Anda di halaman 1dari 3

Peri Malam

Cerpen Karangan: Hana Patricia Malarissa


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 29 September 2017

Di malam hari yang dingin, dengan kabut yang lumayan tebal, aku menyusuri
jalan ini sambil memeluk kedua lenganku. Aku yakin mereka pasti ada di
tempat itu! Ucapku dalam hati. Sebenarnya aku takut menuju tempat itu,
tempat singgahnya peri-peri malam. Tetapi, rasa takutku mengalahkan
penasaranku.

Waktu aku kecil, saat mengunjungi nenek di desa, beliau berkata kepadaku,
Dina, kamu sebaiknya jangan berjalan-jalan di pinggir sungai pada waktu
malam hari tepatnya saat bulan sabit. Ucap Nenek yang memangkuku.
Memangnya ada apa di sana Nek? Tanyaku saat itu. Konon, ada mitos di
sana ada peri-peri malam yang suka duduk di batu pinggir sungai saat malam
sabit! Jawab Nenek. Wah! Aku ingin sekali melihat peri, Nek! Jawabku
riang. Cucuku, ada juga mitos, kalau peri-peri itu tidak suka dengan anak-anak.
Sebaiknya Dian dengar kata Nenek ya! Kata Nenek sambil mengelus kepalaku.

Namun sekarang aku sudah bukan anak kecil lagi sehingga aku memberanikan
diri untuk mendekati tempat peri itu. Aku melanjutkan perjalananku. Jam sudah
menunjukkan pukul 11.25 saat aku melihat jam tanganku. Dan akhirnya sampai
juga di pinggir sungai. Aku mendekati wilayah itu dengan hati-hati dan
terlihatlah sosok bayangan hitam dengan bentuk tubuh seperti wanita. Ya
ampun! Ternyata peri malam itu benar-benar ada! Ucapku senang dengan
suara kecil. Hem, aku coba foto mereka deh! Lanjutku sambil mengeluarkan
handphone dari kantong celanaku. Tetapi sekilas saat aku melihat ke arah
bayangan wanita tadi, mereka menyadari keberadaanku dan menatapku. Mata
mereka seperti cahaya lampu yang putih.

Tiba-tiba saja rasa senangku karena bisa melihat mereka menjadi hilang dan
beralih ke rasa takut. Bayangan hitam itu mendekatiku dan aku merasakan bulu
kudukku mulai berdiri. Namun entah kenapa tubuhku tidak bisa bergerak.
Sekarang sosok itu pun berada tepat di depan tubuhku. Jika dilihat dari dekat,
mereka memang mirip seperti bidadari. Kulit mereka putih, rambut mereka
panjang dan terlihat halus, wajah mereka amat cantik dan tubuh mereka
langsing.

Apa kamu tersesat, gadis kecil? Tanya peri itu kepadaku. Ti.. tidak juga!
Jawabku gagap. Peri itu justru mendekatkan wajahnya ke wajahku. Apa kamu
ingin kuantar? Tanyanya lagi. Sungguh aku bingung disaat ada pertanyaan
seperti ini. Tidak perlu kok! Aku bisa berjalan sendiri. Ucapku sambil
tersenyum palsu. Kemudian aku mencoba untuk berjalan meninggalkan peri itu.
Tapi ini sudah tengah malam lho! Kamu tidak ingin menginap di tempatku?
Ucap peri itu yang saat ini berada di belakangku. Aku menoleh ke belakang.
Tidak, terimakasih. Keluargaku bisa mencariku! Jawabku.

Sesaat ketika aku mulai berjalan pulang, peri itu berbicara lagi dengan suara
yang agak cempreng. Kamu tidak bisa pergi ke manapun. Sekarang ini kamu
menjadi mainanku! Tidak kuijizinkan kamu meninggalkanku! Ucap peri itu.
Ketika aku melihat ke belakang, peri itu tersenyum menyeringai. Terlihat gigi
taringnya di balik senyum wajahnya. Secara refleks aku langsung lari
meninggalkan peri itu. Hei kau!! Jangan kira kau bisa meninggalkanku!!
Teriak peri itu.

