Transkrip Wawancara
Nama : IL
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : S2
Status : Menikah, pernah mempunyai 1 anak perempuan
Bari Kod Hasil Wawancara Analisis
Selasa, 1 November 2011/ 47 menit 29 detik
s e
Itr Nah begini pak, yang pertama, bagaimana penilaian bapak terhadap diri
bapak sendiri?
S1. Itee Saya menilai diri saya sendiri ya, sebenarnya terus terang saya orangnya Sebenarnya saya orangnya
W1. tertutup dalam artian karena saya dosen maka saya harus membuka diri dari tertutup,pendiam dan pemalu.
P1 sifat tertutup saya. Saya kan sebenarnya orangnya pendiam bu, pemalu juga, Seakan-akan saya memiliki 2
jelas, kalau pendiam mungkin nggak terlalu ya tapi kalo pemalu jelas. Saya sifat dalam waktu yang
akan open, terbuka kalau saya sudah mengenal orang, tapi pada posisi tidak bersamaan yaitu saat tidak
mengenal saya akan lebih banyak diam. Setelah saya kenal baik baru muncul mengenal orang dengan baik
sifat saya yang seneng guyon, open. Jadi seolah-olah saya punya 2 sifat dalam saya akan menjadi pendiam,
waktu yang bersamaan. Pada saat saya ndak kenal baik dengan orang saya dan merasa takut dengan
akan pendiam, saya takut jangan-jangan orang itu tidak respek dengan saya. respon orang lain terhadap
Nah akalu sudah kenal baik, saya lebih banyak ngomong, bercerita, bahkan saya. Dan jika sudah kenal
membangun pembicaraan yang lebih dalam. Termasuk kalau punya masalah. baik dengan orang lain, saya
Saya memang jarang cerita masalah ke orang lain kecuali orang tersebut tahu lebih banyak bicara, bercerita,
160
sendiri. Dan saya cerita ke orang lain pun hanya tertentu, kalau saya sudah bahkan membangun
dekat sekali. Selama ini ada satu dosen yang saya dekat sekali sehingga saya pembicaraan yang lebih dalam
biasa mem-floor-kan masalah saya. Pada keluarga pun saya cerita pada termasuk dengan masalah
keluarga yang bisa member solusi, kalau tidak ya saya tidak cerita kecuali pribadi saya menceritakan
kalau keluarga itu melihat langsung apa yang terjadi. Sebelum berkeluarga dengan orang-orang tertentu
kalau ada apa-apa cerita dengan orangtua jelas ya, tapi setelah berkeluarga yang saya anggap dapat
saya dengan istri. Dengan mertua jarang, dengan keluarga besar pun jarang. memberi solusi.
Kalau kita ada masalah saya oleh dengan istri saya, dibingkai baru keluarga
besar tahu. Seperti halnya saya tinggal di perumahan yang sudah saya anggap
seperti keluarga besar ya, saya bisa open ke mereka, kalau yang sepuh
manggilnya bukan pak bu tapi bude pakde. Sekarang esensinya malah
mengarah ke mereka itu keluarga besar saya. Saya open, mereka
mengingatkan, kayak orangtua lah, apalagi saya disitu kan seperti pengantin
muda dalam artian kita disitu kan keluarga yang paling muda. Jadi kita dibina
gitu, nah jadi sifat saya yang pendiam itu kalau di kampung malah jadi
terbuka sekali. Malah pertemuan di kampung itu kalo tidak ada saya seolah
tidak rame.
Itr Sejak dulu panjenengan begitu atau sekarang saja pak?
Itee Dari dulu saya memang begitu, sejak saya masih sekolah ya. Kalau nggak Sejak masih sekolah saya
deket ya nggak banyak ngomong. Misal dalam forum gitu saya grogi ya kalau tidak bayak ngomong dengan
mau ngomong. Kecuali kalau secara personal sudah kenal, ya didalam forum orang yang tidak saya kenal
bisa banyak ngomong. Kalau dalam forum itu banyak yang saya tidak kenal, termasuk dalam suatu forum
saya akan lebih banyak nggak ngomong, pasif. saya akan lebih banyak pasif
161
ndak suka. Yo wis pokoknya saat itu saya sekolah, belum focus ke masa
depan, sementara mereka sudah. Mohon maaf kadang kalau saya dipanggil
dalam forum facebook gitu saya ndak pernah muncul. Saya takut mereka
tidak menghargai saya, dan ketakutan itu muncul saat saya sudah bekerja.
