NIM : 202125007
KELAS :A
Aku yakin sebagian dari kalian pasti sudah tidak asing dengan kata introvert. Untuk
kalian yang belum mengetahuinya, simaklah kisahku ini. Semoga diakhir kisahku ini,
kalian dapat mengetahui dan memahami seorang introvert. Disini, aku akan
menceritakan tentang bagaimana aku menjalani hari-hariku sebagai seorang
introvert. Yah, Sebuah perjalanan panjang....
Awalnya aku adalah seorang anak kecil yang biasa saja. Sama seperti dengan
anak-anak lainnya. Kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan dan canda tawa.
Namun, lambat laun semua itu berubah. Aku mulai mendapat celaan, ejekan,
sindiran atau apapun namanya dari teman-teman sebayaku. Mereka mengejekku
karena fisikku. Memang, sejak kelas 3 SD fisik ku mulai berubah. Fisikku menjadi
Gemuk dan sangat Gemuk. Merekapun mulai mengejekku. Bukan hanya soal fisik,
tetapi juga ada hal lain yang membuat mereka mengejekku. Hingga aku pernah
menangis di kelas karena mereka. Aku lemah, sangat lemah. Aku tidak berdaya
menghadapi mereka. Aku hanya diam. Aku tidak bisa membalas mereka. Aku tidak
berani. Sungguh, semua itu membuat hatiku sakit. Ketika mereka mengejekku, aku
hanya diam. Namun, sebenarnya batinku menangis. Perih. Perih sekali. (Mengenang
kejadian itu membuatku merasakan rasa sakit itu lagi T.T).
Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya berusaha menahan rasa sakit itu.
Berusaha menahan agar air mataku tidak jatuh. Ketika sampai di rumah aku tidak
menunjukkan kesedihanku itu pada ibu. Aku tidak mau membuat ibu sedih. Yang aku
lakukan adalah masuk ke dalam kamar dan menangis sepuasnya di sana. Aku
mengadu pada Allah. Aku sempat menanyakan keadilan kepadaNya. Ya Allah,
Kenapa aku seperti ini, kenapa aku tidak sama dengan mereka. Kenapa aku tidak
seperti anak-anak pada umumnya. Kenapa aku berbeda. Kenapa aku lemah.
Kenapa ya Allah, kenapa ?? Pertanyaan itu selalu ada dalam diriku dan selalu aku
luapkan saat aku menangis di dalam kamar. Tidak pernah ada yang tahu jika aku
selalu menangis di dalam kamar. Tidak ada.
Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Aku mulai meninggalkan teman-temanku di
SD. Aku selalu berdoa agar ketika aku masuk SMP aku memiliki teman-teman yang
baik dan tidak ada lagi yang mengejekku seperti di SD dulu. Tahun 2015 aku
diterima di salah satu MTS Negeri di Maluku Utara. Aku senang sekali. Karena MTS
itu adalah MTS favoritku. Saat pertama kali masuk, aku melihat teman-temanku baik.
Tidak seperti di SD. Benar saja. Aku memiliki sahabat baik disana. Namun, tetap saja
ada seorang teman yang suka mengejek fisikku. Sedih rasanya, namun, rasa sedih
itu terobati karena aku memiliki teman-teman yang baik. Yah, kehidupan ku di MTS
bisa dibilang lebih baik dibandingkan ketika aku di SD. Namun, rasa itu muncul lagi.
Pertanyaan itu muncul kembali. Saat itu, aku adalah seseorang yang cupu, pendiam,
dan bukan orang yang supel. Entah kenapa, aku selalu mempertanyakan itu. Aku
selalu melihat diriku tidak sama seperti teman-teman sebayaku pada umumnya. Aku
merasa tidak ada orang yang seperti diriku. Aku merasa berbeda. Aku selalu
bertanya “siapa aku ?” Kenapa aku seperti ini? Apa yang membuatku seperti ini?
Apa yang membuatku tidak sama dengan mereka? Apa yang salah pada diriku ?
Apa yang harus aku lakukan supaya dapat seperti mereka? Sungguh, aku tidak
mengerti dengan semua ini. Aku tidak mengerti....
