Anda di halaman 1dari 4

SI PENANGGUNG BEBAN

‘’ringgg…ringgggg…” Bunyi alaram yang sangat aku kenali kembali berbunyi untuk kesekian
kalinya ,memaksaku membuka mata untuk kembali kepada kehidupanku yang nyata.Dengan kesadaran
yang masih belum pulih sepenuhnya ku gapai benda pipih berwarna hitam yang sendari tadi terus
berbunyai,Angka yang awalnya samar samar kini semakin jelas dimataku,sedetik kemudian aku langsung
meloncat dan dengan tergesah gesah berlari kekamar mandi,seraya berteriak

“BANGUNN …BANGUN..UDAH JAM TUJUH…” Dengan cepat aku membersihkan tubuhku dan bersiap
memakai kemeja berwarna biru tua,aku kembali melihat ke Kasur berwarna biru bermotif bunga dengan
seorang gadis berusia dua puluh empat tahun yang masih enggang bergerak dari kasurnya meski sudah
kuteriaki sendari tadi untuk bangun.Wanita berambut sebahu dengan perawakan yang lebih kecil dari ku
kembali menggulung dirinya dengan selimutnya seakan tak perduli,ya wanita itu adalah kakakku.Dengan
cepat kutarik tangannya dengan agar terduduk dan menggoncang tubuhnya

“Bangun …Bangun ..oikk…nanti terlambat”

Dengan bermalas-malasan ia mengambil handuknya dan berjalan dengan pelan ke kamar mandi.Aku
membereskan kamar tidur yang berukuran empat kali empat meter berwarna putih polos itu,sembari
menunggu kakakku untuk bersiap.Setelah itu,aku berjalan keluar kamar meihat kembali rumah kecil yang
kami tinggali seraya membersihkan sudut mana yang kiranya masih sempat untuk dibereskan.Rumah ini
adalah rumah KPR(Kredit Kepemilikan Rumah) yang baru kami tempati dua tahun yang lalu.

‘cklekk…ngiiittt… TAKKK’ pintu terbuka dengan keras membuatku yang sedang meletakkan sendal ke rak
sepatu menoleh ke arah kamar mandi .

‘’pelan pelan” Kataku

‘’Kok gak kau bangunkan aku tadi ,jadi gak sempat masak aku lohh??’’ mendengar itu aku hanya
memutar bola mataku kesal,sambil berfikir besok akan melakukan cara ekstrim untuk
membangunkannya.Kakakku keluar dari dalam kamar mandi dan langsung bersiap-siap,mungkin karena
terkena air dingin membuatnya sadar akan waktu, kini gerakannya lebih jauh lebih cepat dari
sebelumnya.Dalam waktu dua puluh menit ia telah siap dengan seragam kerjannya dan tanpa menunggu
lama kami langsung bergegas pergi menggunakan sepeda motor metik berwarna merah,satu satunya
kendaran pribadi yang kami punya.Sebenarnya aku agak merasa tidak enak dengan kakakku yang harus
ikut bagun pagi dan mengantarku terlebih dahulu,namun karena tidak ada kendaraan umum disekitar
tempat tinggal ku,dan jika menggunkana Grab atau Maxim akan memakan biaya yang cukup besar dan
itu akan memakan biaya yang cukup besar.

Kulaju sepeda motorku dengan cepat mengingat waktu yang kupunya tinggal llima belas menit lagi untuk
sampai ke kekampus tepat waktu karena biasanya untuk sampai memakan waktu sekitar dua puluh
sampai dua puluh lima menit.Mungkin karena fokus mengendarai dan kakakku terlihat tenggelam dalam
pikiannya ,sepanjang jalan hanya ada keheningan diantara kami,hanya suara suara kebisingan dijalanan
yang terdengar.Setelah sampai aku di kampus ku kami berpisah dan melanjutkan aktivitas kami masing
masing.

Matahari sudah condong jauh kearah barat barat,kulirik jam dinding berawarna silver berbentuk bulat
yang menujukan pukul empat sore,tepat saat itu jam kelas ku telah berakhir.Perlahan aku berjalan keluar
meninggalkan ruang kelas bersama teman-teman yang sangat dekat denganku.Seperti biasanya kami
akan melakuakan obrolan ringan atau saling bergosip riang didepan kelas yang mempunyai tempat
duduk panjang berukuran dua meter.Tempat ini adalah spot ternyaman untuk mahasiswa mengobrol
santai sebelum kembali pulang ke kekediaman kami masing-masing.Hal ini juga lah yang kulakukan untuk
menghabiskan waktu sambil menunggu kakakku menjemputku setelah ia pulang kerja.Waktu terus
berjalan dan hari semakin gelap,karena peraturan universitas yang hanya memperbolehkan
mahasiswinya sampai jam enam sore,aku memutuskan melanjutkan menunggu dikamar kos temanku
yang bernama Mia.Tempatnya hanya berjarak serratus meter dari gerbang kampus ku,jika kakakku kerja
lembur aku akan dengan sabar menunnggu disana.

Jam tujuh… delapan… Sembilan

Setelah menunggu berjam jam menunggu akhirnya dia datang,aku mencoba tersenyum dengan lebar
menyambut kedatangannya.Meski Sebagian besar wajahnya ditutupi masker dengan helem yang
kebesaran dikepalanya,aku dapat merasakan kelelahan disorot matanya pada diwajahnya yang kecil
itu.Dia hanya menanggapi senyumku dengan pandangan anehnya.Namun bukannya sakit hati aku
tersenyum semakin lebar ,karena begitulah cara kami bersikap satu sama lain.

