparkan sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami tesebut. Sinopsisnya itu
seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang
yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu
hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini
disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok
yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari
pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau
rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima
imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk
keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak
untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu.
Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi,
penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo
Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan
hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya
lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau
membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada
Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau
dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu
lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan
hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia
memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan
pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha
mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas
kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau
dia tetap pergi bekerja.

2
B. Tinjauan atas Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur
ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur
yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami itu sebagai berikut:

1. Tema
Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa
gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya
itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.
Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak
pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak
pada halaman 3 (unfiled Notes Page 3)  berikut ini.
“Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga
seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya,
bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu
Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya.
Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku,
karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal.
Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya,
supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca
KitabNya. “Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya. “Astaghfirullah”
kataku bila aku terkejut. ” Masa Allah bila aku kagum.”  Apakah salahnya pekerjaanku itu?
Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
Kemudian pada halaman 6 (unfiled Notes Page 6) gambaran itu ditegaskan kembali, yaitu :
“Tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri mu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kaum mu
sendiri, melupakan kehidupan anak istimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir
selamanya. Inilah kesalahan mu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau di dunia
berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.”
Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka tema cerpen
ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah kelalaiannya itu akhirnya
mampu membunuh dirinya.

2. Amanat
Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa
oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari
seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu.
Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk
memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita
pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat
merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada
pembacanya.
Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A.
Navis adalah: “Pelihara, jaga, dan jangan bermasabodoh terhadap apa yang kau miliki.” Hal

3
ini terdapat pada paragraf kelima halaman delapan kalimat yang terakhir. Amanat
pokok/utama ini kemudian diperjelas atau diuraikan dalam ceritanya. Akibatnya muncullah
amanat-amanat lain yang mempertegas amanat utama itu. Amanat-amanat yang dimaksud itu
di antaranya:
(a) Jangan cepat marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita karena ada
perbuatan kita yang kurang layak di hadapan orang lain. Amanat ini dimunculkan melalui
ucapan kakek Garin pada halaman 3 (unfiled Notes Page 3).
“Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam.
Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadahku
rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadah bertawakkal kepada Tuhan
.…”
dari ucapan kakek Garin itu jelas tegambar pandangan hidup/cita-cita pengarangnya
mengenai karangan untuk cepat marah.
(b) Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja baik di
hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan itu. Coba saja tengok
pengalaman tokoh yang bernama Haji Saleh ketika dia disidang di akhirat sana:
“Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di Neraka itu banyak teman-temannya didunia
terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan tambah tak mengerti lagi dengan keadaan
dirinya, karena semua orang-orang yang dilihatnya di Neraka itu tak kurang ibadahnya dari
dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai 24 kali ke Mekkah dan bergelar
Syekh pula ( Hlm. 4, unfiled Notes Page 4 ).
Tidak hanya itu saja. Dari gambaran ini terpapar pula amanat lain, yaitu:
(c) Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan diri
pemakainya.
(d) Jangan menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, untuk itu cermati sabda Tuhan dalam cerpen
ini:
“…, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang
harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau
lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau
negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak
mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya
beramal disamping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin .
…” (hlm. 6, unfiled Notes Page 6).
(e) Jangan mementingkan diri sendiri, seperti yang disabdakan Tuhan dalam cerpen ini halaman 6
(unfiled Notes Page 6).
”…. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan
kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir
selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau didunia
berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.”

3.  Latar

4
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang
berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga
macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial.
Latar Tempat
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal,
sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas
disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya :
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis,
Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka
kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan di jalan kampungku. Pada simpang
kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu
nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir
melalui empat buah pancuran mandi. (hlm. 2,  unfiled Notes Page 2 )
4. Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar
tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya
seperti berikut :
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-
orang yang sudah berpulang ….” (hlm. 3, unfiled Notes Page 3)
Meskipun begitu, ada juga yang juga yang jelas-jelas menyebutkan soal waktu, misalnya:
Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu
kebencian yang bakal roboh ………
Sekali hari aku datang pula mengupah kepada kakek (hlm. 2, unfiled Notes Page 2)
“Sedari mudaku aku di sini, bukan ?….” (hlm. 3, unfiled Notes Page 3)
5. Latar Sosial
Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-
kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini
latar sosial digambarkan sebagai berikut :
Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana
dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia
sebagai Garim, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek (hlm. 2, unfiled Notes
Page 2)
Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara
hidupnya.
Namun demikian, contoh latar sosial yang menggambarkan kebiasaan yang lainnya
yaitu :
“Kalau Tuhan akan mau mengakui kehilapan – Nya bagaimana ?” suatu suara melengking
di dalam kelompok orang banyak itu.
“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Soleh.
…………………………………………………………………………
“cocok sekali, di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah
suara menyela.
“Setuju. Setuju. Setuju.” Mereka bersorak beramai-ramai (hlm. 5, unfiled Notes Page 5)

