Anda di halaman 1dari 13

Nama : Cut Farah Zikra

NPM : 22131010100080

Cute

14 April 2002 silam, telah lahir anak


perempuan yang diberi nama “farah”.
nama yang bagus bukan? Nama
tersebut berarti kebahagiaan.
Semoga saya bisa terus memberi
kebahagiaan bagi orang sekitar yah?
Halo perkenalkan nama saya cut
farah zikra, teman-teman memanggil
saya cute. Iya, cute hehehe,
pengucapannya c-u-t-e bukan kyut
yaa. Saya merupakan anak ke-4 dari
5 bersaudara, putri dari pasangan
Sabena dan Amrawati. Saya
dibesarkan oleh orangtua yang hebat, kedua orangtua saya cukup
menginspirasi dan memotivasi saya agar menjadi anak yang sukses di
dunia maupun akhirat kelak. Sebelum meninggal, almarhum ayah saya
bekerja sebagai kepala dinas inspektorat langsa. Kini, ibu seorang lah
yang menjadi tulang punggung keluarga, beliau menjabat sebagai Kepala
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana di Kota Langsa. Saat ini saya
menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah
Kuala.

Saya bersekolah di TK Bhayangkari dilanjutkan dengan Sekolah


Dasar Negeri 5 Langsa. Selanjutnya saya bersekolah di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 3 Langsa, dan pendidikan terakhir saya di
Sekolah Menegah Unggul Aceh Timur. Kini saya merantau di kota orang,
alasan saya memilih melanjutkan pndidikan yang jauh dari kampung
halaman adalah masa kecil saya dihabiskan di kota sendiri, bukankah
banyak hal menarik dan menantang lainnya diluar sana?
Masa kelam itu

Mungkin ketika membaca kalimat diatas yang terbayang hanyalah


cerita klise yang dialami oleh orang yang bersekolah. Namun, ada cerita
menarik dibalik itu semua jika dikulik. Saya lupa berapa umur saya ketika
baru pertama kali masuk di TK namun, saya masih mengingat jelas
bagaimana saya jadi santapan bully yang lezat bagi anak-anak di TK
tersebut. Saya bukan tipikal anak “bandal”, tapi fisik saya tidaklah
rupawan, rambut saya bak sarang tawon, hal ini membuat semangat anak
seumuran saya membara menjadikan rambut saya sebagai lelucon yang
menghadirkan gelak tawa.

Miris sekali mengigatnya, mungkin jika itu terjadi sekarang saya


tidak peduli dan bahkan bisa melawan, tapi sayang dahulu saya hanyalah
cute yang malang dan memendam semuanya sendirian. Saya berada
dalam jenjang TK mengulang dua kali, saya tidak mengerti apakah ada
korelasi antara bully dan pengetahuan seseorang, tapi inilah saya, saya
akui saya bukan orang yang pintar dari lahir, tapi tekad belajar saya sejak
kecil sudah kuat. Dibarengi les dan support keluarga serta lingkungan
sekitar, saya masuk Sekolah Dasar tepat umur 6 Tahun.

Ketika saya kelas 2 SD, ayah saya “bangku panjang” alias dicopot
jabatannya. Ayah difitnah oleh teman sekantornya, ekonomi keluarga
memburuk, mental saya dan keluarga amburadul. Sebagaimana yang kita
tau, menghidupi 5 anak dengan berbagai keperluan itu sangat butuh biaya
yang besar. Kebetulan kakak saya yang ketiga bersekolah di sekolah yang
sama, uang saku yang awalnya 10.000 untuk berdua, kala itu hanya 1.000
yang ayah bisa berikan. Yang awalnya diantar supir, mendadak diantar
naik motor supra bonceng 3.

