Anda di halaman 1dari 4

Bismillah...

maha suci allah yang telah menciptakan aku dan dirimu, maha besar allah yang
telah memberiku semua kesempatan hidup untuk mengenal mu, semua yang terjadi adalah
sebuah garis lurus yang jika ditarik dari semua kesimpulan masalah hidup yang penuh laki-
liku, sebuah akhir yang bahagia hanya akan di dapatkan dengan usaha yang memakan waktu,
menguras energi dan menghabiskan seluruh waktu-waktu bersama dengan orang-orang yang
kita cintai, banyak hal yang awalnya sangat gelap tapi pada akhirnya berubah menjadi sangat
indah, merupakan suatu karunia yang tak terhitung bisa mengenalmu saja, tak terbayang
apabila aku dapat memilikimu, suatu hal yang sangat mustahil bagiku, mengingat
perbandingan antara imanku dan imanmu, iman mu yang tampak begitu kokoh jika
dibandingkan denganku hanyalah seperti percikan air yang jatuh dari awan. Semula aku telah
menduga jika aku mengagumimu maka akan berhujung sebagai tatapan nafsu lalu cinta, segala
yang terjadi bagiku adalah Anugrah namun mungkin bagimu adalah musibah. Aku tak peduli,
hari demi hari berlanjut, kita yang terus disandingkan dengan satu lokal membuat aku selalu
mencuri pandangan dari sisi yang tak mampu kau gapai, aku pun tak bisa menyalahkan keadaan
dimana kita harus terus saling memandang dan berjumpa karena memang keadaan kurikulum
serta perintah dari pemimpin lembaga yang mengorganisir semuanya, aku tak menyalahkan
mu atau instansi, yang jelas ini adalah salahku karena tak mampu menjaga pandanganku.
Mungkin ini adalah suatu akibat dari semua dosa masa lalu dan masa sekarang, aku akui karena
hal ini aku juga sering menjadi tak terkendali, lebih emosi, tak mampu menguasai diri, labil
atau apalah orang sebutnya, namun dari sini aku tak hanya harus mendapatkan banyak
kesedihan karena terus membayangkan orang yang dicintai harus bersanding dengan orang
yang lebih saleh dari ku,, ohh ya tentu, tentu saja itu sangat mungkin sekali terjadi, aku berharap
banyak mendapatkan pelajaran tentang bagaimana sulitnya mencintai dalam diam, mengagumi
dalam senyum, menyimpan rindu saat bersapa, memendam asa saat berkata dan mengikis
hasrat bersama dalam tawa. Semua itu juga bermuara tentang keikhlasan yang mestinya harus
sudah lebih dahulu aku pelajari namun apalah daya masa lalu tak akan terulang. Aku telah
melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku, aku telah mencoret sejarah perjalanan hidupku
sebagai orang yang sudah pernah pacaran.
Dengan semua dosa yang telah bersanding mesra terus mengikuti di belakangku, aku
masih mencoba untuk tidak melakukannya lagi, meskipun hal yang mendekati itu sering
kulakukan dan bahkan engkau menyaksikan langsung betapa tak baiknya diriku ini, dan
memang itu yang selalu aku tunjukkan padamu, aku tak tahu mengapa aku bisa berlaku
demikian, aku hanya mencoba untuk sangat jujur dan tidak mengada-ada dalam perbuatanku
di depanmu. Dan entah mengapa setelah semua itu berlaku aku selalu menyesali semua sikap
yang aku pertunjukkan di hadapanmu, karena aku merasa semua tingkah terlalu berlebihan dan
terlalu lepas.
