Anda di halaman 1dari 3

Prolog

Kalian tahu kan apa itu takdir ? Ya, takdir. Yang mampu membuat hal
semustahil apapun dapat terjadi. Membuat hal yang tidak pernah aku bayangkan
sama sekali, terjadi di dalam kehidupanku. Membuat aku terjebak di perasaan yang
aku bahkan tidak bisa memahaminya sepenuhnya. Aku bahkan tidak bisa
mengenali diriku sendiri lagi.
Berulang kali aku bertanya, apakah ini adalah sesuatu yang baik atau sesuatu
yang buruk ? Sesuatu yang dapat merubahku sepenuhnya. Tetapi entah itu baik
ataupun buruk, dadaku selalu berdebar kencang jika mengingatnya. Bahkan sampai
sekarang.
Kuhirup aroma kopiku, menikmati segala ketenangan yang diberikannya.
Aroma yang melenyapkan segala keluh resah yang ada di benakku. Aku sedang
duduk di kursi pojok kafe. Kafe ini terlihat nyaman dengan segala interior yang
menenangkan mata. Meskipun sepi, kafe ini selalu menjadi tempat favoritku.
Kufokus dengan laptopku. Memikirkan apa yang ingin ku ketik untuk
mengawali segala cerita itu. Cerita yang mampu merubah hidupku hingga saat ini.
Ku segera mengetik segala hal yang ada di benakku.
Dan pada akhirnya, kalian lah yang akan memutuskan. Apakah sesuatu itu
adalah hal yang baik atau buruk. Karena bagiku, sesuatu itu adalah hal yang
menyenangkan 
P.1

Billa’s POV
Aku berlari sekencang mungkin untuk mengejar angkot. Sialan aku telat lagi
kalau aku tidak bisa mengejar angkot ini. Sudah berapa kali aku telat dalam
seminggu ini ? 3,4,5, astaga aku bahkan tidak bisa mengingatnya dengan benar.
Angkot itu berhenti. Sungguh keajaiban,karena biasanya dia tidak akan
berhenti walaupun aku berteriak dengan sekencang mungkin. Aku rasa dia juga
hafal dengan mukaku.
“Telat lagi neng ?”tanyanya dengan muka jahil.
“Tumben Bapak mau berhenti,padahal biasanya nggak. Gara gara Bapak gak
mau berhenti saya udah telat berapa kali pak,”jawabku dengan gurat kesal
dicampur kecapekan. Kali ini aku duduk di samping supir. Bersyukur setidaknya
aku tidak duduk di samping ibu ibu yang bawa belanjaannya dari pajak dan juga
tidak mendengar gosipan ibu ibu di pagi hari.
“Anggap aja Bapak lagi baik sama neng kali ini,”sahut Bapak itu sambil
tertawa kecil. Alhasil aku juga ikut tersenyum kecil.
Bisa dibilang hari ini diawali dengan baik. Aku tidak ketinggalan angkot dan
juga tidak telat. Saat melihat kaca spion, aku melihat laki laki dengan seragam
yang sama denganku.
Dan aku tahu dia siapa. Yup Armilo Dehandra. Laki laki tegap, tinggi,
bidang, dan juga bahunya yang senderable. Jangan lupa dengan muka tampan yang
dipahat dengan sempurna. Siapa yang tidak tahu dia ? Setidaknya di SMA Mulia,
tidak ada siswa apalagi siswi yang tidak mengenalnya. Apa aku udah mengatakan
bahwa orang tuanya adalah donatur terbesar yayasan sekolah kami ? Dengan kata
lain, dompetnya tidak pernah berdebu.
Yang membuatku bingung adalah kenapa orang setajir dia memilih untuk
pergi sekolah dengan angkot ? Bukannya pergi ke sekolah dengan motor sport
yang ia bangga-banggakan ?
Aku tetap menatap muka yang sempurna itu lewat kaca spion, sampai mata
tajamnya itu menatapku balik. Aku langsung memalingkan arah pandanganku ke
luar jendela. Sialan aku ketahuan.
Untungnya, lima detik kemudian, kami sampai di daerah sekolah. Aku
langsung membayar uang angkot dan buru buru keluar. Aku bahkan tidak sanggup
menatap ke belakang lagi.
Author’s POV
“Neng, neng ini barangnya ketinggalan,”teriak sopir angkot kepada gadis
yang baru saja meninggalkan angkotnya layaknya dikejar setan.
Laki laki yang memakai seragam yang sama juga turun dari angkot itu sambil
menatap kepergian gadis itiu. Dia menatap totebag yang dipegang oleh supir
angkot tersebut.
“Totebagnya kasih sama saya aja pak. Biar saya kasih ke orangnya.”ujar laki
laki tersebut mengambil totebag itu sekalian membayar ongkosnya.
“Emangnya kamu tau siapa orangnya ?”balas sopir itu,”tau pak,”jawab laki
laki itu meskipun sebenarnya dia tidak tau gadis itu siapa. Bahkan dia tidak tau
namanya.
Laki laki itu berjalan menuju sekolahnya. Mengintip isi totebag gadis
tersebut. Owh baju olahraga batinnya. Dia juga mengintip nama yang ada di
sebelah kiri baju itu, Billa Raina.
Sepertinya, dia anak kelas 10. Dia tidak pernah mendengar nama itu di
angkatannya maupun angkatan kakak kelasnya. Sekarang bagaimana caranya ia
memberi baju ini ke gadis itu ?

Anda mungkin juga menyukai