Yang ayah dan ibu lakukan bukanlah marah atas keadaan yang
menimpa, mereka menciptakan suasana yang positif sehingga keluarga
kami seakan makin harmonis karna orangtua sering berkumpul dan
banyak waktu bercengkarama bersama keluarga. Keajaiban datang dari
hal tak terduga, kakak pertama saya mengambil keputusan yang sangat
berat dan besar, dia diam-diam mengirim surat ke koran WASPADA
meski usia beliau masih belia, sebab masih bersekolah di Sekolah
Menengah Atas Modal Bangsa Aceh Besar (Sekarang beliau menjadi
dokter di salah satu rumah sakit Kota Langsa)
Isi surat nya menjelaskan bahwa ayah tidak bersalah, ayah
merupakan orang yang jujur dan amanah, beliau merupakan kambing
hitam atas para pejabat yang licik serta kaka juga membebekan beberapa
skenario yang ada, dan masih banyak lagi kalimat kalimat yang membuat
para pembaca tercengang. Alhamdulillah wasyukurillah, tak berapa lama
ayah saya dilantik menjadi asisten III walikota Langsa. Tak hentinya
tamu berdatang kerumah menangis meneteskan air mata menyaksikan
kejadian yang sangat ajaib tersebut.
Bangkit
Memakai jilbab merupakan peraturan yang ditetapkan di sekolah
saya, meskipun jilbab selalu menutupi rambut, rasa insecure memang
masih merasuki jiwa anak-anak saya kala itu. Saya menjadi pemalas dan
tak berani unjuk diri karena sadar diri. Hal tersebut terus menerus terjadi,
hingga ketika kelas 4 SD saya ditawarkan oleh mama lomba membaca
puisi di kantor darma wanita saat hari ibu, awalnya saya menolak, namun
tak kuasa diri ini menyaksikan beliau semangat sekali membanggakan
saya di depan temannya karna mau berani tampil. Sejak saat itu, saya
berlatih dan berusaha sekuat tenaga melawan trauma masalalu yang
menghantui saya.

SAYA BERHASIL! Saya mendapat juara pertama , saya


mengalahkan anak pejabat lainnya yang jauh lebih tua dan hebat
dibanding saya, senangnya bukan main, saya tak hanya menjadi
pemenang di acara tersebut, namun saya menang mengalahkan trauma
saya:) itulah permulaan roller coaster kehidupan saya, itulah gerbang
yang membentuk pribadi saya menjadi seperti saat ini.

Yang awalnya tak pernah memperoleh rangking, saya berhasil


mendapat 10 besar pertama di kelas 4. dan kegigihan saya membuahkan
hasil, semangat belajar dan tekad yang kuat membuat saya meraih
peringkat 3 besar dari kelas 5 hingga tamat Sekolah Dasar. Saya paham
betul bahwa keberadaan saya di akui bukan lagi karna kecantikan, namun
isi kepala dan sikap saya. Namun, tetap saja, keinginan menjadi “cantik”
terus menghantui.

Ketika memasuki usia SMP, saya lulus smp favorit dan masuk
kelas inti. telah banyak piagam penghargaan yang saya dapatkan, antara
lain juara pidato, juara vocal solo, dan pastinya juara yang saya dapatkan
dari lomba membaca puisi. Kini hidup saya bukan sebagai anak pemalas
yang terkukung tak bebas seperti dulu, saya mencoba menebar sinar saya
pada masa itu. Pubertas, ya saya mengalaminya. Ciri fisik pubertas saya
ialah jerawat di seluruh wajah bahkan sampai ke leher hingga badan.
GAWAT! Bagaimana jika saya dibully lagi?
Seperti anak seusia saya pada umumnya, saya pun merasakan
gejolak cinta yang membara sebagai ABG (Anak Baru Gede). Yahhh,
saya kena bully lagi..., Lakilaki yang kutaksir menertawaiku karna buruk
rupa. Cepat berikan ide, apa yang harus aku lakukan sekarang? Perlahan,
saya mulai mengenal dan mempelajari skincare dari kanal Youtube. Uang
saku saya sisihkan setiap hari dan mulai mencicil produk-produk
kecantikan. Sangat seru namun mendebarkan, karna kegiatan ini tidak
diketahui orangtua bahkan saudaraku sendiri. Apakah kalian tau mengapa?
Strict parent! Kalau ada kata yang lebih daripada strict, mungkin
begitulah deskripsi untuk sikap orangtua ku.

Namun, saya bukan tipe anak pembangkang dan pembohong,


dengan polosnya saya mengakui “kesalahan” tersebut padahal tak ada
satu pun yang menyadari perbuatan saya. Mereka marah, namun
menghargai keberanian dan kejujuran ku. Walaupun mereka tidak
mensupport ku tak apa setidaknya takaada perasaan bersalah ketika
melakukannya.

Masalah terpecahkan yohoo no more worries! Wah ini ajaib, wajah


mulus saya seakan kembali setelah trial and error di berbagai produk.
Tapi aneh, rasanya wajah mulus ini berbanding lurus dengan kehidupan
remajaku. Pendapat ku lebih sering di dengar dibanding sebelumnya.
Rangking ku selalu 3 besar. Apa ini yang dinamakan beauty privilege?
“Kau cantik, kau aman” kejam, tapi itu fakta yang harus kutelan. Lakilaki
yang kutaksir tibatiba datang dan meminta maaf padaku. SORRY takada
kata maaf bagi dirimu bung, kau telah menjatuhkan harga diriku,
berharap kuperlakukan seperti apa kau tuan?
Something new

Tahun 2017, saya memberanikan diri mendaftar ke jenjang SMA di


sekolah yang memiliki fasilitas boarding school (asrama). Hal ini sangat
challaging bagi saya karna akan tinggal jauh dari keluarga. Sebenarnya,
tidak terlalu jauh sih, mungkin sekitar 11-13 km dari rumah. Tapi tetap
saja menyakitkan bagi anak yang baru lulus smp, dan pulang hanya boleh
2 minggu sekali hanya pada hari sabtu.

