BAGIAN I
Jadi berdasarkan intonasinya, yaitu berdasarkan adanya jeda panjang yang disertai
nada akhir turun atau naik, tuturan di atas terdiri dari sebelas satuan kalimat, yaitu:
1
11. Sekarang rugasku hanya menunggu ibu di rumah, sedang bibi ikut
membantu memasakan lauk, tetapi sering pula bibi ikut menunggu ibu
dan membiarkan Ida bermain-main sendiri di tamannya yang kecil.
Kalimat yang berklausa ialah kalimat yang terdiri dari dari satuan yang
berupa klausa. Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung
menandakan bahwa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka. Contoh:
Kalimat (1) terdiri dari satu klausa yaitu Lembaga itu menerbitkan
majalah sastra, yang terdiri dari S ialah lembaga itu, P ialah menerbitkan, dan O
ialah majalah sastra. Kalimat (2) terdiri dari dua klausa Perasaan ini timbul
dengan tiba-tiba sebagai klausa pertama, dan kereta api mulai memasuki daerah
perbatasan sebagai kalusa kedua. Kalimat (3) terdiri dari tiga klausa yaitu semua
itu adalah miliknya sebagai klausa pertama, aku pun menjadi miliknya sebagai
klausa kedua dan aku turun ke darat sebagai klausa ketiga. Kalimat (4) terdiri dari
empat klausa yaitu Karmila menangis sebagai klausa pertama, menghadapi
tembok sebagai klausa kedua, bapak Daud masuk sebagai klausa ketiga, dan
diantar suster Meta sebagai klausa keempat.
Pada kalimat luas, yaitu kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih,
sering terjadi penghilangan S, seperti yang terjadi pada kalimat (4) kalimat
tersebut terdiri dari empat klausa. Klausa pertama merupakan klausa lengkap,
terdiri dari S P, klausa kedua merupakan tak lengkap, terdiri dari P diikuti O,
Klausa ketiga merupakan klausa lengkap, terdiri dari S P, dan klausa keempat
2
merupakan klausa tak lengkap, terdiri dari P diikuti KET. Jadi terjadi
penghilangan S pada klausa kedua dan keempat. Demikian pula dengan kalimat
tanya:
Terkadang terjadi pula penghilangan P hingga klausa itu hanya terdiri dari
S diikuti O, PEL, KET, atau tidak. Misalnya:
Amin dan Ahmad pergi ke toko buku. Amin membeli buku aljabar, Ahmad buku
sejarah.
Kalimat tak berklausa ialah kalimat yang tidak terdiri dari klausa. misalnya:
Astaga!
Selamat malam!
Selamat belajar!
Judul suatu karangan juga merupakan sebuah kalimat. Jika terdiri dari S P
(O) (PEL) (KET), kalimat judul itu itu termasuk golongan kalimat berklausa.
Misalnya:
Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, kalimat judul tersebut termasuk
golonga kalimat tak berklausa. Misalnya:
3
Polandia dan Doktrin Breznev.
Kalimat berita memiliki intonasi yang disebut pola intonasi berita, yaitu
[2] 3 // [2] 3 1 # dan [2] 3 // [2] 3 # apabila P-nya terdiri dari kata-kata yang suku
kedua dari belakangnya bervokal / ә /, seperti kata keras, cepat, kering, tepung,
bekerja. Di samping itu dalam kalimat berita tidak terdapat kata-kata tanya seperti
apa, siapa, dimana, mengapa, kata-kata ajakan seperti mari, ayo, kata persilahan
silahkan, serta kata larangan jangan. Misalnya:
4
naik. Pola intonasi: [2] 3 // [2] 3 2 #. Di sini pola intonasi kalimat tanya itu
digambarkan dengan tanda tanya. Misalnya:
Ahmad pergi?
Anak-anak sudah bangun?
Ayahnya belum pulang?
Murid itu masih belajar?
Orang itu tidak tidur?
Kata-kata kah, apa, apakah, bukan, dan bukanlah dapat ditambahkan pada
kalimat bagian kalimat yang ditanyakan kecuali pada S. Di samping itu, ada
kecendrungan untuk meletakan bagian kalimat yang ditanyakan itu di awal
kalimat tanya. Misalnya:
Pergikah Ahmad?
Sudah bangunkah anak-anak?
Sudahkah bangun anak-anak?
Belum pulangkah ayah?
Belumkah ayah pulang?
Masih belajarkah murid itu?
Masihkah murid itu belajar?
Tidak tidurkah orang itu?
Tidakkah orang itu tidur?
Ahmadkah pergi?
Anak-anakkah sudah bangun?
Ayahnyakah belum pulang?
Murid itukah masih belajar?
Orang itukah tidak tidur?
5
Kalimat tersebut merupakan kalimat yan tidak gramatik. Jika diperlihatkan
penambahan kah pada unsur-unsur itu, maka diperlukan pula penambahan kata
yang hingga kalimat-kalimat tersebut menjadi:
Akan tetapi kata-kata yang bergaris bawah tidak lagi menduduki fungsi S,
melaikan menjadi fungsi P, dan unsur-unsur lainnya menduduki fungsi S.
Kata apa dan apakah sebagai pembentuk kalimat tanya selalu terletak di
awal kalimat. Misalnya:
6
2.3.2.1. Apa
Kata apa di situ dapat dipindahkan ke awal kalimat karena kata itu
membentuk satu frase dan berfungsi sebagai atribut yang mempunyai letak yang
tetap di belakang unsur pusatnya. Perhatikan kalimat berikut:
7
Anjing apa itu?
