Anda di halaman 1dari 5

“Kisah Cinta Pertamaku”

Perkenalkan terlebih dahulu nama saya Dwi Rahmawati, biasa dipanggil Dwi.
Juli 2016, ya saat itu aku baru memasuki sekolah menengah kejuruan. Cukup senang menjadi siswi SMK.
Sekolah yang sebagian orang menyatakan bahwa kita akan memulai cerita baru, awal yang indah dan mengukir
cerita cerita yang akan dijalani bersama teman baru. Pada waktu itu usiaku masih 15 tahun. Kurasa aku belum
siap untuk merasakan apa itu cinta.

Seiring berjalannya waktu, ada seseorang yang hadir di hidupku. Awalnya aku sama sekali tak
mengenalnya. Dia bernama Khasan Munawir, walau dia alumni smp yang sama sepertiku. Tapi aku
mengenalnya saat sudah lulus. Menurutku dia orangnya kurus, agak tinggi, item tapi manis. Ya jujur aku suka
orang yang item manis. Kita menjadi akrab karena sering chatingan via bbm. Namun kita tak bersekolah di
tempat yang sama. Awalnya aku bingung dengan sikapnya yang perhatian padaku.
Aku takut dia cuma ingin mempermainkanku seperti halnya orang bilang banyak cowok yang cuma bisanya
mainin perasaan cewek. Ya kata kata itu membuatku takut untuk mengenalnya lebih jauh.

Waktu kurasa sangat singkat, sekitar 1 bulan aku mengenalnya. Entah perasaan apa itu? apa mungkin
itu cinta? aku terus bertanya-tanya.
Tepat tanggal 26 Agustus 2016 dia menembakku, tapi sayangnya via bbm. waktu itu aku sangat bingung, harus
menerima atau tidak. Ya mungkin karena aku takut pacaran. Tapi aku telah jatuh cinta padanya, jadi aku
mencoba untuk menjalin hubungan dengannya. Ya, dia cinta pertamaku, dan aku cinta pertamanya juga.

Berbulan-bulan sudah sejak hadirnya dia di hidupku, aku merasa bahagia, merasa ada yang beda dari
hidupku. Hidupku jadi lebih berwarna. Waktu itu aku memiliki sosok penyemangat dalam hidupku. Walau kita
jarang bertemu, tapi aku bahagia bisa memilikinya.

Pada saat itu kita bertemu di smp untuk mengambil SKHUN. Aku bahagia bisa bertemu dengannya.
Tapi entah kenapa aku merasa malu dengannya. Pada waktu bertemu dia memanggilku “sayang”. Jantungku
berdebar-debar. Tetapi aku hanya membalasnya dengan senyuman. Ya kita sering memanggil sayang tetapi
tidak secara langsung, tapi hari itu dia memanggiku sayang. Namanya juga baru pacaran pertama kali jadi ya
masih malu-malu.
Kita berdua duduk di depan sekolah, ya hanya beberapa kali bercakap. Lebih seringnya tersenyum satu sama
lain.

Waktu terus berputar maju, hubunganku dengannya masih manis, dan kita juga sering bertemu.
Rasanya pun tak canggung lagi. Ya walaupun banyak masalah datang, entah itu PHO dan yang lain. Tapi kita
bisa menghadapinya.

Menyedihkan pada waktu itu dia menghilang seminggu lebih, aku tak tau mengapa dia hilang. Padahal
waktu itu aku sedang membutuhkannya untuk memberiku semangat, karena aku lagi UKK. Menghilangnya dia
membuatku tak fokus belajar, pikiranku kacau karenanya. Dan pada saat aku ultah, dia pun msih menghilang.
Padahal aku berharap dia ngucapin atau ngasih surprise. ehh ternyata nggak. Hatiku terus bertanya-tanya ke
manakah dia? Mengapa dia menghindar dariku? Aku salah ap? Pikiranku dipenuhi dengan semua pertanyaan
itu.

Liburan semester 1 tiba, dan aku berharap banyak waktu untuk bisa bertemu dengannya. Tapi ternyata
tidak. Saat itu dia akan pindah sekolah dan mondok di Banyuwangi. Aku tak bisa berkata-kata lagi hanya bisa
diam dan pikuranku kacau, aku menangis setiap barinya. Ya, kita bakal jarang ketemu atau bahkan tak bisa lagi
ketemu disaat mendekat sebelum dia pergi, kita sempat bertemu dan mungkin untuk terakhir kalinya. Tak ada
obrolan yang serius padahal aku ingin bertemu untuk bicara saat dia pindah. Tapi ku tak berani ya itu menjadi
terakhir kalinya kita bertemu. Sedih sih tapi aku tak berani menunjukan kesedihanku ya untuk kenangan aku
memberinya jam tangan couple sama. Berbincang-bincanglah aku dengannya.