Memang teman-teman saya orang-orang besar semua. Jadi kalau pas ada
acara, ulang tahun fakultas saya diundang tapi saya masih ketakutan apakah
mereka bisa menerima saya menghargai saya. Ini latar belakang yang sampai
sekarang masih menakutkan saya. Saya tahu itu sudah tidak objektif tapi saya
masih merasa ketakutan.
Itr Perasaan itu muncul sejak kapan pak?
Itee Itu itu semenjak saya lulus kuliah S1 ya. Yang namanya di Farmasi kan sibuk semenjak saya lulus kuliah S1,
sekali ya, harus buat laporan ini itu, nah saya kan malas ya kadang-kadang farmasi kan sibuk sekali harus
buat laporan saya pinjam. Itu merepotkan buat mereka. Sehingga kalau saya buat laporan ini itu,kadang-
dating ke komunitas mereka mungkin saya nomor berapa lah, mereka tidak kadang saya malas membuat
nyaman. Dan pada saat itu saya juga tidak nyaman. Tapi saya tidak berpikir laporan, Sehingga kalau saya
saya mau merubah, itu kekeliruan saya. Ketakutan-ketakutan itu terakumulasi datang ke komunitas mereka
sampai sekarang sehingga saya tidak mau bertemu mereka. Takutnya mereka mungkin tidak nyaman. Dan
melihat saya mohon maaf dari segi materi, kesuksesan diukur dari materi. pada saat itu saya juga tidak
Padahal setelah sekarang saya berkeluarga esensi keberhasilan bukan itu, saya nyaman.
dan istri saya sudah sepakat itu, tapi ketakutan saya masih ada. Memang
kebanggaan tidak mutlak pada materi, itu saya rasakan setelah berkeluarga.
Adanya perhatian, saling menghargai, itu lebih esensial.
Itr Maaf pak kejadian waktu panjenengan kualiah itu tahun berapa?
163
Itee Itu tahunsebentar, saya masuk angkatan 1989. Dan memang sejak SD, Saya masuk angkatan 1989.
SMP, SMA saya memang tidak suka belajar, saya sukanya hura-hura, belajar dan memang sejak SD, SMP,
nomor berapalah. Dan itu terbawa sampai saya masuk fakultas Farmasi SMA saya memang tidak suka
UGM. Lucunya hura-huranya tidak punya duit. Terus terang saya dari belajar, saya sukanya hura-
keluarga tidak mampu, dulu mau makan saja susah. Saya 9 bersaudara, hura, belajar nomor kesekian
sekarang dari bersembilan istilahnya saya yang paling tidak punya. Memang kalinya. Dan itu terbawa
bapak saya dulu pernah jaya, tapi karena bermain di bisnis property sehingga sampai saya masuk fakultas
hancur total sampai tidak bekerja sehingga yang mencari nafkah ibu saya. Ibu farmasi UGM. Lucunya hura-
saya kan pegawai negeri kemudian pensiun dini, kan dapet pesangon ya tapi huranya tidak punya uang.
ya nggak cukup wong untuk 9 orang anak. Terus terang saya dari
keluarga tidak mampu, dulu
mau makan saja susah. Saya 9
bersaudara, sekarang dari
bersembilan istilahnya saya
yang paling tidak punya.
Itr Panjenengan anak terakhir ya pak?
