Home 100 Cerpen Terbaru Cerpen Pilihan Cerpen of The Month Top Authors Film
Pagi ini seperti biasa aku membawa gitarku ke padang rumput, aku
duduk di bawah pohon besar. Di padang rumput itu hanya ada satu pohon
besar yang aku duduki saat ini, perlahan aku memetik senar gitar yang
mengeluarkan alunan yang indah. Ory, itulah namaku. Aku tinggal di
rumah kecil dengan sawah dan hutan, beberapa KM dari rumahku
terdapat jalan raya yang menghubungkan ke kota. Aku tinggal bersama
nenekku, dimana desa ini masih percaya dengan mitos-mitos zaman
dahulu. Namun aku tidak mempedulikan itu. Gitar yang kubawa ini, aku
beli sendiri ke kota. Aku memang jago bermain gitar.
Hingga sore pun tiba, setelah lelah bekerja pulang pergi ke kota. Aku
pergi ke padang rumput itu lagi sambil membawa gitar. Lagi-lagi, kupu-
kupu itu datang lagi. Sepertinya ia menyukaiku hehehee. Kejadian
bertemu kupu-kupu itu membuatku tak bisa tidur, masih terngiang-
ngiang di benakku. Berhari-hari, berminggu-minggu aku memang selalu
menemui kupu-kupu itu. Hingga aku tak nyaman dengan keadaan ini
karena kupu-kupu itu selalu datang tepat waktu ketika aku membunyikan
senar-senar gitarku, kemudian kupu-kupu itu selalu mengikutiku
kemanapun aku pergi. Sangat mengganggu bukan? Kemudian aku
menceritakan hal ini pada nenek.
“Nek, akhir-akhir ini aku selalu diikuti kupu-kupu Nek. Dan anehnya lagi,
setiap aku pergi ke padang rumput setiap pagi dan sore, kupu-kupu itu
datang tepat waktu!” kataku.
“Kupu-kupu? Bagaimana ciri-cirinya?” tanya nenek yang sambil meramu
jamu.
“Kecil sih, warnanya putih bersih banget, terus ada garis hitam di pinggir
sayapnya, dan bercahaya putih!”
“Kupu-kupu ituu…” nenek terlihat sedang mengingat sesuatu, aku
semakin bingung dengan nenek. Bukannya memberiku solusi, ia malah
termangu. “Sebaiknya, kamu bawa kupu-kupu itu ke sungai! Lalu, kamu
cepat-cepat pulang!”
“Kenapa begitu? Aneh,” kataku.
“Kamu tidak tahu cerita soal kupu-kupu bercahaya itu?” nenek bertanya
padaku yang membuat aku semakin penasaran, sebenarnya ada apa
dibalik semua ini?
“Cerita apa sih Nek? Itu kan kupu-kupu biasa,”
“Dahulu, pas nenek masih muda, masih gadis, masih cantiiikkk jelita,”
kata nenek dengan PDnya.
“Ih nenek genit banget deh,”
“Iya, dulu pas nenek masih muda. Di desa ini pernah ada seorang laki-
laki yaa usianya sama kayak kamu Ry. Dia itu hobi berfoto ke padang
rumput sambil nyanyi, memang suaranya bagus. Terus ada kupu-kupu
seperti apa yang kamu ceritakan barusan, kupu-kupu itu selalu menari-
nari di depan si laki-laki itu, namun ia juga cuek. Beberapa hari kemudian
kupu-kupu itu jadi selalu mengikuti laki-laki itu kemanapun ia pergi,
sampai akhirnyaa,”
“Eittss, bentar dulu nek. Kok hampir sama kayak cerita aku ya?” tanyaku.
“Iya, makanya dengerin dulu,” nenek pun melanjutkan ceritanya.
“Apakah di jaman sekarang ini masih ada mitos itu? Dan masih berlaku?”
aku bertanya sambil menyeduh segelas susu hangat.
“Nenek tidak tahu, tapi sepertinya cerita itu sudah tidak berlaku dijaman
yang modern ini. Sudah-sudah! Kamu habiskan susumu, lalu pergi tidur!
Hari sudah malam, besok nenek akan siapkan sarapan kesukaan kamu
Ory!” perintah nenek padaku.
“Asiik dibuatin singkong rebus sama teh manis hangat niih,”
“Iyaa,”
Keesokan hari pun tiba, aku sudah melihat singkong rebus dan teh panas
di atas meja, itu pasti nenek yang buat. Tetapi aku tidak melihat nenek.