Hari itu takkan bisa kulupakan. Hari dimana kita bertemu untuk terakhir kalinya. Dan hari hari
berikutnya kita berpisah. Bukan berpisah hubungan, tapi terpisah oleh jarak dan waktu. Membiasakan Hari-
hariku tanpa adanya Khasan di sampingku. Menjalin kisah LDR, bagiku berat untuk kujalani. Tapi dengan
komitmen dan saling setia, juga saling percaya satu sama lain mungkin kita bisa njalanin hubungan ini. Ya aku
tak tau apa hubungan kita akan berjalan mulus atau tidak. Aku hanya bisa berdoa kelak kita berjodoh dan
dipertemukan kembali.
“Hanya Kamu”

Hari ini hari pertama aku masuk sekolah, hari pertama ini hari di mana aku dan teman-temanku berkenalan, dan
sekarang aku mulai berkontraksi dengan teman-temanku, ya dimana aku yang masih malu-malu untuk
berkenalan, tapi ya gini teman-temanku pada gak maluan, mereka bicara aja blak-blakan, akhirnya aku ngerasa
nyaman dengan temanku yang sekarang, ya ini aku namaku “ADELIA PUTRI” teman-temanku memanggilku
adel, aku ke sekolah berangkat sama kakakku namanya “DITA WULANDARI” aku dan kakakku ya saling
ngerti gitu.

1 bulan aku sekolah langsung aja aku dapet musibah, dimana aku mengalami kecelakaan yang tragis, hingga
akhirnya aku pun memutuskan untuk membawa kendaraan masing-masing, tapi kami tetep berangkat bersama
bahkan kami berangkatnya bertambah teman, ya ada viola, nita dan agustin. Ya kami sering berangkat bareng.

Hari-hariku ya berjalan dengan baik, kebetulan aku adalah wakil ketua di kelasku jadi kelas adalah urusanku
dimana aku harus mengurus kelasku, dimana aku harus selalu membuat kelasku nyaman, ya alhamdulillah aku
bisa, meskipun aku sering dimarahi oleh wali kelasku karena itu ya aku bisa sabar dan memaklumkan hal-hal itu
karena hanya itu yang bisa aku lakukan, selalu terlintas di pikiranku “aku capek” tapi ya sudahlah ini kan sudah
tugasku sebagai seorang yang berkomitmen tinggi.

Dan hingga akhirnya pun aku mendapat sebuah masalah dimana temanku yang bernama andre menyukai
kakakku dita, mereka yah saling berkomunikasi bahkan setiap hari aku dikacangin, mereka suka pulang berdua
dan aku jadi congeknya, sebenarnya malu sih tapi mau bagaimana lagi, ya kann.

Pernah terlintas di pikiranku untuk menjauh tapi ya gak bisa gimana mau jauh, dita aja adalah kakakku, ya aku
hanya bisa diam, kalau mereka lagi jalan ya aku cuman bisanya nunggu mereka gitu doang, ya sabarlah aku,
hingga akhirnya andre pun mengajak kakakku untuk menjalin hubungan, aku ya iya iya aja tapi temanku viola
sangat tidak setuju dan dia memberi tau kepada kakakku kalau dia sangat tidak menyukai andre dimana andre
yang selalu mengganggunya dan sifatnya yang terlalu dan keterlaluan, ya aku diam saja, hingga akhirnya waktu
kakakku menjawab pun tiba, hingga akhirnya kakakku menolaknya dan andre pun marah terhadapku karena
menurutnya aku yang mengadu domba hubungan mereka, tidak tidak tidak.

Sejujurnya aku juga marah tapi ya mau gimana, aku aja pangkat di kelas adalah wakil ketua kelas gimana
jadinya kelas kalau aku musuhan sama dia, CAPEKK!!, ngurus kelas sendiri itu capek, andre aja gak becus
ngurus kelas, ahhh capek sama sifat dan sikap andre.