Itee Nggak saya kakang ragil, nomor 8. Nah karena nggak cukup itu maka ibu Saya anak nomor 8, saya
saya, saya sering membantu keluarga kakak ibu saya. Kebetulan kakak saya sering membantu ibu dan
ada yang berkorban tidak sekolah, dia jualan, jualan tahu susur, macem- kakak saya, sampai kakak
macem, saya yang nyetori ke warung-warung. Kebetulan ada kakak saya saya yang difakultas UGM
yang di fakultas Hukum UGM punya ide piye nek nggawe catering. Dari puny aide untuk membuat
situ kakak saya yang STM bisa masuk ke PT Badak pelan-pelan dari segi ketering dan sejak itu pelan-
finansial mulai baik. Penghasilan dari kakak-kakak saya itu untuk sekolah pelan keuangan kami mulai
164
adik-adiknya sampai lulus. Begitu seterusnya sehingga sampai sekarang bisa membaik,
dikatakan berhasil semua. Apalagi kakak saya ada yang jadi pejabat juga. Itu
sekarang. Duku ketika saya kuliah, meskipun saya dibiayai oleh akak saya,
saya dianggap sebagai anak yang tidak mampu ya, sehingga saya dapat
beasiswa, supersemar ya waktu itu. waktu itubeasiswa supersemar kan IP
minimalnya 2,5 atau 2,7 gitu dan saya memenuhi. Lucunya setelah dapat
beasiswa saya tidak juga konsentrasi belajar. Lha itu salah saya. Makanya
berkali-kali dengan istri saya, saya bilang kalau teman-teman tidak
menghargai saya sebenarnya bukan salah mereka. Karena pada saat itu
memang saya tidak suka belajar. Sukanya main, kalau ada ospek, piknik,
Ilham yang maju. Ospek 3 kali di UGM saya jadi kakak yang tergalak.
Karena memang itu adalah media untuk menunjukkan diri saya, disitu kan
tidak butuh orang pinter. Temen-teman saya kan tidak banyak yang ikut itu.
Jadi saya jadi yang tergalak, yang favorit disitu yak arena saya memang
berbeda dengan mereka. Kembali lagi kalau teman-teman tidak menghargai
saya itu bukan salah merea, itu salah saya, yaitu tidak menempatkan diri pada
komunitas mereka. Tapi intinya jangan terulang pada anak saya, belajar harus
nomor 1, tidak harus kutu buku, kemudian bisa menempatkan diri. Nah saya
tidak bisa memilah waktu itu. Kalau teman-teman saya pada belajar, pulang
kuliah ya belajar, bahkan ada yang nambah ikut les ini itu. Kalau saya tidak,
ya main. Bahkan karyawan di fakultas itu bilang kalau saya itu rumahnya di
kampus, ya sudah pokoknya di kampus main. Saya sampai malam pun disitu,
165
Itee Oh iya berarti. Memang dari segi salary disini tidak berarti apa-apa, tapi ada Dari segi gaji disini tidak
kenyamanan bagi saya. Kenyamanan bahwa saya diakui, diakui bahwa pak berarti apa-apa, tapi ada
Ilham bisa, walaupun waktu kuliah dulu saya tidak bisa karena memang tidak kenyamanan bagi saya.
belajar. Tapi disini sedikit demi sedikit saya belajar dan mahasiswa mulai Kenyamanan bahwa saya
menganggap saya itu berarti kepuasan besar bagi saya. diakui, diakui bahwa pak
Ilham bisa. Tapi disini sedikit
demi sedikit saya belajar dan
mahasiswa mulai menganggap
saya itu berarti kepuasan besar
bagi saya.
Itr Sebetulnya dulu prestasi juga ya pak, panjenengan bisa masuk di fakultas
Farmasi sebuah fakultas yang cukup bergengsi di UGM lagi sebuah
universitas terkemuka.
Itee Saya sekolah itu mencontoh kakak-kakak saya. Saya dulu kan dari SMP 6 Saya sekolah itu mencontoh
Jogja, nah kakak saya pas itu kan pinter sekali, dia masuk di SMA teladan kakak-kakak saya. Bapak saya
sehingga saya pun di-dril. Bapak saya pun menekankan, kita dari orang tidak pun menekankan, kita dari
mampu, semuanya harus sekolah, harus pinter, harus bisa. Jadi kita di-dril orang tidak mampu, semuanya
untuk belajar dan bekerja, belajar dalam kondisi terbatas. termasuk saya, saya harus sekolah, harus pinter,
juga di-dril supaya bisa seperti kakak saya masuk di teladan. Saya harus harus bisa. Jadi kita di-dril
masuk disitu, nah ternyata saya sudah bersaing ketat tapi tidak bisa, untuk belajar dan bekerja,
kemampuan kita berbeda. Akhirnya saya tidak masuk, dan saya masuk di belajar dalam kondisi terbatas.
