Anda di halaman 1dari 3

Nama: Jennie Rose Komala

NIM:01034220009

KAT 1 - REFLEKSI ANALISIS PERKEMBANGAN DIRI

Trust vs. Mistrust (0 - 18 bulan)


Pada tahap ini, saya masih sepenuhnya bergantung pada orang tua dan berusaha untuk
mengandalkan mereka. Walau tidak mengingat dengan jelas tentang masa-masa bayi tersebut,
saya merasa bahwa orang tua telah mencukupi kebutuhan hidup berupa makanan, obat, susu, dan
sebagainya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan timbulnya rasa aman, nyaman dan kepercayaan
ketika saya berada di dekat orang tua. Terutama karena ibu saya adalah seorang ibu rumah
tangga, sehingga bisa meluangkan banyak waktu untuk saya. Mulai dari menggendong,
menyusui, memandikan hingga menyanyikan lagu sebelum tidur. Belum ada hambatan yang saya
rasakan di masa itu.

Autonomy vs. Shame and Doubt (18 bulan - 3 tahun)


Pada usia sekitar 2 tahun, saya diajarkan cara berjalan dan berbicara dengan baik oleh orang tua.
Di tahap ini saya selalu merasa penasaran dengan hal-hal baru. Namun suatu hambatan yang
saya hadapi adalah larangan dari orang tua yang membuat saya takut mencoba hal-hal baru. Pada
waktu itu, saya mulai mencoba untuk makan sendiri. Tetapi tangan saya masih tidak kuat
memegang sendok, sehingga makanannya tumpah ke baju dan lantai. Dari sana timbul keraguan
untuk bersikap mandiri dan saya menangis karena takut dimarahi ibu. Peristiwa tersebut juga
membuat saya meragukan kemampuan diri sendiri. Walau semuanya menjadi kotor dan
berantakan, ibu tidak marah. Ia langsung mendampingi saya untuk mencoba lagi. Hal yang sama
terjadi ketika saya berlatih untuk buang air kecil sendiri. Ayah dan ibu selalu memberikan saya
pujian walau hanya untuk hal-hal sederhana. Mereka juga memberikan saya kebebasan atau
otonomi untuk memilih. Perilaku tersebut sesuai dengan salah satu karunia yang diberikan Allah
yaitu daya karsa (kebebasan). Maka dengan memberikan pilihan untuk melakukan semuanya
secara mandiri, ayah dan ibu telah memperkenalkan perintah Tuhan pada saya dalam kehidupan
sehari-hari. Melalui dukungan orang tua, saya berhasil mengatasi dan melewati tahapan
autonomy vs shame and doubt, menjadi anak yang lebih mandiri dan percaya diri.
Initiative vs. Guilt (3 - 5 tahun)
Di masa ini, saya sudah mulai memasuki TK (Preschool). Berada di lingkungan baru membuat
saya merasa ragu untuk mengekspresikan diri sendiri. Namun saya memberanikan diri
mengambil inisiatif mencoba hal-hal baru. Mulai dari bermain olahraga, kursus bahasa Inggris,
hingga les piano. Pada waktu itu, orang tua sempat melarang saya mengikuti kegiatan yang
berkaitan dengan olahraga karena saya pernah terjatuh dan mereka khawatir dengan badan saya
yang tergolong kecil. Namun karena baru berumur 4 tahun, saya tidak mampu berpikir jauh ke
depan, dan malah merasa kesal dengan mereka karena rasa ingin tahu saya tidak terpenuhi.
Tetapi sekarang saya baru menyadari bahwa orang tua menginginkan yang terbaik bagi saya.
Selain itu, ibu juga mulai mengenalkan saya akan keberadaan Tuhan. Ia termasuk tegas
mengenai sikap doa yang baik. Namun karena sifatnya abstrak, saya banyak bertanya kepada ibu
tentang Tuhan dan ia dengan senang menjawab semua pertanyaan saya. Sejak saat itu, saya
jarang merasa ragu untuk bertanya. Hal ini ditunjukkan dari kemampuan saya untuk menjadi
ketua kelompok dan mengambil inisiatif dalam memimpin teman-teman.

Industry vs. Inferiority (5 - 13 tahun)


Tahap perkembangan yang keempat terjadi ketika saya memasuki sekolah dasar. Pada waktu itu,
saya masih termasuk anak yang pemalu dan pendiam, terutama karena memasuki lingkungan
yang baru. Saya mulai mendapatkan tugas dan tanggung jawab sebagai siswa SD dan bertemu
teman-teman yang berasal dari latar belakang berbeda. Dengan mengerjakan berbagai PR dan
projek, saya merasa bangga dan percaya diri. Terutama setelah orang tua mengambil nilai rapot
di sekolah, dan memuji saya karena juara satu seangakatan. Dari sana saya merasa telah menjadi
orang yang kompeten dan bisa diandalkan.

Identity vs. Role Confusion (13 - 21 tahun):


Dari keempat tahap psikososial di atas, tahap identity vs role confusion adalah satu-satunya tahap
yang paling sulit untuk saya lewati. Ada begitu banyak hambatan yang menyebabkan krisis
identitas pada diri saya. Mulai dari teman, orang tua, cita-cita, hingga tujuan hidup. Sejak SMP,
saya mulai bertanya-tanya apa tujuan dan makna hidup di dunia ini, apa yang ingin saya capai
kelak. Pada suatu titik, saya benar-benar merasa kehilangan arah karena tidak memiliki pendirian
yang teguh. Saya bahkan mempertanyakan keberadaan Tuhan karena selalu merasa sendirian
padahal sudah berdoa kepada-Nya setiap hari. Kemudian saya mencoba bercerita kepada orang
tua tentang perasaan tersebut. Mereka mendampingi saya dengan mengambil selembar kertas dan
menggambar sebuah mind map untuk menuliskan sub-judul: hobi, cita-cita, pencapaian, dan di
tengahnya, ada Tuhan. Mereka mengatakan bahwa Tuhan telah memberikan saya kemampuan
yang begitu istimewa, seperti talenta bermain piano atau pintar dalam pelajaran matematika.
Namun apabila saya hanya berdoa namun talenta tersebut tidak dikembangkan dan hanya
dipendam, saya akan terus merasa bingung dan kehilangan arah. Sebaliknya, apabila saya
mengembangkan talenta tetapi saya jauh dari Tuhan, hal yang sama juga akan terjadi. Oleh
karena itu mereka meyakinkan saya bahwa, dengan melibatkan Tuhan dalam segala peristiwa
hidup, saya pada akhirnya akan menemukan tujuan dan makna hidup sendiri. Berdasarkan
pengajaran minggu lalu, pencarian makna hidup tidak selalu berhasil dan akan menimbulkan rasa
marah, obsesi bahkan depresi. Saya pun merasa demikian. Bahkan saat ini, ketika sudah
memasuki bangku kuliah dan memilih jurusan teknologi pangan, saya seringkali bertanya apakah
ini sudah menjadi jalan terbaik bagi saya atau belum. Tetapi saya belajar untuk bersyukur dan
mengusahakan yang terbaik dari apa yang saya punya, karena pada dasarnya manusia tidak akan
pernah merasa puas. Daripada berlarut-larut dalam kebingungan ini, lebih baik saya
bersosialisasi dengan teman-teman untuk mendapat pengetahuan/peluang baru, serta memohon
berkat Tuhan untuk mengembangkan pribadi saya. Walau belum berhasil melewati tahap ini,
saya berusaha semaksimal mungkin untuk yakin dengan pilihan hidup saat ini asalkan sesuai
dengan perintah Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai