Anda di halaman 1dari 6

Hijrahku karenamu atau karenaMu ?

*Drrrrtt... drrtttt..

Alarm dalam ponselku terus berdering menunjukan waktu sudah pukul 05.00, aku masih
bergulung dalam selimut tebalku. Enggan membuka mata, kepalaku pusing dan mata sangat
berat untuk ku buka. Bagaimana tidak, semalaman aku hanya menangis dan baru tertidur
pukul 02.00. Aku menangisi sesuatu yang seharusnya tidak ku tangisi hingga mencuri waktu
tidurku. Seminggu belakangan ini aku susah tidur, pikiran terus melayang pada hal yang
seharusnya cukup ku simpan dalam memori masa lalu, wajah selalu kusut, murung akibat
suasana hati yang sangat buruk, waktuku disibukkan dengan tangisan. Hatiku dipatahkan oleh
cinta manusia. Ya, dengan lancangnya hatiku ia hancurkan.

“Kak bangun. Shalat subuh, bantu mama nyiram bunga” seru bidadari tanpa sayapku dari luar
kamar yang sibuk menyiapkan sarapan untuk ayah dan adik-adikku. Aku anak sulung dari 3
bersaudara, dan kini aku baru saja lulus SMA. Sejenak pikiranku kembali pada saat dimana
kehancuranku dimulai..

Tepat di tanggal 13 Mei 2010 lalu, hubunganku dengan seorang pria bernama (sebut saja)
Arfan kandas saat hubungan berpacaran kami genap berusia 3 tahun. Di hari anniversarry itu,
hatiku telah ia patahkan dengan alasan sikapku yang posesif. Sejak saat itu, aku terus mencari
kesalahan diriku sendiri dan dengan bodohnya aku menyesali sikapku yang Arfan bilang
buruk dan membuatnya bosan itu. Aku memohon diberi kesempatan untuk merubah diri,
memohon dengan pantang menyerah seakan aku sedang memohon bahkan menyembah pada
Allah untuk dibukakan pintu taubat. Arfan bukan Tuhan, tapi aku memperlakukannya seperti
Tuhan. Sayangnya, Arfan tidak pernah lagi membalas setiap pesanku. Aku kacau, aku panik,
aku tidak ingin ditinggalkan setelah 3 tahun ini banyak sekali berjuang bersama dan aku
terlanjur menganggapnya yang terakhir.

Aku mulai membuka mataku yang terasa berat, aku pun melihat ponselku yang sedari tadi
bergetar karena Alarm yang mencoba membangunkan tidurku, aku membukanya namun tak
ada satu pun notifikasi berarti di dalamnya, padahal aku berharap ada pesan darinya yang
mengatakan bahwa ia menyesal meninggalkanku dan ingin kita kembali bahagia seperti dulu.
Aku kecewa, mengapa aku masih saja tidak bisa menerima kenyataan.

Ah, pertahananku hancur. Aku kembali mengetikkan pesan untuknya melalui aplikasi WA
favorite kami untuk berkomunikasi.
“Semangat kak hari pertama kerjanya, semoga lancar. Aku sayang kamu. Aku yakin ini
hanya mimpi, kita masih bersama kan? Suka duka akan selalu bersama, dan kamu berjanji
untuk menikahiku bukan? Aku yakin kamu pasti menepati janji itu.”

WA nya hanya ceklis 1, itu artinya dia sedang tidak aktif. Aku pun mengcopas pesannya dan
mengirimkannya via SMS saja. Tidak ada balasan. Aku pun mengambil air wudhu. Sungguh
berdosanya aku yang melalaikan subuhku hanya karena soal cinta pada manusia.

*sebulan kemudian*

Aku mulai bisa menerima kenyataan ia sudah tidak ingin lagi pacaran, aku banyak membaca
postingan-postingan positif di social media perihal kepatah hatian karena kecemburuan Allah.
Aku pun tersadar aku telah banyak melupakan Allah. Aku pun sadar jika pacaran bukan
aplikasi mencintai yang sesungguhnya, hubungan ilegal mana yang Allah ridhai?