Muhammadiyah I. Di Muhi saya di kelas biologi menjadi salah satu siswa
yangee itu lho kalau dulu kan ada jalur siswa berprestasi sehingga kalau
167
keterusan, nah waktu itu kebetulan kakak saya sudah bekerja dan saya diberi
uang, ya saya hura-hura, tapi karena yang dipandang adalah orangtua
makanya saya masih bisa dapet supersemar ya karena orangtua saya
dipandang tidak mampu. Nah kebanggaan saya di farmasi itu begini, ada
salah satu teman saya yang tidak terlalu kutu buku, dia juga suka hura-hura
tapi dia suka berorganisasi dan suka nulis trus dimasukkan ke opini di Koran
dan dapet uang banyak. Saya liat kok gampang banget, jadi dosen memberi
kuliah lalu diolah, ditulis masuk Koran dan dapet uang, lho kok bisa.
Akhirnya saya otodidak belajar nulis, kalau temen saya itu kan memang ikut
jurnalistik ya, akhirnya saya mencoba menulis masalah kesehatan dan
akhirnya bisa muncul di Koran. Pada saat itu kami berdua menjadi acuan di
fakultas Farmasi, bahwa kami 2 orang adalah yang sering menulis di Koran.
Semakin saya dapat banyak uang semakin saya tidak suka ilmu semakin saya
suka hura-hura itu tadi. Awalnya saya nulis di KR (Kedaulatan rakyat) saya
dapet 75 ribu, waktu itu banyak ya, lalu saya coba di Kompas, di lain lagi
ternyata lebih banyak lagi. Tapi tetap teman-teman saya tidak menagnggap
karena tulisan itu tidak dianggap ilmiah karena saya memang sudah dianggap
seperti itu, jadi Ilham itu lewat lah meskipun saya bisa seperti itu. Jadi itu
kebanggaan saya meskipun itu tidak menghapus memori saya tentang teman-
teman yang begitu yang tidak menganggap saya. Tapi itu tetap kebanggaan
saya, jadi saya bisa menulis dan ilmunya sekarang bisa saya gunakan untuk
mengajar disini. Harapan saya suatu saat kalau kita ketemu kalau saya sudah
169
siap, dengan kondisi saya sekarang, mereka bisa menghargai saya. Ketakutan
sayajuga mereka kan sudah menjadi pejabat, menduduki posisi penting di
industry farmasi yang besar, nah ketakutan saya juga apakah mereka
menganggap saya nggak dengan kondisi saya sekarang.
Itr Padahal mungkin mereka sudah lupa ya pak, sudah tidak memikirkan?
Itee Masalahnya mereka memonitor saya terus, saya ditelpon, tapi tidak saya mereka memonitor saya terus,
angkat. Saya ketakutan. Apalagi kemarin masih ada anak saya seperti itu. Itu saya ditelpon, tapi tidak saya
menjadi beban buat saya karena mereka nanti akan bertanya tentang itu dan angkat.
saya belum siap menceritakan, kecuali mereka lihat sendiri atau sudah tahu
dari orang lain. Kalau saya harus bercerita dan mereka sudah tahu, saya tanpa
beban. Tapi kalau mereka belum tahu dan aya harus bercerita itu yang
membuat beban bagi saya. Missal pas jalan-jalan mereka lihat lalau Tanya
lho anakmu kenapa? saya ndak masalah cerita. Tapi kalau mereka belum
tahu, nah saya berat, pada saat itu saya menganggap itu berat, sehingga berat
sekali waktu itu karena dengan latar belakang saya begitu dan saya diberikan
anak yang khusus seperti itu bukan kurang ya. Dan itu menjadi akumulasi
beban yang sangat berat buat saya. Dan saya takut bertemu mereka. Pertama
kondisi keluarga saya dulu seperti itu. Tapi setelah sekarang tidak ada anak
saya, malah tambah berat lagi karena nanti ditanya lho kamu belum punya
anak to?. Nah itu saya belum siap, bukannya tidak siap ya. Jadi gini kalau
saya harus ketemu dengan teman-teman saya dulu dan di-set, saya belum
siap, tapi kalau ketemu di jalan tidak di-set saya siap. Jadi tidak direncanakan
ya, bukan ketemu dalam reuni gitu karena saya terbebani dengan pikiran nek
170
ono pertanyaan ngene jawabane opo yo?. Istri saya pun juga gitu. Itu
membuat saya tidak nyaman. Tapi kalau ketemu dijalan kan memang harus
ngomong. Buat saya menyiapkan jawaban itu sangat berat, itu sangat pribadi.
