Anda di halaman 1dari 4

Jejak Langkah (2)

Buah Pena : Dwika Wuri Cahyani

Hening saat ini menjelma menjadi dinginnya malam. Ku buka novel


kesukaanku karya Hanum Salsabiela dan suaminya. Membacanya dengan tenang
untuk mencari inspiransiku sebelum mengerjakan skripsi. Aneh?, entahlah bagiku ini
hal yang biasa ku lakukan. Dua jam telah ku habiskan untuk bergelut dengan
skripsiku. Semoga tak lama lagi ACC dan bergelut lagi dengan bab empat.
Malam yang panjang ini juga ku habiskan untuk beristirahat. Langkahku
menuju kamar mandi untuk sekedar sikat gigi dan berwudhu. Setelahnya, aku menarik
selimut dan melemaskan badanku. Berharap tidurku masih terhitung ibadah dan ku
tutup dengan doa.
Triingggg.. Triing..
Suara ponselku yang lupa kumatikan datanya. Hish, sudah tau jam dua belas
malam.. masih saja menghubungi orang decakku sambil menjawab tanpa melirik
notifikasi telpon. “Ya, Assalamu’alaikum” ucapku ketus. “Astagfirullah mbak,
Wa’alaikumussalam..” suara berat sedikit kaget. “Mas, tolong ini sudah malam.
Mengabari besok saja. Saya capek” protesku dengan tegas. “Maaf, mbak.. ini Faqih..”
tutur lembutnya. “Oh, iya? Gimana?” kupaksa diriku sadar dan mengatur nada.”Mbak
ini saya mau ngembaliin motor mbak.. saya di depan kos” lirihnya dengan rasa
sungkan.
Ku tepuk jidatku dan langsung memakai gamis. Denan bergegas bersiap turun
menghampirinya kebawah. Ini aku yang lupa atau dia tiba-tiba ke kos? Kalau dicari
Ibu gimana nih? Batinku. “Tunggu, kalo bisa agak jauhan dari kos..” perintahku
sambil mempercepat jalan. Kapok deh, ngga lagi-lagi minta ikhwan kesini. Ku
telusuri gang kecil kos. “Mbak.. saya disini” bisik Faqih sambil melambaikan
tangannya. Ku tatap wajahnya dengan garang “besok kalau mau ngembaliin pagi hari
aja, ngerti kan?” marahku sambil meremas kedua tanganku. Faqih hanya terdenyum
dan memberikan ponsel layarnya kehadapanku.
5 panggilan tak dijawab
Mbak, saya izin ke kos mbak jam 10. Besok saya harus ke Magelang untuk kirim
surat acara aksi besok.
Astagfirullah.. ku hembuskan nafas dengan tenang dan pelan. “Maaf saya
ngga denger notif, soalnya saya lagi ngerjain revisian” . “Iya mbak.. gapapa. Saya
sebenernya udah chat teman yang sekos sama mbak. Tapi dia bilang kalo mbak lagi
fokus ngga ada yang berani. Yaudah saya menerima untuk menunggu.. ” jelasnya
dengan tersenyum. Heran, aku sudah seceroboh ini dan membuatnya terpenjara
mengapa masih bisa tersenyum. Kalau marah atau kesal, baiknya diutarakan saja.
Ataukah karena diriku sebagai kakak tingkat dan seniornya di organisasi.
“Kunci motor saya mana?” jawab ketusku.
“Ini mbak.. kemarin ternyata remnya minta diganti jadi saya bawa ke bengkel”
jelasnya. Ya Allah, drama apalagi ini? Haruskah aku menemuinya lagi dilain hari.
Tidak!, pokoknya cari ide lain.
“Oh iya makasih, nanti aku TF aja yaa. Takut ngga bisa ketemu.. chat aja berapa
habisnya” jelasku.
“Baik Mbak, ini kunci motornya.. ,maaf mbak tidak sopan ngangguin mbak”
ucapnya. Rendah hati sekali pria ini, sangat langka. Hanya ku anggukan kepala dan
bergegas pergi memasuki kosku. Sekelebat senyumnya masih ada, walaupun samar
dari kejauhan.
Orang semenyebalkan aku ini masih bisa diperlakuakn baik. Bahkan yang
sesama perempuanpun, ogah bertemu. Sekeras itu ya diriku? Semoga Allah tak
meberikan pembalasan dengan instan. Maafkan hamba-Mu ini Yaa Allah. Bimbinglah
aku sampai menjadi manusia yang dapat dewasa dan bermanfaat bagi banyak orang.
Sampai di kamar, ku tarik selimutku dan berbaring tenang. Mencoba