Culture shock terjadi, walaupun penghuni asrama masih di


sekitaran sumatera khususnya aceh. Namun, pola asuh yang terbentuk
tiap masing masing siswa berbeda. Saya mewajarinya, tak semua kepala
bisa sama isinya, lingkungan kami jelas berbeda. “Hufftt, apakah aku bisa
menjalaninya?” batinku.

Pembagian kamar telah tiba, dalam satu kamar terdapat 4 orang.


Saya sekamar dengan dua kakak letting dan satu orang lagi sebaya
dengan saya. Kebetulan sekali kami semua pernah satu sekolah ketika
SMP. Ternyata setelah berbincang lama, sekolah saya merupakan semi-
pesantren dimana siswanya juga ada aturan ketat selayaknya pesantren.

Adzan berkumandang, pamong asrama terlihat mengetuk keras


pintu kamar yang membuata satu koridor terbangun dan segera
mengambil air wudhu. Uniknya, para siswi malah tersenyum ceria sambil
bersenda gurau. Kami berjalan berbondong bondong menuju musholla
khusus putri. Aahh perasaan bahagia menyelimuti jiwa ku. Bukan main,
semua ini tak terasa berat malah seru sekali. Setelah sholat para siswi
bersalaman, dan bersholawat.
Sebagaimana yang kita tahu bahwa tidur setelah sholat subuh
sungguh nikmat, namun berbeda dengan kami, aktivitas pagi kami
dimulai setelah sholat. Karna mandi harus antri, para siswi mengisi waktu
luang dengan merujaah. MasyaAllah, pemandangan yang sangat indah.

Hari yang ditunggu oleh para senior nakal tiba, ya benar MOS!
Jantung saya berdebar, bukan karena lebay, hanya saja saya memiliki
feeling yang tidak bagus pada hari mos ini. Benar saja, saya dituduh
mencuri buku “tanda tangan anggota OSIS”. Awalnya saya benar tak
paham mengapa buku tersebut ada di tas saya. Saya dituduh sebagai
pencuri.

Sebagai anak yang baru pubertas, emosi saya memuncak saat itu,
saya kesal bukan main. Saya tak menangis karna saya merasa itu bukan
kesalahan saya. “astagfirullah bang kak sebelumnya cute minta maaf,
cute gapernah diajarin bohong apalagi sampe mencuri, kok gini kali hari
pertama cute disini” respon mereka senyum-senyum. Hmm, pasti ada
yang tidak beres.

Benar saja, setelah perdebatan Panjang dan dipermalukan depan


para siswa lain, saya dinobatkan sebagai putri MOS. Apakah saya senang?
BIG NO, mereka sangat konyol menurut saya, sebagai siswa baru yang
masih tahap pengenalan dan perkenalan aksi tersebut tidak mendidik
sama sekali.

Hari-hari selanjutnya saya telah memiliki banyak teman dan


kenalan dari berbagai daerah. Beragam karakternya, saya merasa sangat
beruntung ditempatkan di sekolah yang membuat saya terus berkembang.
Oiya, sekolah ini juga tak memperbolehkan siswa nya membawa HP.
Awalnya saya kira hidup tanpa gadget benar benar membosankan, but
you know what? Tidak seburuk yang kita bayangkan, malah banyak hal-
hal menarik dan bermanfaat yang saya dapatkan disini.
Kebersamaan sungguh terasa,sebab kami menghabiskan banyak
waktu bersama selama 24 jam penuh dalam 3 tahun. Banyak momen yang
dirangkai disana, dari mulai sholat berjamaah, makan di dapur bersama,
pergi dayah di malam hari serta bermain Bersama di lapangan setiap sore.