Tapi itu tadi, saya dan istri saya saling menguatkan terutama dari segi agama.
Kalau orang lain itu hanya penunjang saja, tapi utamanya agama. Insya allah
kalau kita belajar, paham, kita akan kuat dan orang lain akan memperkuat.
Karena keikhlasan itu diperoleh tidak dari orang lain tapi dari agama. Dari
agama kita tahu masalah kesabaran dan pentingnya keikhlasan. Karena orang
lain, keluarga, teman kan hanya pada saat tertentu datangnya. Nah oleh sebab
itu saya dan istri saya, kita berdua saling menguatkan, karena kalau tidak
begitu nanti waktu down kan gimana.
Itr Nah dulu sebelum panjenengan bisa ikhlas, sementara masalah yang ada
begitu kompleks dan tidak dihargai, itu sampai membuat perhatian terkuras
kesitu dan energy penjenengan kayak habis gitu pak, nggak bisa ngapa-
ngapain?
Itee Kalau dulu waktu masih hura-hura nggak. Tapi setelah saya lulus, bekerja, Kalau dulu waktu masih hura-
lalu ketemu temen-temen. Pemikiran itu muncul ketika saya selesai kuliah. hura tidak. Pemikiran itu
muncul ketika saya selesai
kuliah.
Itr Jadi dulu nggak berpengaruh lalu setelah lulus jadi berpengaruh ya pak?
bagaimana itu ceritanya pak?
Itee Jadi gini, dulu waktu kuliah kan ada temen deket sekali, sering bareng, sama-
sama dari jogja juga. Nah setelah jadi orang, ditelpon aja ndak mau. Waktu
171
lebaran saya juga kesana, dia sedang ke tempat istrinya, tapi dia juga tidak
lalu ngabarke, saya bingung juga. Lalu saya bilang ke diri saya ah mungkin
karena dia sudah jadi orang. Nah tapi dia dengan komunitasnya sekarang,
teman-teman kita satu angkatan yang sama-sama kerja di Jakarta masih
bersilaturahmi terus. Suatu saat saya ketemu dengan istrinya di Semarang,
saya minta nomer telponnya, lalu titip salam tapi dia tidak kirim salam balik
gitu. Lalu saya telpon juga tidak diangkat, lalu ya sudahlah. Sejak saat itu,
saya berpikir ah ya sudah mungkin dulu ada sesuatu yang tidak bagus pada
saya, mungkin dipikirnya Ilham itu orange senenge mung hura-hura thok,
mung guyon thok. Buat mereka mungkin guyon hanya dengan orang yang
secara materi sama, mungkin saya dianggap kurang berhasil. Nah kurang
berhasilnya itu ya. Saya tidak tahu apakah dia juga mempunyai perasaan yang
sama dengan saya, mungkin itu hanya ketakutan saya. Saya menyimpulkan
demikian. Saya orang yang paling mudah menyimpulkan walaupun belum
tentu benar. Mungkin sebenarnya dia juga masih silaturahmi dengan teman
saya yang tidak berhasil juga, teman saya kan banyak ya dan mungkin tidak
semuanya berhasil. Ya ini hanya ketakutan saya, kesimpulan saya begitu.
Sebenarnya kesimpulan ini tidak menguntungkan saya. Karena gimana ya,
dulu pas kuliah ketika teman-teman sedang membicarakan sesuatu lalu saya
dating, pembicaraan bubar, bukan pergi tapi mereka jadi diam. Mungkin
mereka berpikir nek Ilham teka mesti arep nyilih iki nah itu mungkin beban
buat mereka. Di Farmasi kan berat ya, laporan ini itu, nah saya kan paling
172
tidak suka masuk lab, tidak suka masuk perpus. Itulah, saya tidak
menyalahkan mereka, tapi itu membuat saya ketakutan. Itu salah saya, karena
pada saat itu saya tidak bisa berkonsentrasi padahal saya masuk ke
lingkungan yang ilmiah. Kenapa saya berpikir begitu, karena ndilalah saya
sekarang masuk di lingkungan ilmiah. Saya belajar, saya melihat mahasiswa
yang tidak belajar ini mengganggu memang, mengganggu orang yang mau
belajar. Jadi saya menyimpulkan, oh ternyata saya dulu seperti ini. Itulah
starting point-nya.
