Anda di halaman 1dari 26

[Kisah Islami] Kasih Sepanjang Jalan

Di stasiun kereta api bawah tanah Tokyo, aku merapatkan mantel wol tebalku
erat-erat. Pukul 5 pagi. Musim dingin yang hebat. Udara terasa beku mengigit.
Januari ini memang terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Di luar salju
masih turun dengan lebat sejak kemarin. Tokyo tahun ini terselimuti salju tebal,
memutihkan segenap pemandangan.

Stasiun yang selalu ramai ini agak sepi karena hari masih pagi. Ada seorang
kakek tua di ujung kursi, melenggut menahan kantuk. Aku melangkah perlahan ke
arah mesin minuman. Sesaat setelah sekeping uang logam aku masukkan,
sekaleng capucino hangat berpindah ke tanganku. Kopi itu sejenak
menghangatkan tubuhku, tapi tak lama karena ketika tanganku menyentuh kartu
pos di saku mantel, kembali aku berdebar.

Tiga hari yang lalu kartu pos ini tiba di apartemenku. Tidak banyak beritanya,
hanya sebuah pesan singkat yang dikirim adikku, "Ibu sakit keras dan ingin sekali
bertemu kakak. Kalau kakak tidak ingin menyesal, pulanglah meski sebentar,
kak•c". Aku mengeluh perlahan membuang sesal yang bertumpuk di dada. Kartu
pos ini dikirim Asih setelah beberapa kali ia menelponku tapi aku tak begitu
menggubris ceritanya. Mungkin ia bosan, hingga akhirnya hanya kartu ini yang
dikirimnya. Ah, waktu seperti bergerak lamban, aku ingin segera tiba di rumah,
tiba-tiba rinduku pada ibu tak tertahan. Tuhan, beri aku waktu, aku tak ingin
menyesal•c

Sebenarnya aku sendiri masih tak punya waktu untuk pulang. Kesibukanku
bekerja di sebuah perusahaan swasta di kawasan Yokohama, ditambah lagi
mengurus dua puteri remajaku, membuat aku seperti tenggelam dalam kesibukan
di negeri sakura ini. Inipun aku pulang setelah kemarin menyelesaikan sedikit
urusan pekerjaan di Tokyo. Lagi-lagi urusan pekerjaan.

Sudah hampir dua puluh tahun aku menetap di Jepang. Tepatnya sejak aku
menikah dengan Emura, pria Jepang yang aku kenal di Yogyakarta, kota
kelahiranku. Pada saat itu Emura sendiri memang sedang di Yogya dalam rangka
urusan kerjanya. Setahun setelah perkenalan itu, kami menikah.

Masih tergambar jelas dalam ingatanku wajah ibu yang menjadi murung ketika
aku mengungkapkan rencana pernikahan itu. Ibu meragukan kebahagiaanku kelak
menikah dengan pria asing ini. Karena tentu saja begitu banyak perbedaan budaya
yang ada diantara kami, dan tentu saja ibu sedih karena aku harus berpisah dengan
keluarga untuk mengikuti Emura. Saat itu aku berkeras dan tak terlalu menggubris
kekhawatiran ibu.

Pada akhirnya memang benar kata ibu, tidak mudah menjadi istri orang asing. Di
awal pernikahan begitu banyak pengorbanan yang harus aku keluarkan dalam
rangka adaptasi, demi keutuhan rumah tangga. Hampir saja biduk rumah tangga
tak bisa kami pertahankan. Ketika semua hampir karam, Ibu banyak membantu
kami dengan nasehat-nasehatnya. Akhirnya kami memang bisa sejalan. Emura
juga pada dasarnya baik dan penyayang, tidak banyak tuntutan.

Namun ada satu kecemasan ibu yang tak terelakkan, perpisahan. Sejak menikah
aku mengikuti Emura ke negaranya. Aku sendiri memang sangat kesepian diawal
masa jauh dari keluarga, terutama ibu, tapi kesibukan mengurus rumah tangga
mengalihkan perasaanku. Ketika anak-anak beranjak remaja, aku juga mulai
bekerja untuk membunuh waktu.

Aku tersentak ketika mendengar pemberitahuan kereta Narita Expres yang aku
tunggu akan segera tiba. Waktu seperti terus memburu, sementara dingin semakin
membuatku menggigil. Sesaat setelah melompat ke dalam kereta aku bernafas
lega. Udara hangat dalam kereta mencairkan sedikit kedinginanku. Tidak semua
kursi terisi di kereta ini dan hampir semua penumpang terlihat tidur. Setelah
menemukan nomor kursi dan melonggarkan ikatan syal tebal yang melilit di leher,
aku merebahkan tubuh yang penat dan berharap bisa tidur sejenak seperti mereka.
Tapi ternyata tidak, kenangan masa lalu yang terputus tadi mendadak kembali
berputar dalam ingatanku.

Ibu..ya betapa kusadari kini sudah hampir empat tahun aku tak bertemu
dengannya. Di tengah kesibukan, waktu terasa cepat sekali berputar. Terakhir
ketika aku pulang menemani puteriku, Rikako dan Yuka, liburan musim panas.
Hanya dua minggu di sana, itupun aku masih disibukkan dengan urusan kantor
yang cabangnya ada di Jakarta. Selama ini aku pikir ibu cukup bahagia dengan
uang kiriman ku yang teratur setiap bulan. Selama ini aku pikir materi cukup
untuk menggantikan semuanya. Mendadak mataku terasa panas, ada perih yang
menyesakkan dadaku. "Aku pulang bu, maafkan keteledoranku selama ini•c"
bisikku perlahan.

Cahaya matahari pagi meremang. Kereta api yang melesat cepat seperti peluru ini
masih terasa lamban untukku. Betapa masih jauh jarak yang terentang. Aku
menatap ke luar. Salju yang masih saja turun menghalangi pandanganku.
Tumpukan salju memutihkan segenap penjuru. Tiba-tiba aku teringat Yuka puteri
sulungku yang duduk di bangku SMA kelas dua. Bisa dikatakan ia tak berbeda
dengan remaja lainnya di Jepang ini. Meski tak terjerumus sepenuhnya pada
kehidupan bebas remaja kota besar, tapi Yuka sangat ekspresif dan semaunya.
Tak jarang kami berbeda pendapat tentang banyak hal, tentang norma-norma
pergaulan atau bagaimana sopan santun terhadap orang tua.

Aku sering protes kalau Yuka pergi lama dengan teman-temannya tanpa idzin
padaku atau papanya. Karena aku dibuat menderita dan gelisah tak karuan
dibuatnya. Terus terang kehidupan remaja Jepang yang kian bebas membuatku
khawatir sekali. Tapi menurut Yuka hal itu biasa, pamit atau selalu lapor padaku
dimana dia berada, menurutnya membuat ia stres saja. Ia ingin aku
mempercayainya dan memberikan kebebasan padanya. Menurutnya ia akan
menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Untuk menghindari pertengkaran semakin
hebat, aku mengalah meski akhirnya sering memendam gelisah.

Riko juga begitu, sering ia tak menggubris nasehatku, asyik dengan urusan
sekolah dan teman-temannya. Papanya tak banyak komentar. Dia sempat bilang
mungkin itu karena kesalahanku juga yang kurang menyediakan waktu buat
mereka karena kesibukan bekerja. Mereka jadi seperti tidak membutuhkan
mamanya. Tapi aku berdalih justru aku bekerja karena sepi di rumah akibat anak-
anak yang berangkat dewasa dan jarang di rumah. Dulupun aku bekerja ketika si
bungsu Riko telah menamatkan SD nya. Namun memang dalam hati ku akui, aku
kurang bisa membagi waktu antara kerja dan keluarga.

Melihat anak-anak yang cenderung semaunya, aku frustasi juga, tapi akhirnya aku
alihkan dengan semakin menenggelamkan diri dalam kesibukan kerja. Aku jadi
teringat masa remajaku. Betapa ku ingat kini, diantara ke lima anak ibu, hanya
aku yang paling sering tidak mengikuti anjurannya. Aku menyesal. Sekarang aku
bisa merasakan bagaimana perasaan ibu ketika aku mengabaikan kata-katanya,
tentu sama dengan sedih yang aku rasakan ketika Yuka jatau Riko juga sering
mengabaikanku. Sekarang aku menyadari dan menyesali semuanya. Tentu sikap
kedua puteri ku adalah peringatan yang Allah berikan atas keteledoranku dimasa
lalu. Aku ingin mencium tangan ibu....

