Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS DIRI BERDASARKAN

SUDUT PANDANG TEORI KEPRIBADIAN

Carl Rogers & Gordon Alport

Psikologi F2
(Erriska Nur Aulia / 205120301111059)

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
Analisis diri berdasarkan teori Rogers (Person-Centered Theory)

Konsep utama dari teori Carl Rogers Person Centered adalah self. Menurutnya self
merupakan struktuk kepribadian yang sebenarnya. Self concept terbentuk berdasarkan
significant person seperti orang tua dan distorsi pengalaman. Konsep ini menjelaskan
mengenai pandangan diri dalam hubungannya dengan bermacam peran dalam kehidupan dan
hubungan interpersonal. Self concept juga meliputi semua aspek dalam keberadaan dan
pengalaman yang disadari, meskipun tidak semuanya akurat. Saat seseorang telah membentuk
konsep dirinya maka akan kesulitan dalam melakukan perubahan. Pengalaman yang dirasa
tidak konsisten dengan self concept cenderung untuk disangkal atau diterima dengan syarat
telah didistorsi atau diubah.
Self Concept
Berdasarkan self concept tersebut, saya pernah pada posisi bingung memilih antara pulang
pergi ke sekolah (SMA) atau tinggal di pondok pesantren saja agar lebih dekat dengan
sekolah. Mengingat jarak antara rumah ke sekolah cukup jauh sekitar 45 menit apabila
mengendarai sepeda motor dan saat itu juga saya masih belum bisa mengendarai sepeda
motor. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya memilih untuk tinggal di pesantren saja.
Orang-orang disekeliling saya, terutama orang tua sangat tidak yakin akan keputusan saya
tersebut. Menurut mereka, saya tidak akan pernah bisa untuk tinggal di pesantren, berdasarkan
konsep diri saya yang selalu kekanak-kanakan dan sulit untuk adaptasi apabila ditempatkan
pada lingkungan dan orang-orang baru. Namun saya tetap ingin sekali tinggal di pesantren,
berharap menjadi pribadi yang lebih baik lagi, ingin bisa beradaptasi, dan tentunya mandiri.
Akhirnya kedua orang tua saya menyetujui kemauan saya tersebut meskipun saya rasa banyak
sekali keraguan mereka. Singkat cerita, akhirnya saya berangkat ke pesantren untuk tinggal
disana. Dan ternyata memang tidak mudah “benar apa kata ibu, saya sulit untuk adaptasi
disini.” Semuanya terasa begitu sulit. Lingkungan yang baru, makan tidak teratur, tidak
mempunyai teman akrab sehingga selalu merasa sendirian, harus menjalani peraturan
pesantren yang saya sendiri merasa terbebani. Hal-hal tersebut membuat saya begitu sedih
dan tertekan. Hingga akhirnya selang beberapa minggu, ketika orang tua saya menjenguk ke
pesantren, saya mengutarakan keinginan untuk pulang saja. Dengan berat hati akhirnya
mereka menyetujui kemauan saya untuk pulang ke rumah.
Faktor yang mendasari konsep diri saya tersebut adalah :
• Lingkungan
Pada lingkungan yang saya tinggali tidak pernah sekalipun untuk menuntut saya
mematuhi suatu peraturan tertentu yang akhirnya membuat saya terbebani, seperti
tidak ada peraturan untuk saya tidur dan bangun di jam tertentu ataupun harus
menjalani serangkaian aktivitas tertentu . Kemudian saya tidak pernah merasa
sendirian karena selalu ada sahabat saya yang selalu menemani dan kakak yang selalu
ada untuk saya.
• Pola asuh orang tua
Pada pola asuh orang tua dari saya kanak-kanak hingga sekarang mereka sering tidak
memperbolehkan saya untuk keluar sendirian, seperti ketika saya ingin keluar untuk
mencetak dokumen. Jadi saya diantarkan oleh ayah saya. Ketika saya tanya kenapa
tidak boleh, alasannya adalah mereka khawatir. Terutama dengan ibu. Sering kali ibu
selalu menemani kemanapun saya pergi. Dari segi pertemanan mereka sering
melarang saya untuk berteman atau disuruh berteman dengan teman tertentu. Bahkan
dulu ketika saya SD dan SMP ibu juga yang pertama kali mencarikan saya teman. Jadi
terdapat seorang anak yang dia disuruh untuk duduk di sebelah saya dan berkenalan
dengan saya.