Itr Panjenengan mau berbesar hati mengakui itu ya pak?
Itee Oh saya mengakui kepada istri saya, saya tidak mau anak saya seperti itu. saya mengakui kepada istri
Belajar nomor 1, kalo yang lainnya itu uba rampe. Harus belajar secara saya,saya tidak mau anak saya
ilmiah, bicara ilmiah. Kalau sudah begitu nanti di lingkungan yang seperti itu. Belajar nomor 1,
bagaimanapun akan lebih mudah masuk, mudah menyesuaikan. Sebaliknya Harus belajar secara ilmiah,
kalau di lingkungan tidak ilmiah ya yang ilmiah jangan masuk, karena kita bicara ilmiah. Kalau sudah
akan dihindari orang, disitu wacananya bukan wacana ilmiah. Misalnya di begitu nanti di lingkungan
acara silaturahmi itu kan bukan acara ilmiah, jadi harus pinter-pinter melihat yang bagaimanapun akan
situasi. Yang penting ilmiah dulu yang masuk, nanti yang lainnya mengikuti. lebih mudah masuk, mudah
Saya tidak mau anak saya seperti saya, tidak dilihat orang, kamu harus gini- menyesuaikan. Sebaliknya
gini nduk. kalau di lingkungan tidak
ilmiah ya yang ilmiah jangan
masuk, karena kita akan
dihindari orang, disitu
wacananya bukan wacana
173
pejabat ojo sok. Nah saya lindungi bawahan saya, saya lebih baik bertempur
dengan atasan saya. Bawahan saya itu menganggap saya bisa ngayomi
mereka, melindungi, jadi saya juga berharap kelak kalau saya jadi orang kaya
pun saya akan tetap menghargai mereka. Nah waktu itu saya kan dekat sekali
dengan yang punya pabrik, dekat sekali, tapi karena saya melindungi
bawahan saya dia jadi tidak suka. Kemudian saya memilih untuk keluar, pada
saat itu bawahan saya menangis semua karena mereka merasa saya bisa
melindungi mereka.
Itr Waktu itu ada kejadian apa pak, apakah ada bawahan panjenengan yang
melakukan kesalahan lalu panjenengan melindungi dia gitu?
Itee Menurut saya itu trik atasan. Jadi ada anak buah saya dia sudah kerja sekian Menurut saya itu trik atasan.
tahun lamanya, tapi kesejahteraannya cuma kayak gitu. Saya merasa begini, Jadi ada anak buah saya dia
saya dapat bekerja dengan baik kan karena bawahan saya juga. Sementara sudah kerja sekian tahun
mereka jam kerja ditambah tapi tidak disertai dengan jaminan kesehatan dan lamanya, tapi
kesejahteraan yang layak, toh perusahaan ini untung besar kan karena kerja kesejahteraannya hanya begitu
keras mereka juga, gaji juga tidak dinaikkan, saya tidak terima mereka saja. Saya merasa begini, saya
dibegitukan. Akhirnya saya mengusahakan dan dia tidak langsung naik dapat bekerja dengan baik kan
banyak tapi posisinya naik terus ya otomatis gajinya sedikit demi sedikit naik. karena bawahan saya juga.
Tapi ternyata diatas masih menekan anak buah saya yang lain, saya bilang ini Sementara mereka jam kerja
nggak bener, akhirnya saya bentrok dengan mereka ya sudah saya keluar. ditambah tapi tidak disertai
Temen-temen saya di balai POM juga bilang atasa saya itu nggak fair, mereka dengan jaminan kesehatan dan
mau menindak cepat tapi pekewuh dengan saya karena waktu itu saya ada kesejahteraan yang layak, lagi
disitu, kami satu almamater. Nah bawahan saya menangis tuh, sampai mereka pula perusahaan ini untung
175
datang piye carane saya ojo nganti metu. Tapi saya tetap keluar, disamping besar kan karena kerja keras
anak saya butuh perhatian lebih, saya harus bolak-balik Jakarta. mereka juga, gaji juga tidak
dinaikkan, saya tidak terima
mereka dibegitukan.
