Anda di halaman 1dari 9

Nama : Laurencia Nicky Putrinemi Wibowo

Kelas : X5
Nomer : 18

Petualangan Merah Jambu

"Akhirnya kita bersama,setelah menanti lama..." suara bass yang keluar dari seseorang yang
duduk di dekat pintu masuk. Sepertinya aku mengenal suara itu. Ku langkahkan kaki menuju ke
arah suara itu. Ternyata benar. Dialah sesosok anak yang memiliki hayalan sangat tinggi untuk
menjadi penyanyi. "Dasar lo anak alay. Kebanyakan mimpi!" ujarku dengan nada mengejek dan
kemudian duduk di dekatnya.

Hari ini aku dan teman-teman mengadakan kumpul bareng untuk membahas sebuah rencana
traveling. Kebetulan juga kami satu kampus.Jadi,memudahkan kami untuk komunikasi. Dan kali ini
kami sedang menikmati liburan akhir semester.

"Apakah rencana kita selanjutnya?" tanyaku sambil membuka laptop.

"Bagaimana ,kalau kita cari kegiatan antimainstream?" jawab Nano. Dialah teman yang memiliki
selalu berargumen aneh. Dia sosok teman yang menyukai kegiatan-kegiatan yang jarang dilakukan
orang lain. Hobbynya sama denganku. Traveling,menelusuri alam. Dia orang yang paling jail dari
antara teman-temanku.

"Sepertinya itu rencana yang menarik, tapi gue lebih suka tempat yang lebih membuat kita happy
dan pastinya sangat berkesan. Seperti di pantailah, hutanlah, dan entahlah yang penting gue
seneng."Sahut seorang temanku yang selalu mengikuti kesenangan. Ya,dialah Atarika. Orang
yang memiliki suara bass. Paling suka menghubungkan perasaannya dengan nyanyian. Bisa
dibilang lumayanlah suaranya untuk hiburan. Dia orangnya paling ceria dan hiperaktif. Pernah
sesekali aku terkaget-kaget olehnya. Ketika itu aku sedang jalan-jalan bersamanya mencari makan
waktu malam hari. Tak sengaja aku menengok ke belakang karena merasakan suatu hal yang
aneh. Saat aku kembali menghadap depan,ternyata si anak ini berada di depanku dan
mengagetkanku. Dengan spontan aku berteriak. Jantungku serasa ingin lepas. Aku sangat histeris
ketika seseorang mengagetkanku. Hal itu tak pernah ku lupakan sampai saat ini.

Sementara aku masih sibuk,searching di google. Mencari-cari tempat yang paling seru untuk
menikmati kebersamaan. Tak sengaja aku menemukan sebuah gambar yang sangat menggodaku
untuk menapakkan kaki di sana. Ya, sebuah pemandangan dari atas gunng. Kemudian aku
mengklik sebuah gambar itu. Sungguh, suatu keindahan alam ini. Tak pernah ku bayangkan jika
aku sampai di tempat itu. Tempat yang aku impikan.

" Keren banget tempat itu. Pengen rasanya gue foto di sana. Itung-itung buat nambah likes gue di
ig." Jawaban lantang seorang anak yang paling kece di antara kami. Brasta. Orang yang menjadi
dambaan setiap cewek. Penampilannya yang gaul dan keren membuat para cewek selalu
terkagum ketika melihatnya. Tubuhnya yang putih dan tinggi semakin menjadi idaman.
Beruntunglah kami punya temen sekeren dia. Tidak jarang jika aku selalu dipojokkan oleh teman-
temanku. Dia orang yang paling perfect di antara kami. Tak salah jika dia selalu menjaga
imagenya. Dia orang yang paling baik dan care denganku. Rasanya seperti kakak sendiri.
Maklumlah kami sudah kenal dari sejak kecil. Tak pernah pun kami merasa bosan untuk bermain
bersama. Mungkin sudah menjadi kenyaman tersendiri.

" Gue setuju pendapat lo. Gimana kalau kita mendaki gunung. Jarang-jarang kita melewati jalan
sepatak dan sebelah pinggir kita jurang yang sangat menakutkan. Menikmati suasana alam dadi
ketinggian." jawabku untuk meyakinkan mereka. " Mungkin gue belum pernah cerita ke kalian.
Sebenernya gue pengen banget naik gunung bareng temen-temn gue yang kece,gaul,dan keren
kayak kalian. Kalian juga belum pernahkan? Ayolah sesekali dalam hidup ini ,kita merasakan
pemandangan yang sangat indah." Jawabku dengan nada penuh permohonan. Walaupun kami
sering traveling, namun kami belum pernah untuk berpetualang di gunung yang menjulang tinggi.

"Pengen bangetlah gue. Kapan lagi kalau bukan sekarang ini. Berangkatlah!" jawab Nano dengan
tegas.

" Pastinya gue juga ikut. Kalau udah sampe sana,gue pengen buat lagu. Sebagai ungkapan isi hati
ini." Jawab si anak alay.

"Gue selalu ikutlah apa yang Vegga mau. Yang penting itu membuat kita bareng-breng terus."
Jawab Brasta yang selalu mengerti dengan keinginanku. Ya,namaku Vegga. Namun aku lebih
sering dipanggil Ve. Aku adalah seorang anak cewek tapi tidak feminim. Aku tidak pernah memakai
rok. Pernah sesekali aku menggunakan rok dan itupun suatu keterpaksaan. Rasanya diriku ini
menjadi sebuah patung. Hobbyku pun bisa dibilang seperti seorang jagoan,yaitu bela diri . Itulah
salah satu hal yang aku impikan dari kecil. Karena aku suka sekali berolahraga ,jadinya menular ke
bela diri.

"Jadi kapan kita berangakat? Lusa?" jawabku dengan penuh semangat..

" Okey." jawab mereka dengan serentak. Kemudian,kami menyeruput minuman susu yang masih
panas yang tadi kami pesan. Susu hangat,itulah minuman kesukaan kami.Rasanya sudah tidak
sabar lagi untuk berpetualagan.

Setalah beberapa jam kami berbincang-bincang. Nano berpamitan dengan kami karena hari ini dia
harus menjemput adiknya dari bimbel. Dia pun terburu-buru dan bergegas pulang. Selang
beberapa menit , Atarika berpamitan juga untuk pulang lebih dulu karena dia harus menyelesaikan
pekerjaan rumah. Walaupun tinggalnya di kost yang berdampingan dengan kostku namun dia lebh
suka berkutik di dalam. "Sampai jumpa dilain waktu.. "Kata Atarika sambil melambaikan tangannya
kepadaku dan Brasta. Aku hanya menyeringai.

Kini hanya tinggal aku dan Brasta. Walaupun kami sudah kenal dari kecil dan selalu traveling
bersama,namun ada suatu hal yang membuat perasaan ini terkagum olehnya. Sesekali kami saling
pamndang dan kemudian sibuk dengan gadget masing-masing. Aku yang lebih suka bermain
gadget untuk searching di google tentang tempat-tempat indah. Namun entahlah apa yang dia
lakukan dengan gadgetnya. Tak sengaja aku memandanginya dan tiba-tiba aku tersenyum sendiri
karena melihat wajahnya yang lucu. Berbeda sekali ketika aku melihatnya waktu kecil dulu.
Sungguh degradasi yang sangat pesat.

Kemudian dia mengagetkanku dengan menepuk tanganku. Karena aku terlihat melamun ,diam-
diam membayangkan ke tampanannya. Aku jadi merasa malu sendiri. Aku pun hanya tersenyum
kecil ketika dia menepukku.

Langit sudah mulai gelap.Tiba-tiba, " Mau gue anter lo sampai rumah?" suara yang terlontar dari
pria itu."Boleh. Lagian uang gue tidak cukup untuk naik taksi. Terimakasih ya buat kesempatan ini."
jawabku dengan nada amat senang." Ayo kita pulang,keburu malem." katanya dan dia berjalan
keluar dari kafe. Aku pun menyusulnya.

***

Kini aku bergegas untuk membereskan barang-barangku dan menuju basecamp. Kira-kira aku
berangkat dari kost pukul 04.30.Sesampainya di sana, ketiga temanku sudah menunggu
kedatanganku. Aku melambaikan tangan kepada mereka ketika aku turun dari taksi. Mereka pun
saling tersenyum.
Lalu,aku berlari dengan membawa carrierku yang sangat berat berisi banyak makanan dan
menghampiri mereka. Suatu kekhasan dari kami adalah topi cuople berwarna merah jambu. Ya
itulah sebagai bentuk tanda kepribadian kami yang selalu ceria.