Di luar salju semakin tebal, semakin aku tak bisa melihat pemandangan, semua
menjadi kabur tersaput butiran salju yang putih. Juga semakin kabur oleh rinai air
mataku. Tergambar lagi dalam benakku, saat setiap sore ibu mengingatkan kami
kalau tidak pergi mengaji ke surau. Ibu sendiri sangat taat beribadah. Melihat ibu
khusu' tahajud di tengah malam atau berkali-kali mengkhatamkan alqur'an adalah
pemandangan biasa buatku. Ah..teringat ibu semakin tak tahan aku menanggung
rindu. Entah sudah berapa kali kutengok arloji dipergelangan tangan.

Akhirnya setelah menyelesaikan semua urusan boarding-pass di bandara Narita,


aku harus bersabar lagi di pesawat. Tujuh jam perjalanan bukan waktu yang
sebentar buat yang sedang memburu waktu seperti aku. Senyum ibu seperti terus
mengikutiku. Syukurlah, Window-seat, no smoking area, membuat aku sedikit
bernafas lega, paling tidak untuk menutupi kegelisahanku pada penumpang lain
dan untuk berdzikir menghapus sesak yang memenuhi dada. Melayang-layang di
atas samudera fasifik sambil berdzikir memohon ampunan-Nya membuat aku
sedikit tenang. Gumpalan awan putih di luar seperti gumpalan-gumpalan rindu
pada ibu.

Yogya belum banyak berubah. Semuanya masih seperti dulu ketika terakhir aku
meninggalkannya. Kembali ke Yogya seperti kembali ke masa lalu. Kota ini
memendam semua kenanganku. Melewati jalan-jalan yang dulu selalu aku lalui,
seperti menarikku ke masa-masa silam itu. Kota ini telah membesarkanku, maka
tak terbilang banyaknya kenangan didalamnya. Terutama kenangan-kenangan
manis bersama ibu yang selalu mewarnai semua hari-hariku. Teringat itu, semakin
tak sabar aku untuk bertemu ibu.

Rumah berhalaman besar itu seperti tidak lapuk dimakan waktu, rasanya masih
seperti ketika aku kecil dan berlari-lari diantara tanaman-tanaman itu, tentu
karena selama ini ibu rajin merawatnya. Namun ada satu yang berubah, ibu...

Wajah ibu masih teduh dan bijak seperti dulu, meski usia telah senja tapi ibu tidak
terlihat tua, hanya saja ibu terbaring lemah tidak berdaya, tidak sesegar biasanya.
Aku berlutut disisi pembaringannya, "Ibu...Rini datang, bu..", gemetar bibirku
memanggilnya. Ku raih tangan ibu perlahan dan mendekapnya didadaku. Ketika
kucium tangannya, butiran air mataku membasahinya. Perlahan mata ibu terbuka
dan senyum ibu, senyum yang aku rindu itu, mengukir di wajahnya. Setelah itu
entah berapa lama kami berpelukan melepas rindu. Ibu mengusap rambutku,
pipinya basah oleh air mata. Dari matanya aku tahu ibu juga menyimpan derita
yang sama, rindu pada anaknya yang telah sekian lama tidak berjumpa. "Maafkan
Rini, Bu.." ucapku berkali-kali, betapa kini aku menyadari semua kekeliruanku
selama ini.

" Tangisan Pertama Membawa Cahaya "


11 April 2009

Cerpenku : = Tangisan Pertama Membawa Cahaya =

Oleh : Rudi Al-Farisi

Malam yang dingin itu, lutfi masih saja asyik dengan kebiasaan lamanya. Mabuk mabukan, judi
dengan ditemani wanita seksi, sudah biasa dalam kehidupannya. Disaat semua orang terlena dengan
mimpi mimpi tidurnya, ia malah makin nikmat dengan permainan maksiatnya.

Tiba tiba hp nya berdering tanda sms masuk.

Sebentar kawan…ucap lutfi.

Segera pulang,

istrimu sedang dirumah sakit,

ia akan melahirkan.

Spontan ia terkejut. Lalu bergegas menghidupkan sepeda motornya. Sampai dirumah sakit. Mertuanya
langsung menyemprot nya dengan bumbu bumbu ceramah. Ia tak ambil pusing, segera saja ia bertanya
kepada dokter tentang keadaan istrinya.
Lutfi memang termasuk bandit. Semua orang mengetahuinya. Tetapi ia tidak bisa menghilangkan
rasa cintanya pada sang istri yang begitu sabar menghadapi sifat bejatnya.

Pernah suatu ketika, ia tertangkap oleh polisi dan dipenjara beberapa bulan. Hanya istrinya yang selalu
setia menjenguk dan membawakan makanan ke penjara. Guna menjaga gizi sang suami tercinta. Itu
terjadi pada saat bulan kedua pernikahannya.

Dok. Gimana kondisi istriku…” Tanya lutfi pada dokter.

Tenang pak.. istri bapak besok akan segera kita operasi. Air ketubannya sudah kering. Sekarang
kita bantu dengan infus, kita akan persiapkan semuanya. Tolong pak, diurus administrasinya”. Jelas
dokter.

Baik pak.. saya minta tolong pak, berikan yang terbaik untuk istri saya..”.

Melihat suasana itu, mertuanya terlihat luluh, memang lutfi dikenal masyarakat sebagai pemuda yang
brandal, mungkin karena umurnya yang masih muda, tetapi didalam relung hatinya, ia sangat mencintai
istrinya.

**********

Didepan kamar operasi, keluarga dan tetangga dekat telah menunggu apa yang akan terjadi. Tiba
tiba pintu ruang operasi terbuka, setelah dua jam mereka menunggu.

Siapa ayahnya,,” suara perawat memecah kerisauan.

Saya mbak..” jawab lutfi spontan.

Selamat pak,,,” anak bapak laki laki.. ucap suster.

ALHAMDULILLAHHHH”. Teriak serentak diruangan itu.

“ Istri saya gimana mbak…

“ Tenang pak,,lagi dalam pemulihan, ia tak apa apa. Masih dalam efek bius. Lebih baik bapak ikut saya
keruang incubator, biar sikecil langsung di azankan. Jelas mbak perawat.

Azan”..teriak halus bibirnya.

Seketika mendengar seruan untuk mengazankan anaknya. Sontak kaki lutfi kaku bagai tak ada refleks
untuk bergerak. Ia diam membisu, bibirnya gemetar, ia bingung dengan apa yang terjadi. Keluarga yang
melihat kejadian itu, tidak begitu kaget, karena lutfi dikenal sebagai sosok yang tak tahu soal agama.
Sholat aja tak pernah apalagi bacaannya”. Celetuk bibir usil salah satu keluarga.

“ Ba…baik mbak..” jawab lutfi terbata.

Di ruang incubator, lutfi mengumandangkan azan ditelinga kanan putranya. Ia memang tak
pernah sholat, tapi ia sering mendengar suara azan berkumandang di mesjid dekat rumahnya. Ia masih
ingat nada nada seruan sholat itu, walaupun tidak tau artinya tapi ia ingat betul urutannya.

“ ALLAHU AKBAR…ALLAHU AKBAR..”

“ LAAILAHAILLALLAHU..”

Keluarga yang sedang penasaran ingin melihat sang bayi, tepat didepan pintu ruang incubator
terkejut, heran, kagum, haru, menyaksikan suasana itu. Bisa juga ya… anak itu azan”. Celetuk bibir ibu
mertuanya.

Lutfi yang terdiam kaku melihat wajah bayi mungil itu, tak terasa matanya basah meneteskan air
bening hingga membasahi pipinya, kakinya kaku bagai dipasung, badannya oleng tak seimbang hingga
akhirnya ia roboh, membentuk posisi sujud kepada Rabb nya. Ia bingung dengan kondisi dirinya.

“ apa yang terjadi…lirih hatinya kebingungan.

Keluarganya diluar lebih kaget melihat lutfi dengan posisi sujud itu. Adik ipar yang hendak masuk
untuk menolong abang iparnya itu dilarang pak mansyur tetangga lutfi yang ikut menjeguk.

Biarkan saja, hidayah ALLAH sedang berproses pada dirinya. Jawab pak mansyur, takmir mesjid
dekat rumahnya.

Keluarga, tetangga dan para penjeguk dari teman temannya, haru terdiam melihat suasana itu.
Malah ibu mertuanya menangis menyaksikan peristiwa itu.

