Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MARIA ULFAH

NIM : P07124118207

KELAS/ SEMESTER : B / V

JURUSAN/ PRODI : JURUSAN KEBIDANAN/ PRODI D3


Perkenalkan Ini Aku
Hallo, selamat meresapi selamat mengambil pelajaran selamat berpetualang di cerita
pendek yang aku tulis. Perkenalkan namaku, Mia. Panggilan kesayangan paling kusuka dari
orang-orang terdekatku. Cerita ini kutulis berdasarkan pengalamanku, berdasarkan karakter
yang ku punya, dan hal-hal yang silih berganti menjadi pelajaran di 19 tahun perjalanan
hidupku.

Aku seorang pencari perhatian dari sejak kecil, aku seorang yang periang, dan
cenderung banyak bicara. Aku juga terobsesi untuk jadi terkenal, untuk ingin selalu diingat,
diakui, disorot oleh semua orang di sekitarku. Berdasarkan cerita Ibu, diumur 4 tahun aku
senang saat diundang diperayaan ulang tahun teman sebayaku. Karena pastinya aku bisa
mengangkat tangan saat mc menanyakan siapa yang ingin menyanyi hari ini? yap, aku senang
menyanyi diusia sekecil itu. Saat teman teman sebayaku menyanyikan lagu anak-anak favorit
mereka, aku akan jadi sedikit berbeda. Biasanya aku menyanyikan lagu lagu hits ST12,
dengan dress pendek yang ku kenakan dan kepang dua rambut keriting ku aku merasa sedang
berada diatas panggung saat itu.

Disekolah dasar, obsesi itu makin menjadi jadi. Guru-guru ku menyukaiku karena aku
pintar dan pandai bicara. Aku juga senang mengikuti perlombaan tari, dan lomba cerita
bahasa banjar. Pertama kali ikut perlombaan dan menang, aku makin ingin memperkaya diri
dengan pencapaian lainnya. Di 6 tahun masa sekolah dasar begitu menyenangkan, dan itu
salah satu pengalaman dan pencapaian terbaik yang ku miliki. Berlanjut kenjenjang
selanjutnya hidupku sama saja, berjalan beriringan dengan pikiran yang masih kuat untuk
ingin jadi sorotan orang banyak. Puncaknya, terjadi saat aku menginjak bangku SMA. Aku
aktif organisasi juga ekstrakurikuler seni kuikuti semua, dimulai dari paduan suara, tari
tradisional, teater, musik tradisional, dan menulis. Tak puas hanya sampai itu, aku juga
mengikuti sanggar tari tradisonal diluar sekolah yang mengharuskanku keluar malam untuk
latihan olah tubuh dan gerakan-gerakan tari yang harus kukuasai. Masa SMA ku dibarengi
dengan surat despensasi kehadiran setiap minggunya. Aku sering melewatkan pelajaran,
karena sibuk mewakili organisasiku. Sibuk berpartisipasi dilomba-lomba yang kuikuti.
Kadang, lomba diadakan diluar kota, bahkan diluar daerah yang mengharuskan izin sekolah
selama berhari-hari. Aku juga senang menulis puisi. Pernah, suatu ketika puisi ku dimuat
dalam sebuah buku bersama sastrawan daerah dan guru-guru menulisku. Bayangkan betapa
bangganya aku dengan pencapaian dari diriku sendiri. Aku dulu tak punya banyak waktu
untuk sekedar bermain bersama teman-teman sebayaku, aku sibuk mencari pencapaian,
pengalaman atau sekedar jawaban mau jadi apa aku ini nantinya.

Aku belum tau kerugian apa yang aku dapat setelah aku terobsesi untuk jadi sorotan,
yang kuingat hidupku begitu menyenangkan dengan pencapaian dan pengalaman sebanyak
itu. Berjalan lagi sedikit kedepan, aku telah menyelesaikan masa SMA ku dengan semangat
untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Saat orang lain berada diantara kebingungan
memutuskan jurusan apa yang akan dipilih, aku sudah siap dengan berbagai keputusan yang
kuyakini jauh sebelum dihadapkan fase itu. Aku memilih untuk menjadi tenaga pendidik di
masa depan, karena menurutku hal itu paling cocok untuk penggambaran diriku. Hal yang
memang sudah kuimpikan sejak jauh jauh hari, pilihan yang sudah diberi restu oleh kedua
orang tuaku. Namun, sayang seribu sayang aku gagal di tiga kali percobaan masuk melalui
jalur prestasi dan tes. Untuk pertama kalinya kegagalan yang kutakuti terjadi. Sebelumnya
seperti yang sudah kukatakan hidupku begitu menyenangkan, sampai sebelum kegagalan atas
keputusan yang kubuat datang dan meruntuhkan kepercayaan diriku. Ahh, mungkin tidak
ditakdirkan kuliah lebih baik ikut melanjutkan usaha keluarga saja ikut berdagang. Karena
sekali gagal aku langsung pesimis kepercayaan diri ku seketika langsung hilang. Tapi
sahabat-sahabat ku tak henti-hentinya menyemangati, masih ada waktu untuk memikirkan
pilihan lain, kesempatan untuk menjadi tenaga pendidik bisa diganti di univers itas atau
instansi lain, jangan terpaku dengan keegoisan dan memaksakan kehendak katanya. Lalu,
kuikuti pilihan temanku yang memang berminat untuk jadi pelayan kesehatan. Untuk pertama
kalinya juga keputusan yang kubuat adalah hasil ikut-ikutan teman bukan hasil timbang
-menimbang di jauh hari.

