Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

Aku tidak menyangka bahwa disaat umurku sudah menginjak angka 25 tahun, yang mana sudah di
kategorikan umur yang matang untuk menikah, aku malah di putuskan oleh pacarku. Sial*n…
Dimana orang-orang sibuk mempersiapkan acara pernikahan mereka dengan kekasih tercinta, disini
aku hanya duduk nelangsa di atas kasurku menangisi mengapa hal ini bisa terjadi pada hubunganku
yang sudah berjalan 8 tahun lamanya dengan lelaki itu.

Aku tidak paham apa yang ada di pikirannya, apakah semudah itu dia melupakan semua pahit manis
perjalanan yang telah kami lalui selama ini, apa yang membuat dia begitu cepat meninggalkan ku?

Pertanyaan demi pertanyaan setiap hari melintas di otak cantikku, dia adalah satu-satunya orang
yang aku percaya, satu-satunya orang yang aku cinta dan satu-satu orang yang membuatku mau
kalah.

Entahlah apapun alasannya, menurutku dia adalah orang yang paling jahat yang pernah ku temui.
Tapi meskipun begitu, kadang ada secuil rasa rindu yang aku rasakan untuk nya.

Jika kalian tanya apa aku masih mau atau tidak bertemu dengan nya, jawaban nya adalah TIDAK.
Walupun hanya sekedar mata bertemu mata tanpa adanya satu kata yang keluar dari masing-masing
mulut kami.

Ada banyak alasan mengapa aku tidak ingin melihatnya walaupun hanya sedetik, bukan karna aku
dendam, bukan karna aku benci, bukan karna aku sakit hati.

Ada beberapa hal yang sampai detik ini tidak bisa aku terima, tentang tangan yang selama ini aku
genggam namun kini telah menggenggam tangan lain, tentang pundak kokoh tempatku bersandar
kini dia menyingkirkan kepalaku demi untuk menyandarkan kepala orang lain, tentang perhatian
yang selalu aku dapat namun kini telah di berikan kepada orang lain.

Sekarang semua itu bukan milikku lgi.

Lantas, atas dasar apa aku bisa berdiri di atas perasaan yang sama namun ragamu sudah bukan
milikku lgi?

Huft… aku benar-benar tidak menyangka, kita yang dulunya sedekat Maghrib ke Isya, kini kita sejauh
Isya ke Maghrib.

Ohh Hai semua, Astaga maaf sepertinya aku sudah terlalu panjang menulis kata pembuka.
Perkenalkan namaku Airin Rahayu Sudirja, seorang gadis berumur 25 tahun, yang merupakan anak
tunggal di keluargaku.

Hidupku bisa di katakan mulus seperti jalan tol yang baru di bangun, tanpa hambatan dan tanpa
tangisan. Tapi, entah mengapa akhir-akhir ini hidupku menjadi agak drama, dimana aku selalu di
rundung kesedihan, masalah pertamanya ialah masalah putusnya aku dengan dia, dan masalah
selanjutnya ikut turut hadir menghiasi hari-hari ku yang suram.

Tapi tenang saja, cerita ini bukan tentang dirinya dan diriku lagi, bukan juga tentang bagaimana dia
memutuskan ku dengan tega. Ini adalah tentang aku dan kehidupanku yang baru.
Pagi ini aku bangun dengan sangat bersemangat, pasalnya hari ini adalah hari dimana aku di undang
untuk wawancara kerja di salah satu perusahaan besar di Ibukota. Perusaan yang selama ini aku
impikan, tidak sembarangan orang bisa masuk kesana, harus melewati seleksi ketat jika ingin
menjadi bagian dari perusahaan tersebut.

Ku poles sedikit pewarna di bibir mungilku, dan ku sapukan secuil bedak tabur di wajahku agar tidak
terlalu tebal.

“Selesai, duh gugup banget ni gue” ucapku seraya memegang dada ku yang di gedor dari dalam oleh
detakan jantungku. Pasalnya aku sangat gugup untuk menghadapi hari ini, ini adalah hari yang aku
tungu-tunggu sejak lama jadi aku tidak boleh melakukan kesalahan sedikitpun.

“Tiiiiinnnnnn… Tiinnnnnnn…Tiiiiiiinnnnnn” sahutan demi sahutan kendaraan di jalan raya sungguh


sangat memekakkan telinga, sudah terhitung 30 menit sejak aku berangkat dari rumah menuju
tempatku wawancara kerja, jalanan pagi ini sangat padat di penuhi kerumunan kendaraan yang ingin
menuju tempat masing-masing.

“Buset dah, kalo gini caranya bisa telat ni gue” ucapku gusar,

“Bang nyalip dikit kek ke sono, saya takut telat ini” ucapku pada abang ojek online pesananku.

“Yaelah mbak, kalo mau cepet ya lari jangan naik ojek” balas abang ojek itu ketus.

Aku memberengut kesal mendengar jawaban itu, pasalnya aku sudah hampir telat.

20 menit berlalu kini aku sudah berdiri di depan gedung yang menjulang tinggi bertuliskan
“PRANATA’S COMPANY”.

