Anda di halaman 1dari 2

Motivasi Memilih Fakultas Psikologi

Oleh Devina Rizkiyanti Salmania – 1606837695

Saya memutuskan untuk bersungguh-sungguh memasuki Fakultas Psikologi UI usai


melalui ujian nasional. Meski keinginan saya untuk memasuki Fakultas Psikologi baru
tergambarkan secara jelas di penghujung masa sekolah menengah atas, tetapi setelah saya lihat
lagi ke belakang, keinginan itu sebenarnya sudah mulai dipupuk sejak lama.
Sejak saya kecil, saya senang membaca novel. Dari kesenangan saya itu mulai muncul
ketertarikan saya terhadap kepribadian maupun tingkah laku manusia yang amat beragam. Ketika
saya mulai berusaha untuk menulis cerita-cerita fiksi, hal pertama yang saya inginkan adalah
unutk mengerti jalan pikiran dan motivasi karakter-karakter saya.
Saat duduk di bangku sekolah menengah, ketertarikan tersebut mulai berkembang
menjadi suatu kehausan akan pemahaman yang lebih dalam. Perkembangan ini dipengaruhi oleh
pengalaman saya yang sempat dirudung ketika sekolah menengah pertama, dan meski saya
merasa sakit hati dan sedih di masa itu, sebagian dari diri saya yang seakan-akan terpisah dari
bagian emosional tersebut mulai merasa penasaran. Mengapa seseorang melakukan apa yang
mereka lakukan? Bagaimana pergaulan mereka mempengaruhi cara berpikir mereka?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan hal yang asing bagi saya, namun saat itu saya belum
menghubungkan mereka dengan keinginan untuk mempelajari psikologi.
Seiring berjalannya kehidupan saya sebagai siswi sekolah menengah atas, saya mulai
memikirkan kembali tujuan hidup saya. Ketika itu, saya mengikuti program peminatan IPA,
tetapi saya tidak menyukai apa yang saya pelajari. Pelajaran-pelajaran IPA hanya membuat saya
stres dan bertanya-tanya untuk apa saya mempelajari semua itu (dengan pengecualian biologi
yang sangat saya sukai). Bahkan sejak kelas dua SMA, saya mulai melirik pelajaran-pelajaran
IPS dan merasa iri terhadap mereka yang berada di program itu karena saya memiliki minat yang
jauh lebih besar terhadap mata pelajaran IPS dibanding IPA.
Karena hobi saya membaca, menulis, dan menonton karya-karya fiksi, bagi saya untuk
mengerti motivasi dan jalan pikiran orang lain sudah menjadi obsesi tersendiri. Hal tersebut turut
mendapat dukungan dari kesadaran akan kontradiksi saya sendiri. Ketika saya melakukan
interaksi secara langsung dengan orang lain, saya sering merasa frustrasi dan secara impulsif
memaksakan cara pikir saya terhadap mereka. Namun, ketika saya sudah memiliki waktu untuk
mencerna proses interaksi tersebut, saya merasa mulai bisa memahami jalan pikiran orang yang
tadi berinteraksi dengan saya.
Ketika kelas tiga SMA, tepatnya di semester dua, saya mulai merasakan stres
berkepanjangan dan intens yang membuat saya sering menangis di tengah-tengah kegiatan
belajar-mengajar maupun di rumah ketika saya berusaha untuk belajar. Saya tidak akan
melakukan diagnosis sendiri terhadap apa yang saya rasakan; yang saya tahu, hal tersebut benar-
benar mengganggu dan membuat saya sangat sulit berkonsentrasi, terhadap hal-hal yang
membuat saya senang sekalipun. Untungnya, saya memiliki seorang bibi yang merupakan
seorang psikolog. Saya berbicara beberapa kali dengan beliau dan setelah itu, masalah saya
dengan relatif cepat dapat teratasi.
Bahkan sebelum pengalaman itu, pergaulan saya di dunia maya sudah membuat saya
memiliki sedikit pengetahuan terhadap kesehatan mental yang kesadarannya masih sangat rendah
di Indonesia. Setelah mengalami sendiri turbulensi mental yang masih terbilang ringan, saya
mulai mengerti betapa mengganggunya hal tersebut, apalagi jika sudah masuk ke ranah yang
lebih serius; sementara di Indonesia sendiri masih sangat sulit bagi mereka yang mengalami
masalah-masalah mental untuk meminta bantuan tanpa dicap “gila”, bahkan oleh orang-orang
terdekat mereka. Saya ingin sekali dapat mengubah hal ini agar remaja-remaja yang mengalami
masalah serupa dengan saya—bahkan yang lebih berat—dapat mendapat perawatan yang pantas
mereka dapatkan di masa depan.
Saya akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa saya memiliki potensi serta kemauan
untuk bisa memahami tingkah laku serta pemikiran manusia. Akhirnya, saya memutuskan untuk
masuk ke Fakultas Psikologi UI.

Anda mungkin juga menyukai