Aku selalu berpikiran baik tentangnya, aku berpikir mungkin saja ia memutuskan hubungan
pacaran karena ingin fokus mempersiapkan cara untuk mengubah keharaman ini menjadi
kehalalan, hubungan yang halal dan hakiki. Aku berpikir, mungkin saja ia pun sadar bahwa
pacaran adalah haram. Siapa tahu memanglah benar, jika dia pergi untuk kembali saat dirinya
sudah memperbaiki dan memantaskan dirinya menjadi sosok imam Shalih. Aku tersenyum
dengan pikiran dan harapanku sendiri. Maka hanya itulah yang membuatku menjadi
bersemangat, tatkala kisah-kisah cinta dan hijrah inspiratif yang sibuk ku baca saat rasa sedih
menerpa.

Aku putuskan untuk hijrah, hijrah yang masih belum lurus karena Allah. Sebablah dalam
hatiku masih terbesit harapan pada manusia. Ya, aku masih berharap dia kembali saat dia
sudah merasa baik & pantas untukku. Aku masih berharap, jika aku lebih dekat dengan Allah,
Allah pun akan mendekatkan hatiku padanya. Hijrahku masih mengatasnamakan ia dalam
rencana akhirNya.

Aku semakin semangat memperbaikki diriku.. hingga suatu ketika, aku menyadari
penampilanku masih belum sesuai perintah-Nya, ku baca artikel mengenai aurat wanita yang
mengatakan kebanyakan zaman sekarang memakia hijab tapi seperti telanjang. Jauh dari
syari’at. Aku pun merubah penampilanku untuk lebih tertutup dalam kesyar’i-an & sering
berangkat kajian untuk memberi asupan bagi rohaniku.

Lambat laun aku mulai sedikit menghilangkan rasa kesepian yang sejak sebulan lebih
menyiksaku. Aku mulai bisa memahami bahwa kini aku dan dia harus berjalan sendiri-sendiri
sampai waktu mempertemukan kita kembali jikalau kita memang berjodoh. Namun tak
disangka, tiba-tiba notifikasi WA dari seseorang yang tak asing lagi bagiku, ya dia adalah
Larisa. Larisa adalah sahabat Azfar yang juga sahabatku. Lama kita tak bertukar kabar,
akhirnya hari ini kita saling berbalas pesan kembali. Aku menceritakan padanya bahwa
hubungan pacaran aku & Azfar sudah berakhir. Ia pun seperti tidak ingin membahasnya, tiba-
tiba ia berkata “aku tau orang yang lagi azfar sukai de” aku sontak kaget & ingin tahu. Ku
paksa Larisa untuk bercerita, akhirnya ia menelponku karena jika via teks ia takut menjadi
salah faham katanya.

Kami pun bercakap-cakap via telepon, hingga tiba saat yang paling membuat dadaku sesak.

“orang yang lagi Azfar suka itu AKU de.” Aku menutup mulutku, dadaku sakit sekali
mendengarnya, air mata menetes begitu saja. Luka yang hampir sembuh itu kini kembali
basah & lebih dalam. Aku dikhianati oleh 2 orang yang aku percaya. Aku menutup telepon
itu, aku menangis tapi mencoba menjaga agar tak ada yang mendengar tangisku. Hingga
malam itu, aku tidak mampu memejamkan mataku. Aku bergegas mengambil air wudu &
shalat malam untuk mengadukan segala rasa sakit & kesedihan ini pada Allah. Ya, hanya
Allah lah yang mampu memahamiku saat ini, Dia-lah pendengar setia dan tempat meminta.

Aku menangis dalam Sujudku, meluapkan seluruh keluh kesahku. Hingga pagi menjelang,
aku masih ada dalam sajadahku. Setiap sehabis shalat wajib maupun sunnah, aku selalu
menangis. Aku pun menjadi sadar, selama beberapa bulan ini hatiku masih belum
menghilangkan harapan pada cinta manusia, bahkan hijrahku masih ada keterlibatannya
dalam hatiku. Berkat luka yang semakin dalam ini, membuatku sadar seharusnya dari dulu
Hijrah dan segala harapku aku tujukan untuk-Nya sang pemilik hati dan cinta sesungguhnya.

