Anda di halaman 1dari 4

Mimpi yang Nyata

Oleh: Raihan Abyzar

Tak biasanya. Siang ini langit menangis. Suara hujan menetes. Perlahan turun dengan ritme
yang sama.

Tak biasanya. Gemericik air yang jatuh. Menghantam aspal tak jauh disana, menguapkan hawa
panas di terik siang ini.

Tak biasanya memang. Hujan di siang hari ini. Sangat cepat dan tiba-tiba. Datang dan bertahan
begitu saja. Tanpa peringatan. Membasahi hamparan hijau penuh lumut itu. Lembab. Sejuk
dan dingin. Bergandengan dengan datangnya semilir angin. Butiran air memantulkan mentari
yang bersembunyi.

Ada danau di tengah taman itu. Benar. Sebuah danau alami kecil yang berkilau. Di sekeliling
danau itu ada banyak kursi-kursi panjang yang tersedia. Dan disana, di salah-satu dari kursi itu.
Duduk seorang pria yang tengah asik memandang danau. Dia tersenyum tipis. Entah apa yang
di pikirkannya. Yang jelas, dia tak terkena hujan sedikitpun. “Aneh” Ku pikir. Ku berjalan
mendekatinya seraya berpikir keras siapakah dia. Kenapa aku ada disini? Dimana ini?

Pikiranku yang berkecamuk hilang seketika dia berkata “Akhirnya. Kita bertemu”. Sontak
secepat kilat dia ada di hadapanku dan memegang tangan kecilku. Elusan lembut tangan
hangatnya membuatku merona. Dia tersenyum. Wajah yang tidak dikenal itu menatapku sayu.
Sebelum sempat ku membalas perkataannya, dia tiba-tiba berubah menjadi butiran kecil cahaya
bersamaan dengan semua hal disana yang menghilang.

Pagi hari

Ku terbangun. Mimpi kah? Begitu pikirku awalnya. Tapi serasa nyata. Genggaman hangat itu
seolah masih tersisa ditangan kecilku ini. Siapakah dia? Pria itu. Perlahan linangan air mata
merembes turun dari mataku. Apa ini? Kenapa aku menangis? Kenapa rasanya seolah
kehilangan sesuatu yang amat penting. Apa itu? Siapa?

Pintu terbuka dan seseorang berdiri tegak mulut pintu itu. Sosok itu berkata “Sudah bangun?
Tumben sekali. Apa gerangan kamu melongo seperti itu? Cepatlah bersiap. Ada jadwal shoot
pagi ini jam 8” Ku tersadar dan langsung mengusap air mata bening yang tak terlihat dari balik
pipi putihku itu. Sembari ku menggangguk dan bangun dari tempat tidur. Menuju kamar mandi
dan bersiap untuk shoot hari ini.
Namaku Thessa. Thessa Fitriani lebih tepatnya. Orang terdekatku biasa memanggilku eca. Aku
adalah penyanyi muda yang baru saja memulai karir. Banyak anak-anak muda yang
mengagumi ku dan suka menguntit di kala ku sedang jalan-jalan. Mungkin ini karena aku tidak
memiliki pacar. Keluargaku pun juga tidak terlalu besar. Hanya ada ibu, manajer dan aku.
Selain itu, tak terlalu penting untuk orang tahu.

Sudah beberapa hari terakhir ini aku selalu bermimpi. Mimpi di tempat yang sama, dengan pria
yang sama. Namun pagi ini berbeda. Aku menangis dan hatiku terasa kosong. Rasanya seperti
ku kehilangan ayahku dulu. Jujur aku takut. Seorang pria yang hadir di mimpi mu 3 hari
berturut-turut bukanlah hal normal. Pasti ada sesuatu. Karena itu siang ini ku memutuskan
dengan manajer ku untuk menemui seorang ahli gambar untuk menggambarkan wajah pria
yang kulihat itu. Dengan bermodal ingatan yang samar ku menjabarkan dengan rinci seperti
apa postur muka dan tubuhnya kepada ahli gambar itu. Setelah berkali-kali gagal akhirnya ku
mendapatkan wajah yang hampir mirip dengan orang yang kulihat di mimpiku itu.

“Manis” itulah kata pertama yang terucap dari manajer wanita ku itu. Sambil tersenyum dia
mengambil kertas itu dan menyerahkannya padaku. “jadi ini orang yang selalu membuatmu
termenung tiap waktu istirahat siang itu? menarik” katanya dengan senyum genit. Aku
langsung mengambil gambar itu dan menyimpannya di dalam tas kecilku. “iya itu, pria ini
selalu hadir di mimpiku, entah bagaimana bisa itu terjadi. Tak masuk akal” kataku.