Tiga tahun berjalan dengan cepat dan tak terasa aku memasuki masa-masa MA.
Disinilah aku mengalami perubahan yang signifikan. Ketika MA aku mulai diet dan
berolahraga. Fisikku mulai ideal, tidak seperti dulu yang sangat gemuk. Dan disini
aku adalah seorang yang sangat dipandang oleh teman-teman sebayaku. Mereka
memandangku karena aku adalah orang yang selalu mendapat peringkat 1 di kelas.
Sebenarnya aku tidak menginginkan hal itu terjadi. Aku tidak suka menjadi pusat
perhatian dan aku tidak suka menjadi orang yang dianggap pintar. Karena, aku
sendiripun merasa tidak pintar. Selama sekolah, aku hanya berusaha belajar
semampuku. Aku melakukan itu karena aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku
yang sudah bersusah payah membiayai sekolahku. Namun, entah kenapa aku selalu
mendapat gelar juara kelas dan juara umum. Tapi, biarlah. Anggap saja semua itu
untuk membahagiakan kedua orang tuaku. Membuat mereka bangga denganku.
Meskipun sebenarnya aku tidak ingin seperti itu..
Ketika masa transisi, aku selalu berusaha agar orang lain tidak menganggapku
sebagai orang yang pendiam, cupu, dan sebagainya. Yah, ketika kuliah. Aku berjanji
pada diriku bahwa aku bisa seperti para ekstrovert yang aktif. Untuk itulah aku selalu
rajin ke perpustakaan untuk membaca buku. Aku mempelajari apa yang akan
dipelajari besok. Supaya aku bisa aktif bertanya di kelas. Dan aku selalu belajar
untuk menjadi seorang presentator yang baik. Alhamdulillah semua itu tercapai. Aku
mampu menjadi presentator yang baik. Meskipun aku tidak bisa berdebat, namun
aku bisa menyampaikan materi dengan baik. Tetapi tetap saja sifat introvert ku
datang kembali. Tidak bertahan lama, aku menjadi seorang yang tidak aktif bertanya.
Menjadi seorang pendengar setia. Dan pada akhirnya, pandangan teman-temanku
yang dikuliah masih sama dengan teman-temanku sebelumnya. Mereka
menganggapku orang yang pendiam, kuper, kutu buku, rajin dan jarang mau jika
diajak main keluar jauh. Orang-orang bilang aku sombong. Kenyataannya aku ingin
berteman, tetapi rasa malu dan gelisah menahanku. Trauma pertemanan di masa
lalu mengintaiku. Orang-orang bilang aku antisosial. Sebenarnya, aku ingin bergaul.
Tetapi, setiap kali aku memulai pertemanan, aku selalu merasa tersisihkan. Pagar
dan jarak yang terbangun di hadapanku. Pemikiran yang tak pernah sejalan.
Candaan di luar batas.
Aku seperti orang luar yang tak tahu ke mana harus pulang. Teman terasa seperti
formalitas. Jadi, aku berjalan sendirian, bersama kesepian sang teman lama. Orang-
orang pasti kasihan padaku. Ini memang berat dan menyedihkan. Tetapi, yang orang
tidak tahu. This loneliness is a blessing in disguise (Kesepian ini adalah berkah yang
disamarkan).
Dan, jika aku tak pernah menjadi introvert yang kesepian, mungkin aku tak akan
berpikiran seperti ini, mungkin aku tak pernah bisa menulis ini. Nyatanya, kau duduk
di hadapan gadgetmu, membaca tulisan ini, lalu tersenyum.
“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal ia amat baik untukmu, dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak tidak baik bagimu. Allah
mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [Q.S 2:226]
Apa pun itu, choose to believe in Allah (Percayalah pada Allah). Dengan prasangka
yang baik.
Yah, aku memang bukan orang yang suka berada di luar rumah untuk hal-hal yang
aku anggap tidak penting. Aku juga tidak suka jika terlalu lama berada di tempat
yang suasananya ramai. Entah kenapa, akupun juga terkadang bingung jika bertemu
dengan orang. Aku bingung harus berbicara apa. Aku tidak pandai memulai
pembicaraan. Dan jikalau aku memulaipun, pasti hanya pembicaraan singkat saja.