3 minggu lamanya kita musuhan dan gak nyapa tapi akhirnya semua kembali dengan semula, tapi meskipun
semula ada aja masalah, masalah-masalah yang menumpuk, teman-temanku memusuiku, dan sering sekali aku
dihina hingga akhirnya aku meneteskan air mataku di kelasku itu, sebenarnya sakit tapi aku harus sabar untuk
bisa memberikan yang terbaik untuk orangtuaku, motivasiku adalah orangtuaku, dan motivatorku ya pastinya
teman-temanku, dimana teman SMPku yang selalu mendengarkan kata dan curhatanku, aku tahu tuhan maha
melindungi, maha mendengar, dan maha melihat, bahkan allah tahu siapa dia yang benar dan siapa dia yang
salah, bukankah itu benar?.

Ya 1 bulan aku merasakan hal-hal yang tidak-tidak, hal-hal yang membuat aku sakit hati, dan hal-hal yang
membuat air mataku menetes, sungguh sakit rasanya, tapi mungkin itu adalah bumbu dari keberhasilanku, tapi
dibalik semua itu kelasku kembali lagi dengan semula dengan kekompakan yang aku inginkan, tapi hal yang
tidak aku suka muncul dimana aku dibilang pacaran sama temanku dedi, sungguh andre sangat kelewatan,
awalnya aku masih pendekatan karena andre membocorkan segala hal yang terjadi di antara aku dan dedi, dedi
pun memutuskan untuk menjauhiku?.

Ya aku terima tapi saat itu pula aku dekat dengan kakak kelasku, namanya zaen, dia adalah kakak kelas di
lesanku, orang baik, perhatian pokoknya apalah-apalah, ya aku mulai pendekatan di sosial media, awalnya
masih chat biasa di bbm, dan akhirnya kita saling tukeran nomer handphone, dan kita pun mulai chat lewat
facebook, dan akhirnya kita pun jadian, tapi hari pertama aku jadian sudah ada aja masalah, semua temanku tau
kalau aku jadian sama si zaen, semuanya minta PJ, apa ya?. Ya itu semua gara-gara putra, dia adalah sepupu
dari zaen, sungguh kelewatan dia.
Dua hari aku jadian dengan zaen, semuanya masih baik baik saja, dan masih lumayan asyik tapi aku sudah
mulai bosan dimana aku harus selalu melibatkan dia di setiap kegiatanku, aku tidak menyukainya, sungguh,
karena waktu yang tak memikat, 3 hari kemudian mungkin zaen sudah merasakan apa yang aku rasakan hingga
akhirnya dia memutuskan untuk berteman denganku?, sebenarnya sakit, nyesek banget tapi ya mau gimana aku
kan gak lebay aku biasa aja nanggepinnya. Malah aku jujur ke dia kalau sebenarnya aku juga gak nyaman sama
sifat dan sikapnya.

Aku tak pernah pacaran serumit ini, ya hingga akhirnya kita temanan dan kita pun tak ada kabar, tapi hati ini
tetap tegar dengan segala apa yang aku rasakan meskipun semua itu sakit tapi aku mampu untuk bertahan, ya
inilah aku yang sekarang “JOMBLO LOVERS” dan sekarang aku pun memutuskan untuk pacaran dengan
laptopku? dan hpku kutinggal, hingga beberapa hari dia tidak ada kabar aku mendengar dari temannya kalau dia
hanya ingin status pacaran saja denganku, dia hanya maunya jalan sama aku, sumpah makin nyesek aja hatiku,
hingga akhirnya aku memutuskan untuk menutup hatiku meskipun semua ini aku tak terima, ya sudahlah
mungkin ini yang terbaik dan ALLAH pasti akan memberikan jalan yang baik untukku.

Sejujurnya akupun selama berpacaran dengannya merasa ketidaknyamanan atas sifat dan sikapnya terhadapku
selama ini, aku tak menyangka seseorang yang ku anggap baik ternyata malah mempermainkan perasaanku, dan
dia hanya ingin status pacaran saja denganku.

Sekarang aku tau bahwa lelaki yang baik, perhatian juga lembut baik malaikat belum tentu sifat dan sikap
sebenarnya baik juga, nyatanya hanya ingin mempermainkan saja. Tetapi perlu diketahui bahwa hati wanita itu
bukanlah sebuah boneka yang seenak nya dipermainkan saja. Tetapi perlu diketahui bahwa hati wanita itu
bukanlah barang yang bisa diganti setelah lelaki bosan dengan wanita itu. Tapi mau bagaimana pun Zaen adalah
lelaki yang pernah aku cintai dengan tulus walau pada akhirnya dia memilih untuk temanan dan
meninggalkanku tanpa sebuah kabar, dan aku pun harus tetap kuat dan ikhlas menerimanya.