Itr Oh waktu itu panjenengan sudah punya anak waktu di industry?
Itee Oh sudah, jadi saya lulus 1995 langsung bekerja disitu sampai saya punya saya lulus 1995 langsung
anak. Nah itu yang menyebabkan kenapa saya dengan bawahan dekat, bekerja disitu sampai saya
mungkin itu juga yang membuat saya dianggap mungkin sebagai pribadi yang punya anak, berbeda dengan
menyenangkan di lingkungan rumah saya. Saya seneng guyon, disamping itu dulu waktu saya kuliah,
kalau membantu kan saya seperti membantu keluarga ya. Dimata tetangga sekarang saya merasa
saya, mungkin mereka melihatnya kami keluarga yang isine mung seneng dihargai, termasuk di
thok, kami juga selalu menghargai orang lain, kalau menolong orang lain pun lingkungan ilmiah di tempat
kami ringan tangan, tidak berat dalam menolong. Saya tidak keberatan saya bekerja, itu yang
menolong disamping saya juga seneng guyon, jadi mungkin kami dianggap terpenting bagi saya.
menyenangkan. Nah berbeda dengan dulu waktu saya kuliah, sekarang saya
merasa dihargai, termasuk di lingkungan ilmiah di tempat saya bekerja, itu
yang terpenting bagi saya. Cuma memang untuk ketemu dengan teman-teman
dulu saya belum siap. Mungkin itu tidak fair ya kejadiannya kan sudah
bertahun-tahun yang lalu, tapi kemarin kira-kira setengah bulan yang lalu kan
ada lustrum fakultas Farmasi, saya diwanti-wanti ayo kudu dating, saya
bilang iya, tapi dengan berbagai alasan saya tetap tidak dating. Sebenarnya
alasan itu hanya saya buat-buat karena saya belum siap. Tapi nanti insyaallah,
sebenarnya konyol juga, kalau saya sudah siap artinya dari segi materi, saya
176
mau bertemu mereka. Saya merasa konyol, disatu disi saya mulai belajar
agama tetapi ketakutan saya masih berbau materi, ya itu ketakutan saya yag
kadang masih saya rasakan. Itu masih membekas.
Itr Jadi panjenengan merasa disini lebih dihargai ya pak?
Itee Iya, dan saya nyaman. Meskipun dari segi salary kecil tapi saya bisa mencari disini lebih dihargai dan saya
tambahan diluar. Missal saya di UGM mungkin nyaman secara salary tapi nyaman. Meskipun dari segi
tidak dengan kondisi keluarga saya yang seperti ini. Kalau di UGM saya salary kecil tapi saya bisa
harus konsentrasi ke belajar dan belajar, sementara kondisinya saya harus mencari tambahan diluar.
membagi konsentrasi dengan anak saya. Nah itu mungkin yang Diatas terlalu menurut saya setiap keputusan
saying dengan saya karena apa kalau disana kami harus konsentrasi belajar ada latar belakangnya, kalau
saja. Kadang ada orang disini bilang kok kowe ora metu, menurut saya saya Cuma ikut-ikut keluar itu
setiap keputusan ada latar belakangnya, kalau saya Cuma ikut-ikut keluar itu konyol, latar belakang kita
konyol, latar belakang kita kan beda jadi keputusannya juga beda. Nah kalau kan beda jadi keputusannya
saya tidak keluar karena latar belakang saya tidak mendukung, ada latar juga beda. Sehingga untuk
belakang keluarga yang saat ini belum mendukung. Sehingga untuk saat ini saat ini saya menerima ini
saya menerima ini yang penting saya nyaman, tenang, jadi saat kembali ke yang penting saya nyaman,
keluarga saya juga tenang. Seperti mahasiswa saya yang menganggap saya tenang, jadi saat kembali ke
seperti keluarga, mereka tetap datang ke rumah meskipun sudah lulus, itu keluarga saya juga tenang.
suatu kebanggaan. Itu mbak.
Itr Maaf pak, apakah bapak ini mau kembali ke lab? (subjek mempunyai jadwal
mengajar)
Itee Oh iya, besok dilanjut lagi?
Itr Boleh pak, kalau panjenengan ada waktu. Maturnuwun sekali