“lama juga kau pulanngnya hari ini’’ tanyaku sambil memasang jaketku warna hitam yang nampak
kebesaran ditubuhku.Mungkin karena hubungan kami yang sangant baik,dengan jarak umur yang hanya
berbeda tiga tahun,tinggi badan yang tidak beda jauh membuat aku terbiasa berbicara dengan santai
pada kakakku begitu pun sebaliknya dan kami tidak mempermasalahkan itu.Dengan sedikit merenggut
dia berkata

“Kau taulah,teman kerjaku berulah.Waktu closing gak balance,bonku hilang, Bosku juga minta PJS juga
tadi,pening kepalaku dibuat ”

“yang sabar ya,tulang punggung keluarga.kenapa gak kau marahi aja teman mu hehe..”ucapku sambil
bergurau

‘’ehh yang gak tau nya kau, udah mau kupenyetkan semua orang di kantor itu”Aku hanya bisa
menanggapi dengan tawa.

“Kemarin kau mau ngajuin resain,gimana jadinya?”mendengar pentanyaanku dia menghela nafas

‘’Hufft…..pingin kali pun aku.Tapi gimana??kan kau bilang aku tulang punggung keluarga,kau juga masih
kuliah,Aku juga punya angsuran rumah kalau aku berhenti dari mana duit kita, masa kita tidur dijalan…
hahaha” nada bicaranya terkesan bercanda, bahkan ia tertawa diakhir kalimatnya seolah olah dia baik
baik saja dan itu bukan masalah . Namun pantulan dirinya yang dapat kulihat dari kaca spion
mengatakan sebaliknya,matanya yang memerah perlahan membentuk butiran butiran air matanya
seakan menumpuk dan dapat menerobos keluar kapan saja namun dengan sekuat tenaga ditahannya.

Aku tahu menanggung hidup keluarga sebagai anak perempuan satu satunya yang masih bekerja
bukanlah hal yang mudah,pergi disaat matahari baru bersinar dan pulang larut malam setiap
harinnya.Kesibukannya hanya mencari pundi pundi uang,tanpa teman dekat atau pun kekasih yang
harusnya wajar dimiliki orang seusiannya.Aku juga tahu dari ceritanya saat ia merasa iri dengan teman
teman kantornya yang bahkan sudah menikah dan mempunyai mobil dan handphone yang mahal serta
gaya hidup yang berkelas.Bukan sekali dua kali ia menangis dalam diamnya ,dan aku hanya bisa sebagai
pendengar ceritanya dengan memberikan cerita lucu sebagai pengalih rasa sedihnya,agar aku bisa
menjadi salah satu hal yang membuatnya senang.

“Itulah kau pun kerja gak kaya kaya ,kau pelet aja lah anak bos mu yang muda itu, biar mau sama
mu.Nanti kau jadi kaya kalau ama dia ”

“enggak ah…berat kali resikonya”

“Ya udah,berdoa di sepertiga malam aja biar anak bosmu jadi jodohmu”

‘’Enggak ah,mending aku berdoa jadi kaya sendiri “

“iya juga ya..kok gak nyampe pikiranku kesana”

“iya kau kan agak..agak orangnya”

“terluka hati kecil ku yang terdalam ini bahh…”

“hahaha..” Akhirnya ia tertawa lagi dan kami hanya melanjutkan perjalanan dengan obrolan yang
menyenangkan.

***

Aku memasuki kamar kecil tempat kami berdua tidur setelah rutinitas membersikan tubuh sebelum
tidur,aku terdiam melihat kakakku yang berdoa dengan khyusuknya.Setelah selesai berdoa dia langsung
bergegas tidur,sedangkan aku kembali kemeja belajar kecil ku untuk melanjutkan mempersiapkan buku
yang akan aku gunakan besok,setelah itu bermain heandphon ku yang mulai macet macet berwarna
pink.

“Tidurlah kau,besok terlambat bangun pula” celetuknya

“Iya …bentar lagi”

“Jangan lupa berdoa, kau gak pernah kulihat berdoa”

“Aku berdoa loh ..cuma gak kau lihat aja.Masa aku mau berdoa harus pamer ama kau dulu”lagi lagi dia
hanya tertawa.

Sesaat aku merasa sangat malu pada diriku sendiri,tak jarang aku mengeluh bahwa aku Lelah dengan
kehidupan perkulihan yang terlalu monoton ataupun menggerutu dan bermalas malasan karena harus
mengahadiri kelas yang sangat pagi .Padahal disisi lain kakakku yang menanggung beban berat
dipunggungnya masih beruasaha kuat dan tetap melanjutkan pekerjaannya dan rutinitasnya yang jelas
lebih melelahkan dari aku. Tak lama kemudian terdengar suara dengkuran halus,menandakan bahwa
kakakku sudah tertidur pulas,mungkin karena ia kelelahan tidurnya terlihat sangat lelap.Aku menghela
napasku dan perlahan melipat tangan ku dan menutup mata,dalam hati aku mulai berdoa dengan
Tuhanku.Aku mengadu dalam keheninggan malam menyampaikan harapan harapan terbesar yang aku
inginkan untuk kakakku,air mata ku tanpa sadar terjatuh lewat sela sela mataku yang terpejam.Terlitas
dalam bayangku sebanyak apa beban yang dia tanggung sebanyak keinginan yang ditahanya demi
keluarga ini.Aku memohon dalam doa aku agar tubuhnya yang rapuh itu diberi kekuatan dan segera
mendapatkan kebahagian dari jerih payahnya dan hanya doa lah yang bisa aku lakukan untuk nya.
Semoga Jerih payahmu berbuah bahagia

End

Anda mungkin juga menyukai