Entah mengapa setelah beberapa hari kepergian Zaen, Deo kembali menghubungiku lagi, ya begitulah hingga
akhirnya aku mulai memperbanyak teman dan mencoba untuk melupakan kenangan bersama Zaen. Sekarang
aku mulai terbiasa dengan situasi yang telah terjadi aku juga mulai terbiasa dengan hari-hariku yang tanpa
kehadiran sosok Zaen didekatku, tapi aku cukup merasa senang bisa berpacaran dengannya walau hanya dalam
waktu yang sangat singkat, karna cinta tak selamanya harus memiliki, walaupun dia yang aku sayang telah pergi
meninggalkan aku, ya sudahlah nanti juga pasti kembali lagi, Jodohkan ada ditangan Tuhan. Jika kita berjodoh
dia pasti kembali.
Hujan, Musik, dan Kenangan
Hujan yang turun sepanjang petang belum juga berhenti meskipun malam terus beringsut. Tak banyak yang
dapat dikerjakannya sejak turun hujan tadi. Tak banyak memang, bila itu diartikan sebagai gerakan atau
kegiatan fisik yang memadai. Lelaki itu cuma berdiri di jendela sepenuh waktu petang itu, menatap hujan yang
menerpa daun-daun pinus yang berjajar sepanjang pagar sebelah timur gerbang bambu.

Di arah yang berlawanan, rimbunnya Bougenville dengan bunganya yang merah jambu itu tampak cantik dihiasi
kerlap-kerlip titik air di permukaan daunnya. Ia menikmatinya dengan penuh sendu. Muram seperti warna langit
di petang itu. Sementara malam segera turun, dan ia masih saja di situ.

Angin malam berembus agak dingin, tetapi ia belum mau menutup jendela. Kalau saja mendiang istrinya masih
ada, dia pun akan melakukan hal yang sama. Ya, Yasmin, istrinya, akan berbuat yang sama dengannya pada
malam seperti itu. Berdiri di jendela, menatap ke luar memandang hujan yang jatuh, merasakan hembusan
angin. Menurut Yasmin hujan adalah berkah. Alam seakan sedang bernyanyi dan titik-titik air yang menerpa
kaca jendela seolah menciptakan lirik-lirik puisi cinta yang romantis.

Ia hapal kebiasaan-kebiasaan Yasmin, dan itulah yang membuat hatinya teriris. Selalu, sehabis hujan, kecuali di
malam larut, ia akan turun ke halaman dan menghirup napas dalam-dalam, mmengembuskannya, dan kemudian
menghirupnya lagi.

“Bau tanah dan tumbuhan sehabis hujan sangat khas dan menyamankan,” begitu katanya.

Banyak lagi keunikan Yasmin yang dengan jelas masih dingatnya. Sepertinya semua itu naru terjadi kemarin.
Jangan kira Yasmin hanya suka pada suasana hujan. Waktu mereka bertugas ke selama beberapa tahun di
Palembang, kadang-kadang Yasmin mengajaknya jalan-jalan agak ke luar kota. Tepatnya ke lokasi hutan karet.,
cuma untuk menikmati cahaya surya yang menembus lewat dahan ratusan pohon karet yang berjajar rapi
sehingga menimbulkan permainan sinar yang indah menimpa tanah yang sarat oleh daun-daun yang gugur. Ia
akan turun dari mobil, berjalan jauh ke tengah hutan karet dan berdiri di sana menikmati semuanya itu.

“Yasmin…,” ia berbisik sendu. Betapa mereka selalu saling menyayangi dan akan selalu begitu. Meskipun ada
saat-saat tertentu dia merasa tidak begitu mengerti Yasmin, tapi itu bukan halangan. Bukankah dengan demikian
mereka selalu belajar untuk memahami sepanjang kehidupan perkawinan mereka. Mungkin karena hal-hal itu
pula, hubungan mereka jauh dari rasa jenuh. Yang penting mereka bisa menyelaraskan diri dengan pasangan
masing-masing, maka perbedaan-perbedaan bukannya mengganggu malah lebih memperkaya hubungan mereka.

Lelaki itu tersenyum, untuk pertama kali sepanjang petang itu. Memang itulah yang dirasakannya dalam hidup
perkawinannya dengan Yasmin sehingga biarpun mereka tidak dikaruniai putra, hidup mereka punya isi.
Semakin lama, sepanjang lima belas tahun perkawinan mereka, semakin mereka mendapati diri mereka saling
menyukai dan mencintai.