Dan aku lebih banyak menjadi pendengar dibandingkan pembicara. Tetapi, jika aku
berbicara dengan sahabat terdekatku, aku bisa menceritakan apapun dengn panjang
lebar. Sangat berbeda jika aku berbicara dengan temanku yang lainnya. Yah,
begitulah aku....
Ketika kuliah pun aku berusaha menghilangkan sifat introvertku ini dengan
mengikuti kegiatan organisasi. Alhamdulillah, sifat introvertku ini bisa berkurang. Aku
pernah dua kali menjadi ketua acara. Itu prestasi yang baik untukku. Hanya saja,
memang tidak bisa sepenuhnya sifat introvertku ini hilang. Ketika di organisasipun
aku hanya berbicara jika hal itu penting. Jadi, tak heran jika aku menjadi anggota
yang lebih pendiam dibanding dengan anggota lainnya. Yah, sifatku ini terkadang
membuatku sedih. Entah kenapa, semua pertanyaan itu seketika muncul kembali.
Dari dulu hingga sekarang...
Aku selalu mencari jawaban dari setiap pertanyaanku itu. Aku mencarinya
darimanapun. Aku sering membaca buku tentang motivasi dan juga novel-novel yang
aku anggap mampu memberikan jawaban dari pertanyaanku tersebut. Aku juga
sering memperhatikan keadaan sekitarku. Aku berharap aku bisa menemukan
jawabannya. Bahkan aku selalu bertanya kepada Nya di setiap shalatku. Dulu, aku
tidak mengetahui bahwa diriku ini adalah seorang introvert. Aku baru mengetahuinya
sejak usiaku 18 tahun. Informasi itu aku dapatkan dari sebuah buku psikologi yang
menerangkan tentang kepribadian seseorang. Aku mendapatkan buku itu di
perpustakaan kampus. Saat itulah, aku mengetahui bahwa aku adalah seorang
introvert. Yah, akhirnya pertanyaan terbesar dalam hidupku tentang siapa aku
terjawab sudah..
Jujur, aku sedih saat mengetahui bahwa aku adalah seorang introvert. Banyak
sekali derita yang harus dihadapi oleh seorang introvert. Terkadang orang lain
terutama seorang ekstrovert tidak bisa memahami seorang introvert. Banyak sekali
yang tidak diketahui oleh seorang ekstrovert tentang kami seorang introvert. Justru
mereka sering mencap kami sebagai orang yang tidak baik. Mereka sering
menganggap diriku adalah orang yang sombong. Jika, aku boleh jujur. Sebenarnya
sama sekali aku tidak ada niatan seperti itu. Aku sebenarnya ingin sekali bisa
bebicara panjang lebar dengan mereka. Ingin sekali. Namun, aku tidak tahu
bagaimana aku harus memulainya. Akut tidak tahu.
Andai kalian tau bagaimana sebenarnya hati ini sangat menyayangi kalian teman-
temanku. Meskipun kita jarang ngobrol, tetapi aku selalu mendoakan kalian.
Meskipun aku tidak pernah ikut acara jalan-jalan kelas, aku tetap menganggap kalian
adalah temanku. Aku bangga memiliki teman seperti kalian. Kalian yang bisa selalu
menghibur di kelas. Kalianlah yang mampu menghidupkan suasana di kelas menjadi
ramai. Kalian tau, hatiku sangat terhibur dengan adanya kalian, Denagn semua
tingkah laku dan canda tawa kallian. Andai kalian tau bahwa aku sangat menyayangi
kalian..
Meskipun masa lalu itu menyakitkan, namun aku tak pernah larut dalam kesedihan.
Masa lalu sudah berlalu, kini aku akan menatap masa depan yang lebih cerah. Aku
akan hanya fokus pada masa kini yang akan membawaku pada masa depan. Biarlah
masa lalu itu menjadi memori tersendiri dalam sudut pikiranku. Menjadi sebuah
penguat langkahku. Agar selalu tetap kuat dalam menghadapi setiap masalah yang
hadir dalam kehidupannku.