"Hari ini ku rasa bahagia..." nyanyian pembuka yang di lontarkan Atarika.

" Kalian sudah siap?" tanya Nano tegas.

"Siap sekali! Aku sudah tidak sabar lagi!" jawabku penuh semangat. Tiba-tiba Brasta menepuk
bahuku. Aku pun kaget dan sedikit merasa grogi.

"Hati-hati ya nanti diperjalanan. Jangan jauh-jauh dariku." katanya dengan membisiki telingaku.

Aku tidak bisa menjawab suatu kata apapun dan hanya tersenyum kecil. Dalam hati ini rasanya
aku ingin mengatakan aku nyaman ketika berada di dekatku.

" Barang-barang kalian sudah lengkap semua?" tanya Brastha.

"Sudah komandan!" tegas Nano seperti seorang tentara.

Kemudian ,kami packing barang-barang dan memindahkannya ke atas bak mobil. Yang
kebetulan,itu adalah mobil touring Brasta. Pemberian ayahnya karena ayahnya tahu jika anaknya
hobby sekali touring. Banyak sekali keberuntungan yang kami dapatkan. Mulai dari teman,
basecamp,hingga fasilitas kami.

Semua barang sudah tertata di atas mobil,lalu kami pun masuk ke dalam mobil. Kami berangkat
pagi-pagi agar tidak macet di perjalanan nanti. Kini aku mendapatkan kesempatan untuk duduk
didepan dekat dengan Brasta. Padahal biasanya yang duduk di depan adalah Nano. Mungkin kali
ini dia sedang baik hati denganku. Tujuan kami yaitu Gunung Rinjani. Kali ini kami membuat
sebuah kalimat khusus sebagai pedoman perjalannan kami yaitu " Ingat Waktu dan Jangan Lupa
untuk Pulang".

Di perjalanan menuju posko informasi kami sudah disuguhkan oleh pemandangan hutan pinus dan
jajaran sawah. Angin yang semilir pun membawa kesegaran untuk kami. Kurang lebih 2 jam
perjalanan,akhirnya kami tiba di sebuah pos basecamp. Kemudian kami turun dan menurunkan
barang-barang. Sembari menuju posko informasi, Brasta memarkirkan mobilnya di tempat parkir
yang disediakan khusus untuk para pendaki. Setelah itu,kami menuju ke posko informasi untuk
bertanya-tanya mengenai jalur pendakian.

Seorang petugas informasi memberikan kami banyak pengarahan. Salah satu pesan yang petugas
titipkan kepada kami yaitu untuk tidak meninggalkan sampah di gunung. Kami harus teliti dan
mendengarkannya dengan seksama. Selang beberapa jam, kemudian kami memulai pendakian.

" Terimakasih bapak atas informasi yang diberikan. Semoga informasi ini sangat bermanfaat bagi
perjalanan kami." kataku sambil bersalaman dengan petugas itu dan dilanjutkan oleh teman-
temanku. Semangat dalam jiwa ini semakin membara. Kami melontarkan senyum kepada bapak
petugas informasi dan melangkahkan kaki untuk mewujudkan impian kami. Jika dilihat dari
basecamp Gunung Rinajni pun terlihat sangat dekat dan jelas. Namun itu semua tidak seperti yang
dibayangakn. Semua rintangan akan kami hadapi bersama-sama.

***

Aku berjalan menelusuri jalan setapak dengan kanan kiri adalah jurang yang banyak
pepohonannya. Dipunggungku terasa berat. Sungguh kali ini aku merasakan betapa kerasnya
sebuah usaha untuk meraih satu tujuan.
"Bagaimana kalau kita berhenti,istirahat dulu. Kaki ini sudah terasa capek." gerutu Atarika.
Mungkin dia mengetahui isi hatiku. Kesempatan yang aku tunggu-tunggu. Segera aku
menurunkann carrierku dan mengambil sebotol air minum. Ku tegukkan air ke dalam
tenggorokanku. Segarrr... Kemudian aku mengelap keringatku dengan sebuah kain. Namun tiba-
tiba Brasta yang berada di sampingku, menarik kainku dan mengelapkannya ke arah mukaku.
Seketika jantung ini berhenti berdetak. Aku pun menarik nafas panjang dan membuangnya dengan
pelan-pelan. Tak pernah ku sangka jika dia akan seperhatian ini denganku.

"Makasih banyak Bras." sebuah kalimat yang hanya bisa ku katakan dengan senyuman kecil dari
bibirku.

"Sama-sama.Kamu masih kuatkan?". tanyanya sambil melihat ke arahku.

" Tentu. Ini adalah salah satu tujuan dari hidupku. Mana mungkin aku nyerah begitu saja." jawabku
dengan sedikit malu. Dia hanya tersenyum denganku.

Kami berbenah dan melanjutkan perjalanan. Ku lihat sekelilingku,pohon-pohon yang masih rindang
memberikan udara yang segar. Teriknya matahari memberikan daya ini untuk terus berjuang.
Jalanan yang terjalan dan bebatuan semakin membangkitkan semangatku.

Sesekali aku ingin berhenti untuk melangkah dan kembali pulang karena jauhnya tujuannku.
Namun karena orang-orang disekitarku yang menginsiprasiku untuk terus maju ,membuatkuiri dan
pantang menyerah.

"Naik-naik ke puncak gunung,tinggi-tinggi sekali.. Kiri kanan ku lihat saja banyak pohon
cemaraaa.." lagu dimasa kecil yang kami nyanyikan,setidaknya untuk mengurang rasa lelah. Ketika
menuruni jalan di tengah hutan, kami menemukan sungai yang airnya sangat jernih. Air yang
mengalir langsung dari pegunungan. Dengan sisa-sisa tenaga,aku berusaha lari dan mendahului
Nano dan Atarika yang berada di depanku. Aku langsung menurunkan carrierku di atas batu yang
besar dan menikmati jernihnya air dengan membasahi mukaku. Segarr sekali.Tak pernah ku
rasakan air sesegar ini. Ingin rasanya aku menyeburkan badan ini ke dalam sungai, namun itu
tidak mungkin aku lakukan.Akhirnya aku hanya menikmatinya dari pinggir sungai.

Nano,Atarika dan Brasta menyusulku. Mereka berlarian tergopoh-gopoh menuju ke arahku.


Terlihat mereka sangat menikmati kesegaran airnya. Dengan sengaja Atarika memercikkan air ke
arahku. Sungguh menyebalkan dengan segera aku membalasnya. Agar semuanya merasakan aku
memercikkan air yang banyak ke arah tiga temanku. Mereka pun membalasnya dengan cepat.
Pada akhirnya kami seru-seruan di pinggir sungai.

Setelah bajuku banyak yang basah. Aku mengajak teman-teman untuk menyudahi bermain air.
Aku mengingat waktu yang semakin sore. Kami berangjak kembali.

***

Jalan pun sudah terasa semakin menanjak. Kaki ini semakin berat untuk melangkah. Tinggal 3/4
jalan lagi kami sampai di puncak gunung. Aku pun sudah mulai menikmati udara di ketinggian.
Dataran rendah pun mulai tampak dari atas. Aku semakin membangkitkan langkahku. Namun
apalah daya, jalan ini semakin menanjak. Terkadang kita harus melewati jalanan yang sempit.
Adapun kita menaiki batu yang besar.

Tak terasa kakiku terpeleset di sebuah pinggir jurang. Badanku terperosok,dan tangan ini masih
mengenggam erat akar pohon yang menjalar.Jantung ini berhenti berdetak dan kemudian berdebar
dengan sangat kencang. Dengan gesit, sebuah tangan kanan menjulurkan kepadaku. Aku
langsung menangkap tangan itu dengan tangan kananku. Sementara tangan kiriku masih
mengenggam erat dan menahan tubuhku agar tidak jatuh.Tangan itu menarikku dengan sangat
erat. Aku pun berusaha mengangakt tubuh ke atas dan kaki ini merayap-rayap. Akhirnya aku
sampai dan duduk sambil menghela nafas pangjang. Setelah ku perhatikan, ternyata itu adalah
genggaman tangan Brasta. Dialah penyelamatku. Tanpanya apalah dayaku. Mataku sedkit
berkaca-kaca. Ketika teringat bagaimana jika tidak aku terjatuh ke dalam jurang. Tuhan masih
memberikan kesempatan kepadaku untuk menikmati impianku.