Inilah saya, perempuan perfeksionis, karakter tersebut terbentuk


dari beberapa hal meyakitkan karena kekurangan saya di masalalu.
Seperti jenjang sebelumnya, saya masih rutin menjadi siswi yang
mengharumkan nama baik sekolah karena banyak nya lomba yang saya
menangkan. Jurusan yang saya ambil ialah MIPA, dan Alhamdulillah
saya lulus MIPA 1. Saya diberikan Amanah menjadi sekretaris OSIS di
SMA Negeri Unggul Aceh Timur dan mengikuti Fls2N dan olimpiade
biologi.
Trauma itu hadir kembali

Beranjak dewasa, tubuh saya mengalami perubahan layaknya


Wanita lain, “hourglass” merupakan tubuh yang seksi. Tak peduli
seberapa keras saya menutup aurat, lekuk tubuh saya memang tetap
terlihat. Trauma saya bertumbuh tapi kali ini bukan lagi tentang rambut
atau jerawat melainkan tentang body shamming, saya akui tubuh saya
memang agak mengundang “nafsu” walaupun sudah tertutup sempurna,
akibatnya saya pernah mendapatkan perlakuan tak senonoh dari laki-laki
teman sekelas saya.

Hal itu bermula ketika mereka membicarakan tubuh saya yang


menggoda, kesalahan saya dalah tidak menggubris hal tersebut, dan
melanjutkan aktivitas seperti biasa. Ah, sial saya mengambil Langkah
yang salah, mengapa tak cepat saya menindaki omongan tersebut?

Pada suatu siang, jadwal kelas sedang kosong sebab guru


berhalangan hadir. Kami memutuskan untuk merubah kelas kami
menjadi “bioskop”, dan menonton film melalui infocus. Suasana kelas
begitu gelap, anak-anak berkerumun diujung tembok. Semua mata fokus
tertuju pada fim tersebut, awalnya saya tidak menyadari ada sesuatu di
area (maaf) payudara seta bokong saya. Namun makin lama genggaman
tangan tersebut cukup kuat sehingga saya kaget bukan main, Ketika saya
sadar dan ingin berteriak teman saya malah membekap mulut saya.
Kejadian tersebut berlangsung hampir 1 menit, namun membekas di
kepala bertahun-tahun lamanya.
Duka
Tahun 2019, covid mulai mewabahi
dunia. Pandemi membuat masa SMA saya
diakhiri tanpa aba-aba. Saya pikir hanya
masa SMA saya yang direbut olehnya.
Namun ternyata tak sebatas itu. Kau tahu
apa itu? Nyawa ayah saya. Ya, saya telah
menjadi yatim,
Sebenarnya, yang pertama terjangkit covid
adalah ibu saya, ayah kekeuh menjaganya.
Kata-kata yang paling membekas dari beliau adalah “ayah terus mau jaga
mamak, mau ayah harus meninggal pun gakpapa, emang itu takdir Allah,
ayah harus jaga mamak sampai sembuh”. Bagian yang paling
menyakitkan adalah saya tak menemani beliau pada saat mengembuskan
nafas terakhirnya, ditambah semua menatap keluarga kami dengan
tatapan jijik karna ayah dimakamkan dengan peti kayu.

Beliau memang memiliki Riwayat penyakit comorbid (bawaan),


yaitu jantung, ginjal serta lambung. Beliau adalah ayah yang baik, suami
yang baik serta kakek yang baik. Beliau sempat koma tak sadarkan diri
selama beberaoa hari. Perasaan saya sangat gundah, , hanya keajaiban
dari Allah yang saya harap membuat ayah terbangun dan tersenyum
kepadaku. Qadarullah Allah mengabulkan doaku, tepat sehari sebelum
ayang meninggal, ayah membuka mata. Keluarga berderai air mata, sebab
hanya mampu berkomunikasi via video call. Kami meminta maaf jika
selama ini kami pernah berbuat salah kepada ayah dan menyemangati
ayah dengan harapan sembuh ayah tersenyum, masyaallah.

Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Malam jumat, sehari


setelah kondisi ayah membaik. Ayah dimakamkan. Semua anggota
keluarga menangis, namun diriku tersenyum. Aku terus deniak dan
membantah fakta bahwa ayah telah tiada. I think I am crazier. “engga,
ayah masi hidup kok, ayah pasti bakal kagetin iti di dalam peti”. Kata-
kata yang terus kurapal dalam hati agar menjadi kalimat penenang.

Sebelum meninggal ayah mewakafkan beberapa tanah yang ia


punya. Ayah dimakamkan di pesantren yang dibangun di bumi wakaf.
Momen mengharukan makin bertambah Ketika semua anak pesantren
tersebut turut mensholati almarhum ayah, dan adik kecil saya yang kala
itu sedang menempuh Pendidikan di Raudhatul Hasanah Medan, menjadi
imam jenazah ayahnya.
Therapy
Adapun lima tahapan penerimaan diri yaitu tahap penolakan
(denial), marah (anger), tawar – menawar (bargaining), depresi
(depression) dan penerimaan (acceptance). Pada teorinya dikatakan
bahwa individu akan melewati kelima tahap tersebut hingga akhirnya
mendapatkan penerimaan diri yang baik.
Akibat perasaan denial saya, saya memang tak merasa sedih pada saat itu.
Namun ternyata justru hal tersebut adalah bencana bagi saya dan keluarga.
3 bulan setelah kepergian ayah, keluarga sudah lebih ikhlas menerima
keadaan.