Gedung apa gedung yang tinggi itu?
2.3.2.2. Siapa
Dalam kalimat-kalimat di atas, kecuali dalam kalimat (97) dan (98), kata
siapa dapat dipindahkan ke awal kalimat sehingga kalimat-kalimat itu menjadi:
Dalam kalimat (97) kata siapa yang berfungsi sebagai aksis kata dengan
harus terletak dibelakangnya, dan dalam kalimat (98) kata siapa yang berfungsi
sebagai atribut kata sepeda harus terletak di kalimat bukunya kata siapa,
melainkan dengan siapa dan sepeda siapa sehingga kedua kalimat itu menjadi:
8
(107) Sepeda siapa ini?
2.3.2.3. Mengapa
2.3.2.4. Kenapa
Kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab seperti halnya kata
tanya mengapa. Misalnya:
9
2.3.2.5. Bagaimana
2.3.2.6. Mana
Kata tanya mana sering juga digunakan tanpa didahului kata depan di,
dari, atau ke, untuk menanyakan tempat. Misalnya:
10
Kata tanya mana juga dipakai untuk menanyakan sesuatu atau seseorang
dari suatu kelompok. Dalam hal ini, kata tanya mana itu di dahului oleh kata tanya
yang, menjadi yang mana. Misalnya:
Mana bukunya?
2.3.2.8. Berapa
11
(140) Berapa harga buku ini?
Partikel kah dapat ditambahkan pada kata-kata tanya di atas untuk lebih
menegaskan pertanyaan sehingga di samping apa, siapa, mengapa, kenapa,
bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila, dan berapa terdapat apakah, siapakah,
mengapakah, kenapakah, bagaimanakah, kapankah, bilakah, dan berapakah.
12
Kata tanya bagaimana dalam kalimat Bagaimana nasib anak itu?
Menghendaki jawaban Nasib anak itu baik, jelek, kurang beruntung, yang
semuanya menyatakn keadaan. Maka dikatakan bahwa kata tanya bagaimana
dalam kalimat itu menanyakan keadaan, berbeda dengan kata tanya bagaimana
dalam kalimat Bagaimana orang itu menjadi kaya? Yang menghendaki jawaban
yang di awali dengan kata dengan sebagai penanda cara, misalnya Orang itu
dapat menjadi kaya dengan bekerja keras, dengan menghemat, dengan menabung
di bank, dengan mencuri, dan sebagainya. Maka dijelaskan bahwa kata tanya
bagaimana di situ menanyakan cara.
Kata tanya bilamana, kapan, dan bila jelas menanyakan waktu karena
menghendaki jawaban yang menyatakan waktu, dan yang terakhir kata tanya
berapa menanyakan jumlah atau bilangan karena menghendaki jawaban yang
menyatakan jumlah atau bilangan.
13
2.3.3. Kalimat Suruh
(145) pergi!
23#
(146) pergilah!
232 #
Kalimat suruh yang sebenarnya di tandai oleh pola intonasi suruh. Selain
daripada itu, apabila P-nya terdiri dari kata verbal intransitive, bentuk kata verbal
itu tetap, hanya partikel lah dapat ditambahkan pada kata verbal itu untuk
menghaluskan perintah. S-nya yang berupa persona ke 2 dibuangkan boleh juga
tidak. Misalnya:
14
(149) Duduk!
(150) Beristirahatlah!
Apabila P-nya terdiri dari kata verbal transitif, kalimat suruh yang
sebenarnya itu, selain ditandai oleh pola intonasi suruh, juga oleh tidak adanya
prefiks meN – pada kata verbal transitif itu. Partikel lah dapat ditambahkan pada
kata verbal itu untuk menghaluskan suruhan. Misalnya:
Kalimat (158) berbeda dengan kalimat (154-157). Pada kalimat (154-157) unsur
buku, buku baru, baju yang bersih, dan susu tidak dapat dipindahkan ke awal
kalimat, menjadi:
Sedangkan unsur buku itu pada kalimat (158) dapat dipindahkan ke awal kalimat
menjadi:
15
(163) Buku itu ambillah!
Mengingat hal tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa unsur buku, buku
baru, baju yang bersih, dan susu pada kalimat (154-157) menduduki fungsi O,
sedangkan unsur buku itu pada kalimat (158) menduduki fungsi S. Dalam bahasa
Indonesia O tidak pernah terletak di muka P, berbeda dengan S, yang dapat
terletak di muka P dan dapat pula teletak dibelakangnya, yaitu dalam kalimat
inverse.
Apabila kata kerja transitif itu digunakan secara absolut, maksudnya tidak
diikuti O, prefix meN- itu tidak hilang. Misalnya:
Selain ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat persilahan di tandai juga
oleh penambahan kata Silahkan yang diletakkan di awal kalimat. S kalimat boleh
dibunagkan, boleh juga tidak. Misalnya:
16
(172) Silahkan beristirahat!
Di samping ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat ini ditandai juga
oleh adanya kata-kata ajakan, ialah kata mari dan ayo yang diletakkan di awal
kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan pada kedua kata itu menjadi marilah, dan
ayolah. S kalimat boleh dibuangkan, boleh juga tidak. Misalnya:
17