Lutfi masih sujud, air matanya sudah menggenangi lantai ruangan itu. Sudah sepuluh menit ia
dibiarkan begitu, tubuhnya yang masih lemas tiba tiba bangkit mendengar tangisan putranya, seakan
putranya tahu kondisi ayahnya. Dan menangis memecah suasana. Tangisan itulah yang membawa
cahaya bagi hidupnya.
Sekian….Terima kasih,,,

Salam,

Rudi Al-Farisi

Penulis Cerpen dan Novel

Tinggal di Riau

11 Januari 2005

Posted in Cerpen Islami. 0 Comment »

" Ketika Takdir Menguji Cinta "


11 April 2009

Cerpenku : = Ketika takdir menguji cinta =

Oleh : Rudi Al-Farisi

DUBRAK…” banting pintu kamar kost nya.

Hari yang melelahkan..” getar bibirnya pelan.

Sejurus ia langsung nyalakan AC kamarnya. ia campakkan tas kerjanya, ia rebahkan


badannya..Wusss… angin sejuk langsung menampar tubuhnya. Ia lihat jam di dinding, masih jam empat,
masih ada satu jam lagi. Ucapnya pelan.

Ia baringkan badannya dikasur, ia hendak istirahat sejenak sebelum berangkat kuliah, rencana
hatinya. Karena baginya waktu sangat bermanfaat dalam hidupnya, aktivitasnya cukup sibuk, pagi ia
bekerja, sore hari ia kuliah. Ia bekerja di sebuah perusahaan cukup besar di kota dumai itu,
penghasilannya lebih dari cukup, maka dari itu, untuk sekolah adiknya, ia yang mengambil alih.

Ti dit…ti dit…

Tidurnya terganggu dengan dering HP nya.

Ada sms masuk, ucap batinnya. Ia baca’”


Ass.. mas Irul.. sebelumnya aku

Mohon maaf beribu maaf mas..

Dalam keputus asaanku. Aku ingin

Mengabarkan bahwa aku akan

Menikah esok hari.

Allah mentakdirkan lain.

Doakan aku ya mas…

Spontan ia kaget, ia bingung, ada apa yang terjadi dengan Luna. Tanya batinnya. Luna adalah
pacarnya, cinta yang ia jalin hampir tiga tahun itu, tiba tiba hancur berkeping keping, tak tahu apa
penyebabnya, padahal baru bulan kemaren ia mengunjungi Luna dan keluarganya. Semua berjalan
lancar penuh dengan canda tawa.

Ia coba telpon, tenyata tidak aktif. Ia coba kembali, tetap masih nada yang sama. Ia bangkit dari
kasurnya, semula jadwalnya hari itu hendak kuliah, sementara waktu ia batalkan dulu.

Hatinya masih risau dan bingung, sekejap mata ia langsung tancap gas menuju rumahnya Luna,
dengan mengendarai sepeda motornya, ia melaju membelah jalan dengan hatinya bertanya Tanya.

Ya Rabb… apa yang terjadi ya rabbi. Rintih hatinya bingung.

Di jalan, ia melaju dengan kecepatan tinggi, ia ingin tahu segera, gerangan apa yang terjadi dengan
pacarnya. Baru bulan yang lalu ia merencanakan bersama keluarganya luna untuk melamar Luna setelah
kuliahnya selesai, hanya tinggal menunggu skripsinya selesai saja baru ia akan wisuda.

************************

Setelah sampai didepan rumah Luna, ia langsung memarkirkan sepeda motornya, jarak rumah
luna cukup jauh dari tempat kostnya,

Tok…tok…tok… assalamu’alaikum. Sapanya sambil mengetuk pintu. Ia tunggu sejenak, belum ada
jawaban, ia ulangi tok..tok..tok…assalamu’alaikum..

Wa’alaikum salam, pintunya terbuka, ternyata ibunya Luna,


Sore bu.. maaf menggangu.. Lunanya ada bu… sapanya ramah.

Eh… nak irul, silahkan masuk dulu nak...jawab ibunya luna sambil mempersilahkan masuk. Terima
kasih bu…

Ia tatap wajah ibunya luna, ada kegelisahan dan kesedihan yang mendalam tergambar dari raut
wajahnya, mukanya terlihat pucat melihat irul yang datang. Hatinya semakin bingung.

Luna nya ada bu…? Tanya penasaran..

Ibunya luna diam menunduk sesaat… Lu..luna pergi ke pekan baru bersama ayahnya nak irul. Emang nak
irul tidak diberi tahu luna..? jawab ibunya dengan getar bibir terbata bata.

Justru itu bu.. aku ingin menanyakan perihal apa yang terjadi dengan luna,,? Tiba tiba aku
mendapat sms dari luna…? irul menjelaskan maksud kedatangannya.

Tiba tiba mata ibunya luna berkaca kaca dan menunduk diam sesaat. Ada kepedihan dalam
batinnya, suasana ruangan itu menjadi hening, hati irul semakin bingung bercampur gelisah,

Bu… apa yang terjadi dengan luna bu..? Tanyanya memecah keheningan.

Ma…maafkan kami nak irul.. maafkan kami.. takdir Allah lah yang berkuasa. Jawab ibunya luna dengan
terbata.

Sebenarnya..apa yang terjadi bu..?

Ba…baiklah.. ibu coba menjelaskan semua, kami telah menerima kuasa takdir Allah,
se..sebenarnya yang terjadi adalah bermula saat luna seminar di pekan baru. Dua hari setelah nak irul
datang bulan kemaren kesini. Luna minta izin mengikuti seminar itu. Kampusnya luna mengirim utusan
dua orang untuk mengikuti seminar itu. Luna salah satunya, seminar IPTEK itu diadakan pemko pekan
baru. Ia berangkat bersama Indra teman kampusnya, indra adalah anak ketua yayasan kampusnya luna,
seminar itu berlangsung dua hari. Kampusnya luna memberikan fasilitas dua kamar hotel untuk
menginap. Tiba tiba suara ibunya luna terhenti dan tangisnya semakin menjadi jadi.

Dengan perasaan gelisah hati irul menebak nebak apa yang terjadi.

Tenang bu..” sabar bu..

Tangis ibunya luna diam sesaat, ia coba menerima realita yang ada, lalu ia melanjutkan,

Sepulangnya luna dari pekan, wajah luna tampak pucat, kami coba menanyakan ada apa
dengannya. Ia tak mau cerita, tetapi kami coba merayu dan memaksanya. Dengan hati menjerit dan
berlinang air mata, ia menjelaskan,, bahwa ia .. bahwa ia … Dijebak dan DIPERKOSA oleh indra. Tiba tiba
tangis ibunya luna kembali meledak, air matanya mengalir deras, Ternyata…. indra telah lama
menyukainya. ia mengetahui bahwa luna akan segera dilamar nak irul. Maka itu, dalam kesempatan
adanya seminar itu, ia minta kepada ayahnya yang ketua yayasan untuk mengirim ia bersama luna.
Hati irul pedih, langit seakan runtuh ia rasa. Matanya berkaca kaca, badannya kaku serasa
lumpuh, bibirnya bertasbih,, batinnya merintih dengan apa yang baru ia dengar.

Kami pihak keluarga telah sepakat untuk menikahkan luna dengan indra. Maafkan kami nak
irul..maafkan kami….Ibunya luna mengakhiri penjelasannya.

Suasana jadi mencekam, hati irul seakan ingin meledak, wajahnya menunduk, ada yang menetes
dari matanya. Ia tidak kuat untuk menahan perasaannya. Ia langsung pamit,,

Ass…assalamu’alaikum bu. Saya pamit, sampaikan salam tegarku buat luna.

*************************

Dalam perjalanan pulang bibirnya terus bertasbih, hatinya remuk, matanya terus mengalirkan sesuatu.
Pernikahan yang ia rencanakan gagal, wisuda yang ia tunggu tunggu sebagai awal puncak kesuksesan
masa depannya, terasa tak bermanfaat lagi. Luna adalah gadis cantik dan jelita, pujaan hatinya itu telah
terbang dibawa seekor elang yang rakus tak bermoral.

Sesampainya dikamar kostnya. Ia menangis sejadi jadinya.. ia meratap kepada tuhannya, ia mohon
diberi kekuatan dan ketabahan, ia larut dalam kesedihan, tiba tiba suara adzan maghrib berkumandang
ia dengar. Panggilan tuhan merasuk dalam batinnya.

Dengan berlinang air mata ia mencoba tegar menghadapi kuasa Allah itu. Ia wudhu’, ia bentangkan
sejadahnya, ia bertakbir.

Usai sholat, ia munajat kepada rabbnya. Ia bertafakkur, ia roboh bersujud dihadapan takdir Allah. Ia
utarakan kegundahan hatinya. Ia berharap diberikan cinta diatas cinta.

***************************

Enam bulan telah berlalu, dengan hati yang tegar ia selesaikan kuliahnya. Kini ia akan meraih gelar S1
nya. Namun dari hari kehari bayangan luna masih saja hadir dalam benaknya. Tanpa kabar, tanpa
pertemuan, dan tanpa penjelasan terakhir dari bibir luna. setelah hari yang pahit itu. Ia coba menata
kembali masa depannya.

Di hari wisudanya itu. Sengaja ia panggil ibunya dari kampung untuk mendampinginya. Senyum ibunya
itulah yang membuat ia cukup terhibur menghadapi hari yang ia tunggu tunggu dulu. Hari yang semula
ia rencanakan untuk melamar luna. tapi keadaan berubah. Dengan bantuan Allahlah ia sanggup
menghadapi semuanya.
Tiba tiba suasana Aula gedung itu bertasbih. Acara wisuda heboh dengan kedatangan sosok bidadari
yang anggun jelita. Mata semua lelaki memandang kearahnya. Ia menoleh. Subhanallah…” batin nya
bertasbih. Sosok itu adalah luna. wajahnya yang dibalut jubah dan jilbab putih itu seakan membuat ia
seperti bidadari yang baru turun dari langit.

Hatinya berdesir, jantungnya berdegup kencang. Sama seperti rasa pertama kali ia berjumpa dengan
luna dulu. Alangkah beruntung orang yang menikahinya..” Batinnya mengupat..

Astaghpirullah…ia sudah menikah,, aku haram memikirkannya. getar bibirnya menepis perasaannya,

Ibunya tersenyum melihat perubahan pada anaknya. Apa lagi rul..” kamu udah pantas menikah..
kerjaanmu sudah mapan, sarjana pun sudah ditangan, semua para ibu ibu ingin bermenantukan kamu.
Canda ibunya, karena ibunya tidak tahu dengan apa yang terjadi, ia hanya balas dengan senyuman.
Tunggu aja bu.. pilihan Allah. Jawabnya.

Ternyata luna menghampirinya .

Assalamu’alaikum..Selamat ya mas… aku datang bersama ibu ingin melihatmu. Sapa luna dengan
senyuman malu.

Wa’alaiku salam… terima kasih..ibu mu mana dan ….

Dan.. apa mas…? potong luna. Seakan luna sudah mengetahui maksud nya.. Oh ya.. kedatanganku kali
ini hanya untuk menyampaikan maafku saja kok mas…dan menjelaskan apa yang terjadi padaku selama
ini. Sekaligus menebus ketidakberdayaanku mas. Lanjut luna dengan wajah menunduk dengan matanya
menetes kan sesuatu.

Belum sempat bertanya lagi, irul diajak luna bicara empat mata. Luna hendak menjelaskan sesuatu hal
yang penting seperti yang ia tunggu selama ini.

Baik lah.. kita ke depan mushollah saja.

Dengan air mata yang terus jatuh, luna coba menenangkan diri.

Ia menjelaskan apa yang terjadi selama ini.

Mungkin mas… telah diberi tahu ibu kejadian yang menimpaku. Tetapi semua itu berubah, ternyata
takdir Allah berubah lagi. aku terus berdo’a kepada Allah, agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup.

Umur pernikahanku dengan lelaki itu hanya bertahan satu minggu, setelah acara pesta pernikahan kami
di pekan baru usai, tanpa melalui malam pertama ia lebih memilih merayakan pesta kemenangannya
bersama teman temannya, pada malam itu ia bersama komplotannya merayakan pesta narkoba, dan
naas, malam itu juga ia over dosis dan dibawa kerumah sakit, 1 minggu ia koma tak sadarkan diri, lalu ia
tewas, aku hanya melihat proses kuasa Allah itu dengan bersyukur, Allah maha tahu penderitaan
hambanya. Maka dari itu mas… Allah sedang menguji diriku.. statusku sekarang janda mas.. jelas luna
panjang lebar dengan hati tegar.
Jadi ..? Ucap irul ceplos sambil melihat kondisi Luna.

Oh ya… aku sekali lagi bersyukur kepada Allah, Setelah seminggu kematian brengsek itu, aku
memeriksakan diri ke dokter. Ternyata kesucianku masih utuh. Brengsek itu hanya menjebakku agar ia
punya alasan untuk menikahiku. Begitu lah kisah hidupku mas… Allah masih menyayangiku..

Mendengar semua penjelasan itu, hati irul berdesir, setetes embun masuk ke dalam batinnya. Ternyata
ujian Allah telah berakhir. Ia bertakbir dalam hati. Ia hendak langsung melamar luna hari itu juga.

ALLAHUAKBAR………>>>>

Sekian….Terima kasih,,,

Salam,

Rudi Al-Farisi

Penulis Cerpen dan Novel

Tinggal di Riau

30 September 2008

Posted in Cerpen Islami. 8 Comment »

" Keagungan Fajar Cinta "


11 April 2009

Cerpenku : = Keagungan Fajar Cinta =

Oleh : Rudi Al-Farisi


Malam yang dingin itu, Galin masih saja asyik memperhatikan monitor computer kerjanya. Tidak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Memang malam itu ia mendapat giliran kerja malam dari
perusahaannya untuk memonitor pengolahan pabrik. Matanya sudah cukup lelah menahan kantuk.
tetapi mau gimana lagi. Ia harus tetap fit karena tugas yang dibebankan perusahaan kepadanya.

Galin adalah sosok yang rajin, baik ditempat kerja maupun dilingkungan masyarakat. Ia bekerja disebuah
perusahaan yang cukup ternama di negeri ini. Karena jiwanya yang bersemangat itu. ia dipercayakan
atasannya untuk mengambil alih job suvervisor yang kebetulan sedang kosong.

Saat sedang asyik memainkan keyboard computernya, tiba-tiba nada alarm azan shubuh berkumandang
di hp nya. Ia tinggalkan sejenak pekerjaan monitoringnya. Bergegas ia berwudhu’ dan menghadap Sang
Ilahi.

Usai sholat, ia menghirup udara pagi sejenak dari jendela ruang kantornya. Tiba-tiba perasaannya jadi
tidak enak saat mendengar nada hpnya berdering. Ia bingung “siapa pula yang nelpon pagi-pagi buta
begini” suara batinnya bertanya.

“Assalamu’alaikum..

“Wa’alaikum salam..(ternyata ibu mertuanya yang menelpon).

“Ya bu… ada hal apa bu..? tanya galin.

“Maaf mengganggu kerjanya Lin. Ibu sebenarnya tidak mau mengganggu konsentrasi Galin. Tapi ini
terpaksa.. jelas ibu mertuanya.

“Tak apa bu, kebetulan saya baru usai sholat shubuh”. Jawab galin bingung.

“Begini Lin.. si May pergi ndak tahu kemana. Tadi saat ibu hendak membangunkan si May sholat shubuh,
ia tak ada dikamarnya. Dan dia pun tak pamit. Dia ada ngomong sama galin..?” jelas ibu mertuanya
kebingungan.

“Lah.. kok bisa begitu bu. Tadi malam saat mau berangkat kerja dia masih ngantar saya kok bu.. semua
baik-baik saja kok bu..

“Itulah.. ibu juga bingung. Ibu sudah coba cari dia ke semua ruangan. Tapi tak ada juga. Ibu tanya sama
ayah, ayah juga tidak tahu..

“Iyalah bu.. saya akan pulang lebih awal.. ibu tenang ajalah dulu. Mungkin dia lagi beli sarapan..

“Iyalah…Baiklah kalo begitu.. assalamu’alaikum.

“Wa’alaikum salam..

Galin bingung, konsentrasi kerjanya terganggu. Ia heran kemana pergi istinya itu. kok ndak pamitan ya..
suara batinnya bergetir. Ia coba menghubungi hp nya tapi tidak aktif.
Sesampainya dirumah, ia mengumpulkan seluruh keluarganya. Semua menjawab tidak ada yang tahu.
Muncul firasat kurang bagus dihatinya. Ia coba menghubungi seluruh famili terdekat. Tapi juga dengan
jawaban yang sama.

Galin dan seluruh keluarga merasa khawatir. Ada apa yang terjadi dengan Maya. Sang istri yang baru
tiga bulan ia nikahi hilang bak ditelan bumi. Mereka menunggu hingga siang. Saat suara azan zhuhur
berkumandang, hati galin sudah merasa tidak karuan. Keluarga mengusulkan untuk melapor ke polisi.
Tetapi galin mencegahnya. Ia tidak mau masalah ini diketahui tetangga. Bisa jadi aib bu.. Jawab galin
menenangkan mertuanya.

Selesai sholat zhuhur, ia sambung dengan sholat hajat. Ia mohon kepada rabbnya yang mengatur segala
kejadian untuk bisa menemukan jalan keluarnya.

Usai sholat, ia menyimpulkan untuk konsultasi kepada Faris teman kerjanya. Faris yang ia kenal sebagai
seorang yang cukup dalam agamanya, mungkin bisa membantunya.

Ia coba menelpon faris, dan faris pun bersedia memenuhi undangannya. Namun, bagaimana pun rasa
hati galin sudah tidak karuan lagi. Karena istri tercinta yang baru ia nikahi bagai lenyap dibawa angin. tak
ayal, Inai tanda pernikahan dijari pun masih tersisa di ujung kuku.

Tak lama faris pun tiba dikediaman galin. Waktu sore sudah mau berganti senja. Seluruh keluarga
semakin cemas, apalagi galin sang suami. Setelah diceritakan apa yang terjadi. Faris hanya mengatakan
untuk bersabar. Seluruh keluarga kurang puas dengan pernyataan Faris itu, begitu juga galin sang rekan
kerja.

Ternyata, rupanya faris menunggu saat waktu magrib tiba. Usai sholat magrib berjama’ah. Faris
memimpin doa memohon kepada sang ilahi. Dan semua yang ada pun ikut memohon kepada Allah
semoga misteri ini cepat terselesaikan.

Usai bermunajat. Semuanya berkumpul dan bermusyawarah diruang tamu. Galin pun angkat bicara.

Ris.. gimana ini.?

“Yang sabar Lin.. saya tak ada firasat jelek dalam hal ini. Kita husnuzhon saja.” Jelas Faris.

“Tapi ini udah malam Ris..” jawab galin risau.

“Iya nak Faris. Bapak dan ibu sudah sangat cemas ni.. takutnya Maya entah kenapa-kenapa.?” Mertua
Galin menimpal.

“Iya.. saya mengerti. Tapi firasat saya, ini hanyalah ujian Allah pak.. dan semua ini berpulang kepada
bapak dan ibu. terutama galin. Apa pun yang kita lakukan, insya Allah akan dijawab Allah. Dan saya
hanyalah hamba Allah yang mencoba membantu saudaranya.” Jawab Faris.

Galin dan mertuanya akhirnya memutuskan hendak melaporkan hal ini kepada polisi. Saat semuanya
sedang bersiap hendak berangkat ke kantor polisi. Tiba-tiba suara bel pintu berbunyi… Tiiing…Tooong…
“Assalamu’alaikum… suara dari balik pintu.

“Wa’alaikum salam.. jawab galin setengah berlari kebingungan.

Saat pintu dibuka. Ternyata ada sosok wanita cantik yang tak lain dan tak bukan adalah Maya Sang istri
tercinta.

“Subhanallah…. Dinda…..” teriak Galin.

Dan semua isi rumah pun setengah berlari menuju pintu mendengar hal itu.

“Alhamdulillah….” Gemuruh tahmid berkumandang dari bibir keluarga.

Galin bersyukur tetapi hatinya penasaran dan penuh tanda tanya, gerangan apa yang terjadi pada
istrinya.

Beribu pertanyaan yang ada dikepalanya. Ia merasa ingin menumpahkan semua pertanyaan itu kepada
istrinya.

Belum sempat pertanyaan bertubi-tubi hendak menyerang Maya. Ibu mertuanya menyuruh semua yang
berada di pintu itu masuk kedalam.

Setelah semua berkumpul diruang tamu. Dan Maya sudah tahu akan diserang pertanyaan-pertanyaan.
Maka Maya lebih dulu angkat bicara.

“Sebelumnya Maya minta maaf kepada seluruh keluarga terutama kepada Kanda (galin). Ini semua
diluar kuasa Maya. Tadinya Maya ingin lebih dulu memberi tahu. Tetapi…”

“Tetapi kenapa dinda…” celetuk galin penasaran yang duduk disamping Maya.

“Begini kanda.. saat mendengar azan shubuh tadi pagi, Maya bangun dan hendak menunaikan sholat
shubuh. Tetapi Maya merasa pusing dan mual. Mata Maya terasa berkunang-kunang. Lalu Maya coba
membangunkan ibu, tapi ibu tak juga bangun. Lalu Maya berinisiatif hendak ke rumah sakit. Dan Maya
minta maaf belum pamit dengan ibu dan ayah. Lalu Maya menelpon taksi dan sesampainya dirumah
sakit, Maya pingsan dan baru siuman sekitar jam 11. lalu Maya coba menelpon kanda tapi batrei hp
Maya ngedrop. Dan saat Maya bangkit dari tampat tidur rumah sakit hendak ke telepon umum. Mata
maya kembali berkunang-kunang dan Maya kembali pingsan. Mungkin karena Maya belum sarapan tadi
pagi. Maya akhirnya siuman sekitar jam 6 sore tadi.”

“Lalu bagaimana sekarang May.. dan apa kata dokter.?” Tanya ibunya penasaran.

Lalu Maya tiba-tiba memeluk mesra Galin sambil mengatakan Malu-malu.

“Kata dokteeeer……………..“MAYA HAMIL”

“Haaamiiill…..Subhanallah……….” Suara tasbih bergema memenuhi ruangan.


Seketika suasana mencair. Ribuan pertanyaan pun sudah terjawabkan. Dan galin pun bersujud syukur
kepada sang Ilahi.

Rudi Al-Farisi

Pencinta Sastra dan Cerpen

Tinggal di Dumai

Posted in Cerpen Islami. 1 Comment »

" Ketegaran Cinta Bertakbir "


10 April 2009

Cerpenku : = Ketegaran Cinta Bertakbir =

Oleh : Rudi Al-Farisi

Seorang sahabat, Mimi namanya, kami bersahabat puluhan tahun sejak kami sama-sama duduk di
sekolah dasar (SD), selama beberapa tahun itu saya mengenalnya, sangat mengenalnya, Mimi gadis
sederhana, anak tunggal seorang juragan sapi perah di wilayah kami, memiliki mata sebening kaca, dan
lesung pipit yang manis menawan siapa saja akan runtuh hatinya jika memandang senyumnya, termasuk
saya’. dan nilai tambahnya adalah dia seorang yang sangat sholehah, yang patuh pada kedua orang
tuanya.

Tetapi Ranu, Don Juan yang satu ini juga sangat menyukai Mimi, track recordnya tidak
menggoyahkannya untuk merebut hati Mimi. Sedangkan saya hanya bisa menatap cinta dari balik
senyuman tipis ketegaran.

Setiap pagi hari, petugas rutin kantor pos pasti sudah nangkring di sudut rumah besar di ujung gang
kampung kami, (rumah Mimi).

Menunggu pemilik rumah membukakan pintu demi dilewati selembar surat warna merah jambu milik
Ranu untuk sang pujaan hatinya.

Sedang Mimi yang semula tak bergeming, menjadi kian berbunga-bunga diserang ribuan rayuan gombal
milik don juan.
Merekapun pacaran dari mulai kelas 1 SMP bayangkan, hingga menikah. Sebagai tetangga sekaligus
teman yang baik, saya hanya bisa mendukung dan ikut bahagia dengan keadaan tersebut. (walaupun
hati ini meratap) Apalagi Mimi dan Ranu saling mendukung, dan sama-sama bisa menjaga dirinya,
hingga ke Pelaminan,,Insyaallah.

Hingga tiba ketika selesai kuliah, mereka berdua ingin mewujudkan cita-cita bersama, membina
keluarga, yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.

Namun, namanya hidup pasti ada saja kendalanya, dibalik kesejukan melihat hubungan mereka yang
adem anyem, orang tua Ranu yang salah satu anggota di DP….!! itu, menginginkan Ranu menikahi orang
lain pilihan kedua orang tuanya, namun Ranu rupanya cinta mati dengan Mimi, sehingga mereka
memutuskan untuk menikah, sekalipun diluar persetujuan orang tua Ranu, dan secara otomatis Ranu,
diharuskan menyingkir dari percaturan hak waris kedua orang tuanya, disertai sumpah serapah dan
segala macam cacian.

Ranu akhirnya melangkah bersama Mimi, setelah menikah, mereka pergi menjauh keluar dari kota kami,
Dumai, menuju Pekan Baru, dengan menjual seluruh harta peninggalan kedua orang tua Mimi yang
sudah tidak ada, (semenjak Mimi di bangku SMA, orang tuanya kecelakaan). Untuk mengadu nasibnya
menuju ke Pekan Baru " Kota Bertuah" Istilah si Mimi dan Ranu.

Saya hanya dipamiti sekejap, tanpa bisa berkata-kata, hanya saling bersidekap tangan didada dan
terharu panjang, Mimi menitipkan salam untuk Ibu yang sudah dianggapnya seperti Ibunya sendiri.