Ideal self dan Incongruence


Ideal self merupakan pandangan seseorang atas dirinya sebagaimana yang dia harapkan,
termasuk semua atribut positif yang diinginkan. Berdasarkan teori ideal self tersebut saya
menginginkan diri saya sebagai seseorang yang ramah, memiliki banyak teman, friendly,
selalu bahagia, dan mudah adaptasi dimanapun saya ingin tinggal. Namun itu semua tidak
sejalan dengan konsep diri sehingga saya mengalami incongruence yaitu ketidaksesuaian
antara ideal self dan pengalaman sebenarnya. Sehingga dapat menimbulkan kecemasan dan
ketidakbahagiaan dalam diri saya.
Self Regard
Self regard merupakan penerimaan positif dari diri sendiri selain dari orang lain.
Sebagaimana seseorang sadar bahwa orang lain mempunyai perhatian sehingga mereka
mulai menganggap penting suatu penghargaan positif dan abai terhadap penghargaan negatif.
Saat seseorang mengembangkan kebutuhan akan dirinya untuk lebih dicintai, disukai,
diterima oleh orang lain, maka kebutuhan yang oleh Rogers (1959) disebut sebagai positive
regard. Berdasarkan teori self regard tersebut, saat setelah pulang dari pesantren saya
berangkat ke sekolah dengan memberanikan diri untuk naik bus sendirian tanpa ditemani
orang tua meskipun sebenarnya mereka berat untuk mengizinkan, selang beberapa bulan
akhirnya saya dapat membawa sepeda motor. Dari pengalaman tersebut, orang tua semakin
percaya bahwa konsep diri saya dapat diubah. Saya merasakan terdapat penghargaan disitu.
Selain itu, saya juga telah menemukan sahabat yang memang sejalan dan sefrekuensi dengan
saya. Dia peduli dan menghargai saya. Dari situ saya mendapatkan positive self regard
sehingga terdapat semangat dan kebahagiaan baru.

Analisis Diri Berdasarkan Teori Gordon Allport


(Psychology of the Individual)