Nampaknya ada suara dari arah luar. Aku melangkah keluar dan ternyata
nenek sedang membuat bakul dari anyaman bambu, karena bakul yang
lama sudah rusak dan berbulu. Kemudian aku meminta izin pada nenek
untuk pergi ke padang rumput seperti biasa sambil membawa gitar.
Nenek pun mengizinkan.
“Jadi, yang diceritakan nenekku semalam itu benar?” kataku yang mulai
membuka wajah dan masih terbelalak dengan kemunculannya yang tiba-
tiba. “Kamu kupu-kupu?”
“Jangan kaget Ory, aku tahu semuanya. Kamu sudah membuatku
bahagia, kamu membuatku terpesona dengan alunan gitarmu yang indah
itu,” kata Putri sambil menunjuk ke arah gitarku.
“Sudah biasa,”
“Maukah kamu menjadi kekasihku wahai Ory?” tanya Putri dengan
agresifnya.
“Apa? Kenapa secepat itu? Lagipula kamu ini kan perempuan, seenaknya
saja kamu menembakku!” jawabku sok jual mahal.
“Tapi, bolehkah?”
“Baiklah, aku mau jadi kekasihmu. Akan kuperkenalkan kamu ke
nenekku, maukah kamu?”
Putri hanya tersenyum dan mengangguk, pakaiannya yang basah kuyup
membuatnya dingin. Lalu, aku pasangkan jaket yang kukenakan
padanya. Namun sepertinya tetap saja itu membuatnya semakin dingin,
biarlah dia mengganti bajunya di rumahku.
Dengan sedih aku melihat Putri berjalan perlahan ketika mendekati air
terjun yang amat deras itu, ia tersenyum. Lalu melemaskan diri sehingga
ia terjatuh ke derasnya air terjun. Aku tidak sanggup melihatnya, padahal
aku baru saja menemui bidadari cantik nan ajaib. Setelah itu, aku berpikir
bagaimana caranya membuat warga desa ini tidak percaya dengan mitos
kupu-kupu ajaib, supaya tidak ada korban lagi.
Aku menemukan ide! Aku pulang ke rumah untuk menemui nenek dan
menceritakan semuanya, lalu aku mengadakan pertemuan dengan warga
desa di depan balai desa dan menceritakan semuanya, hingga semuanya
benar-benar percaya dengan ceritaku dan mulai menghilangkan mitos itu,
akhirnya warga pun setuju untuk menghapus mitos itu dari desa dan
tidak akan pernah diingat dan diceritakan ulang ke keturunan mereka,
sudah cukup sampai generasi ini saja yang percaya dengan mitos itu,
semoga anak cucuku suatu saat nanti tidak akan pernah tau mitos ini,
agar tidak ada lagi korban selamanya.
“Aku tak mau anak-anakku dipermainkan oleh Hantu. Hantu itu memang
jahat. Sudah dibuang ke neraka tetap juga tak mempan, ia malah bolos
dari sana dan bikin kacau dunia. Ayo sekarang pergi. Selamatkanlah
anak-anakku!” Demikian perintah Tuhan dari tahtanya.
“Ya Tuhan! Kami siap!” Jawab malaikat-malaikat itu. Mereka lalu terjun,
menghibur melindungi, memeluk dan menyembuhkan anak-anak itu.
Sebagai balasan atas apa yang dilakukan Hantu itu, Tuhan mengutuknya:
“Aku mengutuk engkau wahai Hantu. Mulai dari sekarang, engkau tak
boleh pindah dari tempatmu, dan engkau akan melewati empat musim di
tempat ini (musim semi, musim panas musim guur dan musim dingin).
Sebagai hukuman, karena kau telah bolos dari neraka, maka dari
sekarang kau akan duduk di tengah salju. Biar kau tau rasanya dingin.”
Setelah mengatakan demikian, Tuhan merubah wajah Hantu yang tadinya
serem menjadi sedikit ganteng: matanya besar, hidungnya panjang
seperti wortel, namun mulutnya hilang. Alhasil wajahnya lucu.
Hantu yang sama kini berubah menjadi tontonan yang lucu. Anak-anak
yang tadinya takut Hantu mulai memahami bahwa ternyata Hantu ada
sisi lucunya juga. Sehingga mereka tidak lagi takut terhadapa hantu.