Anda di halaman 1dari 17

ANALISI KALIMAT MENURUT RAMLAN

BAGIAN I

2.1. PENENTUAN KALIMAT

Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukan banyaknya kata


yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh sebagai berikut:

Beberapa hari bapak hanya termangu-mangu saja. Ia tidak berangkat ke


kantor, juga tidak mencangkul di ladang. Untunglah, ibu tidak berlari-lari.
Ibu hanya diam di rumah saja, hanya kadang-kadang tertawa atau
menangis. Ah, ibu. Badanku menjadi kurus. Sudah tiga hari aku tidak
masuk sekolah. Ocehan kawan-kawan sangat menyayat hatiku. Rupanya
berita itu sudah sampai pula ke sekolahku. Siapa yang membawanya?
Sekarang rugasku hanya menunggu ibu di rumah, sedang bibi ikut
membantu memasakan lauk, tetapi sering pula bibi ikut menunggu ibu dan
membiarkan Ida bermain-main sendiri di tamannya yang kecil.

Jadi berdasarkan intonasinya, yaitu berdasarkan adanya jeda panjang yang disertai
nada akhir turun atau naik, tuturan di atas terdiri dari sebelas satuan kalimat, yaitu:

1. Beberapa hari bapak hanya termangu-mangu saja.


2. Ia tidak berangkat ke kantor, juga tidak mencangkul di ladang.
3. Untunglah, ibu tidak berlari-lari.
4. Ibu hanya diam di rumah saja, hanya kadang-kadang tertawa atau
menangis.
5. Ah, ibu.
6. Badanku menjadi kurus.
7. Sudah tiga hari aku tidak masuk sekolah.
8. Ocehan kawan-kawan sangat menyayat hatiku.
9. Rupanya berita itu sudah sampai pula ke sekolahku.
10. Siapa yang membawanya?

1
11. Sekarang rugasku hanya menunggu ibu di rumah, sedang bibi ikut
membantu memasakan lauk, tetapi sering pula bibi ikut menunggu ibu
dan membiarkan Ida bermain-main sendiri di tamannya yang kecil.

2.2. KALIMAT BERKLAUSA DAN KALIMAT TAK BERKLAUSA

Kalimat yang berklausa ialah kalimat yang terdiri dari dari satuan yang
berupa klausa. Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung
menandakan bahwa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka. Contoh:

1. Lembaga itu menerbitkan majalah sastra.


2. Perasaan ini timbul dengan tiba-tiba tatkala kereta api mulai memasuki
daerah perbatasan.
3. Semua itu adalah miliknya, bahkan aku pun menjadi miliknya bila aku
turun ke darat.
4. Tengah Karmila menangis menghadapi tembok, bapak Daud masuk
diantar suster Meta.

Kalimat (1) terdiri dari satu klausa yaitu Lembaga itu menerbitkan
majalah sastra, yang terdiri dari S ialah lembaga itu, P ialah menerbitkan, dan O
ialah majalah sastra. Kalimat (2) terdiri dari dua klausa Perasaan ini timbul
dengan tiba-tiba sebagai klausa pertama, dan kereta api mulai memasuki daerah
perbatasan sebagai kalusa kedua. Kalimat (3) terdiri dari tiga klausa yaitu semua
itu adalah miliknya sebagai klausa pertama, aku pun menjadi miliknya sebagai
klausa kedua dan aku turun ke darat sebagai klausa ketiga. Kalimat (4) terdiri dari
empat klausa yaitu Karmila menangis sebagai klausa pertama, menghadapi
tembok sebagai klausa kedua, bapak Daud masuk sebagai klausa ketiga, dan
diantar suster Meta sebagai klausa keempat.