Hari-hari kita mungkin bagiku adalah seperti bom waktu yang semakin memaksaku
untuk memilikimu, namun pada akhirnya aku hanya akan selalu tahu diri, karena setiap
detiknya kita bersama, kau hanya selalu menyesuaikan dengan apa yang aku lakukan, sehingga
mungkin bagi sebagian orang tidak akan terlihat spesial, namun sekali lagi aku memiliki
perkiraan lain terhadapmu, aku menyangka kau memiliki perasaan yang sama, namun agama
jugalah yang menahanmu, entah mengapa pula setiap kali aku merasakan hati kita selalu
bertaut dalam sebuah bayangan, aku merasakan ada kecocokan, tapi lagi-lagi itu hanyalah
prasangka dan praduga yang terlalu keluar jalur normal.
Aku selalu menginginkan perhatianmu, oleh sebab itu aku mulai curiga dengan usaha
ku mendekati rabbku hanyalah karena aku menginginkanmu, buktinya aku selalu lepas kendali
sehabis kecewa tanpa alasan karna respons atau tingkahmu. Duhai alangkah berdosanya aku
ini, benar kata orang-orang mencitai dalam diam itu adalah sesuatu yang sangat menyakitkan,
tapi setidaknya bagiku mencintai dalam diam akan memberikan suatu nikmat yang luar biasa,
dimana kita mencintai sesuatu karena allah, semuanya kian terasa ikhlas, mengapa aku berkata
seperti ini , karena aku sempat merasakan itu dengannya, namun ya dikarenakan mungkin
belum lurusnya niat, itu sebabnya juga aku mungkin masih merasa sakit terkadang.
Aku muhajir, dibesarkan oleh seorang ibu yang sudah berumur 40 tahun lebih, saat ini
sedang dalam proses penyelesaian tugasku di salah satu perguruan tinggi Pekanbaru yakni UIN
SUSKA RIAU, dibanding dengan adik ku, kakak serta abang aku adalah orang yang sangat
beruntung bisa mengenyam bangku pendidikan tingkat perguruan tinggi, aku tidak terbiasa
melakukan pekerjaan selayaknya orang lain, karena aku merupakan anak yang dimanjakan,
paling tidak begitulah sebutan dari kakak kepadaku, kehidupanku dimulai dari kisah ibu adalah
seorang anak raja yang cukup dikenal pada daerah itu, istri dari kakek ada 3 orang, nenekku
adalah istri kedua dari kakek, ibu terlahir sebagai seorang yang bisa dikatakan dimanjakan oleh
ayahnya, tiap kali ayahnya selalu ada waktu untuknya. Hingga kemudian kakek meninggal
dalam usia ibuku yang masih belia dan belum menikah.
Ibu adalah seorang yang cukup agamis, beliau dikenal sebagai santriwati yang baik dan
pintar, sampai-sampai salah satu guru di madrasah tersebut menyukai ibu dan selalu mengejar-
ngejar ibu, dikarenakan guru tersebut pandai mengambil hati orang tua ibu dan juga seorang
ustad maka nenek sangat setuju dan selalu memaksa ibuku untuk menikah dengannya, ibu tidak
pernah pasaran, ya ibu tidak pernah, ia menikah juga bukan arena cinta, ia menikah lantaran
paksaan dari ibu dan beberapa saudaranya. Itu sebabnya aku selalu merasa lebih unggul
berbicara tentang cinta dan menganggap ibu tidak tahu apa-apa tentang kehidupan cinta remaja
SMA ku, saat pendaftaran masuk SMA aku pergi berdua dengan ibu, karena ayah telah
meninggal saat masih SMP. Aku masih terbilang anak yang lugu, karena sekian banyak teman
saat SMP mereka semua hampir sudah pernah pacaran, tapi tidak demikian halnya denganku.