Aku segera melesat menuju pintu lobi dan bertanya kepada resepsionis yang berjaga di depan.

“Mbak, maaf saya mau tanya, ruang interview karyawan baru dimana ya?” Tanya ku seraya
memegang dadaku yang berdegup kencang karna lelah berlarian di campur dengan gugup.

“Eh.. d-di lantai 15 mba” ucap resepsionis seraya menunjuk elevator di sudut ruangan.

“Makasih ya mba” ucapku dan langsung berlari menuju pintu lift yang sebentar lagi akan tertutup.

“Tapi… mba… mba tunggu” teriak resepsionis itu padaku, entahlah mengapa dia meneriakiku, yang
terpenting sekarang aku harus segera sampai di lantai 15.

Ting…..

Pintu lift terbuka, aku segera berlari menuju ruangan yang di maksud mba resepsionis tadi.

“Aduhh… ruangannya yang mana dah, ni pintu banyak banget, gue ketuk satu-satu apa gimana ni?”
Gumamku karna bingung pintu mana yang harus ku ketuk.
Aku mondar mandir di depan sebuah pintu besar di hadapanku, “yang ini bukan sih, apa gue
langsung masuk aja ya? Tapi kok disini sepi” tanyaku pada diri sendiri seraya mondar mandir tidak
karuan.

Bughhhh….

“Auuuhh, duh mas kalo jalan liat-liat dong, Sakit ni kaki gue” aku menggerutu kesal karena baru saja
di tabrak oleh dua orang yang entah siapa.

Aku menatap orang tersebut dengan sengit, “kalau anda mau cari kendaraan umum, di luar bukan
disini!” Sergap salah satu dari mereka yang mukanya paling datar diantara dua orang tersebut.

“Maksudnya lo apa sih? Gue mau interview bukan mau cari ojek, lagian apaan sih sok banget jadi
cowok” ocehku pada orang itu karna aku tidak mengerti apa yang dia katakan.

“Kamu…” tunjuk pria itu geram, lalu perkataannya langsung di potong oleh pria di sampingnya.

“Mba itu helm nya di copot dulu kali, ngapain interview pake helm. Emangnya mau interview sama
alat berat hahaha” ucap orang yang satunya lagi.

Seketika aku memegang kepalaku, ASTAGA Airin! Kenapa ceroboh sekali sih, pantas saja mba
resepsionis tadi meneriaki ku, sepertinya dia mau memberi tahuku pasal helm sialan ini.

“Astaga Dragon… sorry mas tadi saya buru-buru jadi lupa lepas helmnya muehehehe” ucap ku
cengengesan.

“Eh mbakk… helm saya kenapa di bawa sih, saya capek naik ke sini mana kaga di kasih tips lagi” ucap
abang ojek yang baru saja sampai di hadapan ku bersama mba resepsionis yang tadi.

“Hehehe maaf bang, tadi saya buru-buru banget jadi lupa lepas helmnya, maaf ya bang. Nanti tips
nya saya kasih lewat aplikasi” ucapku meminta maaf kepada abang ojek seraya menyodorkan helm
kepadanya.

“Bener ya mbak, saya tunggu loh” ucapnya

“Iyaaa, elahhh bawel banget ni abang-abang” ucapku kesal.

“Tadi saya mau ingetin mba kalo helmnya masih nyangkut di kepala, tapi mba nya udah ngacir
duluan ke lift” ucap mba resepsionis tadi.

“Iya mba makasih ya” ucapku padanya.

Dua orang yang menabrakku tadi hanya diam melihat interaksi kami lalu berlalu pergi dengan
tatapan datar.

“Dih sok banget mukanya” ucapku kesal melihat eksperesi salah satu dari mereka.

Lalu aku beralih menatap resepsionis tadi “ohiya mba, ruang interviewnya di sebelah mana ya?”
tanyaku.

“Itu mba, di sudut sebelah kiri” tunjuk resepsionis tersebut.


Aku ber-oh ria mendengar nya “trus kalo yang pintunya segede gerbang sekolah ini ruangan apa ?”
tanyaku sambil menujuk ruangan berpintu besar bak pintu istana yang sejak tadi membuatku
penasaran.

“Itu ruangan CEO kami mba, jangan coba-coba mendekat ke sana, nanti panjang urusannya” ucap
resepsionis tersebut agak berbisik.

“Emangnya kenapa?” Tanyaku penasaran.

“Em.. nantilah mba pasti tau sendiri kalo udah jadi karyawan sini” ucapnya.

Aku hanya mengangguk ngangguk mendengar perkataannya lalu seketika tersadar akan tujuanku
datang ke tempat ini. “Astagaaa.. mba sayakan mau interview, aduhhh mati gue, saya permisi duluan
ya mba” ucapku seraya melesat menuju pintu yang di tunjuk resepsionis itu sebelumnya.

***

Hallo semua…

Ini novel terbaru aku, jangan lupa like, komen dan vote ya.

Berkomentarlah dengan kata-kata positif❤️

Next ga nih ??

Anda mungkin juga menyukai