"Makasih banget Bras,gue nggak bisa bayangin kalo lo nggak nolong gue tadi." tanpa sadar aku
memeluk Brasta dengan erat dan sedikit menitikkan air mata. Seketika Brasta tak bisa berkata-
kata,diam seperti sebuah patung.

"Gue bakal selalu ngejagain lo, dan selalu ada buat lo. Karena lo udah gue anggep saudara yang
harus selalu gue lindungi. " katanya dengan nada pelan.

Dengan cepat aku melepaskan pelukanku dan tertunduk malu. Pandangan Brasta tertuju ke
arahku dan merangkul bahuku.

" Sekarang lo tenangin dulu hati lo. Makanya kalau jalan hati -hati jangan terburu-buru. " kata
Brasta. Aku masih tertunduk diam.

"Ve,lo nggak apa-apakan,gue khawatir banget tadi. Gue juga deg-degan lihat lo." kata Atarika
dengan sangat histerisnya. Dia mendekatiku mencoba untuk menenangkanku.

"Gue masih selamat kok, untung ada Brasta yang nolongin gue. Mungkin karena gue keburu ingin
sampai puncak,akhirnya jadi kurang fokus." jawabku dengan sedikit tersenyum.

"Nih,lo minum dulu,supaya lo sedikit lebih tenang."Nano menghampiriku dan menjulurkan sebotol
air minum.

"Makasih ya." Aku menerima minuman itu dan menegukkan sedikit air. Hati ini terasa lebih lega.

Aku bangkit kembali melanjutkan perjalananku. Aku memandangi teman-temanku. Mereka sangat
semangat sekali,namun terlihat ada sedikit raut muka lelah.

Tubuhku sudah terasa sangat gerah dan semilir angin di atas gunung pun begitu kencang. Di
sekelilingku banyak sekali tumbuh tanaman ilang. Sesekali tangan tergores daun ilang-ilang itu
yang sedikit berduri. Namun itu tak membuatku untuk berhenti melangkah.

Dari kejauhan sudah terlihat sebuah kawasan khusus untuk para pendaki. Namun kali ini kami
memilih tempat yang berbeda dari mereka. Karena kami sangat ingin menikmati keindahan gunung
ini hanya untuk kami berempat .

Kira-kira 15 menit perjalanan lagi kami pun sampai di sebuah dataran untuk kami tempati nantinya.
Aku semakin tidak sabar lagi. Ku langkahkan kaki sedikit cepat namun apalah daya kaki ini yang
sudah tidak mampu berjalan dengan cepat.

Akhirnya,kami sudah menapakkan kaki di tempat itu. Aku langsung menurunkan carrier. Tak
kupikirkan ,aku pun langsung merebahkan tubuh di atas rerumputan. Tak ku sadari aku
memejamkan mata menikmati semilir udara gunung.

Aku membayangkan suasana gunung ini. Kini impianku sudah tercapai. Impian yang selama ini
sangat aku inginkan,sudah aku lampaui. Rasanya seperti hidup di atas awan. Ku buka mataku dan
ku pandangi sekelilingku. Sungguh pesona ynag sangat memanjakan mata.

Aku bergabung dengan teman-temanku yang sedang sibuk mengeluarkan barang-barang. Nano
dan Atarika sedang sibuk mengeluarkan tenda yang ada di carriernya. Kami berempat saling baur-
membaur mendirikan tenda. Beruntung sekali kami memiliki kemampuan mendirikan tenda,jadinya
kami tidak merasa kesulitan. Kami mendirikan dua tenda. Aku satu tenda dengan Atarika. Begitu
pula Brasta satu tenda dengan Nano. Kami mendirikan tenda tidak saling berdekatan. Kemudian
kami memasukkan barang-barang di dalam tenda. Tak lupa aku mengeluarkan makanan yang ku
bawa sebagai ganjal perut kami nanti malam. Setelah semua pekerjaan selesai,kami duduk di
depan tenda menikmati senja sore. Hari ini langit begitu cerah. Kami beruntung bisa
mendapatkann senja sore (sunset). Terlihat sekali keindahan warna senja kali ini.

Brasta mengeluarkan sebuah kamera yang di bawanya.

"Cisss." kata Brasta mengambil fotoku dan Atariak yang sedang memandangi sekeliling tenda. Kali
ini aku tak ingin meninggalkan moment yang mungkin tidak sering aku dapatkan. Aku selalu ingin
berfoto sebagai kenangan-kenanganku nanti.