memaafkan atas hari ini dan berterima kasih atas diri sendiri. Hal yang membuat diri
sedikit lebih tenang dan menyayangi diri sendiri. Tringg.. Faqih Adkel Message
Mbak Dwika.. ini nomor rekening saya dan harga pembetulannya. Trims
Sudah ku duga, pasti adek tingkat itu. Bagaimana bisa seorang dia yang tak
banyak berbicara dan memiliki pemikiran yang bagus. Tak sedikit temannya atau
angkatanku yang telah ia kritik. Hmm, yasudah.. kenapa menjadi memikirkan dia?.
“Ya Allah, semoga besok acc.. Biar ngejar yang lain. Aamiin” lirihku sambil
memejamkan mata. Tak lupa doa ku uapkan agar malaikat melindungiku sampai
waktu menjelang subuh datang.
Tidakkah cukup yang engkau lihat.. pertemanan ini sungguh berat..
Dwika.. Dwika.. kamu tau lagu ini kan?. aku hanya menganggukan kepala dan
hendak melihat yang berbicara. Kek hubungan kita ya? Kasian… kekehan pria itu.
Entah bara api mana yang muncul, aku hendak memukul kepala orang itu dengan
buku namun..
Bukk..
“Ah.. Astagfirullah mimpinya nyakitin sampe real life” lirihku yang terjatuh dari
kasur. Perlahan aku duduk dengan menyandarkan punggung ke tembok. Ku elus
lenganku yang sakit ini. “Maafin aku yah.. aku kayaknya kecapekan dan bikin kamu
sakit” keluhku sambil berusaha menenangkan diri. Bisa-bisanya mimpi itu datang
lagi? Sudah setengah tahun tak bercengkerama dengan kawanku waktu ospek prodi.
Kulihat jam pada gawaiku, jam menunjukkan pukul 04:00, tanda aku harus
meminta belaian halus dari Maha Pencipta. Bukan alarm yang membangunkanku, tapi
kenangan buruk yang menyadarkan. Masa bodoh dengan itu, pokoknya mimpi lulus
empat tahun harus kelakon. Saatnya merayu kepada Sang Pemilik Hati manusia.
Ringan langkahku tapakkan mengambil air wudhu. Bbrrr.. dingi tapi
menyegarkan. Kulaksanakan dua rakaat sebelum shalat subuh dan setelah itu aku
melaksakan sholat subuh. Dzikir dan pujian ku lantunkan kepada-Nya agar segala
dosa ini luruh. Manusia diciptakan dengan keadaan sempurna, tapi tidak sempurna.
Memang tugas manusia untuk terus berusaha dan meminta doa yang terbaik. Hasil
akhir hanya Allah yang memiliki.
Pagi hari ini aku tidak masak sama sekali. Cukup sarapan dengan yang
sederhana saja. Roti dan susu hangat. Tak terlalu mengenyangkan memang. Tapi yang
penting aku harus menganjal perut ini. Jika keroncongan sedikit, suasana hati
perempuan ini sangat tidak karuan. Ya bagaimana lagi? Sejak dari dulu sudah terbiasa
sarapan. Sekalinya tidak, perih perut ini menyerang sampai tidak karuan.
Sudah terjadwal dengan janji dosen pembimbingku. Aku mandi dan bersiap
menemui beliau. Afirmasi diri ku lakukan di depan cermin. Peraya diri harus terus
tumbus, begitu pula dengan pemikiran positif.
Aku yakin.. aku bisaa, aku pintar dan optimisme.
Aku hebat, karena aku bisa melewatinya..
Aku terbaik menurut versiku, karena aku menerima segala kekuranganku dan
kelebihan..
Ku tampilkan senyum manisku. Keluar kamar dan menuju kamar. Menyapa
motorku yang sudah menemaniku semenjak SMP kelas 2. Sesayang itu dan sekuat itu
dia. Mau menemaniku yang masih banyak kurangnya dan kasar ketika mengemudi
motor matik. Suka duka ku ditemani oleh dia. Sedikit lagi ya, bersabar agar aku bisa
meraih cita-cita. Tak mudah memang, karena motorku yang sudah buntut ini masih ku
paksa untuk mengejar mimpi di kota rantauku ini. Tenang saja.. kamu sangat
bermanfaat, semoga denganmu pula akan menjadi pahala bagi kedua orang tuaku.

Bersambung…

Anda mungkin juga menyukai