Pertama masuk di kelas X3 aku cukup merasa sangat kesal, masa orientasi yang
menjadi musuh bebuyutan ku hingga sekarang, jika mendengar MOS telingaku terasa bising
dan amarahku memuncak, hal ini bukan tanpa alasan, MOS yang merupakan “masa orientasi”
harusnya adalah masa silaturahmi dan masa pengenalan terhadap lingkungan belajar dan
seluruh sarana dan prasarana yang ada di sekolah, bukan menjadikan siswa baru sebagai bahan
untuk dikerjain dan di hukum. Seluruh pertanyaan saat kakak kelas menghukumku hanya
karena masalah sepele membeludak di pikiranku, “sebenarnya saya siswa baru atau siswa
tervonis salah sehingga harus di hukum?, siswa yang pemalas hingga harus dihukum? Siswa
yang sudah kenal lama dengan guru dan kakak kelas dan selama itu aku berbuat salah dan ini
merupakan kesempatan mereka buat hukum aku? Ahhhh... rasanya ingin berontak, tapi takut
tidak diterima di SMA pilihan tersebut dan menjadi nomor 1 di kecamatan kami, dikarenakan
mereka katakan masa ini merupakan masa penentu lulus atau tidaknya masuk ke sekolah
tersebut.
Seminggu kemudian amarah mereda, aku bertemu teman-teman yang hebat, teman
yang masih terbesit di ingatan namanya yakni, Rival, Suhardi, Zulkefer, Eko Prasetyo dan
mayner Steven, mereka adalah orang-orang yang sangat luar biasa saat pertama bertemu, hal
itu terbukti bahkan mereka sukses pada masa aku kuliah, Rival sudah menjadi Polisi, Suhardi
sudah bekerja di salah satu tempat, Zulkefer masih akan menyelesaikan kuliahnya, Eko yang
ini tak tahu kabarnya dan terakhir mayner juga cukup sukses dengan sekolah musiknya. Yang
terdekat masih temanku Rival, dia yang mengenalkan ku cinta, dia yang mengajarkanku
pantang menyerah ala Narutonya, sampai sekarang DP BBMnya masih NARUTO hadeuuuhh..
hehehe, oh ya aku juga harus akui bahwa temanku yang dari SMP ini juga cukup ku kagumi di
beberapa segi, kedewasaannya, seorang pendengar yang baik, katanya sih dia juga disukai
banyak pria, cantik? Ya okelah ia cantik. Tapi bukan itu hal utama yang aku kagumi darinya,
siapa namanya? Yaaakk namanya adalah Eva Wahyuni, wanita satu kampung dengan rekor 3
tahun terus satu kelas, ya sama halnya dengan Rival sepertinya memang sudah ada signal dari
awal mereka harus menjadi orang-orang yang meninggalkan bekas di hati ini.
Beranjak kelas XI selanjutnya adalah pemilihan jurusan antara IPA/IPS selaku anak
yang cukup cerdas secara otomatis aku masuk ke jurusan IPA, ya walaupun sebenarnya bakat
kayaknya lebih kepada IPS, semester 1 kelas XI IPA 2, cukup bermain emosi, seorang anak
perempuan baru telah menimbulkan persaingan ketat diantara kami para cowok yang dianggap
kompeten dalam penaklukan cewek. Yang ini cukup miris sih menceritakannya. Dia wanita
yang cukup anggun harus ternodai persaingan di antara pria, sebenarnya aku tidak sebejat itu,
aku baru masuk setelah dia milik temanku secara tak resmi (pacaran). Toh sebenarnya juga aku
memang tak punya perasaan apa-apa dengan wanita itu, entah mengapa aku jadi termasuk ke
dalam persaingan beberapa pria setelah ia putus dengan temanku ini, dengan perasaan
penasaranku yang memuncak, akhirnya aku berhasil mendapatkan hatinya tepat setelah 2 hari
mereka putus, awww cukup biadab memang, padahal dia Jefri Mansyah merupakan teman satu
grup Band SMA. Namun dengan menyisakan sejuta kepedihan aku harus akui bahwa seminggu
ini aku telah bertahan dengannya dan harus mengakhiri lantaran sebenarnya aku memang tidak
memiliki rasa apa-apa padanya. Dikarenakan dia anak baru di lokal ku maka hari-hariku juga
turut suram melihat dirinya bersedih, ya hampir seminggu juga.
