Anda di halaman 1dari 2

Di Balik Kisah Rembulan Di Mata Ibu

Identitas Buku :
 Judul Cerpen : Rembulan di Mata Ibu
 Pengarang : Asma Nadia
 Penerbit : Mizan
 Tahun Terbit : 2002
 Cetakan ke- : Cetakan V
 Jumlah Halaman : 10

Cerpen ini merupakan cerpen yang di angkat dari novel Asmarani Rosalba pendiri
Forum Lingkar Pena dan Manajer dari Asma Nadia Publishing House yang dikenal
dengan nama pena Asma Nadia diterbitkan pada tahun 2002. Novel tersebut telah
mendapatkan penghargaan dari Adikarya IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional. Buku
ini berisi dengan berbagai cerita-cerita pendek mengenai berbagai sisi kehidupan yang sering
terjadi saat ini. Salah satu kisah yang terbaik, yang dijadikan sebagai judul novel ini yaitu
“Rembulan di Mata Ibu”.
Kisah “Rembulan di Mata Ibu” menceritakan tentang kasih sayang tulus seorang ibu
yang juga menjadi seorang kepala keluarga di rumah, kepada Diah (tokoh utama dalam cerita
ini) yang tidak ditunjukkan secara langsung atau tersirat, karena pada dasarnya tidak ada ibu
yang tidak sayang kepada anaknya. Seperti dalam kisah ini, sosok Diah yang merasa tidak
disayang oleh ibunya karena dia beranggapan bahwa pemikiran ibunya selalu bertolak
belakang dengan semua yang dia lakukan, padahal semua itu merupakan bentuk rasa sayang
dan perhatian yang ditunjukkan ibunya secara tidak langsung, mulai dari kebiasaan Diah
yang suka berkumpul untuk rapat dengan para pemuda desa, dia beranggapan pemikiran
ibunya sangat kuno, padahal maksud ibunya berkata demikian karena dia takut jika pergaulan
Diah semakin bebas karena bergaul dengan banyak laki-laki.
Diah beranggapan bahwa semua hal yang dilakukan olehnya, mulai dari pakaian,
ucapan, dan tingkah laku, tidak pernah mendapatkan pujian dari sang ibu. Bahkan, ibunya
selalu mencelanya dengan kata-kata yang melukai perasaannya. Salah satu contonya yaitu
ketika Diah mengikuti kegiatan organisasi pemuda desa, ibunya selalu berkata bahwa
kegiatan tersebut tidak ada gunanya. Pernah sekali, Diah berusaha menyenangkan hati
ibunya, dengan cara memasakkan makanan untuknya. Namun, tak ada ungkapan terima kasih
yang keluar dari mulut ibunya, yang keluar hanyalah kata-kata bahwa Diah hanya belajar dan
terus belajar dan tidak pernah mencoba memasak. Hati Diah pun lelah mendengar kata-kata
tajam yang menusuk. Hingga akhirnya, terdapat kesempatan bagi Diah untuk melanjutkan ke
bangku kuliah. Ia belajar dengan sekuat tenaga agar bisa menjauh dari ibunya.
Diah pun berhasil pergi melanjutkan pendidikannya dan Diah sukses menjadi penulis
dan menghasilkan uang yang dikirimkan setiap bulan untuk Ibunya. Hanya saja, sudah lima
tahun sejak pertengkaran yang terjadi dengan Diah dan Ibunya sebelum Diah berangkat ke
kota, pertengkaran di mana perkataan Diah berhasil menyakiti perasaan sang Ibu, saat dia
menyalahkan sifat Ibunya sehingga ayahnya meninggalkan mereka. Sejak saat itu, Diah tidak
pernah sekalipun pulang mengunjungi sang Ibu, hingga suatu hari, kakaknya, yang tinggal di
desa mengabarkan bahwa ibunya sedang sakit. Diah pun tertegun. Ia akhirnya memtuskan
kembali ke rumahnya dulu untuk melihat ibunya walaupun masih dalam perasaan sedikit
benci terhadap ibunya. Pertemuan keduanya bergitu mengharukan, saat Diah mengetahui
bahwa ibunya selalu mendoakan setiap langkah yang Diah lakukan, Diah juga terkejut dan
sedih saat mengetahui bahwa selama ini Ibunya telah menyimpan banyak foto Diah untuk
mengobati kerinduannya.
Selama ini beliau keras terhadap Diah, agar Diah siap mengahadapi sulitnya hidup,
dan menjadi wanita yang tegar yang tidak akan kalah dengan kesulitan yang menghadang.
Ibu tidak ingin Diah terluka dan kecewa, itu sebabnya Ibu tidak pernah memujinya. Beliau
ingin Diah tumbuh menjadi anak bungsu yang hatinya kuat dan sekeras baja, menjadi
perempuan seperti rembulan merah jambu, menjadi seseorang dalam arti yang sesungguhnya,
punya karakter dan prinsip yang berbeda. Beliau juga selalu menyimpan uang yang Diah
berikan. Ibunya tidak pernah memakai uang tersebut sedikitpun. Uang itu ditujukan untuk
pernikahan Diah nanti. Diah terkejut, bahwa selama ini ibunya selalu memperhatikannya dan
menyayanginya, sehingga semua kebencian dan kekesalannya pada sang Ibu, lenyap
seluruhnya. Diah sadar, bahwa dirinya sangat berarti bagi sang Ibu. Diah yang menjadi
rembulan di mata sang Ibu, dan menjadi rembulan di hatinya.

Melalui penggambaran latar suasana dan emosi para tokoh yang sangat mendetail
dari sudut pandang orang pertama, sehingga siapapun yang membaca cerita pendek ini, akan
ikut merasakan suasana yang dibangun dan dituangkan penulis dalam cerita. Penggambaran
alur dalam cerita pendek “Rembulan di Mata Ibu” sangat teratur dan dapat dimengerti,
sehingga Asma Nadia berhasil membuat pembaca ikut merasakan apa yang dirasakan oleh
tokoh utama dalam cerita pendek ini, sehingga cerita pendek ini memang layak mendapatkan
penghargaan sebagai buku remaja terbaik nasional. Pesan dari cerpen ini juga menyadarkan
kepada diri kita sendiri bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menunjukkan
kasih sayangnya.
Kekurangan dari cerpen ini adalah banyaknya penulisan kata yang tidak baku, dan
tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan atau EYD. Terdapat penggunaan istilah atau
bahasa daerah tanpa disertai dengan terjemahannya sehingga menimbulkan sedikit
kebingungan pada para pembaca.

Anda mungkin juga menyukai