Tidak ada lagi yang ku nanti, tak ada lagi yang ku harap dan terang-terangan ku minta.

Aku bercerita pada mama dengan perasaan menggebu. Tapi mama dengan sangat lembutnya
mengatakan, “jangan membencinya kak, do’akan saja yang terbaik untuknya. Jika tidak
jodoh, perasaanmu itu akan segera hilang. Yakinlah, Allah sudah hadiahkan skenario indah
buah dari kesabaranmu. Ikhlaskan, bukan berusaha melupakan.”

Setiap perkataan mama selalu membuat energi dalam hatiku bangkit kembali, bagai perut
lapar yang diisi makanan. Semangatku kembali, aku mencoba selalu tersenyum di hadapan
banyak orang seakan luka itu tak pernah ada, aku hanya tidak ingin selalu dianggap gadis
cengeng dan lemah oleh Arfan dan teman-temannya. Aku ingin bahagia untuk move on,
bukan move on untuk bahagia. Permudahlah segalanya Allahku.

Hari demi hari, bulan demi bulan ku lalui..

Aku pun saat ini sudah memulai aktivitas baruku, di kota baru, suasana baru dan orang-orang
yang baru. Jauh dari kenangan akan rasa sakit di kota kelahiranku, Sukabumi. Setiap pagi,
aku selalu menelpon mama atau ayahku untuk meminta restu berangkat ke kampus. Dengan
berpakaian serba tertutup walau panas, aku tetap aktif menyibukkan diri. Aku ikut organisasi-
organisasi di luar maupun dalam kampus. Aku terlalu sibuk dengan kegiatan dan tugas-tugas
yang harus aku kerjakan sebagai mahasiswi Psikologi hingga aku lupa akan rasa sakit di masa
lalu itu. hari-hariku dipenuhi semangat beribadah, semangat berjuang untuk masa depanku
dan keluargaku.

Alhamdulillah ‘ala kulli hal.. tak terasa saat ini sudah tahun ke 4 aku kuliah. Saat ini aku
sudah berada di kota Tanggerang tempatku KKN dan menulis skripsi. Saat beristirahat, aku
menyempatkan diri membuka social mediaku. Ada notifikasi instagram, ada nama yang 4
tahun lalu susah payah aku lupakan, Azfar Rusmana. Dia me-love photo-photoku dan
mengirim DM “3 tahun aku cari kamu tasya, kamu menutup akun fb, mengganti nomor,
namun baru ku sadar, IG ini yang masih kamu pakai bukan? Aku ingin minta maaf, aku
sadar betapa bodohnya aku. Kini berkatmu, aku semangat merubah diriku. Aku tidak akan
mengajakmu menjadi pacar lagi, tapi aku ingin mengajakmu menikah. Sesuai janjiku saat
SMA dulu bahwa kamulah yang terakhir”

Aku membelalakkan mataku, “ga boleh baper ta. Kamu harus kuat pada prinsip.” Aku pun
gemas untuk membalasnya. Aku hanya mengetik “berubahlah karena Allah bukan karena
aku. Hijrah-lah karena Nya. Aku masih belum bisa menerimamu kembali, bukan benci tapi
susah payah aku melupakanmu dan saat ini aku sudah berhasil. Jika jodoh, kita pasti
bertemu kembali”

Seusai membalas DM nya, aku memblokirnya. Tidak, aku tidak membencinya hanya saja aku
ingin fokuskan pada skripsiku dulu.

Setelah selesai skripsi dan serangkaian sidang yang melelahkan, akhirnya tepat hari ini aku
wisuda dan mendapat gelar S.Psi dengan embel-embel Magna Cumlaude, IPK-ku 3,7 nyaris
sempurna. Kedua orang tuaku begitu bangga melihatku memakai toga dan mendapat banyak
pujian dari universitasku. Ku lihat tangis haru dari mereka. Ah Allah, ternyata ini skenario
indahMu, buah dari kesabaranku dalam menghadapi ujianMu dan hasil dari MOVE ON
istimewaku. Ya, move on ku bukan melupakan dan mencari pengganti si dia yang baru, tapi
usaha move on ku selama ini adalah mengikhlaskan untuk merubah kualitas iman dan diri
menjadi lebih baru.

