Anda di halaman 1dari 4

Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar Yang Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu

Menyentuh Hati Aku dan Tuti + Greet + Amoi… hati terlantar,

AKU

Karya: Chairil Anwar Lagu Siul

Kalau sampai waktuku Karya: Chairil Anwar


‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Laron pada mati
Tidak juga kau
Terbakar di sumbu lampu
Tak perlu sedu sedan itu
Aku juga menemu
Aku ini binatang jalang
Ajal di cerlang caya matamu
Dari kumpulannya terbuang
Heran! Ini badan yang selama berjaga
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari Tak Sepadan
Hingga hilang pedih perih Karya: Chairil Anwar
Dan akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Derai-derai Cemara Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
Dikutuk-sumpahi Eros
Karya: Chairil Anwar Aku merangkaki dinding buta
Tak saru juga pintu terbuka
Cemara menderai sampai jauh
Jadi baik juga kita padami
terasa hari akan jadi malam
Unggunan api ini
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
dipukul angin yang terpendam
Aku terpanggang tinggal rangga
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi Habis hangus di api matamu
tapi dulu memang ada suatu bahan ‘Ku kayak tidak tahu saja
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
Sajak Putih

Tuti Artic Karya: Chairil Anwar

Karya: Chairil Anwar Bersandar pada tari warna pelangi


Kau depanku bertudung sutra senja
Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga, Di hitam matamu kembang mawar dan melati
adikku yang lagi keenakan menjilat es artic; Harum rambutmu mengalun bergelut senda
sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
isteriku dalam latihan; kita hentikan jam berdetik. Meriak muka air kolam jiwa
Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa Dan dalam dadaku memerdu lagu
-ketika kita bersepeda kuantar kau pulang - Menarik menari seluruh aku
panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara, Hidup dari hidupku, pintu terbuka
mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang. Selama matamu bagiku menengadah
Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar; Selama kau darah mengalir dari luka
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu: Antara kita Mati datang tidak membelah…
Sorga hanya permainan sebentar.
Prajurit Jaga Malam Rumahku

Karya: Chairil Anwar Karya: Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Rumahku dari unggun-timbun sajak
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, Kaca jernih dari luar segala nampak
bermata tajam Kulari dari gedong lebar halaman
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya Aku tersesat tak dapat jalan
kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati Kemah kudirikan ketika senjakala
ini Di pagi terbang entah ke mana
Aku suka pada mereka yang berani hidup Rumahku dari unggun-timbun sajak
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Di sini aku berbini dan beranak
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu! Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu

Cintaku Jauh di Pulau


Senja Di Pelabuhan Kecil
Karya: Chairil Anwar
Karya: Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Gadis manis, sekarang iseng sendiri
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Perahu melancar, bulan memancar
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
Di air yang tenang, di angin mendayu menyinggung muram, desir hari lari berenang
di perasaan penghabisan segala melaju menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
Ajal bertakhta, sambil berkata: dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
menyisir semenanjung, masih pengap harap
Perahu yang bersama ‘kan merapuh
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
Mengapa Ajal memanggil dulu
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Malam

Karya: Chairil Anwar


Yang Terampas Dan Yang Terputus
Mulai kelam
Karya: Chairil Anwar belum buntu malam
kami masih berjaga
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
Thermopylae?
Menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu jagal tidak dikenal?
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru tapi nanti
dingin sebelum siang membentang
Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau kami sudah tenggelam hilang
datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu
beku.
Malam Di Pegunungan Hampa

Karya: Chairil Anwar Karya: Chairil Anwar

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin, Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan? Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin: Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan! Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.

Sepi.
Krawang – Bekasi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Karya: Chairil Anwar Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi Udara bertuba. Setan bertempik
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Diponegoro


Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Karya: Chairil Anwar
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami. Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Dan bara kagum menjadi api
Tapi kerja belum selesai, belum bisa
memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Pedang di kanan, keris di kiri
Tapi adalah kepunyaanmu
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan MAJU


kemenangan dan harapan
Karya: Chairil Anwar
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kaulah sekarang yang berkata Kepercayaan tanda menyerbu.
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Sekali berarti
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Sudah itu mati.
Kenang, kenanglah kami MAJU
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno Bagimu Negeri
menjaga Bung Hatta Menyediakan api.
menjaga Bung Sjahrir Punah di atas menghamba
Kami sekarang mayat Binasa di atas ditindas
Berikan kami arti Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Jika hidup harus merasai

Kenang, kenanglah kami Maju


yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Serbu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi Serang
Terjang
ANA BUNGA Biarkan antara kita saja
Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt pada api perdiangan
Schwittters, Anne Blumme Ana Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamu
Oleh : Namamu menetes bagai lembut lilin
Sutardji Calzoum Bachri Apa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu?
Orang dapat membaca kau dari belakang
Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera Dan kau yang paling agung dari segala
Kucinta kau Kau yang dari belakang, yang dari depan
Aku ke kau ke kau aku A-N-A
Akulah kauku kaulah ku ke kau Tetes lilin mengusapusap punggungku
Kita ? Ana Bunga
Biarlah antara kita saja Oh hewan meleleh
Siapa kau, perempuan tak terbilang Aku cinta yang padakau!
Kau 1999
Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk
Orang tak tahu menara gereja menjulang panitia peringatan Kurt Schwitters, Niedersachen,
Kaki, kau pakaikan topi, engkau jalan Jerman.
dengan kedua OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
tanganmu Republikaedisi : 28 November 1999
Amboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipat
Ana merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu
aku GAJAH DAN SEMUT
cinta kau Oleh :
Merahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kau Sutardji Calzoum Bachri
Kau yang pada kau yang milikkau aku yang padaku
kau yang padaku tujuh gajah
Kita? cemas
Dalam dingin api mari kita bicara meniti jembut
Ana Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa? serambut
Sayembara : tujuh semut
Ana Bunga buahku turun gunung
Merah Ana Bunga terkekeh
Warna apa aku? kekeh
Biru warna rambut kuningmu perjalanan
Merah warna dalam buah hijaumu kalbu
Engkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hari 1976-1979
Kau hewan hijau manis, aku cinta kau sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Kau padakau yang milikau yang kau aku Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
yang milikkau Mailing List MSI Penyair
kau yang ku Pengirim Nanang Suryadi
Kita ?

Anda mungkin juga menyukai