5
Kebiasaan ini tentunya mengisyaratkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh yang terlibat
dalam dialog ini (unfiled Notes Page 5), termasuk kelompok orang yang sangat kritis, vokal,
dan berani. Karena kritik, vokalnya, dan beraninya Dia sering menganggap enteng orang lain
dan akhirnya terjebak dalam kesombongan. Tokoh-tokoh ini menjadi sombong di hadapan
Tuhannya padahal apa yang dilakukannya belum ada apa-apanya. Perhatikan pada berikut ini.
Haji soleh yang jadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang
menggeletar dan berirama indah, Ia memulai pidatonya: “O, Tuhan kami yang Mahabesar,
kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat
menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji
kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya…”
Akhirnya ada latar sosial lain yang digambarkan dalam cerpen ini meskipun hanya
sepintas saja gambaranya itu. Latar sosial ini menunjukkan bahwa salah satu tokoh dalam
cerita ini termasuk kedalam kelompok sosial pekerja. Datanya seperti ini.
“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikitpun bertanggung jawab, “dan sekarang ke mana dia ?”
“Kerja”
“Kerja?”tanyaku mengulangi hampa.
“ya.Dia  pergi kerja.”
6.  Alur (plot)
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:32) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-
hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat
diuraikan seperti berikut.

7. Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan
perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. A.A. Navis menampilkan tokoh-tokohnya sebagai
berikut.
a.        Tokoh Aku
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah
si Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau. Pengarang
menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Datanya seperti
berikut.
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi
tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ? Aku
ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: “Apa ceritanya, kek ?”
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya
lagi kakek : “Bagaimana katanya, kek ?”.(hlm.3, unfiled Notes Page 3)
“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang
tercengang-cengang. Aku cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya
saja.  Lalu aku tanya dia.(hlm.6, unfiled Notes Page 6).
b.    Ajo Sidi

6
Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan
keberlangsungan cerita ini . Secara jelas tokoh ini disebut sebagai si tukang bual. Sebutan ini
muncul melalui mulut tokoh Aku. Menurut si tokoh Aku, Ajo Sidi disebutkan sebagai si
tukang bual yang hebat karena siapa pun yang mendengarnya pasti terpikat. Selain itu
bualannya selalu mengena. Data untuk ini seperti berikut.
….Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin
ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang
dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu
sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua
pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar
kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya….(hlm.2, unfiled Notes Page
2)
.
Dari data ini pula ternyata disebutkan pula bahwa Ajo Sidi orang yang cinta kerja.
c.    Si Kakek
Tokoh ini agaknya menjadi tokoh sentral. Dia menjadi pusat cerita. Oleh si pengarang
tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan gampang mempercayai
omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu mementingkan diri sendiri dan
lemah imannya.
Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cecrita Ajo Sidi.
Padahal yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu seperti
menelanjangi kehidupannya. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya serta kuat
imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan
bersyukur kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai
dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia segera mengambil jalan pintas malah masuk ke
pintu dosa yang lebih besar.
Sedangkan gambaran untuk tokoh si Kakek yang terlalu mementingkan diri sendiri
digambarkan melalui ucapanya sendiri, seperti data berikut:
“ Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga
seperti orang-orang lain, tahu? Tak terpikirkan hidupku sendiri…( unfiled Notes Page 3).
d.    Haji Saleh
Tokoh ini adalah ciptaan Ajo Sidi. Pemunculannya sengaja untuk mengejek atau
menyindir orang lain. Dengan begitu wataknya sudah dipersiapkan oleh penciptanya dan
karena kemahirannya Ajo Sidi tokoh ini demikian hidup. Secara jelas dan gamblang watak
tokoh ini digambarkan sebagai orang terlalu mementingkan diri sendiri.

C.  Unsur-unsur Intrinsik
      a.  Tema
Tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi keluarganya.
      b.  Amanat
Amanat cerpen ini adalah :
1.      jangan cepat marah kalau diejek orang,
2.      jangan cepat bangga kalau berbuat baik,
3.      jangan terpesona oleh gelar dan nama besar,

7
4.      jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan
5.      jangan egois.
        c.  Latar
Latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar  sosial.
      d.  Alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang
telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian
awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan
berakhir di awal bagian akhir.
        e.  Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji
Soleh.
1.      Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
2.      Ajo Sidi adalah orang yang suka membual
3.      Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain.
4.      Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri.

f.  Titik Pengisahan
Titik pengisahan cerpen ini yaitu pengarang berperan sebagai tokoh utama (akuan
sertaan) sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita. Selain itu pengarang pun
berperan sebagai tokoh bawahan ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh
aku.
      g.  Gaya
Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan majas
alegori, dan sinisme.