Masih tajam dalam ingatan, Mimi pergi bergandengan tangan dengan sang kekasih abadi pujaan hatinya
“Ranu”, melenggang pelan bersama mobil yang membawa mereka menuju "Kota Bertuahnya" Pekan
Baru.

Selama setahun, kami masih rutin berkirim kabar, hingga tahun kelima, dimana saya masih membujang
dan masih menetap tinggal di Dumai, sedang Mimi entah kemana, hilang tak ketahuan rimbanya,
setelah surat terakhir mengabarkan bahwa dia melahirkan anak keduanya, kemudian setelah itu kami
tidak mendengar kabarnya, lagi.

Bahkan Ibuku yang sudah berhijrah hampir tiga tahun ini di Pekan Baru tempat kakakku juga tidak bisa
melacak keberadaan Mimi, Mimi lenyap ditelan bumi, hanya doa saya dan Ibu serta sahabat-sahabat
yang lain yang masih rutin kami panjatkan, untuk keberuntungan Mimi di sana.

Sampai di suatu siang yang terik, di hari sabtu, kebetulan saya berada dirumah karena kantor memang
libur dihari sabtu dan minggu, tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara ketokan pintu dikamar, mbak "Inul"
patner kerja (alias Pembantu) kami mengabarkan ada tamu dari Pekan Baru, siapa gerangan pikir saya
ketika itu.

Setelah saya temui, lama sekali saya memeperhatikan tamu tersebut, perempuan cantik berkulit putih,
tapi bajunya sangat lusuh beserta ketiga anaknya, yang dua laki-laki kurus, bermata cekung terlihat
sangat kelelahan, dan seorang bayi mungil dalam gendongan.
Sejenak saya tertegun, lupa-lupa ingat, hingga suara perempuan itu mengejutkan saya " Faris….Faris
khan !", sejenak, dia ragu-ragu, hingga kemudian berlari merangkul saya, sambil terisak keras dibahu
saya, saat itu saya hanya bisa diam tertegun dan tak tahu mau melakukan apa, dan saya tidak bisa
menepis karena hal ini bukan muhrimnya.

Lalu setelah ia puas menangis, pelukan itu baru lepas, ketika kami dikejutkan oleh tangis bayi Mimi yang
keras, yang rupanya tanpa kami sadari telah menyakitinya, dan menekan bayi itu dalam pelukan kami.
Masyaallah !.semoga Allah mengampuni…..

Saya menjauhkannya dari bahu saya sambil masih ragu, berguman pelan "Mimi…Mimikah ?"
Masyaallah…!, sekarang giliran saya yang ingin merangkul Mimi, tapi karena syari’at masih membayang
dibatin. Aku hanya bisa bersidekap tangan didada tanpa bisa meluapkan perasaanku melihat kondisinya.
Anak-anak Mimi yang melihat kami hanya termangu,

Mimi terlihat lebih tua dari usianya, namun kecantikan alaminya masih terlihat jelas, badannya kurus,
dengan jilbab lusuh, yang berwarna buram, membawa tas koper berukuran besar yang sudah cuil
dibeberapa bagian, mungkin karena gesekan atau juga benturan berkali-kali, seperti orang yang telah
berjalan berpuluh-puluh kilometer.

Tanpa dikomando saya langsung mempersilahkan Mimi masuk kedalam rumah, membantu
membawakan barang-barangnya, dibantu mbak Inul, meletakkan barangnya di ruang tamu, rumah saya.

Menunda beberapa pertanyaan yang telah menggunung dipikiran saya, Saya menatap dalam-dalam,
Mimi sedemikian berubahnya, perempuan manis yang dulu saya kenal kini terlihat sangat berantakan,
Masyaallah !, Mimi …ada apa denganmu!.

Saya menunda pertanyaan saya, hingga Mimi dan anak-anaknya mau saya paksa beristirahat beberapa
hari dirumah saya, ia tidur dikamar ibu yang sudah dirapikan mbak Inul, saya rindu padanya, dan juga
terharu melihat keadaannya.

Beberapa hari beristirahat dirumah saya, saya baru berani menanyakan tentang kabar keadaannya
sekarang. Kami duduk diruang tamu sambil cerita ringan.

Semula Mimi terdiam seribu bahasa pada saat saya tanya keadaan Ranu, matanya berkaca-kaca, saya
menghela nafas dalam, menunggu jawabannya lama, dalam hitungan menit hingga keluarlah suara
parau dari mulutnya…

"Mas Ranu, Ris….sudah berpulang kepada-Nya lima bulan yang lalu".

"Oh" desah saya pelan, kata-kata Mimi membuat saya tercekat beberapa saat, namun sebelum saya
sempat menimpali, bertubi-tubi Mimi menangis sambil setengah meracau "Mas Ranu kena kanker paru-
paru, karena kebiasaannya merokok tiga tahun yang lalu, semua sisa peninggalan orang tuaku sudah
habis terjual ludes, untuk biaya berobat, sedang penyakitnya bertambah parah, keluarga mas Ranu
enggan membantu, kamu tahu sendiri khan, aku menantu yang tidak diinginkan, dan ketika Mas Ranu
meninggal, orangtuanya masih saja membenciku, mereka sama sekali tidak mau membantu, aku bekerja
serabutan di Pekan Baru, Ris.., mulai jadi tukang cuci, pembantu rumah tangga, dsb, hingga Mas Ranu
meninggal, keluarganya, hanya memberiku uang sekedarnya untuk penguburan Mas Ranu, hingga aku
terpaksa menjual rumah tempat tinggal kami satu-satunya, dan dari sana aku membayar semua tagihan
rumah dan hutang-hutang pada tetangga, sisanya aku gunakan untuk berangkat ke Dumai, aku tidak
sanggup mengadu nasib disana Ris…." Kata-kata Mimi berhenti disini, disambut isak tangisnya, sedang
saya yang sedari tadi mendengarkan tak kuasa juga menahan haru yang sudah sedari tadi menyesak di
dada.

Setelah kami sama-sama tenang, saya bertanya pada Mimi " Lalu apa rencanamu, Mimi ?".

Mimi tertegun… dia memandang saya nanar, saya menundukkan pandangan, karena saya takut terbawa
rayuan syetan. kemudian dia mengulurkan tangan, memberikan seuntai kalung emas besar, "Sisa
hartanya " begitu kata Mimi.

"Ini untukmu Ris.., aku gadaikan padamu, pinjami aku uang untuk modal usaha, dan kontrak rumah
kecil-kecilan, aku tidak mau merepotkanmu lebih dari ini Ris..".

Aku yang menahan haru, sontak mataku langsung mengalirkan sesuatu, walaupun aku lelaki, namun hati
ini bertindak sebagai makhluk tuhan yang berperasaan. kembali kami hanyut dalam haru.

Pelan-pelan saya, meraih kalung itu dari meja, menimbang-nimbang, pikiran saya melayang menuju sisa
uang saya di amplop, dalam tas, Jum’at kemarin saya baru saja mendapat lembur-an, sebagai pegawai di
suatu instansi, nilai lembur saya sangatlah kecil jika dibandingkan dengan pegawai yang lain tentunya,
tapi itulah sisa uang saya, saya mengeluarkan amplop tersebut dari dalam tas, di kamar, semua saya
infaqkan untuk Mimi, semata mata karena ikhlas.

Mimi menatap amplop di tangan saya, sejurus kemudian saya meletakkan amplop tersebut diatas meja
sambil berkata "Ini sisa uangku Mimi, kamu ambil, nanti sisanya, biar saya pikirkan caranya, kamu butuh
modal banyak untuk mulai usaha"

Keesokan harinya, saya menjual kalung Mimi, pada sahabat baik saya yang lain, kebetulan ia seorang
pemodal-muslim, yang baik hati,.. "Thanks ya Hans".., saya menceritakan tentang keadaan Mimi pada
mereka, Hans dan Istrinya banyak membantu " Ya Allah limpahilah berkah pada orang-orang baik seperti
mereka".

Singkat cerita, Mimi bisa mulai usahanya dari modal itu, mengontrak rumah kecil didekat rumah saya,
Alhamdulillah !, sekarang ditahun kedua, usahanya sudah menampakkan hasil, Mimi sudah sedemikian
mandiri, banyak yang bisa saya contoh dari pribadinya yang kuat yaitu Mimi adalah pejuang sejati, ulet,
sabar, dan kreatif.