Kurasa peri itu mengejarku. Dan memang benar, saat aku menoleh ke belakang
dia mengejarku dan kakinya tidak menapak di tanah. Ya Tuhan! Kuharap jalan
menuju perumahan sudah dekat. Kemari kau mainan nakal! Teriak peri
malam itu dan aku merasakan dia semakin cepat mengejarku. Dan ketika di
hadapanku ada belokan, tiba-tiba saja ada yang menarik tanganku dari rumput-
rumput liar. Ya ampun apakah ada peri lain yang menangkapku? Ucapku
dalam hati.

Saat aku menoleh ke belakang ternyata itu Rai. Ra.. Rai ucapku pelan. Sst..
Kamu jangan keras-keras ngomongnya, nanti peri itu melihatmu! Ucap Rai.
Rai itu tetangga nenekku, kami sudah saling kenal sejak kami masih kecil. Saat
bulan sabit tertutup awan, kita harus lari cepat menuju jalan perumahan. Kira-
kira sekitar 100 meter dari sini. Lanjutnya. Tetapi apakah peri itu tidak akan
melihat kita? Tanyaku. Nanti saja kujelaskan. Jawab Rai sambil melihat
langit. Dalam hitungan pertama kita lari, 3.. 2.. 1! Kami pun berlari dengan
kencang, tetapi tidak melewati jalan yang kulewati tadi.

Hah.. hah.. akhirnya kita sampai! Ucapku dengan napas terputus-putus. Tapi
bagaimana kau bisa menemukanku? Tanyaku. Ibumu menyadari kalau kamu
sedang tidak ada di rumah. Serumah pada panik dan nenekmu menyuruhku
mencarimu di sekitar pinggir sungai. Jawabnya. Tetapi, kenapa peri itu tidak
bisa melihat kita saat bulan sabit tertutup awan? Dan apa yang dia inginkan
dariku? Tanyaku lagi. Mereka bisa melihat kita di jalan yang pertama kamu
lewati meskipun bulan sabit ditutupi awan, makanya kita lewat jalan alternatif.
Dan mereka menginginkanmu menjadi mainannya atau makanannya. Paras
mereka memang cantik dan itu bertujuan untuk menarik orang-orang di pinggir
sungai. Mereka yang tertangkap oleh peri-peri malam tidak bisa kembali lagi!
Jawab Rai. Maafkan aku. Padahal nenek dulu pernah memperingatiku, tetapi
aku bersikeras menuju tempat itu! Ucapku dengan perasaan bersalah. Tidak
apa-apa asalkan kamu tidak mengulangi lagi! Ucap Rai sambil tersenyum.
Dian ayo pulang! Ucap Rai sambil memegang tanganku. Iya! Ucapku
dengan tersenyum. Saat aku menolehkan kepalaku ke belakang, tempat aku
keluar bersama Rai hanyalah semak belukar saja.

Beberapa hari kemudian, disaat siang hari, aku mengunjungi tepi pinggir sungai
itu bersama Rai. Sungai yang kulihat malam itu sama. Memang terlihat seperti
mimpi bila diingat, namun itu nyata. Rai juga sering dimintai tolong warga
desa, jika ada kerabat mereka yang mencoba untuk berjalan menuju tepi sungai
saat bulan sabit, makanya Rai sudah cukup terbiasa dengan hal itu.

Semenjak kejadian itu, aku tidak berani untuk berjalan melewati sungai di
malam hari saat berkunjung ke rumah nenek. Pengalamanku itu harus kujadikan
pembelajaran untuk kedepannya.

Cerpen Karangan: Hana Patricia Malarissa


Facebook: Hana Patricia Situmeang
Perempuan. Berumur 14 tahun ^-^

Cerpen Peri Malam merupakan cerita pendek karangan Hana Patricia


Malarissa, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk
membaca cerpen cerpen terbaru buatannya

Anda mungkin juga menyukai