"Sana lo berdua foto. Pas banget nih momentnya buat kalian." seru Nano. Dia pun mengambil
kamera dari Brasta dan mendorong Brasta ke arahku.

"Pose dong.Senyum.1 2 3.." teriak Nano. Tiba-tiba tangan Barasta merangkulku dan kemudian
tersenyum ke arah Nano yang sedang asyik mengambil gambar kami. Aku pun tersenyum juga ke
arah Nano. Dalam hati ini ,sungguh aku merasa senang sekali. Jarang-jarang aku berfoto bareng
Brasta.Kini aku mulai memojokkan Nano dan Atarika. Sepertinya mereka cocok dan kecocokan
mereka sudah mulai terlihat dari kami berangkat tadi. Mereka selalu berdua dan berjalan bersama.

"Sekarang lo foto bareng Atarika. Seru nih kelihatannya." kataku sambil menarik tangan Atarika
dan Brasta mengambil kameranya. Mereka saling tersenyum ke arah kamera.

Setelah berfoto-foto ria, kami menikmati secangkir susu cokelat hangat dan beberapa camilan. Hari
sudah semakin gelap, karena tidak ada WC Umum dengan terpaksa kami hanya berganti pakaian
di dalam tenda. Sekali seumur hidup kami merasakan tidak mandi. Selesai ganti pakaian,aku
duduk lumayan jauh di depan tenda bercahayakan lampu senter. Cukuplah untuk penerangan.
Sementara Atarika masih sibuk di dalam tenda .Aku menengok ke arah tenda cowok. Terlihat
Brasta berjalan ke arahku dan kemudian duduk di sampingku.

" Malam ini udaranya dingin sekali ya." kata Brasta sambil mengosok-gosokkan telapak tangannya
dan meniupnya.

" Iya,tapi serulah kita bisa menikmati udara malam kayak gini. Di atas gunung pula." sahutku
sambil mengosokkan telapak tangan juga. Aku lupa tidak membawa sapu tangan. Brasta
mengenggam kedua tanganku kemudian meniupnya. Jantung ini berdebar-debar dengan kencang.
Ku pandangi dirinya. Sepintas terbayang sepertinya dia menyukaiku. Namun tidak mungkin ,dia
sudah ku anggap seperti kakakku sendiri. Mungkin ini hanyalah sebatas perhatian kakak kepada
adiknya.

" Udah lumayankan lo ,nggak dingin banget." kata Brasta. Dia mengenggam tangan kananku
dengan tangan kirinya dan memasukkan tanganku ke dalam saku jaketnya. Sedikit mengurangi
rasa dingin pada tanganku.

"Gimana kalau kita bikin api unggun kecil. Mungkin bisa mengurangi rasa dingin ini." gerutuku
karena udara ini masih terasa dingin sekali.Brasta menganggukkan kepalanya. Kami beranjak
mencari kayu di sekitar tenda. Kami pun mendapatkan beberapa ranting kayu. Sementara Brasta
menata kayu di depan tenda dengan dibantu Nano, aku hanya duduk bersama Atarika
memandangi mereka. Brata membakar sedikit demi sedikit kayu itu dan api pun menjalar ke arah
kayu yang lain. Beruntung anginnya tidak terlalu kencang sehingga api itu cepat membesar. Kami
menjulurkan tangan ke arah api dari jarak yang lumayan dekat untuk mengurangi rasa dingin.
Tiba-tiba Atarika mengajak kami berdiri dan bergandengan satu sama lain melingkari api unggun
kecil itu. Dia mengajak kami bernyanyi-nyayi ria dan berjalan melingkari api. Petualangan ini
sangat berkesan bagiku. Teman-temanku yang sangat ceria dan penuh semangat semakin
memeriahkan petualangan kali ini. Kami hanya menginap 1 malam,mungkin siang esok kami
kembali ke rumah. Jadi kami harus memanfaatkan moment kali ini dengan keceriaan. Api pun
sudah mulai menghilang. Hari sudah malam. Hanya terdengar suara beberapa binatang-binatang
kecil. Kami sudah terlihat sangat lelah.Kemudian kami masuk ke tenda masing-masing.

Aku mengeluarkan sleeping bag dari dalam carrierku. Begitu pula dengan Atarika. Aku
memasukkan kaki ke dalam sleeping bag ,rasanya sungguh hangat.Dalam tenda,kami tak
memakai alat penerangan. Aku memejamkan mata terlebih dahulu dan tertidur dengan pulas.