Pada kalimat luas, yaitu kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih,
sering terjadi penghilangan S, seperti yang terjadi pada kalimat (4) kalimat
tersebut terdiri dari empat klausa. Klausa pertama merupakan klausa lengkap,
terdiri dari S P, klausa kedua merupakan tak lengkap, terdiri dari P diikuti O,
Klausa ketiga merupakan klausa lengkap, terdiri dari S P, dan klausa keempat

2
merupakan klausa tak lengkap, terdiri dari P diikuti KET. Jadi terjadi
penghilangan S pada klausa kedua dan keempat. Demikian pula dengan kalimat
tanya:

A bertanya kepada B : ”Sedang mengapa?” (Penghilangan kata engkau)

B menjawab : “Sedang mengetik surat”.(Penghilangan kata saya)

A menjawab : “Duduklah sebentar di sini”. (Penghilangan kata engkau)

Terkadang terjadi pula penghilangan P hingga klausa itu hanya terdiri dari
S diikuti O, PEL, KET, atau tidak. Misalnya:

Amin dan Ahmad pergi ke toko buku. Amin membeli buku aljabar, Ahmad buku
sejarah.

Kalimat tak berklausa ialah kalimat yang tidak terdiri dari klausa. misalnya:

 Astaga!
 Selamat malam!
 Selamat belajar!

Judul suatu karangan juga merupakan sebuah kalimat. Jika terdiri dari S P
(O) (PEL) (KET), kalimat judul itu itu termasuk golongan kalimat berklausa.
Misalnya:

 Tiga Nama Disebut-sebut sebagai Calon Walikodya Yogya.


 Perjudian dan HO Sudah Tidak Ada Lagi.
 Seratus Orang Tokoh Islam Akan Menerima Penjelasan.

Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, kalimat judul tersebut termasuk
golonga kalimat tak berklausa. Misalnya:

 Tantangan Pembangunan Ekonomi Indonesia.


 Dua Bidang Terlemah dalam Pelaksanaan Transimgrasi.
 Seorang Pendeta dari Kaki Gunung Wilis.

3
 Polandia dan Doktrin Breznev.

2.3. KALIMAT BERITA, KALIMAT TANYA, DAN KALIMAT SURUH

2.3.1 Kalimat Berita

Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain


sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada
pandangan mata yang menunjukan adanya perhatian, kadang-kadang pula disertai
dengan anggukan atau ucapan ya.

Kalimat berita memiliki intonasi yang disebut pola intonasi berita, yaitu
[2] 3 // [2] 3 1 # dan [2] 3 // [2] 3 # apabila P-nya terdiri dari kata-kata yang suku
kedua dari belakangnya bervokal / ә /, seperti kata keras, cepat, kering, tepung,
bekerja. Di samping itu dalam kalimat berita tidak terdapat kata-kata tanya seperti
apa, siapa, dimana, mengapa, kata-kata ajakan seperti mari, ayo, kata persilahan
silahkan, serta kata larangan jangan. Misalnya:

 Menurut ilmu sosial konflik dapat terjadi karena penemuan-penemuan


baru.
 Jalan itu sangat gelap.
 Belajarlah mereka dengan tekun.

Bagaimana dengan kalimat “Engkau harus berangkat sekarang juga”?


Sekalipun tanggapan yang diharapkan berupa tindakan, tetapi kalimat tersebut
termasuk kalimat berita mengingat ciri-ciri formalnya yang berupa pola intonasi
berita dan tak adanya kata-kata tanya, ajakan, persilahan, dan larangan. Demikian
pula pada kalimat Saya minta, engkau berangkat sekarang ini juga.

2.3.2. Kalimat Tanya

Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki


pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat bertanya. Perbedaannya
terutama terletak pada nada akhirnya. Perbedaan tersebut terletak pada nada
akhirnya. Pada kalimat berita bernada turun, sedangkan kalimat tanya bernada

4
naik. Pola intonasi: [2] 3 // [2] 3 2 #. Di sini pola intonasi kalimat tanya itu
digambarkan dengan tanda tanya. Misalnya:

 Ahmad pergi?
 Anak-anak sudah bangun?
 Ayahnya belum pulang?
 Murid itu masih belajar?
 Orang itu tidak tidur?