Kuat karena Mimi enggan bergantung pada orang lain, dan tegar karena diterpa cobaan bertubi-tubi,
Mimi tetap, kokoh, dan tidak bergeming sedikitpun, dia juga Smart, tahu dimana dia harus meminta
pertolongan pada orang yang tepat, dan tentu saja muslimah yang taat beribadah, hingga Allah pun tak
enggan membantunya.
Saya hanya berpikir dan yakin pasti ada jutaan Mimi-Mimi, diluar sana, akan tetapi pastinya sangat
jarang yang melampui cobaan bertubi-tubi seperti dirinya dengan Indahnya.

Saya hanya ingin berbagi…..cobalah kita lihat, Mimi tetangga saya kini dan setiap pagi selalu menyapa
riang saya, wajah cantiknya kembali bersinar, meskipun ia menyandang status janda. Yang kemudian dia
tekun mendengar keluh kesah saya pada setiap permasalahan saya hadapi setiap harinya, termasuk
ketika saya mulai mengeluh tidak betah dikantor sebagai pegawai sekian tahun, atau ketika saya
menghadapi badai kemelut usia yang yang sudah berkepala tiga, apa kata Mimi

"Faris, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan seseorang atau Allah lebih tahu
apa yang terbaik bagimu, sedangkan kamu tidak".

Subhanallah ! Mimi, contoh kekuatan wanita muslimah, ada disana.

Dan jika saya sudah menyerah kalah pada permasalahan bertubi-tubi dalam hidup saya, maka Mimi
membawa saya menuju pintu rumah mungilnya, didepan pintunya, saya melihat kepulasan tidur anak-
anaknya di ruang tamu yang ia jadikan ruang tidur, sedangkan kamar tidur ia jadikan dapur untuk
memasak, (sungguh rumah yang mungil) mereka berjejal pada tempat tidur susun yang reyot, dan juga
tempat tidur gulung kecil dibawahnya, tempat si sulungnya tidur, kemudian katanya, "Lihatlah Ris,
betapa berat menjalani hidup seorang diri, tanpa bantuan bahu yang lain, kalau tidak terpaksa karena
nasib, enggan aku menajalaninya, Ris, sedang kamu, bersyukurlah kamu, masih memiliki masa depan
yang panjang ".

Duh, gusti betapa baik hati Mimi ini, betapa malu saya dihadapannya, cobaan saya, tentu jauh lebih
ringan dibanding dirinya, tapi betapa saya jarang bersyukur, sering mengeluh, dan sering merasa kurang.

"Stupid mind in the Stupid ordinary " Yang jelas watak Mimi dan kekuatannya menumbuhkan satu
prinsip dihati saya bahwa " Karena aku adalah lelaki, aku harus kuat dan tegar lebih dari wanita ini
dalam menghadapi badai sekeras apapun, jika mungkin jauh lebih kuat dan tegar demi tangan-tangan
mungil yang mungkin akan menjadi tangan-tangan perkasa yang siap mencengkram dunia, Insyaallah
Amien"

Singkat cerita, saya pun berhenti dari pekerjaan yang lama, sekarang saya bekerja lebih mapan dari yang
dulu. Karena setiap pulang kerja saya melintas didepan rumah Mimi, dan terus memperhatikan
ketegarannya, akhirnya Allah menumbuhkan kembali cinta dihatiku. Sampai suatu saat aku pun
melamarnya agar hubungan kami dihalalkan oleh syari’at. Mimi hanya bisa menunduk malu dan
tersenyum melihat anak-anaknya yang akan memiliki ayah yang baru. Dalam hati, Mimi bertakbir dan
bertahmid melihat kekuasaan Allah..

Allahu Akbar….
Sekian….Terima kasih,,,

Salam,

Rudi Al-Farisi

Penulis Cerpen dan Novel

Tinggal di Riau

3 Januari 2009

Posted in Cerpen Islami. 0 Comment »

" Syair Kehidupan Dari Ayahku "


10 April 2009

Cerpenku : = Syair Kehidupan Dari Ayahku =

Oleh : Rudi Al-Farisi

Seiring waktu, Diumurnya yang hampir masuk 25 tahun, langkah kehidupan Aldo perlahan berubah, hari
hari yang ia lalui terasa amat pahit. Dulu hidupnya serba ada, mau apa tinggal beli, kepingin ini itu
tinggal minta uang sama ibunya. Maklum saja, Aldo anak semata wayang. Sekarang, roda kehidupannya
berubah drastis, terbalik diputar tingkah laku ayahnya yang melakukan sabotase proyek.

Dulunya, ayah Aldo adalah seorang yang sangat tegas. Dengan memegang prinsip islami, hidup mereka
dipenuhi suasana agamis. Tetapi semenjak perusahaan milik ayahnya dipercayakan menangani proyek
besar tahun itu. Iman ayahnya mulai goyah. Ayah Aldo sering kali menyabotase urusan proyek demi
meraup keuntungan lebih. Dan naas, akhirnya ketahuan.

Semenjak ayah Aldo di penjara, perusahaan mereka pun ikut bangkrut. Ironisnya Aldo tidak pernah
sekali pun menjenguk ayahnya dipenjara. Aldo belum bisa menerima kenyataan. Semua cerita kejadian
ini ia dengar dari ibunya, karena dari kecil, ia tidak mau tahu dari mana datangnya semua kemewahan
itu. Dan yang ia dengar dari ibunya, ayahnya dihukum enam bulan penjara. Semenjak itulah Aldo yang
menjadi tulang punggung keluarga.
Singkat cerita, Mulai saat itu, Aldo dan ibunya saling bahu membahu dalam memenuhi kebutuhan
hidup. sebab, harta mereka semuanya ludes disita dan mereka terpaksa pindah kerumah sewa yang
kecil dan sangat sederhana. Aldo bekerja semrautan. Ibunya terpaksa bekerja jadi pembantu dirumah
teman ayahnya. Dan demi membiayai skripsi kuliahnya. Aldo terpaksa harus bekerja tambahan di kafe
temannya.

Hari demi hari pun berlalu, kuliahnya pun telah selesai. Dan Sifat manja Aldo pun perlahan mulai
berubah.

Suatu ketika, Saat itu Aldo baru pulang kerja dari kafe. Ia lihat jam ditangannya, sudah jam sepuluh
malam, “ibu kok belum pulang ya.” suara batinnya.

Tiba-tiba. “Tok.tok..tok..“Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumsalam..” jawab Aldo.

Ia lihat, ternyata ibunya. Ibunya pun tersenyum, tapi senyum manis ibunya itu, tidak bisa
menghilangkan guratan kelelahan yang tampak di wajahnya.

“Bu.. Aldo mau ngomong, tapi biar Aldo buatkan teh hangat dulu ya..

“Mau bicarakan apa Do, kok kayaknya penting banget..” jawab ibunya santai.

“Bigini bu, Aldo kan sudah lulus kuliah. Rencananya besok Aldo mau cari kerja tambahan. Agar ibu tidak
usah lagi bekerja jadi pembantu. Biar Aldo saja yang kerja. ibu istirahat aja dirumah ya..” jelas ku pada
ibu.

Ia tatap wajah ibunya. Ada guratan haru yang tampak dari kedua mata ibunya yang berkaca-kaca.

“Alhamdulillah… ternyata anak ibu sudah berubah. Tapi Aldo mau kerja apa.?

“Terserahlah bu.. apa yang diberikan Allah nantinya. Yang penting kita usaha dulu.. Soalnya, Aldo tidak
tahan melihat ibu pagi-pagi buta sudah pergi dan malamnya baru pulang.. jawabnya.

Ia lihat mata ibunya. Ternyata air mata ibunya tak terbendung lagi. Tiba-tiba ibunya memeluk Aldo..

“Do… kalau ayahmu tahu, ia pasti bangga denganmu..”

“Sudahlah bu… Aldo kan udah besar. Biar Aldo yang gantikan tugas ayah.”

Ibunya menatap dalam wajah anaknya itu. Tangannya yang lembut memegang kedua pipi Aldo dengan
hanyut terbawa haru.

Keesokan harinya. Dia berangkat dengan restu ibunya. Ia langkahkan kedua kakinya dengan
semangat. Saat jumpa suatu perusahaan. Ia langsung masuki dan mencoba melamar kerja. Tapi gayung
belum bersambut. Ia ditolak. Dan begitu juga selanjutnya. Ia terus mencoba tapi tetap dengan jawaban
yang sama.
Tak terasa, hari pun berganti semakin terik. Keringat ditubuhnya hampir-hampir membasahi
pakaiannya. Saat ia duduk dihalte bis untuk istirahat sejenak, terdengar dari kejauhan suara azan zhuhur
berkumandang ditengah hiruk pikuk kota.