D. Tinjauan atas Unsur Ekstrinsik


Judul                                      : Robohnya Surau Kami
Penulis                                   : Ali Akbar Navis
Kota terbit                   : Jakarta
Penerbit                       : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit                 : 1986
Agama Pengarang              :  Islam
Nilai-nilainya
a.       Nilai-nilai budayanya
Pola fikir yang kurang berpendidikan membuat kakek salah dalam mengambil keputusan,
tidak ada keiginan untuk hidup lebih baik dan berkembang.
Ajo Sidi yang menyebalkan! Begitu diceritakan betapa mulut besar dirinya. Banyak omong,
pembual. Dalam cerpen ini dijabarkan perkataan Ajo Sidi panjang lebar yang jelas menyindir.
Menjengkelkan! Mungkin memang seperti budaya Sumatra yang masyarakatnya berwatak
keras.Omongannya pedas, kasar, dan tajam.³Pada suatu waktu, kata Ajo Sidi memulai, di akhirat Tuhan Allah
memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka
tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah dimana-
mana ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang didunia di

8
namai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begituyakin akan di masukkan ke
dalam surga....µSalahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia? tanya Haji
Saleh µTidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau
takut masuk neraka, karena itu kau taatsembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan
kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-
kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia
berkaum, bersaudara semuanya, tapiengkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.
b.      Nilai-nilai sosial
Rasa atau sikap sosial masih ada walaupun cuma sedikit. Sifat iklas kakek dalam membantu
terhadap tetangga-tetagganya.
Hal tersebut terbukti dalam cerita bahwa si Kakek dari muda tidak bekerja. Ia hanya menjaga
surau dan mendapat sedekah. Ia tidak mencari pekerjaan yang pasti atau bahkan tidak berkarya dan
menciptakan pekerjaan sendiri, hanya mengasah pisau yang penghasilnya sangat kecil dan tidak
menentu. Baiknya di sini masih ada orang-orang yang sadar akan indahnya berbagi. Mereka
yang menggunakan jasa asah pisau si Kakek memberinya sambal sebagai imbalan. Orang
laki-lakiyang meminta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang.
c.       Nilai-nilai moral
Perbuatan kakek yang siap membantu kapanpun dan tidak mengharap imbalan patut
dicontoh.
Hal tersebut terbukti dalam cerita bahwa si Kakek dari muda tidak bekerja. Ia hanya menjaga
surau dan mendapat sedekah. Ia tidak mencari pekerjaan yang pasti atau bahkan tidak berkarya dan
menciptakan pekerjaan sendiri, hanya mengasah pisau yang penghasilnyasangat kecil dan tidak
menentu. Baiknya di sini masih ada orang-orang yang sadar akan indahnya berbagi. Mereka
yang menggunakan jasa asah pisau si Kakek memberinya sambal sebagai imbalan. Orang
laki-laki yang meminta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang.Lagi-lagi buruknya, ada
juga yang hanya memberikan si Kakek ucapan terima kasih dan sedikit senyum. Mereka adalah
orang-orang yang
itungan
d.      Nilai-nilai agamanya
Ketaatan kakek dalam beribadah dan menyembah tuhan adalah salah satu perbuatan yang
layak dicontoh.
Tergambar di dalam kutipan berikut :
“Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya isteri, punya anak, punya
keluargaseperti orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya,
bikinrumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala.
Tak  pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini
akudikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang
kulakukan,sangkamu? Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-
Nya? Tak kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan
penyayang kepadaumatnya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul
beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang
setiapwaktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya. Alhamdulillah kataku bila aku
menerimakarunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya Allah kataku bila aku
kagum.´

9
e.       Nilai Pendidkan
Kita tidak boleh putus asa dalam menghadapi kesulitan tetapi harus selalu berusaha dengan sekuat tenaga dan
selalu berdoa.
                      

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Karya sastra merupakan sebuah karya yang memiliki nilai edukasi, etika, dan estetika.
Karya sastra juga memiliki aspek yang sangat penting, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Kedua aspek tersebut harus dipandang sama, tidak boleh meletakkan bahwa
unsure intrinsik yang lebih penting dari unsur ekstrinsik begitu juga sebaliknya.
Analisis aspek intrinsik karya sastra ialah analisis mengenai karya sastra itu sendiri
tanpa melihat kaitannya dengan data di luar cipta sastra sastra tersebut, aspek ekstrinsik
hanyalah dalam hubungan menetapkan nilai isinya
Sebuah karya fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan,
hidup dan kehidupan.Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh
kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan
pandangannya, yang sangat menarik untuk dianalisis, yaitu dengan analisis aspek intrinsik
dan ekstrinsik.
            Analisis aspek intrinsik karya sastra ialah analisis mengenai karya sastra itu sendiri
tanpa melihat kaitannya dengan data di luar cipta sastra sastra tersebut, aspek ekstrinsik
hanyalah dalam hubungan menetapkan nilai isinya. Analisis aspek unsur ekstrinsik ialah
analisis karya sastra itu sendiri dari segi isinya, dan sepanjang mungkin melihat kaitannya
dengan kenyataan-kenyataan di luar karya sastra itu sendiri.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/21244379/ROBOHNYA-SURAU-KAMI
http://umum-sastra.blogspot.com/2011/04/robohnya-surau-kami.html
http://adisastrajaya.blogspot.com/2012/06/makalah-analisis-unsur-ekstrinsik-dan.html

12

Anda mungkin juga menyukai