Kata-kata kah, apa, apakah, bukan, dan bukanlah dapat ditambahkan pada
kalimat bagian kalimat yang ditanyakan kecuali pada S. Di samping itu, ada
kecendrungan untuk meletakan bagian kalimat yang ditanyakan itu di awal
kalimat tanya. Misalnya:

 Pergikah Ahmad?
 Sudah bangunkah anak-anak?
 Sudahkah bangun anak-anak?
 Belum pulangkah ayah?
 Belumkah ayah pulang?
 Masih belajarkah murid itu?
 Masihkah murid itu belajar?
 Tidak tidurkah orang itu?
 Tidakkah orang itu tidur?

Kah tidak dapat diletakan di belakang S kalimat-kalimat Ahmad, anak-


anak, ayahnya, murid itu, dan orang itu. Sehingga kalimat dapat dilihat seperti:

 Ahmadkah pergi?
 Anak-anakkah sudah bangun?
 Ayahnyakah belum pulang?
 Murid itukah masih belajar?
 Orang itukah tidak tidur?

5
Kalimat tersebut merupakan kalimat yan tidak gramatik. Jika diperlihatkan
penambahan kah pada unsur-unsur itu, maka diperlukan pula penambahan kata
yang hingga kalimat-kalimat tersebut menjadi:

 Ahmadkah yang pergi?


 Anak-anakkah yang sudah bangun?
 Ayahnyakah yang belum pulang?
 Murid itukah yang masih belajar?
 Orang itukah yang tidak tidur?

Akan tetapi kata-kata yang bergaris bawah tidak lagi menduduki fungsi S,
melaikan menjadi fungsi P, dan unsur-unsur lainnya menduduki fungsi S.

Kata apa dan apakah sebagai pembentuk kalimat tanya selalu terletak di
awal kalimat. Misalnya:

 Apa Ahmad pergi?


 Apakah Ahmad pergi?
 Apa anak-anak sudah bangun?
 Apakah anak-anak sudah bangun?

Kata bukan selalu terletak di akhir kalimat, sebaliknya bukankah selalu


terletak di awal kalimat. Misalnya:

 Ahmad pergi, bukan?


 Bukankah Ahmad pergi?
 Anak-anak sudah bangun, bukan?
 Bukankah anak-anak sudah bangun?
 Ayahnya belum pulang, bukan?
 Bukankah ayahnya belum pulang?

Kalimat-kalimat tanya yang menjadi contoh di atas hanya memerlukan


jawaban yang mengiakan atau menidakkan. Untuk mengiakan digunakan kata ya
atau tidak, untuk menidakan digunakan kata tidak, bukan, atau belum. Oleh
karena itu, kalimat-kalimat itu disebut kalimat tanya ya-tidak.

6
2.3.2.1. Apa

Kata tanya apa digunakan untuk menanyakan benda, tumbuh-tumbuhan,


dan hewan. Misalnya:

 Petani itu membawa apa?


 Arsitek itu sedang merencanakan apa?
 Dokter hewan itu memeriksa apa?
 Bapak guru mengajarkan apa?
 Anak itu melihat apa?

Kata apa dalam kalimat-kalimat di atas dapat dipindahkan ke awal


kalimat. Jika demikian, kata kerja kalimat-kalimat harus diubah menjadi kata
kerja pasif dan didahului kata yang hingga kalimat-kalimat tersebut menjadi:

 Apa yang dibawa petani itu?


 Apa yang sedang direncanakan arsitek itu?
 Apa yang diperiksa oleh dokter hewan itu?
 Apa yang diajarkan bapak guru itu?
 Apa yang dilihat anak itu?

Selain penggunaan di atas, katanya apa digunakan juga untuk menanyakan


identitas. Misalnya:

 Anak itu membaca buku apa?


 Ia menyaksikan pertandingan apa?
 Itu anjing apa?
 Gedung yang tinggi itu gedung apa?