***

Aku membuka mata. Ternyata pagi ini masih gelap. Aku bangun dan melipat sleeping bagku
kemudian memasukkan dalam carrier. Atarika pun masih tertidur. Aku tak ingin ketinggalan untuk
mendapatkan matahari terbit(sunrise). Jadi aku bangun lebih awal. Aku melihat jam tanganku
ternyata masih pukul 05.00. Aku membuka bagian pintu tenda dan menikmati semilir angin pagi.
Ku pandangi tenda anak cowok. Tak ada satupun orang yang sudah bangun. Kini aku sendirian
menunggu matahari tertbit.

Langit sudah mulai menunjukkan cahaya. Aku melihat ke arah timur. Kali ini aku mendapatkan
sunrise. Aku merasa bahagia sekali. Aku adalah orang pertama yang mendapatkan sunrise di
antara teman-temanku.

"Bangun,bangun... Gue dapet sunrise!" sontak aku berteriak dan menggoyang-goyangkan kedua
tenda. Terdengar suara gemuruh dari dalam tenda dan aku melihat mereka terburu-buru keluar.
Bratsa pun keluar dengan membawa kameranya. Ini yang aku tunggu-tunggu.

"Foto dong Bras." teriakku ke arah Brasta. Brasta pun sudah siap dengan kameranya. Aku berpose
ria dengan pemandangn yang indah di sekelilingku. Kabut pagi yang membuatku seperti hidup di
atas awan. Semakin memberikan keindahan pada fotoku. Kami berganti-gantian untuk
mengabadikan moment ini. Tak jarang kami berebutan untuk mendapatkan giliran foto.

Selesai kami berfoto,aku ingin meminjam camera Brasta dan melihat-lihat hasil fotonya.

"Boleh gue pinjem camera lo" kataku sambil menjulurkan tangan ke arah Brasta. Dia pun
memberikannya kepadaku. Kami duduk bareng di atas rerumputan yang sedikit basah karena
embun pagi. Kami melihat satu persatu hasil foto. Ternyata sangat bagus hasilnya.

"Cocok banget lo Ve sama Brasta." sahut Nano ketika kami melihat salah satu foto. Aku dan Brasta
saling pandang dan melemparkan senyuman.

"Lo cocok juga sama Atarika. Pas banget kalian foto disitu." balasku kepada Nano ketika aku
menemukan sebuah foto. Dalam foto itu terdapat Nano dan Atarika yang sedang duduk bareng
melihat pemandangan. Brasta mengambil foto mereka tanpa sepengetahuan.

"Dasar lo Bras,ngambil foto tanpa bilang-bilang." protes Atarika dan mencubit tangan Brasta.
Brasta hanya cekikikan.

Aku mengembalikan kembali cameranya kepada Brasta. Kami saling duduk berdua-dua. Kini aku
duduk bersebelahan dengan Brasta dan Nano duduk bersebelahan dengan Atarika. Mungkin
sudah jadi takdir kami. Kami memandangi sekeliling dan terlihat dari kejauhan banyak sekali tenda-
tenda para pendaki. Warna-warni tenda itu memanjakan mata kami. Kapan lagi kita bisa
mendapatkan moment seperti ini, seruku dalam hati.
Matahari sudah mulai memancarkan panasnya. Kami pun masuk ke dalam tenda untuk berkemas-
kemas. Aku memasukkan semua barang-barangku ke dalam cerrier. Tetapi makanan yang ku
bawa belum aku kemasi,makanan itu untuk kami sarapan sebelum turun nanti.Kemudian aku
menaruhnya di luar tenda. Atarika terlihat sangat sibuk dan aku pun tertarik untuk membantunya.
Selesai berkemas barang, Aku dan Atarika membongkar tenda. Tenda yang tidak terlalu besar
dan hanya cukup untuk dua orang membuat kami tidak merasa kesusahan untuk mengemasnya.
Kemudian kami saling melipat tenda,lalu Atarika memasukkan ke dalam tasnya. Sementara kami
sudah selesai berkemas-kemas terlihat Nano dan Brasta masih sibuk memasukkan barang-barang
ke dalam tas. Tenda mereka pun sudah selesai di kemas.

