Anda di halaman 1dari 3

Curhatan Buah Pagar Rumah yang Rusak

Oleh : Lia Indah Sari

Masa remaja adalah masa paling Indah dimana setiap orang hanya akan mendapatkan
satu kesempatan untuk merasakannya. Hai, namaku Aisyah, waktu itu aku duduk dikelas dua
SMA di kota tetangga, karena jarak rumah-sekolah yang terlampau jauh, aku memilih tinggal
di asrama siswa. Aku sangat bersyukur Allah memberiku hidup di keluarga yang berkecukupan,
dipertemukan dengan orang-orang baik dan hebat dalam perjalanan ku. Ketika itu aku tidak
mengira bahwa sesuatu yang akan datang adalah sesuatu yang buruk atau sesuatu yang tak
kuharapkan selama ini. Setiap saat ada masa dimana aku merasa hidup ini tak sesuai dengan
harapan dan keinginanku, aku akan selalu mengingat petuah dari salahsatu sahabat Rosulullah
yaitu, Ali Bin Abi Thalib. Beliau mengatakan bahwa ‘yang melawatkanmu itu bukan takdirmu
dan yang menjadi takdirmu pasti akan menemuimu’. Dari petuah tersebuat aku selalu
menanamkan dalam diriku apapun yang terjadi dalam hidupku itulah jalan terbaik yang
diberikan Allah untukku.

Masa sekolahku memasuki waktu liburan semester genap,disitulah aku ditemui dengan
sesuatu yang tidak kuinginkan, dimana ayah dan bundaku memiliki konflik yang belum
terselesaikan. Aku selalu berdoa agar konflik antara keduanya akan berakhir dengan damai,
tetapi tak kusangka aku mendapatkan kabar tidak baik dari kedua orang tuaku, bahwa mereka
memutuskan berpisah, dan dari situlah kisahku dimulai. Pada mulanya aku mengenali diriku
adalah seorang introvert, dimana memiliki karakteristik tidak suka di keramaian terutama
dengan kuantitas lawan jenis yang lebih mendominasi dan hanya akan menunjukkan diri pada
teman terdekat yang dianggap sefrekuensi. Dulu aku masih mau dan bisa berbaur dengan
masyarakat sekitar, seperti menyapa ke rumah tetangga, duduk didepan rumah untuk melihat
suasana luar yang bising,pergi ke masjid dengan senang hati untuk menunaikan sholat
berjamaah dan mengaji. Tetapi setelah ayah dan bundaku berpisah aku menjadi lebih tertutup
dan memiliki rasa percaya diri yang sangat kurang karena memiliki keluarga yang broken
home.

Dimasa aku masih duduk di bangku SMA yang kualami belum terlalu parah dan masih
bisa kukontrol karena aku berada di asrama siswa sekolahku. Tetapi pada suatu ketika aku
liburan Idul Fitri semester genap di kelas tiga, aku merasakan tekanan dari omongan
masyarakat kepada keluargaku. Awalnya kupikir ketika aku berkeliling dusun untuk menjalin
silaturahmi pada masyarakat sekitar ketika Idul Fitri akan baik- baik saja seperti sebelumya
tapi ternyata salah. Disetiap rumah yang kumasuki bersama dengan bundaku, hampir semuanya
memberiku pertanyaan ‘Ayahmu gak pulang?’ dan ketika aku jawab ayahku pulang mereka
kebanyakan memberikan balasan ‘Dimana sekarang?’, dan hal itulah yang membuatku
semakin hari semakin tertekan dengan omongan mereka. Waktu itu aku merasa jengkel dan
aku sering sekali membatin ‘Aku yakin mereka udah tau kalau ayah dan bundaku berpisah tapi
kenapa mereka tetap memberikan pertanyaan yang memancing sesuatu yang tidak suka
kubahas, jika ingin setidaknya sedikit saja menghargai perasaanku sebagai seorang anak,
mereka bisa menghindari topik pertanyaan tentang orangtua ku’. Itu yang aku rasakan ketika
ditanya tentang orangtua ku yang sudah berpisah. Mungkin aku masih bisa menahan jika itu
dari masyarakat sekitar, tetapi jika itu dari orangtuaku sendiri atau kerabatku entah yang
memancing atau bentanya langsung kepadaku, aku akan merasa sangat marah dan aku merasa
benar-benar kurang percaya diri. Dari situlah pandangan dan perlakuanku terhadap mereka
yang menyinggung orangtuaku secara langsung dengan diriku berubah. Bahkan untuk sekedar
menatap mereka dengan kedua mataku terkadang aku tidak kuat, karena aku merasa tatapan
mereka yang mulai terasa aneh kepadaku. Aku mulai jarang keluar rumah, jarang bersosialisai
dengan tetangga, jarang berangkat ke masjid dengan senang hati. Kapanpun aku mulai
menginjakkan kakiku keluar rumah rasa khawatir dan waspada akan meningkat dalam diriku,
khawatir dan waspada dengan gunjingan dan perlakuan masyarakat kepadaku. Aku merasakan
hal seperti itu dalam diriku kurang lebih selama dua tahun penuh. Aku sangat senang ketika
rasa tenang menghinggapi, tetapi sayangnya hal seperti itu tidak bertahan lama, yang kurasakan
lebig banyak rasa khawatir dan cemas.

Setelah sekian waktu, aku mulai memiliki rasa lelah dalam diriku karena tidak ada
ketenangan yang bertahan lama, terutama rumahku adalah tempatku berlabuh ketika aku
membutuhkan istirahat sejenak dari panjangnya perjalanan hidup. Dari sini aku mulai mencoba
mengubah diriku menjadi manusia yang tahan banting dengan mulai meriset dan menata ulang
mind set ku tentang kehidupan. Setiap hari aku menonton video motivasi dan membaca buku
yang membantu self developing serta tak lupa setiap aku akan memulai beraktifitas ku katakan
pada diriku ‘Kamu pasti bisa, gak perlu dengerin omongan orang karena nilai kamu tidak
terletak pada validasi orang lain dan masih banyak orang yang mau menerima kamu apa
adanya’. Harapanku ketika aku memulai ini, aku bisa menghadapi apapun yang akan menjadi
jalan hidupku dengan berdiri tegak untuk mampu melewati semuanya.
Bionarasi penulis :

Hai kenalin namaku Lia Indah Sari. Aku bukan yang paling ahli dalam menulis atau
mungkin masih amatiran tapi aku senang menulis dan bisa mengikuti lomba menulis cerpen
ini, karena dengan menulis aku bisa bebas mengekspresikan diriku seperti apa.

Anda mungkin juga menyukai