Kata apa di situ dapat dipindahkan ke awal kalimat karena kata itu
membentuk satu frase dan berfungsi sebagai atribut yang mempunyai letak yang
tetap di belakang unsur pusatnya. Perhatikan kalimat berikut:

 Buku apa yang dibaca anak itu?


 Pertandingan apa yang disaksikannya?

7
 Anjing apa itu?
 Gedung apa gedung yang tinggi itu?

2.3.2.2. Siapa

Kata tanya siapa ditunjukan untuk menanyakan Tuhan, Malaikat, dan


manusia. Misalnya:

(94) Yang menulis surat ini siapa?

(95) Yan patut disembah siapa?

(96) Yang menulis surat ini siapa?

(97) Yang mencabut nyawa manusia siapa?

(98) Engkau mencari siapa?

(99) Orang itu ingin bertemu dengan siapa?

(100) Itu sepeda siapa?

Dalam kalimat-kalimat di atas, kecuali dalam kalimat (97) dan (98), kata
siapa dapat dipindahkan ke awal kalimat sehingga kalimat-kalimat itu menjadi:

(101) Siapa nama anak itu?

(102) Siapa yang patut disembah?

(103) Siapa yang menulis surat ini?

(104) Siapa yang mencabut nyawa manusia?

(105) Siapa yang kaucari?

Dalam kalimat (97) kata siapa yang berfungsi sebagai aksis kata dengan
harus terletak dibelakangnya, dan dalam kalimat (98) kata siapa yang berfungsi
sebagai atribut kata sepeda harus terletak di kalimat bukunya kata siapa,
melainkan dengan siapa dan sepeda siapa sehingga kedua kalimat itu menjadi:

(106) Dengan siapa orang itu ingin bertemu?

8
(107) Sepeda siapa ini?

2.3.2.3. Mengapa

Kata tanya mengapa digunakan untuk menanyakan perbutan. Misalnya:

(108) Anak-anak itu sedang mengapa?

(109) Pegawai itu mengapa?

(110) Orang itu akan mengapa?

Sedang mengapa dan akan mengapa dapat dipendekan menjadi sedang


apa dan akan apa sehingga disamping kalimat (106) dan (108) terdapat kalimat
(109) dan (110) di bawah ini:

(111) Anak-anak itu sedang apa?

(112) Orang itu akan apa?

Selain menanyakan perbuatan, kata tanya mengapa dipakai juga unutk


menanyakan sebab. Misalnya:

(113) Mengapa kepala kantor itu marah?

(114) Mengapa banyak mahasiswa tidak mengikuti kuliah hari ini?

(115) Mengapa kemarin anak itu berjalan kaki saja?

2.3.2.4. Kenapa

Kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab seperti halnya kata
tanya mengapa. Misalnya:

(116) Kenapa musuh tidak berani menyerang pertahanan tentara


Indonesia?

(117) Kenapa Ahmad tidak pergi ke sekolah?

(118) Kenapa ayahmu tidak mengijinkan?

9
2.3.2.5. Bagaimana

Kata tanya bagaimana digunakan untuk menyatakan keadaan. Misalnya:

(119) Bagaimana nasib anak itu?

(120) Studi anak saya bagaimana?

(121) Ujiannya bagaimana?

Disamping menanyakan keadaan , kata tanya bagaimana digunakan juga


untuk menanyakan cara, yaitu cara suatu perbuatan dilakukan atau cara suatu
peristiwa terjadai. Misalnya:

(122) Bagaimana pencuri dapat memanjat dinding setinggi itu?

(123) Bagaimana orang itu dapat menjadi kaya?

(124) Bagaimana utusan itu dapat sampai di sini sepagi ini?

(125) Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?

2.3.2.6. Mana

Kata tanya mana dipakai untuk menanyakan tempat. Dimana menanyakan


tempat berada, dari mana menanyakan tempat asal atau tempat yang ditinggalkan,
dan ke mana menanyakan tempat yang dituju. Misalnya:

(126) Pengusaha itu bertempat tinggal di mana?