Aku harus akui ini mutlak salah ku, dan aku tak tahu harus bagaimana memperbaikinya,
dan kini dia juga sudah menikah dengan temanku yang rumahnya tepat 50 meter dari samping
rumahku, aku harus bilang ini “Gokil”. Saat itu semua pergi, teman baik menghilang karena
hanya nafsu sementara ku, bahkan aku merasa seperti duniaku telah runtuh karenanya. Cukup
lama meyakinkan temanku untuk dia kembali baik, dan mau berteman kembali padaku.
Aku tak tahu bahwa cinta serumit itu, dan aku tak tahu pula bahwa cinta dengan
mudahnya menghancurkan persahabatan yang telah bertahun-tahun. Tapi dikarenakan rival
dan Ulan teman sekalasku yang meyakinkannya,maka kejadian itu kami anggap tidak pernah
ada. Berlanjut ke tingkat ke tiga dari pencapaian terakhir saat SMA ada hal yang sangat rumit
yang lagi-lagi sebenarnya adalah aku yang punya pasal, aku tak menyangka bahwa apapun
yang kita mulai semuanya harus berakhir dengan atau tanpa happy ending, ada yang mungkin
berasa sedetik tapi kisah harus habis maka habislah dia, dan ada pula yang kisah membutuhkan
waktu yang sangat panjang dan harus berakhir tragis, tapi intinya kehidupan ini hanya 1 % dari
apa yang di filmkan orang tentang masalah hidup begitu pula tentang kebahagian yang
digambarkan, semuanya terlihat naif sekali.
Seorang wanita yang menurutku sangat sederhana dan sangat tidak peduli tentang
apapun yang terjadi di dunia ini telah sangat mengubah pandanganku, persepsi dan juga cara
hidupku, aku selalu berkata kepada orang lain bahwa sadar atau tidak kita pernah hadir di
kehidupan orang lain dan memberikan warna padanya, namun setelah memberikan warna
baginya kita adalah seorang yang kehadirannya ingin dikekalkan bersamanya namun tak
pernah sedikit pun terbesik di telinga kita bahwa kita menginginkan hal yang sama. Mungkin
ini jugalah yang terjadi pada kehidupan yang sekarang ini masih terus ku perjuangkan dari hal-
hal kehidupan yang tak hidup, berjalan tanpa jalan, dari hujan tanpa mendung dari badai tanpa
angin yang semakin membuatku berpikir dua kali bahkan untuk mengambil nafas panjang
pertanda kaki akan melangkah.
Dia seorang wanita itu yang sebut saja namanya Airini telah banyak memberikan fase-
fase yang ibu ku sebut sebagai fase yang harus dilewati oleh seorang yang akan menjadi pria
dewasa. Aku sungguh aku tak percaya setiap perkataan ibu adalah apa yang sebenarnya ku
tepis dengan wajah senyum dan diam tunduk, ibu selalu marah saat jam-jam ku habis untuk
sekedar membalas pesan singkat yang terkadang kami mulai bersama. Bersamanya telah ada
yang di putuskan namun semua itu sama seperti putusnya batang pisang yang belum berbuah
akan senantiasa tumbuh tunas yang baru dan mungkin saja menumbuhkannya butuh banyak
darah dan pembusukan luka parah terhadap apa yang terjadi.
Dia yang membuatku berhenti di jam 12 tepat saat malam itu, hatiku harus tersentak-
sentak, terkadang aku merasakan bahagia yang tak wajar, dan terkadang aku merasakan
penderitaan yang amat dalam, sebenarnya aku selalu berpikir bahwa aku tidak pantas untuk
menanggung semua beban ini. Aku bahkan terlalu muda untuk merasakan bahkan kebahagian
yang harusnya di alami orang dewasa. Tiap kali kata-kata ibu yang kutepis bahkan tak meleset
bahkan sesenti pun, semua terjadi bagai ibu selaku penulis teks dan narrator hidupku.
Senin, di juni 2012 aku mlihat sesosok wanita yang sedang menjadi pembicaraan oleh
temanku Rivaldi

Anda mungkin juga menyukai