“Tidak ada yang mustahil di dunia ini sayangku. Semua hal bisa terjadi dengan caranya sendiri
pula. Mungkin pria itu adalah takdirmu” sambut ahli gambar itu sambil menyusun kembali alat
tulisnya. Ku merinding dan berkata sambil menaikkan volume suaraku “Tidak. Jangan sampai
hal itu terjadi. Tidak lagi.” Ahli gambar dan manajerku hanya diam. Dengan raut muka yang
tersenyum tentunya. “Ayo kita pulang, nanti kita akan ketinggalan jam pesawat jika terlambat”
sahut manajerku cepat. Berusaha mencairkan suasana.

Di pesawat, lagi-lagi ku merenung. Membayangkan siapakah pria itu. Alis tebal yang
dimilikinya, bibir tipis dan hidung kurus itu. Membuatku tak bisa berkata apa-apa. Manis
memang. Hal itu tak dapat kupungkiri. Sesampainya di rumah ibuku langsung menyambutku
dengan pelukan hangatnya. “Gimana? Udah ketemu?” katanya langsung. “Belum bu, aku tidak
kenal dia, kak vela pun juga tak mengenalnya.” Sahutku sayu sambil memandang manajerku
kak vela “Iya bu, vela enggak kenal siapa itu. Yang pasti sih cowoknya manis. Punya kharisma
gitu keliatannya” katanya dengan gelak tawa. Aku cemberut kesal dan mencubit tangannya
“Apaan sih kak, pake ditambah-tambahin segala. Biasa aja kali” ibu hanya bisa tersenyum. Dia
sebenarnya khawatir denganku. Karena memang aku tipe cewek yang tidak biasa bergaul
dengan laki-laki. Apalagi sejak kepergian ayahku. Aku makin mengunci hati akan kehadiran
jenis manusia satu itu.

Bagaimanapun juga, aku tak mengenal pria itu, dan berusaha untuk tak mengenalnya. Malam
ini, ku tidur dengan ibuku. Berhubung besok juga jadwalku kosong, aku bisa meluangkan
waktu bercengkrama dengan ibu hingga hampir larut malam. Ketika tidur, sambil tersenyum
ibu menitip pesan jika ku memimpikan pria itu lagi, jangan lupa untuk menanyakan namanya.
Ku hanya bisa membuat muka masam sambil merengut. Di dalam hati ku berkata kalau ku
mimpi lagi, aku bakal melabrak pria itu. Kesal.

Besoknya, di tengah hiruk pikuk keramaian bandara. Terlihat sepasang sosok yang tampak
beradu mulut dengan suara yang redam. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa memasuki mobil
taksi yang sudah menunggu. “Sudah ku bilang kalau aku hanya ingin liburan, ngapain kakak
harus ikut sih?” Kakak memandangku dengan curiga. “Kalau mau liburan kok buru-buru gitu.
Apa yang terjadi? Kamu mimpi apa semalam sampai ibu pun menyuruhku untuk
menemanimu? Sambil menginjak kaki kak vela ku berkata “Terserah aku dong” Pandangan
sorot mata tak lupa juga ku berikan. “Baiklah kamu menang” kak vela berkata sambil
mengangkat tangan.

Di dalam taksi, kak vela sibuk melihat google maps untuk menentukan arah tujuan kami, aku
hanya melihat sekilas ketika pemandangan di luar lebih menarik untuk di perhatikan. Disini
tak seperti di kota yang padat hiruk pikuk aktivitas. Disini lebih banyak orang berjalan kaki
dan bersepeda. Hawa yang sejuk walaupun di tengah siang hari membuat kepala tak panas dan
menyengat. “Perjalanan ini akan jadi panjang. Butuh waktu setengah hari hanya untuk sampai
ke kota tujuan. Belum lagi medan yang buruk susah sekali untuk sampai ke taman itu. Kamu
yakin ingin pergi juga? Kita masih bisa kembali loh” kak vela menjelaskan sambil
menunjukkan google mapsnya kepada ku. “dan belum tentu juga itu taman yang ada di mimpi
kamu” dia menambahkan. Aku melihatnya dengan muka serius dan berkata “ayo kita pergi”.

Berpindah tempat jauh dari sana, di sebuah pondok kecil di tengah sawah, seorang pemuda dan
bocah kecil sedang asik memandangi gadis-gadis yang datang membawa bekal makan siang
dari desa. Mereka berdua saling berdebat gadis mana yang paling molek dan anggun. Si
pemuda bilang yang memakai jilbab ungu dengan betis putih lebih cantik, sedangkan si bocah
bilang kalau gadis pendek tapi imut itu yang lebih cantik. Ketika si bocah asik membual tentang
gadis imut itu, pemuda itu secara tak sadar memandang ke atas langit dan berkata pelan
“Akhirnya dia tiba”

“Apanya yang tiba?” bocah itu memandang dengan aneh. Sambil tersenyum pemuda itu
berkata “Gadis dalam mimpi yang berubah jadi nyata”

Anda mungkin juga menyukai