(127) Dari mana pelajar itu mendapat buku baru?

(128) Nenek pergi ke mana?

Kata tanya mana sering juga digunakan tanpa didahului kata depan di,
dari, atau ke, untuk menanyakan tempat. Misalnya:

(129) Dia orang mana?

(130) Buatan mana sepeda itu?

(131) Mana adiku?

10
Kata tanya mana juga dipakai untuk menanyakan sesuatu atau seseorang
dari suatu kelompok. Dalam hal ini, kata tanya mana itu di dahului oleh kata tanya
yang, menjadi yang mana. Misalnya:

(132) Sepedamu yang mana?

(133) Buku yang mana yang kau inginkan?

(134) Rumah pedagang itu yang mana?

Di samping itu, kata tanya mana digunakan juga untuk menanyakan


sesuatu atau seseorang yang telah dijanjikan orang kepada si . Misalnya:
Misalnya, pada suatu hari A bertemu dengan B. Terjadilah percakapn
sebagai berikut:

(135) A: Kemarin saya mendapat buku baru.

B: Boleh saya pinjam barang dua hari saja?

A: Tentu, tetapi tidak saya bawa. Besok pagi saya bawakan.

Keesokan harinya A dan B bertemu pula. B bertanya

Mana bukunya?

2.3.2.7. Bilamana, bila, dan kapan

Ketiga kata tanya itu digunakan untuk menanyakan waktu. Misalnya:

(136) Bilamana karyawan itu akan menyelesaikan pekerjaannya?

(137) Sejak kapan kapal terbang itu mengalami kerusakan?

(138) Bila Bapak guru akan pulang?

2.3.2.8. Berapa

Kata tanya berapa digunakan untuk menanyakan jumlah dan bilangan.


Yang menanyakan jumlah, misalnya:

(139) Ayam peternak itu berapa?

11
(140) Berapa harga buku ini?

(141) Berapa jumlah penduduk pulau jawa?

Yang menanyakan bilangan, misalnya:

(142) Nomor teleponmu berapa?

(143) Sekarang jam berapa?

(144) Sudah sampai halaman berapa engkau membaca buku ini?

Partikel kah dapat ditambahkan pada kata-kata tanya di atas untuk lebih
menegaskan pertanyaan sehingga di samping apa, siapa, mengapa, kenapa,
bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila, dan berapa terdapat apakah, siapakah,
mengapakah, kenapakah, bagaimanakah, kapankah, bilakah, dan berapakah.

Fungsi berbagai kata tanya di atas ditentukan berdasarkan kemungkinan


kalimat jawabnya. Kata tanya apa berbeda dengan kata tanya siapa. Misalnya,
kalimat Ia memukul apa? Menghendaki jawaban ia memukul batu, anjing, batang
pohon pisang, tetapi kalimat Ia memukul siapa? Menghendaki jawaban Ia
memukul Ahmad, adiknya, teman sekelasnya. dan kalimat Ia menyembah siapa?
Menghendaki jawaban ia menyembah Tuhan. Jelaslah bahwa kata tanya siapa
menanyakan orang, Tuhan, dan juga Malaekat.

Kata tanya mengapa, mempunyai dua kemungkinan jawaban. Pertama ia


sedang mengapa? Menghendaki jawaban ia sedang menulis surat, membaca,
mencangkul, dan sebagainya, yang semuanya menyatakan perbuatan. Jadi, kata
tanya mengapa di situ menanyakan suatu perbuatan, tetapi dalam kalimat
mengapa kemarin anak itu berjalan kaki saja? Pertanyaan itu menghendaki
jawaban karena sepedanya rusak; karena ban sepedanya pecah; karena tidak
mempunyai uang untuk naik becak, dan sebagainya. Jadi, kata tanya mengapa
disitu menghendaki jawaban yang di awali dengan kata karena atau kata dengan
kata lain, kata tanya mengapa menanyakan sebab. Demikian juga kata tanya
kenapa.