Ketika semua orang kembali menjalani aktivitas dengan normal,


kehidupan saya terganggu. Saya mulai merasa marah, gelisah dan
beberapa perasaan yang sulit saya jelaskan. Saya tak menyangka bahwa
ternyata saya belum melalui kelima tahapam proses penerimaan duka.
Tempat mengadu saya tinggallah ibu seorang, ibu saya merasa khawatir
akan keadaan saya. Hati ibu hancur ketika mengetahui anaknya tak baik-
baik saja. Beliau sigap menemui ku walaupun jarak langsa dan banda
tegolong jauh jika menyetir sendiri.

Tak perlu waktu lama, beliau membawa ku menemui psikolog di


Banda Aceh. Ternyata benar, saya terlalu memaksakan diri bahagia, saya
tak ingin ayah merasakan kesedihan yang saya alami di alam sana. Tapi
semua ini benar-benar menyiksaku. Saya harus menjalankan terapi.
Awalnya saya malu, saya takut ini adalah penyakit mental yang berujung
mempengaruhi psikis saya. Ternyata itu adalah hal yang normal, namun
saya yang terlambat merasakannya. Oiya. saya jadi sangat menutup diri
ketika fase itu terjadi padahal saya adalah manusia dengan tingkat
extrovert yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil tes mbti yang saya
jalani.

Selama 6 bulan, beribu tangisan dan tenaga telah saya kerahkan


pada terapi rutin ini. Ibu saya menemani tiap proses yang ada hingga aku
benar benar pulih.
Life is choice

Awalnya saya telah menempuh kuliah di Fakultas Keperawatan


Universitas Syiah Kuala selama 4 semester. Semua berjalan dengan
lancer, bahkan akumulasi ipk saya pada saat itu 3,94. Namun saya harus
mengikuti ujian mandiri untuk masuk Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala. Bukan pilihan yang mudah sebenarnya,
ditambah karna saya sudah pernah lulus UTBK tahun 2020.

Saya terpaksa harus membayar 250 juta hanya untuk pembangunan


saya, sedangkan ukt saya diatas 13 juta. Hal ini tentunya membuat saya
terbeban, karna tulang punggung keluarga hanya tinggal ibu seorang.
Perasaan ini sangat bimbang, keputusan ini dibuat keluarga atas wasiat
ayah sebelum meninggal ingin saya menjadi dokter.

Namun setelah saya jalani, ternyata menjadi dokter bukanlah hal


yang mudah, sepertinya saya tidak bisa cumlaude sebagai hadiah untuk
ibu saya. Bukan karna saya pasrah, saya merasa saya tidak mampu. Saya
merasa terlalu banyak kekurangan saya , berbeda dengan jaman sekolah
dulu. Tapi kuasa Allah tidak ada yang tau, saya hanya berharap akan ada
miracle yang membuat saya memakai selempang cumlaude diakhir nanti.

Dibanda Aceh, saya dibeli rumah oleh orangtua saya, ya benar.


Saya sangat kesepian disini, namun semua itu sedikit berkurang karna
prinsip “stoicism” yang saya terapkan. Toh, saya memiliki banyak teman
dan bisa me-manage apapun disini, walaupun memang sedikit struggling
untuk beradaptasi di awal sih.
Saya sadar, orangtua saya tidak selamanya hidup dan mulai sekarang,
saya harus pintar membawa diri saya untuk diterima dan disayangi orang
banyak. Semua itu insyaallah akan menjadi bekal dihari tuan anti selama
saya berkarir.

Setelah menulis ini, saya merasa sangat ingin berterimakasih


kepada ibu dian. Berkat tulisan ini saya sadar, bahwa saya adalah
perempuan kuat yang diterpa berbagai cobaan namun masih bertahan
hingga sekarang. Maaf jika terkesan mengeluh atau merasa diri ini paling
tersakiti. Saya pernah ingin menyerah dan mengakhiri hidup beberapa
kali, namun sekarang saya sadar, badai sebesar itu saja telah saya lewati,
harusnya kehidupan saya sekarang hendaknya membuat saya lebih
bersyukur.
With Love, Cute <3

Anda mungkin juga menyukai