Yasmin menyimpan baik-baik sebuah lukisan sekuntum mawar merah berukuran 70×60 cm, yang digantungnya
di ruang keluarga, tepat berhadapan dengan kursi kesayangannya tempat ia selalu duduk membaca. Dalam
gambar iru, di tangkai mawarnya, ada tulisan “Love is Enough.”

“Aku setuju dengan ungkapan itu. Kamu, Yang?” tanyanya (Yasmin) sambil menatap gambar tersebut.

“Yeah… menurutku ungkapan itu tidak selalu benar,” jawabnya (si lelaki).

“Tidak selalu? Apa maksudmu? Cinta, zat yang sakral itu, butuh sikap, Yang,” katanya (Yasmin) lagi dengan
tegas meskipun tetap bernada lembut.

Lelaki itu diam saja, dan iu tandanya oa segan meneruskan perbincangan. Yasmin pun meneruskan bacaannya.

Kali lain lelaki itu mendengar istrinya nerkata seolah kepada dirinya sendiri, “Cinta memang tiada
berkepentingan lain selain mewujudkan maknanya.”

“Dari penyair Libanon kesukaaanmu kan?” kata lelaki itu.

Yasmin tidak menjawab, cuma brjalan mendekatinya dan membelai pipinya sekilas sebelum menghilang ke
dapur.
Yasmin… Yasmin… kini ia pun masih bisa tersenyum mengenang saat-saat indah itu.

Malam merangkak terus. Hujan tidak lagi sederas petang tadi. Angin yang singgah di tubunya semakin dingin.
Ditutupnya kain jendela, lalu ia mengambil tempat di kursi baca, menjangkau sebuah buku yang sejak tadi
tergeletak di atas meja di sampingnya, dan mulai membaca. O ya, di saat-saat begini, Yasmin akan memutar
piringan hitam koleksi musik klasik kesayangannya. Lelaki itu menolak melakukannya sekarang, takut
kenangan akan lebih mengiris hatinya. Ia meneruskan bacaannya.

Ketukan pintu menyadarkannya, tapi ia tetap duduk. Sahabatnya masuk, mengibaskan bekas hujan di jas
panjangnya, menanggalkan dan meletakkannya di sandaran kursi dekat pintu, dan langsung melintas ke ruang
tengah. Mereka bertatapan, tersenyum dalam diam, dan sebelum duduk sahabatnya itu menuju meja di pojok.
Lelaki itu tampak inginprotes tapi ditahannya. Lalu berkumandanglah sebuah sonata karya Schubert, Gretchen
am Spinrade (Greta Pada Roda Pintal). Mereka duduk berhadapan, diam mendengarkan dan menikmati karya
yang konon karya perdana komposer itu. Ini pun salah satu kesukaan Yasmin. Mereka berdua tahu itu. Lelaki itu
ingat, hari-hari terakhir Yasmin selalu dihiasi dengan simfoni-simfoni indah sampai saat kepergiannya daridunia
ini, pada suatu sore yang cerah di rumah mereka, setelah para dokter tidak bisa menangani kanker lambung yang
diidapnya beberapa bulan yang lalu.

Dia memandang ke arah sahabatnya yang kadang berkunjung, terutama setelah ia dan Yasmin menetap di ibu
kota. Mereka bertiga kadang terlibat dalam percakapan akrab dan gurauan sampai larut malam, dan mereka
sama-sama menikmatinya. Sejak kepergian Yasmin, sahabtanya lebih sering datang. Ia ingin melarangnya tapi
khawatir sahabatnya itu tersinggung.

Lelaki itu sebenarnya lebih senang sendirian saja mengatasi kepedihan dan kesepiannya. Ia ingin ruang-ruang
itu cuma milik mereka berdua; ia dan Yasmin, dan ia yakin dengan begitu akan mudah baginya melewati saat-
saat yang menyayat itu. Lebih pedih rasanya bila sahabatnya datang dan menciptakan suasana semacam itu,
pada malam yang basah seperti itu. Tapi demi Tuhan, bagaimana mau melarangnya? Sampai hatikah ia?

Mereka berdua dulu satu kamar di tempat kos selama bertahun-tahun masa kuliah, sama-sama hobi memotret,
sama-sama naksir gadis manis di ujung jalan, dan berbahagialah lelaki itu karena ternyata gadis itu–Yasmin–
memilihnya.

Anda mungkin juga menyukai