12
Kata tanya bagaimana dalam kalimat Bagaimana nasib anak itu?
Menghendaki jawaban Nasib anak itu baik, jelek, kurang beruntung, yang
semuanya menyatakn keadaan. Maka dikatakan bahwa kata tanya bagaimana
dalam kalimat itu menanyakan keadaan, berbeda dengan kata tanya bagaimana
dalam kalimat Bagaimana orang itu menjadi kaya? Yang menghendaki jawaban
yang di awali dengan kata dengan sebagai penanda cara, misalnya Orang itu
dapat menjadi kaya dengan bekerja keras, dengan menghemat, dengan menabung
di bank, dengan mencuri, dan sebagainya. Maka dijelaskan bahwa kata tanya
bagaimana di situ menanyakan cara.

Kata tanya mana menanyakan tempat, misalnya dalam kalimat Nenek


pergi kemana? Yang dapat di jawab ke Surabaya, ke Jakarta. Yang semuanya
menyatakan tempat. Juga dalam kalimat Buatan mana sepeda itu? Yang meng-
hendaki jawaban Buatan Jepang; buatan dalam negeri, yang semuanya juga
menyatakan tempat. Dalam kalimat tanya Mana adikmu? Pertanyaan itu mungkin
dijawab Di rumah; sedang pergi; sedang belajar di kamarnya, yang sejajar
dengan pertanyaan Di mana adikmu, yang menghendaki jawaban Di rumah;
sedang pergi; sedang belajar di kamarnya. Karena itu, kata tanya mana di situ
dapat dijelaskan sebagai kata yang menanyakan tempat.

Kata tanya mana dalam kalimat sepedamu yang mana? Menghendaki


jawaban yang membedakan sepeda yang ditanyakan dengan sepeda-sepeda lain.
Karena itu, di sini kata tanya mana di jelaskan sebagai kata tanya menanyakan
sesuatu atau seseorang dalam suatu kelompok.

Kata tanya bilamana, kapan, dan bila jelas menanyakan waktu karena
menghendaki jawaban yang menyatakan waktu, dan yang terakhir kata tanya
berapa menanyakan jumlah atau bilangan karena menghendaki jawaban yang
menyatakan jumlah atau bilangan.

Demikianlah fungsi kata-kata tanya itu ditentukan berdasarkan


kemungkinan kalimat jawabnya.

13
2.3.3. Kalimat Suruh

Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat suruh mengharapkan


tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang di ajak berbicara. Berdasarkan
ciri formalnya, kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola
intonasi kalimat berrita dan kalimat tanya. Pola intonasinya ialah 2 3

(145) pergi!
23#

(146) pergilah!
232 #

(147) baca buku itu!


2 3 // 2 | #

(148) bacalah buku itu!


2 3 2 // 2 ] #

Di sini pola intonasi kalimat itu di tandai dengan tanda /!/.

Berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat di golongkan menjadi empat


golongan, yaitu:

1. Kalimat suruh yang sebenarnya.


2. Kalimat persilahan.
3. Kalimat ajakan.
4. Kalimat larangan.

2.3.3.1. Kalimat Suruh yang Sebenarrnya

Kalimat suruh yang sebenarnya di tandai oleh pola intonasi suruh. Selain
daripada itu, apabila P-nya terdiri dari kata verbal intransitive, bentuk kata verbal
itu tetap, hanya partikel lah dapat ditambahkan pada kata verbal itu untuk
menghaluskan perintah. S-nya yang berupa persona ke 2 dibuangkan boleh juga
tidak. Misalnya:

14
(149) Duduk!

(150) Beristirahatlah!

(151) Datanglah engkau ke rumahku!

(152) Tertawalah engkau sepuas-puasnya!

(153) Berangkatlah sekarang juga!

Apabila P-nya terdiri dari kata verbal transitif, kalimat suruh yang
sebenarnya itu, selain ditandai oleh pola intonasi suruh, juga oleh tidak adanya
prefiks meN – pada kata verbal transitif itu. Partikel lah dapat ditambahkan pada
kata verbal itu untuk menghaluskan suruhan. Misalnya:

(154) Belilah buku ke toko buku Pembangunan!

(155) Carilah buku baru ke Perpustakaan!

(156) Pakai baju yang bersih!

(157) Minum susu dahulu!

(158) Ambillah buku itu!

Kalimat (158) berbeda dengan kalimat (154-157). Pada kalimat (154-157) unsur
buku, buku baru, baju yang bersih, dan susu tidak dapat dipindahkan ke awal
kalimat, menjadi:

(159) *Buku belilah ke toko buku Pembangunan!

(160) *Buku baru carilah ke perpustakaan!

(161) *Baju yang bersih pakai!

(162) *Susu minum dahulu!

Sedangkan unsur buku itu pada kalimat (158) dapat dipindahkan ke awal kalimat
menjadi:

15
(163) Buku itu ambillah!

Mengingat hal tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa unsur buku, buku
baru, baju yang bersih, dan susu pada kalimat (154-157) menduduki fungsi O,
sedangkan unsur buku itu pada kalimat (158) menduduki fungsi S. Dalam bahasa
Indonesia O tidak pernah terletak di muka P, berbeda dengan S, yang dapat
terletak di muka P dan dapat pula teletak dibelakangnya, yaitu dalam kalimat
inverse.

Apabila kata kerja transitif itu digunakan secara absolut, maksudnya tidak
diikuti O, prefix meN- itu tidak hilang. Misalnya:

(164) Kalau Sdr. Ingin menjahit, menjahitlah di sini!

Untuk memperhalus suruhan, di samping menambah partikel lah, kata tolong


dapat di pakai di muka kata kerja yang benefaktif, ialah kata kerja yang
menyatakan tindakan yang dimaksudkan bukan untuk kepentingan pelakunya.
Misalnya:

(165) Tolong ambilkan minum saya!

(166) Tolong belikan rokok!

(167) Tolong tuliskan surat!

2.3.3.2. Kalimat Persilahan

Selain ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat persilahan di tandai juga
oleh penambahan kata Silahkan yang diletakkan di awal kalimat. S kalimat boleh
dibunagkan, boleh juga tidak. Misalnya:

(168) Silahkan Bapak duduk di sini!

(169) Silahkan Tuan mengambil buku sendiri!

(170) Silahkan datang ke rumahku!

(171) Silahkan berangkat dahulu!

16
(172) Silahkan beristirahat!

2.3.3. Kalimat Ajakan

Sama halnya dengan kalimat persilahan dan kalimat suruh yang


sebenarnya, kalimat ajakan ini, berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi,
juga mengharapkan suatu tanggapan yang berupa tindakan, hanya perbedaannya
tindakan itu di sini bukan hanya dilakukan oleh orang yang di ajak bicara,
melainkan juga oleh orang yang berbicara atau penuturnya. Dengan kata lain
tindakan oleh kita.

Di samping ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat ini ditandai juga
oleh adanya kata-kata ajakan, ialah kata mari dan ayo yang diletakkan di awal
kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan pada kedua kata itu menjadi marilah, dan
ayolah. S kalimat boleh dibuangkan, boleh juga tidak. Misalnya:

(173) Mari kita berangkat sekarang!

(174) Marilah belajar ke perpustakaaan pusat!

(175) Ayo kita bermain sepak bola!

(176) Ayolah duduk di depan!

2.3.3.4. Kalimat Larangan

Di samping ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat larangan ditandai


juga oleh adanya kata jangan di awal kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan
pada kata tersebut untuk memperhalus larangan. S kalimat boleh dibuangkan,
boleh juga tidak. Misalnya:

(177) Jangan engkau membaca buku itu!

(178) Janganlah engkau berangkat sendiri!

(179) Jangan suka menyakiti hati orang!

(180) Jangan dibawa pulang buku itu!

17

Anda mungkin juga menyukai