Tak lama setelah wisuda, aku ditawari bekerja di Sukabumi menjadi HRD di sebuah
perusahaan besar yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal. Aku pun saat ini fokus
bekerja untuk mengejar target mendapatkan biaya kuliah profesi agar dapat gelar Psikolog &
bisa membuka praktek di rumah.

Ditengah makan malam, ayahku tiba-tiba membuka perbincangan yang selama ini selalu aku
hindari. Yakni perihal jodoh, namun kali ini mengejutkan. Katanya ada seorang pemuda yang
ingin langsung mengkhitbahku esok hari. Aku tersedak kaget, bagaimana tidak, dia tidak
mengajakku bertaaruf terlebih dahulu dan ayahku tidak bercerita dari jauh-jauh hari, semua
ini sangat dadakan. Aku belum meminta petunjuk-Nya, aku menangis aku marah. Aku berlari
menuju kamar dan memutuskan memulai istikharahku, aku tak ingin mengecawakan orang
tuaku juga takut keputusan ini salah jika aku mengiyakan mereka. Aku menganggap ini
perjodohan paksa.

Hingga Allah memberiku petunjuk saat aku tertidur dalam sajadahku, ia memberiku sebuah
mimpi untuk mengikuti segala perkataan orangtuaku. Aku pun terbangun. Tak ada pilihan
lagi, aku tetaplah harus mengikuti saran orang tuaku. Meski dalam hati, aku merasa sakit
karena sejujurnya dalam hati kecilku nama Azfar masih bersemayam. Inikah akhir kisahku?

Tibalah hari dimana pemuda dan keluarganya itu datang mengkhitbahku. Aku menghela
nafas dalam-dalam untuk keluar menemui mereka, aku harus siap. Aku menundukan wajah,
aku belum melihat siapa pemuda itu. Ayahku pun membuka pembicaraan saat suasana hening
menerpa sejak aku datang dari kamarku, “kak, ayah tahu pasti kamu bertanya-tanya kenapa ia
gak ngajak kakak berta’aruf dulu. Dia malah langsung main khitbah, kamu pasti anggap ini
perjodohan? Bukan kak, dia gak ngajak ta’aruf karena dia udah kenal kakak ya meski hanya
melalui social media. Ya coba kamu lihat siapa dia?”

Astagfirullah, masyaaAllah dia adalah sosok yang selama ini pernah bertukar pesan
denganku, pernah saling berbagi soal pengalaman. Umurnya terpaut 5 tahun dengan diriku,
kini yang ku tahu dia bekerja di kedutaan besar arab dan sudah menyelesaikan S2 nya di
Malaysia. Aku tak pernah menyangka karena selama ini tak pernah ada pembicaraan berarti
apalagi ini adalah kali pertama kita bertemu dan ia pun berdomisili asli Jakarta. “jodoh tidak
ada yang tahu dan caraku mencintaimu dengan mendo’akanmu dan berusaha menjadi
cerminan dirimu” ucapnya selesai resepsi pernikahan kami. Ya kami pun akhirnya menikah
untuk membangun rumah di Syurga, Afiz Kurniawan Ana Uhibuka Fillah 

PROFIL PENULIS

NAMA : TASYA AUGUSTIYA

Akun IG -> @tasya_augustiya

Alamat E-MAIL -> tasyaaugustiyaxia1@gmail.com

No hp : 085872076133

Alamat rumah : JL Pelabuhan 2 km 10 RT 03 RW 03 Gg Masjid Nurul Hidayah No. 18

Kp. Pasirmalang Desa Kebonmanggu Kec. Gunungguruh Kab. Sukabumi


43156

Anda mungkin juga menyukai