A. Personal Disposition (Levels of Personal Disposition)


1. Central Disposition
Saya merasa memiliki central disposition saat menginjak SMA. Karena sebelum
SMA saya kurang bisa menerjamahkan diri saya atau apa kemauan saya
sebenarnya. Pengalaman hidup saya saat SMA membuat saya menjadi individu
yang tidak mudah menyerah. Karena pada waktu SMA dulu, saya sering kali
mengalami kekalahan pada olimpiade sosiologi. Namun saya tidak pernah
berputus asa, terus mencoba lagi dan lagi hingga sampai mendapati tiga kali
kemenangan diantara banyaknya kekalahan. Kemudian saya merupakan pribadi
yang teguh terhadap pendirian. Saat itu saya selalu mengikuti olimpiade sosiologi
karena ingin mendapatkan banyak sertifikat yang nantinya dapat digunakan untuk
mendaftar SNMPTN. Meskipun banyak sekali hambatan, seperti ada guru yang
tidak suka atau tidak mendukung karena saya sering meninggalkan kelas untuk
bimbingan. Dari orang tua sendiri saya juga disarankan untuk fokus ke pelajaran
sekolah saja, tidak usah melanjutkan olimpiade karena saya jadi sering pulang
malam. Namun saya tetap ingin mencapai tujuan saya agar bisa lolos SNMPTN
lewat sertifikat-sertifikat yang saya dapatkan. Saya sangat semangat ketika ingin
menggapai sesuatu yang saya inginkan. Pada lingkup pertemanan, menurut teman-
teman saya adalah pribadi yang pendiam. Saya juga merasakan itu, karena saya
merasa kurang nyaman apabila berada di suatu tempat yang didalamnya terdapat
banyak orang yang belum saya kenal akrab, jadi cenderung menjadi pendiam.
Namun ketika saya berada di lingkungan dimana terdapat orang-orang yang saya
kenal dengan baik maka saya akan menjadi pribadi yang friendly dan asik. Saya
bisa mencairkan suasana ketika bersama orang-orang terdekat. Kemudian saya
adalah orang yang loyal saat menjalani sesuatu yang saya suka. Seperti
menggambar digital ataupun menata sesuatu agar terlihat aestetik. Saya juga tidak
mudah melupakan orang yang benar-benar saya sayang, dan kalau sudah sayang
maka saya akan sangat tulus. Namun saya rasa terdapat sisi negatif, yaitu saya
menjadi abai terhadap kebahagiaan saya sendiri. Lalu saya mudah untuk tidak tega
ketika melihat anak kecil atau lansia. Karena saya rasa pada tahap perkembangan
tersebut mereka membutuhkan perhatian yang lebih dan tidak jarang malah
mereka tidak mendapatkan itu. Saya merasakan empati yang lebih ketika
berhadapan dengan mereka. Saya mudah menangis ketika melihat dan mendengar
sesuatu yang membuat saya tersentuh. Saya juga sering membuat puisi untuk
mengeluarkan pikiran-pikiran saya yang kemudian menurut teman-teman saya
merupakan pribadi yang sensitif. Kemudian ketika bertindak sesuatu saya
cenderung suka kepikiran. Bertanya-tanya apakah memang seharusnya bertindak
seperti ini atau seperti itu. Banyak pertimbangan yang membuat saya bingung
untuk memutuskan sesuatu.
Faktor yang mendasari personal disposition saya tersebut adalah :
✓ Lingkungan sekolah dan pertemanan
Pada lingkungan sekolah, saya sangat didukung oleh guru sosiologi saya untuk
mencapai apa yang saya inginkan, dia menanamkan bahwa di kehidupan saya
harus selalu terdapat harapan dan tujuan agar tidak mudah menyerah. Sekolah juga
sangat mendukung apabila terdapat siswa yang ingin mengikuti olimpiade.
Kemudian pada pertemanan saya di SMA, mereka juga sangat mendukung saya.
Memberikan support system ketika saya mengalami kekalahan. Sehingga saya
dapat bangkit lagi dan tidak mudah menyerah.
✓ Pola asuh orang tua
Dari kecil orang tua jarang untuk mengajak saya bicara. Mereka merupakan
pribadi yang pendiam meskipun kepada orang-orang terdekat. Mereka juga tidak
pernah mengungkapkan rasa sayang secara langsung. Selain itu yang membuat
saya suka bingung untuk memutuskan sesuatu juga karena orang tua yang tidak
pernah memberikan saran sesuai apa yang saya harapakan. Seperti melihat
berbagai persoalan dari banyak sudut pandang. Mereka lebih ke khawatir jika saya
ingin berbuat sesuatu yang keluar dari comfort zone. Namun ibu saya mempunyai
pribadi yang baik hati dan tulus. Sering tidak tega juga terhadap suatu hal. Sangat
mudah untuk menangis melebihi saya. Kemudian pada lingkungan keluarga, saya
juga dikelilingi oleh banyak anak kecil yang membuat hidup saya lebih berwarana
dan dulu juga ada almarhum nenek yang sangat menyayangi saya.

2. Secondary Disposition
Pada secondary disposition, saya tidak akan menaruh ketulusan atau rasa sayang
saya lagi ketika saya mendapati kekecewaan yang sangat mendalam terhadap
seseorang. Meskipun setelah itu saya tahu bahwa saya akan sangat sulit untuk
melupakan orang tersebut (termasuk kedalam hal relationship maupun
pertemanan). Namun saya tetap akan berusaha untuk tidak peduli. Faktor yang
mendasari secondary disposition tersebut adalah dari dalam diri saya sendiri. Saya
tidak ingin apabila saya memberikan rasa sayang dan ketulusan kepada orang tidak
tepat dan mengulangi kesalahan yang sama. Terdapat keinginan untuk saya
bahagia dan tidak mendapati kekecewaan lagi.

Anda mungkin juga menyukai