"Gue kemarin bawa beberapa bungkus roti. Lumayanlah buat ganjal perut bekal perjalanan turun
nanti." kataku sambil mengeluarkan beberapa bungkus roti. Kami pun asyik menikmati roti. Brasta
yang duduk di sebelahku mengulurkan tangannya yang membawa sepotong roti.

"Ini enak lho." kata Brasta dengan nada menggodaku. Dia pun menyuapkan sepotong roti itu. Aku
membuka mulutku dan memakannya. Kemudian ,aku juga menyuapkan sepotong rotiku untuknya.
Sesekalilah membuatnya senang.

" Tumben lo baik sama gue." sahutnya dengan nada sombong.

" Sesekali lah biar lo ngerasa di peduliin." jawabku dengan nada mengejek.

" Ciee,,sisuuitt." ejek Nano yang kemudian mengikuti kami dengan menyuapkan sepotong roti ke
arah Atarika. Dia pun membuka mulut dan memakannya juga. Dia tersenyum-senyum sendiri dan
terlihat mukanya sedikit memerah. Benih-benih cinta sudah mulai tumbuh di antara kami. Setelah
menikamti beberapa roti. Kami pun mengemas sampah bungkus makanan ,karena kami ingat
pesan petugas untuk tidak meninggalkan sampah di gunung. Kemudian kami mulai beranjak jalan
dari tempat yang tadinya kami tempati. Rasanya sangat berat sekali untuk melangkahkan kaki
meninggalkan tempat ini. Walaupun hanya 1 malam,namun tempat ini sudah memberikan
kenyaman tersendiri di hatiku. Apa boleh buat aku pun harus meninggalkan gunung ini.

Kami mulai menuruni jalan sepatak. Aku harus lebih berhati-hati dan fokus , karena aku tidak ingin
mengulangi kejadian kemarin yang membuat teman-temanku khawatir. Dalam perjalanan
turun,sesekali Brasta mengambil foto.

***

Kira-kira pukul 17.00 kami sudah sampai di posko informasi. Kami menunggu Brasta yang sedang
mengambil mobilnya. Setelah itu,kami menaruh barang-barang di atas bak mobil. Kemudian kami
pulang ke rumah. Untung saja di perjalanan tidak macet. Setelah mengantar Nano dan Atarika
pulang,di perjalanan Brasta menawariku untuk mengantarkanku pulang.

"Lo gue anter pulang sekalian. Kasihan kalau lo harus nunggu taksi dari basecamp ." katanya
sambil menyetir mobil.

" Makasih ya, dari kemarin lo udah baik banget sama gue." jawabku dengan sedikit rasa haru.

" Gue nggak mau lo kenapa-kenapa. Lo udah gue anggep kayak adik gue sendiri. Jadi gue harus
jagain lo." katanya sambil menepuk bahuku.

Sesampainya di depan kost dan aku hendak melangkah menuju kost Brasta dengan cepat menarik
tanganku dan mengatakan suatu kalimat yang membuatku kaget. Langkahku pun terhenti dan
memandanginya.
"Sebenernya selama ini gue suka sama lo. Makanya gue care banget sama lo. Gue nggak mau lo
jadi milik orang lain." katanya sambil memegang kedua tangan ku. Seketika aku terdiam seperti
patung namun jantung ini masih berdetak dengan kencang.

" Gue tau kita udah kenal dari kecil namun gue memendam perasaan ini udah lama dan gue baru
bisa ngungkapin sekarang." katanya lagi.

" Makasih lo udah selalu ada buat gue, udah mau berkorban demi gue, dan lo juga perhatian
banget sama gue. Gue juga suka sama lo. " jawabku dengan rasa haru dan tanpa sadar air mata
mengalir dipipiku. Dengan segera, Brasta mengusapkan tangannya untuk menghapus air
mataku.Aku langsung memeluknya sebagai ungkapan rasa terimakasihku padanya. Aku mataku
semakin mengalir dengan cepat.

" Lo jangan pergi dari gue. Lo adalah orang istimewa buat gue" kataku dan kemudian aku
meleapskan pelukan itu. Dengan segera aku menghapus air mataku.Brasta tak bisa menjawab
apapun, dia melemparkan senyum lebar ke arahku dan beranjak pulang. Dari dalam mobil dia
melambaikan tangannya dan pergi.

Anda mungkin juga menyukai