Akhirnya ia putuskan untuk menghadap sang ilahi dahulu sebelum melanjutkan usahanya lagi.
Usai sholat, ia bersimpuh dan bermunajat kepada sang Ilahi. Lalu ia kembali menyusuri satu persatu
perusahaan yang ada. Tapi tetap dengan jawaban yang sama pula yakni tidak menerima lowongan.

“Rasanya sudah dua belas perusahaan yang aku masuki, tapi tak ada satu pun yang menerima
lowongan. “Ya. Rabb.. Bantu aku ya rabb…” rintih batinnya.

Saat melintasi gedung bertingkat yang lebih dari sepuluh lantai. Ia melihat tulisan “Kencana
Group” Sebenarnya ia sudah hampir menyerah, dan berniat hendak pulang kerumah. Tetapi batinnya
menolak. Dan akhirnya ia putuskan untuk mencoba memasuki gedung itu dan melamar.

“Permisi Mbak… mau nanya, ruang personalianya dimana ya… tanya Aldo kepada gadis yang sibuk
bersih-bersihkan kaca gedung itu.

Saat gadis itu membalikkan tubuhnya dan menatap kepada Aldo. Tiba-tiba hati Aldo bergetar dan
matanya pun tak berkedip memandangnya. “Sungguh mempesona..” Desah batinnya.

“Oh maaf.. mas masuk aja… Ntar tanya aja ke resepsionisnya.. Maaf ya mas, saya lagi sibuk.

“Oh tak apa.. makasih ya..” jawabnya dengan hati berbunga. “Sungguh halus budinya.” Desah batinnya
lagi.

Sambil masih menatap gadis itu. Aldo pun masuk. Sesampainya di resepsionis. ia kembali teringat
dengan gadis yang didepan tadi. Jiwanya hanyut dibawa aroma pandangan pertama.

“Maaf mas, ada yang bisa kami bantu.” tanya petugas membuyarkan lamunannya.

“Oh Maaf pak.. begini pak, saya mau ngajukan lamaran kerja pak.. apakah masih ada lowongan pak..
tanyanya sambil menyodorkan map yang ia pegang.”

“Oh maaf mas… disini lagi tidak menerima lowongan. Maaf mas ya…”

“Tapi pak… kerja apa saja saya mau kok pak..”

“Iya mas… tapi disini semuanya lagi penuh.. maaf ya mas..”

“Iyalah... terima kasih pak.. permisi..” jawabnya kecewa.

Hatinya kembali hancur.. dadanya pun sudah berulang kali sesak menahan sabar satu hari itu. rasanya ia
ingin pulang saja, ingin rasanya ia curhat pada ibunya. saat ia hendak melangkahkan kaki keluar. Tiba-
tiba ada suara yang memanggilnya.
“Mas..mas..” Rupanya bapak yang tadi. Bapak itu mengatakan aku bisa bekerja di perusahaan itu. tapi
hanya bisa menjadi petugas cleaning servis. Karena ada satu orang petugas cleaning servis yang
mengundurkan diri hari itu, katanya.

“Bagaimana mas… mau..?” tanya bapak itu.

“Iyalah.. saya mau.. yang penting halal pak..”

Aku pun bergegas pulang. Aku langsung cerita pada ibu. Saat kubilang jadi cleaning servis, mata ibu agak
berkaca-kaca.

Tiba-tiba ibunya bertanya. Dan ada guratan kegelisahan yang tampak dari wajah ibunya itu.

“Dimana Aldo akan kerja nak…?

“Di perusahaan Kencana Group bu..” Jawabnya.

“Kencana Group…? ucap ibunya heran.

“Iya bu.. yang dijalan Yos Sudarso itu bu..

Sepertinya ada hal yang dirahasiakan ibunya. wajah ibunya langsung terlihat bingung. Sikap ibunya pun
agak salah tingkah.

“Kenapa bu..” tanya Aldo.

“Oh.. tak apa Do.. tak ada apa-apa kok.” Baguslah.. Jawab ibunya terbata-bata..

Singkat cerita, Aldo pun bekerja menjadi cleaning servis. Ia lalui hari demi hari dengan sangat sibuk. Dari
pagi hingga sore ia kerja jadi cleaning servis dan bila badannya fit, malamnya ia kerja dikafe temannya
untuk cari tambahan.

Ditempat kerja, akhirnya ia bisa kenalan dengan gadis yang memikat hatinya saat melamar dulu. Karena
satu profesi, ia pun saling dekat dan mengenal akrab dengannya. Nama gadis itu Dina. Lama kelamaan,
rasa cinta dihatinya semakin tumbuh bersemi, tetapi rasa itu ia pendam dulu untuk sementara. Karena
ia rasa, ia belum mampu untuk berhubungan dengan wanita dengan kondisi pekerjaan seperti itu.

Suatu ketika, saat sedang asyik mengepel keramik di depan resepsionis, ia dikejutkan dengan kehadiran
sosok wanita setengah baya. Yang baru masuk dari pintu kaca kantor.

Ia melihat ibunya, tapi ia heran dengan dandanan ibunya. Ibunya terlihat rapi. Sama seperti gaya ibunya
saat hidup mereka jaya dulu. Wajah ibunya pun semakin terlihat cantik dengan gaun seperti itu. Ia
bingung, ada hal apa ibunya datang ketempat kerjanya dengan dandanan seperti itu.

Saat berpapasan wajah. Ibunya berhenti dan terlihat gugup. Tapi tingkahnya tetap tenang. Kami berdua
berdiri agak lama dan saling menatap.

“Ibu…?” Ibu kan..” sapanya heran.


Tiba-tiba pengawas kantor datang memarahinya dan menyuruh Aldo tidak berlaku lancang. Dan
memerintahkan Aldo untuk melanjutkan pekerjaannya.

“Maaf bu… ini petugas baru.. ia belum kenal.” jelas pengawas pada ibunya.

“Pak.. bapak kenal dengan ibu saya..? tanyanya bingung.

“Tak apa pak.. biarkan kami berdua.” Jawab ibunya.

Aldo bingung. kok bisa pengawas kenal dengan ibunya. Sepertinya ada hal yang ia tak mengerti. Ada
sesuatu yang jauh dari jangkauan pikirannya.

Belum ada kata yang keluar bibir ibunya. Tiba-tiba ibunya mengambil hp dari tas cantiknya. Dan
menelpon dengan seseorang. Ia bertambah bingung melihat ibunya mempunyai hp.

“Yah..! Ibu di bawah.. Ibu lagi sama Aldo nih. Kita selesaikan saja ya pa..” ucap ibunya di ponsel.

Kepala Aldo menggunung dengan kebingungan.

“Ayah…? dan apa yang diselesaikan..?“ suara bingung hatinya.

Aldo bertambah kaget melihat semua karyawan berkumpul dan menatap sosok lelaki setengah baya
yang baru keluar dari lift.

“Ayaaaah……?” Aldo kaget.

“Ia anakku.. ini ayah.” sambut ayahnya.

“Loh kok..” suara Aldo terhenti saat ayahnya memeluk dengan haru.

“Aldo anakku.. Ayah rindu padamu. Maafkan ayah ya… Ayah dan ibu terpaksa melakukan semua
rekayasa ini.” Ini semua demi masa depanmu. Dan demi masa depan perusahaan ini, juga demi masa
depan semua karyawan yang ada disini.” Jelas ayahnya tenang.

Ia coba menebak apa yang terjadi. Ia lepaskan pelukan ayahnya dan ditatapnya wajah ayah dan ibunya.
Ibunya hanya mengangguk dan tersenyum bangga. Ia lihat semua mata yang ada disitu tertuju pada
mereka. Termasuk Dina gadis pujaan hatinya.

“Ada apa ini yah… bu..? tanyanya heran bercampur haru.

“Nanti ayah jelaskan semuanya. Yang jelas ayah lihat, Aldo sekarang sudah jauh berbeda dengan Aldo
yang dulu. Ayah bangga padamu. Kamulah satu-satunya harapan ayah untuk meneruskan perusahaan
ini. Dan inilah cara ayah dan ibu untuk menciptakan rasa tanggung jawabmu dan juga merubah sifat
manjamu.” Jelas ayahnya sambil memeluk Aldo kembali dengan erat.

Akhirnya Aldo pun mengerti dengan semua ini. Yang ia rasakan saat itu cuma perasaan bahagia yang
meluap. Ia pun bergegas bersujud syukur pada sang ilahi… ALLAHU AKBAR….
Rudi Al-Farisi _ Pencinta Sastra

Mahasiswa STAI Tafaqquh Fiddin - Dumai

Anda mungkin juga menyukai