Lulus dengan mengambil jurusan kebidanan, kepercayaan diriku kembali, obsesi ku


juga ternyata tidak hilang. Aku masih berminat di organisasi, paduan suara, tari tradisional,
dan menyanyi solo ku ikuti. Meski tangan hanya dua, mana sanggup sebenarnya
menggenggam semua. Tapi untukku, aku sudah terbiasa jadi ini juga akan sama seperti
sebelumnya, pikirku saat itu. Entah dari mana juga orang lain menilai aku sehingga
memilihku untuk menjadi salah satu calon kandidat ketua himpunan mahasiswa jurusan, dan
keluar dengan perolehan suara terbanyak. Kesadaran ku berawal dari sini, ujian dan semua
kebingungan tentang hidup baru kurasakan setelah aku menjabat. Hari pertama serah terima
jabatan aku langsung dipaksa memilih, harus memilih organisasi atau keluarga. Kebetulan
saat itu ayahku mengalami kecelakaan hebat dan harus memerlukan operasi segera.
Kuputuskan untuk tetap mengikuti kegiatan, meski pikiranku melayang memikirkan ayah.
Aku tipe orang yang benci dikasiani, jadi tidak ada satupun teman kuliah yang tau tentang
keadaan keluargaku saat itu. Berlalu beberapa bulan menjabat, dosen, kaka tingkat, teman
angkatan, bahkan ibu kantin mengenal aku, tapi aku tidak sesenang sebelumnya saat akhirnya
dikenal orang banyak. Semakin dewasa obsesiku berkurang dan malah jadi boomerang bagi
diriku sendiri. Karena jadi terkenal kehidupanku tak luput diberi komentar oleh orang lain.
Kehidupan pribadi ku juga, tentang penilaian mereka atas pasangan yang ku pilih, atas
keputusan yang ku buat dan lain-lain. Menjadi terkenal diusia 19 tahun tidak menyenangkan,
memimpin organisasi sebesar HIMA juga tidak mudah. Kau harus jadi pemikir sekaligus
pekerja, kau harus jadi contoh yang baik, kau harus bertanggung jawab atas kesalahan orang
lain, kau harus merangkul mengayomi semua anggota, ohh bukan hanya semua anggota tapi
seluruh warga dijurusan kebidanan. Sebelumnya kau hanya tau bekerja keras dan berhasil,
tapi sekarang kau menemui banyak sekali kegagalan, penolakan, caci maki, juga amarah
orang lain.

Akhirnya aku sadar terobsesi untuk jadi terkenal atau mencari perhatiaan orang lain
bukan hal baik. Sebenarnya tidak salah ingin jadi terkenal, yang keliru dari aku adalah obsesi
ku yang terlalu besar. Aku memimpikan untuk selalu baik dimata orang lain, ingin selalu
disenangi dan mendapat yang baik baik juga dari orang lain. Padahal tidak semua orang
senang denganku, tidak semua orang suka dan berkomentar baik tentang aku. Aku hidup
dengan mindset hidupku menyenangkan dan akan terus menyenangkan, padahal sebenanrnya
hidup bukan sekedar soal senang saja, ada kecewa, ada sedih, ada gagal, ada penolakan, ada
banyak hal yang mengganggu sebelum kesenangan itu benar-benar datang. Aku orang yang
tidak bisa meminimalisir kecewa saat kegagalan itu datang, aku akan langsung terpuruk
karena obsesiku tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Tetapi jika ditanya apa aku menyesal
sudah sampai dititik ini? Jawabannya tidak sama sekali. Malah harusnya aku berterima kasih
karena aku jadi sekeras itu kepada diriku sendiri. Berterimakasih karena aku memiliki
pencapaian, pelajaran, dan pengalaman berharga yang sudah kulewati yang tidak bisa ku
tukar dengan materi apapun.

Semoga ada pelajaran yang dapat diambil dari cerita sederhanaku, sampai berjumpa
lagi diceritaku selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai